Anda di halaman 1dari 12

Nama : Primas Arisandy Nugraha

Nim : 5180211183
Prodi : S1 Manajemen
Kelas : Perekonomian Indonesia (C)

SEJARAH EKONOMI INDONESIA


1. Ekonomi indonesia pada masa orde lama
A. Perkembangan perekonomian pada masa orde lama

Indonesia dituntut untuk mampu menghidupi negaranya sendiri dalam berbagai aspek
kehidupan, terutama aspek ekonomi. Perkembangan ekonomi Indonesia mengalami
perkembangan mulai masa pemerintahan Presiden Soekarno yang dikenal dengan zaman Orde
Lama. Kemudian mengalami perkembangan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang
dikenal dengan zaman Orde Baru. Hingga zaman reformasi yang mengalami perubahan besar-
besaran dalam aspek ekonomi. Periode kekuasaan di Indonesia yaitu Orde Lama, Orde Baru,
dan reformasi memiliki ciri khas masing-masing yang pada akhirnya juga membawa dampak
yang berbeda-beda bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Orientasi pembangunan yang
dimaksud adalah orientasi pembangunan keluar, yakni pembangunan dengan melakukan
stabilisasi ekonomi negeri dengan memanfaatkan sumber luar negeri dan pembangunan
berorientasi ke dalam, yang merupakan usaha stablisasi ekonomi dengan memperkuat usaha-
usaha dalam negeri (Mas’oed, 1989:95).
Orde Lama dibawah pimpinan Soekarno bersikap anti batuan asing dan berorientasi ke
dalam. Soekarno menyatakan bahwa nilai kemerdekaan yang paling tinggi adalah berdiri di
atas kaki sendiri atau yang biasa disebut “berdikari” (Mas’oed, 1989:76). Soekarno tidak
menghendaki adanya bantuan luar negeri dalam membangun perekonomian Indonesia.
Pembangunan ekonomi Indonesia haruslah dilakukan oleh Indonesia sendiri. Bahkan Soekarno
melakukan kampanye Ganyang Malaysia yang semakin memperkuat posisinya sebagai oposisi
bantuan asing. Semangat nasionalisme Soekarno menjadi pemicu sikapnya yang tidak
menginginkan pihak asing ikut campur dalam pembangungan ekonomi Indonesia. Padahal saat
awal kemerdekaan, Indonesia membutuhkan pondasi yang kuat dalam pilar ekonomi. Sikap
Soekarno yang anti bantuan asing pada akhirnya membawa konsekuensi tersendiri yaitu
terjadinya kekacauan ekonomi di Indonesia. Soekarno cenderung mengabaikan permasalahan
mengenai ekonomi negara, pengeluaran besar-besaran yang terjadi bukan ditujukan terhadap
pembangunan, melainkan untuk kebutuhan militer, proyek mercusuar, dan dana-dana politik
lainnya. Soekarno juga cenderung menutup Indonesia terhadap dunia luar terutama negara-
negara barat. Hal itu diperkeruh dengan terjadinya inflasi hingga 600% per tahun pada 1966
yang pada akhirnya mengakibatkan kekacauan ekonomi bagi Indonesia. Kepercayaan
masyarakat pada era Orde Lama kemudian menurun karena rakyat tidak mendapatkan
kesejahteraan dalam bidang ekonomi.
B. Sistem perekonomian orde lama
Tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini
menandai mulai aktifnya kembali pasar modal Indonesia. Didahului dengan diterbitkannya
Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkankan sebagai
Undang-undang No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa
Efek di Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun
penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek
(PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya dengan Bank
Indonesia sebagai penasihat. Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek
yang diperdagangkan adalah Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini
semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut
pada tahun 1954, 1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik
perorangan maupun badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase
dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam. Namun keadaan ini hanya berlangsung
sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan
di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap
Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak
warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.
Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik
Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-
alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi
No. 86 Tahun 1958. Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan
Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk
memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia,
termasuk semua Efek yang bermata uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di
Indonesia. Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi, mencapai lebih dari 300%, makin
menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal,
juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1996. Penurunan ini
mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak menarik lagi
bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :
1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada
bulan Juli 1946.
2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India (India merupakan Negara
yang mengalami nasib yang sama dengan Indonesia yaitu sama-sama pernah dijajah,
Indonesia menawarkan bantuan berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India
menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada Indonesia), mengadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan
yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu :
masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan
administrasi perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga
bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa
petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan
perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian
merupakan sumber kekayaan).

