Nim : 5180211183
Prodi : S1 Manajemen
Kelas : Perekonomian Indonesia (C)
Indonesia dituntut untuk mampu menghidupi negaranya sendiri dalam berbagai aspek
kehidupan, terutama aspek ekonomi. Perkembangan ekonomi Indonesia mengalami
perkembangan mulai masa pemerintahan Presiden Soekarno yang dikenal dengan zaman Orde
Lama. Kemudian mengalami perkembangan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang
dikenal dengan zaman Orde Baru. Hingga zaman reformasi yang mengalami perubahan besar-
besaran dalam aspek ekonomi. Periode kekuasaan di Indonesia yaitu Orde Lama, Orde Baru,
dan reformasi memiliki ciri khas masing-masing yang pada akhirnya juga membawa dampak
yang berbeda-beda bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Orientasi pembangunan yang
dimaksud adalah orientasi pembangunan keluar, yakni pembangunan dengan melakukan
stabilisasi ekonomi negeri dengan memanfaatkan sumber luar negeri dan pembangunan
berorientasi ke dalam, yang merupakan usaha stablisasi ekonomi dengan memperkuat usaha-
usaha dalam negeri (Mas’oed, 1989:95).
Orde Lama dibawah pimpinan Soekarno bersikap anti batuan asing dan berorientasi ke
dalam. Soekarno menyatakan bahwa nilai kemerdekaan yang paling tinggi adalah berdiri di
atas kaki sendiri atau yang biasa disebut “berdikari” (Mas’oed, 1989:76). Soekarno tidak
menghendaki adanya bantuan luar negeri dalam membangun perekonomian Indonesia.
Pembangunan ekonomi Indonesia haruslah dilakukan oleh Indonesia sendiri. Bahkan Soekarno
melakukan kampanye Ganyang Malaysia yang semakin memperkuat posisinya sebagai oposisi
bantuan asing. Semangat nasionalisme Soekarno menjadi pemicu sikapnya yang tidak
menginginkan pihak asing ikut campur dalam pembangungan ekonomi Indonesia. Padahal saat
awal kemerdekaan, Indonesia membutuhkan pondasi yang kuat dalam pilar ekonomi. Sikap
Soekarno yang anti bantuan asing pada akhirnya membawa konsekuensi tersendiri yaitu
terjadinya kekacauan ekonomi di Indonesia. Soekarno cenderung mengabaikan permasalahan
mengenai ekonomi negara, pengeluaran besar-besaran yang terjadi bukan ditujukan terhadap
pembangunan, melainkan untuk kebutuhan militer, proyek mercusuar, dan dana-dana politik
lainnya. Soekarno juga cenderung menutup Indonesia terhadap dunia luar terutama negara-
negara barat. Hal itu diperkeruh dengan terjadinya inflasi hingga 600% per tahun pada 1966
yang pada akhirnya mengakibatkan kekacauan ekonomi bagi Indonesia. Kepercayaan
masyarakat pada era Orde Lama kemudian menurun karena rakyat tidak mendapatkan
kesejahteraan dalam bidang ekonomi.
B. Sistem perekonomian orde lama
Tahun 1950, obligasi Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa ini
menandai mulai aktifnya kembali pasar modal Indonesia. Didahului dengan diterbitkannya
Undang-undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951, yang kelak ditetapkankan sebagai
Undang-undang No. 15 tahun 1952 tentang Bursa, pemerintah RI membuka kembali Bursa
Efek di Jakarta pada tanggal 31 Juni 1952, setelah terhenti selama 12 tahun. Adapun
penyelenggaraannya diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek
(PPUE) yang terdiri dari 3 bank negara dan beberapa makelar Efek lainnya dengan Bank
Indonesia sebagai penasihat. Sejak itu Bursa Efek berkembang dengan pesat, meskipun Efek
yang diperdagangkan adalah Efek yang dikeluarkan sebelum Perang Dunia II. Aktivitas ini
semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut
pada tahun 1954, 1955, dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik
perorangan maupun badan hukum. Semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase
dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam. Namun keadaan ini hanya berlangsung
sampai pada tahun 1958, karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan
di Bursa. Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap
Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak
warga negara Belanda meninggalkan Indonesia.
Perkembangan tersebut makin parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik
Indonesia dengan Belanda mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-
alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi
No. 86 Tahun 1958. Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi Perusahaan
Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk
memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia,
termasuk semua Efek yang bermata uang Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di
Indonesia. Tingkat inflasi pada waktu itu yang cukup tinggi, mencapai lebih dari 300%, makin
menggoncang dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal,
juga terhadap mata uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1996. Penurunan ini
mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak menarik lagi
bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal Indonesia pada zaman Orde Lama.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :
1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan IR. Surachman pada
bulan Juli 1946.
2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India (India merupakan Negara
yang mengalami nasib yang sama dengan Indonesia yaitu sama-sama pernah dijajah,
Indonesia menawarkan bantuan berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India
menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada Indonesia), mengadakan kontak dengan
perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan
yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu :
masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan
administrasi perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga
bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa
petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan
perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian
merupakan sumber kekayaan).