C. Kondisi perekonomian orde lama


Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia
bergantian menggunakan sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Hampir
seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah jalan. Penyebabnya adalah:
1. Situasi politik yang diwarnai manuver dan sabotase, terutama dari kelompok-kelompok
kanan (masyumi, PSI, dan tentara-AD) yang tidak menghendaki kemandirian ekonomi
nasional.
2. Pertarungan kekuasaan antar elit politik di tingkat nasional yang berakibat jatuh-
bangunnya kabinet, tidak memberikan kesempatan kepada Soekarno dan kabinetnya
untuk teguh menjalankan kebijakan-kebijakan tersebut.
3. Yang paling pokok: borjuasi dalam negeri (pribumi) yang diharapkan menjadi kekuatan
pokok dalam mendorong industrialisasi dan kegiatan perekonomian justru tidak
memiliki basis borjuis yang tangguh.
Kendati berkali-kali mengalami kegagalan, Soekarno kemudian menekankan bahwa haluan
ekonomi baru ini hanya akan berhasil dengan dukungan masyarakyat. Dalam usaha
memasifkan dukungan rakyat, Soekarno berpropaganda tentang Trisakti:
● Berdikari di bidang ekonomi
● Berdaulat di bidang politik
● Berkepribadian dalam budaya

2. Ekonomi indonesia pada masa orde baru


A. Perkembangan perekonomian pada masa orde baru
Kemudian fase baru dimulai dalam perkembangan Indonesia, yakni masa Orde Baru di
bawah pimpinan Soeharto. Di era Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, slogan “Politik
sebagai Panglima” berubah menjadi “Ekonomi sebagai Panglima”. Karena pada masa ini,
pembangunan ekonomi merupakan keutamaan, buktinya, kebijakan-kebijakan Soeharto
berorientasi kepada pembangunan ekonomi. Kepemimpinan era Soeharto juga berbanding
terbalik dengan kepemimpinan era Soekarno. Jika kebijakan Soekarno cenderung menutup diri
dari negara-negara barat, Soeharto malah berusaha menarik modal dari negara-negara barat.
Perekonomian pada masa Soeharto juga ditandai dengan adanya perbaikan di berbagai
sektor dan pengiriman delegasi untuk mendapatkan pinjaman-pinjaman dari negara-negara
barat dan juga IMF. Jenis bantuan asing ini sangat berarti dalam menstabilkan harga-harga
melalui “injeksi” bahan impor ke pasar. Orde Baru berpandangan bahwa Indonesia
memerlukan dukungan baik dari pemerintah negara kapitalis asing maupun dari masyarakat
bisnis internasional pada umumnya, yakni para banker dan perusahaan-perusahaan
multinasional (Mochtar 1989,67). Orde Baru cenderung berorientasi keluar dalam membangun
ekonomi. Langkah Soeharto dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap penyelamatan yang
bertujuan untuk mencegah agar kemerosotan ekonomi tidak menjadi lebih buruk lagi. Kedua,
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki infrastruktur
ekonmi. Ketiga, pembangunan ekonomi. Hubungan Indonesia dengan negara lain dipererat
melalui berbagai kerjasama, Indonesia juga aktif dalam organisasi internasional, terutama
PBB, dan penyelesaian konflik dengan Malaysia.
Awalnya bantuan asing sulit diperoleh karena mereka telah dikecewakan oleh
Soekarno, namun dnegan berbagai usaha dan pendekatan yang dilakukan kucuran dana asing
tersebut akhirnya diterima Indonesia. Ekonomi Indonesia mulai bangkit bahkan akhirnya
menjadi begitu kuat. Sayangnya, kekuatan ekonomi itu didapatkan dari bantuan asing yang
suka atau tidak harus dikembalikan. Suntikan bantuan dari Amerika Serikat maupun Jepang
cukup berperan besar dalam perbaikan ekonomi di Indonesia. Begitupun dengan IMF yang
dinilai sangat bermanfaat dalam memperjuangkan Indonesia di hadapan para kreditor asing
(Mas’oed, 1989:84). Namun, bantuan tersebut tidak serta merta membuat Indonesia tumbuh
dengan prestasi ekonomi, Indonesia ternyata semakin terjerat keterpurukan perekonomian
dalam negeri akibat syarat-syarat dan bunga yang telah direncanakan negara penyuntik
bantuan. Booth (1999) menjelaskan kegagalan industri dalam negeri di pasar global serta terjun
bebasnya nilai rupiah juga menjadi warisan keterpurukan ekonomi pada Orde Baru yang
berorientasi pada pembangunan ekonomi keluar. Maka, kini hal tersebut menjadi tantangan
pemerintahan reformasi untuk menuntaskan permasalahan ekonomi dalam negeri.
B. Sistem perekonomian orde baru (1966 – 1998)
Awal pemerintahan orde baru dihadapkan pada kehancuran ekonomi secara total, hal ini
tergambar dari inflasi tahun 1966 mencapai 650%, dan defisit APBN lebih besar daripada
seluruh jumlah penerimaannya. Neraca pembayaran dengan luar negeri mengalami defisit yang
besar, nilai tukar rupiah tidak stabil (Gilarso, 1986:221). Maka awal pemerintahan orde baru
ini juga bisa dikatakan sebagai titik balik perekonomian Indonesia. Pamerintah saat itu benar-
benar berusaha kerasa untuk mengubah perekonomian Indonesia yang terpuruk. Tahun 1966-
1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Segala macam upaya dilakukan mulai dari
menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Kerhasilannya menstabilakan inflasi berdampak
positif terhadap stabilitas politik saat itu. Maka kemudian berpengaruh terhadap bantuan luar
negeri yang mulai terjamin dengan adanya IGGI. Sejak masa itu yaitu pada tahun 1969,
Indonesia memulai menata kehidupan ekonomi secara lebih terarah dan fokus terhadap
prioritas pembangunan.
Sehingga dibentuklah Rencana Pembangunan Lima Tahun yang kita kenal pada saat itu sebgai
REPELITA. Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA:
1. Repelita I (1 April 1969 hingga 31 Maret 1974)
 Titik Berat Repelita I: Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian,
karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
 Sasaran Repelita I: Pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan
lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
 Tujuan Repelita I: Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
 Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16
Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa
ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar
tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu
banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengerusakan dan pembakaran barang-barang
buatan Jepang.
2. Repelita II (1 April 1974 hingga 31 Maret 1979)
 Titik Berat Repelita II: Pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang
mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap
selanjutnya.
 Sasaran Repelita II: Tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana,
mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
 Tujuan Repelita II: Meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan
Madura, di antaranya melalui transmigrasi.
 Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per
tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir
Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi
turun menjadi 9,5%.
3. Repelita III (1 April 1979 hingga 31 Maret 1984)
Titik Berat Repelita III: Pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang selanjutnya. Menekankan
bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. Pertumbuhan perekonomian periode
ini dihambat oleh resesi dunia yang belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada
kecenderungan harga minyak yang semakin menurun khususnya pada tahun-tahun terakhir
Repelita III. Menghadapi ekonomi dunia yang tidak menentu, usaha pemerintah diarahkan
untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, baik dari penggalakan ekspor mapun pajak-pajak
dalam negeri.

4. Repelita IV (1 April 1984 hingga 31 Maret 1989)


 Titik Berat Repelita IV: Pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju
swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-
mesin industri sendiri seperti industri ringan yang akan terus dikembangkan dalm
repelita-repelita selanjutnya meletakkan landasan yanag kuat bagi tahap selanjutnya.
 Tujuan Repelita IV: Menciptakan lapangan kerja baru dan industri.
 Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian
Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga
kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Repelita V (1 April 1989 hingga 31 Maret 1994)
Menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.
Pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan dengan
menekankan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju tercapainya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta
stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling
mengait dan perlu dikembangkan secara selaras, terpadu, dan saling memperkuat. Tujuan dari
Repelita V sesuai dengan GBHN tahun 1988: pertama, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan
dan kesejahteraan seluruh rajyat yang makin merata dan adil; kedua, meletakkan landasan yang
kuat untuk tahap pemangunan berikutnya.
6. Repelita VI (1 April 1994 hingga 31 Maret 1999.)
 Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya.
 Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pembangunan
nasional Indonesia dari pelita ke pelita berikutnya terus mengalami peningkatan
keberhasilan pembangunan.
 Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang
mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

C. Kondisi perekonomian orde baru


Di awal Orde Baru, Soeharto berusaha keras membenahi ekonomi Indonesia yang
terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi Indonesia ketika Pak Harto
pertama memerintah adalah keadaan ekonomi dengan inflasi sangat tinggi, 650% setahun. Emil
Salim, penasehat ekonomi presiden menambahkan langkah pertama yang diambil Soeharto,
yang bisa dikatakan berhasil adalah mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di bawah 15%
dalam waktu hanya dua tahun. Untuk menekan inflasi yang begitu tinggi, Soeharto membuat
kebijakan yang berbeda jauh dengan kebijakan Soekarno. Ini dia lakukan dengan menertibkan
anggaran, menertibkan sektor perbankan, mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan
sektor ekonomi, dan merangkul negara-negara barat untuk menarik modal.
Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan
Kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Lalu Kabinet AMPERA membuat
kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai berikut.
Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan
kemacetan, seperti :
a) Rendahnya penerimaan Negara
b) Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
c) Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
d) Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi impor yang
sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian. Berorientasi pada kepentingan
produsen kecil. Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh
cara:
 Mengadakan operasi pajak
Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang. Menurut Emil Salim, Soeharto
menerapkan cara militer dalam menangani masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia
dengan mencanangkan sasaran yang tegas.
 Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik
lima tahunan yang disebut Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang dengan
melibatkan para teknokrat dari Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh
pinjaman dari negara-negara barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.
 Liberalisasi perdagangan dan investasi kemudian dibuka selebarnya. Inilah yang sejak
awal dipertanyakan oleh Kwik Kian Gie, yang menilai kebijakan ekonomi Soeharto
membuat Indonesia terikat pada kekuatan modal asing.

3. Ekonomi indonesia pada masa transisi


Sistem Pemerintahan Indonesia Pada Masa Transisi
Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS mengalami
suatu goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ‘jual’ karena mereka
para investor asing tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut, paling
tidak untuk jangka pendek. Pemerintan Thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu
mendepresiasikan nilai baht sekitar 15% hingga 20% hingga mencapai nilai terendah, yakni
28,20 baht per dolar AS.
Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya.
Rupiah Indonesia mulai merendah sekitar pada bulan Juli 1997, dari Rp 2.500 menjadi Rp
2.950 per dolar AS. Nilai rupiah dalam dolar mulai tertekan terus dan pada tanggal 13 Agustus
1997 rupiah mencapai rekor terendah, yakni Rp 2.682 per dolar AS sebelum akhirnya ditutup
Rp 2.655 per dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan Januaru-Februari sempat menembus Rp
11.000 per dolar AS dan pada bulan Maret nilai rupiah mencapai Rp 10.550 untuk satu dolar
AS.
Nilai tukar rupiah terus melemah, pemerintah Orde Baru mengambil beberapa langkah konkret,
antaranya menunda proyek-proyek senilai Rp 39 Triliun dalam upaya mengimbangi
keterbatasan anggaran belanja. Pada tanggal 8 Oktober 1997, pemerintah Indonesia akhirnya
menyatakan secara resmi akan meminta bantuan keuangan dari IMF.
Pada Oktober 1997, lembaga keuangan internasional itu mengumumkan paket bantuan
keuangan pada Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS. Pemerintah juga mengumumkan
pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang dinilai tidak sehat sehinnga hal itu menjadi awal
dari kehancuran perekonomian Indonesia.
Krisis rupiah yang akhirnya menjelma menjadi krisis ekonomi memunculkan suatu krisis
politik. Pada awalnya, pemerintahan yang dipimpin Presiden Soeharto akhirnya digantikan
oleh wakilnya, yakni B.J. Habibie. Walaupun, Soeharto sudah turun dari jabatannya tetap saja
tidak terjadi perubahan-perubahan nyata karena masih adanya korupsi,kolusi dan nepotisme
(KKN) sehingga pada masa Presiden Habibie masyarakat menyebutnya pemerintahan transisi.
Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik
sebagai berikut:
 Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rp
2500 menjadi Rp 2650 per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak
stabil.
 Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang
kemudian memuncuilkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
· Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi.
Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga
kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin
menjadi, banyak kerusuhan.

Tujuan Ekonomi Pada Masa Transisi


Kebijakan ekonomi tentunya mengacu pada tindakan sebuah kebijakan pemerintah dalam
mengambil kebijakan atau keputusan di bidang ekonomi, kebijakan ini dapat pula mencakup
di dalamnya sistem untuk menetapkan sistem perpajakan, suku bunga dan anggaran pemerintah
serta pasar tenaga kerja, kepemilikan nasional, dan otonomi daerah dari intervensi pemerintah
ke dalam perekonomian. Kebijakan ekonomi merupakan seperangkat perencanaan yang
mengacu pada tindakan, pernyataan, dan pengaturan yang dibuat oleh pemerintah dalam
mengambil keputusan di bidang ekonomi dan menyangkut kepentingan umum. Semua
kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah pasti memiliki tujuannya masing-masing,
diantaranya:
1. Untuk mengontrol lajunya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,
2. Untuk meningkatkan kenaikan standar hidup rata-rata, dan
3. Inflasi rendah.
Terkadang kebijakan semacam ini sering dipengaruh juga oleh lembaga-lembaga internasional
seperti International Monetary Fund atau Bank Dunia serta keyakinan politik dari pihak-pihak
yang memegang kekuasaan Negara saat itu.
4. Ekonomi indonesia pada masa reformasi(1998 – Sekarang)
A. Presiden B.J.Habibie
Tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS mengalami
goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ‘jual’ karena mereka para
investor asing tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut, paling tidak
untuk jangka pendek. Pemerintah Thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu
mendepresiasikan nilai baht sekitar 15% hingga 20% hingga mencapai nilai terendah, yakni
28,20 baht per dolar AS. Apa yang terjadi di Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan
beberapa negara Asia lainnya. Rupiah Indonesia mulai merendah sekitar pada bulan Juli 1997,
dari Rp2.500,- menjadi Rp2.950,- per dolar AS. Nilai rupiah dalam dolar mulai tertekan terus
dan pada tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah, yakni Rp2.682,- per dolar
AS sebelum akhirnya ditutup Rp2.655,- per dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan Januaru-
Februari sempat menembus Rp11.000,- per dolar AS dan pada bulan Maret nilai rupiah
mencapai Rp10.550; untuk satu dolar AS.
Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik
sebagai berikut:
 Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari
Rp2.500,- menjadi Rp2.650,- per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi
tidak stabil.
 Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang
kemudian memunculkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
 Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi.
Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya,
sehingga kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena
KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan. Yang dilakukan habibie untuk memperbaiki
perekonomian indonesia :
1. Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus
mengurusi perekonomian.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3 (tiga) pilar yang merupakan 3 (tiga)
bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
 Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter
 Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
 Mengatur dan mengawasi Bank
2. Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau
utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Banyaknya utang perusahaan swasta
yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya dan pada akhirnya pemerintah mengambil alih
bank-bank yang bermasalah dengan tujuan menjaga kestabilan ekonomi Indonesia yang pada
masa itu masih rapuh.
3. Menaikan nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi.
Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar Rp9.200,- dan
selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8.000,- dalam bulan April hingga pertengahan Mei.
Nilai tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak minggu ketiga bulan Mei.
Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi
sosial politik yang bergejolak. nilai tukar rupiah menguat hingga Rp6.500,- per dollar AS di
akhir masa pemerintahnnya.
4. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
B. Presiden Abdurahman wahid
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah
pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku
bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil. Hubungan
pemerintah di bawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang
dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia,
penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi
APBN 2001 yang terus tertunda.
Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan
untuk menanamkan modal di Indonesia. Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi
dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan
merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan
pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri. Pada masa kepemimpinan presiden
Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan
negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru
harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan
ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah
presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat.
C. Presiden Megawati Soekarnoputri
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
1. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris
Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp116,3 triliun.
2. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam
periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-
kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1%. Namun kebijakan ini memicu banyak
kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
3. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),
tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan
korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di
Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
E. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kebijakan yang dilakukan
adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak
(BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut
di berhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan
menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan
tetapi pada pemerintahan SBY dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus
bank century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya
Rp93 miliar untuk menyelesaikan kasus bank century ini. Kondisi perekonomian pada masa
pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan
ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Bank Indonesia
(BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5%-6% pada 2010 dan
meningkat menjadi 6%-6,5% pada 2011. Dengan demikian, prospek ekonomi Indonesia akan
lebih baik dari perkiraan semula. Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif
terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor non-migas
Indonesia yang pada triwulan IV – 2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai
sekitar 17% dan masih berlanjut pada Januari 2010. Salah satu penyebab utama kesuksesan
perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin
fiskal yang tinggi dan pengurangan utang negara. Masalah-masalah besar lain pun masih tetap
ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan
masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang
tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih
banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Sumber :
Sandra. 2018. Perkembangan Ekonomi Indonesia dari Masa Orde Lama sampai Reformasi.
https://sandranilawatyhandayani.wordpress.com/2018/03/28/perkembangan-ekonomi-indonesia-
dari-masa-orde-lama-sampai-reformasi/
Dermawan, Rizky. 2015. Sistem Perekonomian Indonesia Pada Masa Transisi.
http://rizkyderrmawan.blogspot.com/2015/04/sistem-perekonomian-indonesia-pada-masa.html

Anda mungkin juga menyukai