Anda di halaman 1dari 15

KASIMO PLAN 1948-1950:

USAHA EKONOMI BERDIKARI PASCA PROKLAMASI

HANDOUT

Untuk Kelas XII SMA sederajat


Sejarah Indonesia

OLEH
Azril Azifambayunasti
160731614853

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
Standar Kompetensi

Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengeatahuan

faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif dalam ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan

kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab

fenomenda dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural

pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya

untuk memecahkan masalah

Kompetensi Dasar

3.3 Mengevaluasi perkembangan kehidupan politik dan ekonomi bangsa

Indonesia pada masa Demokrasi Liberal

Indikator

1. Menguraikan kehidupan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Orde

Lama.

2. Menyebutkan kebijakan-kebijakan ekonomi pada masa Orde Lama.

3. Menjelaskan pengertian, latar belakang, tujuan, dan isi Rencana

Kasimo atau Kasimo Plan yang dilakukan oleh pemerintah pada masa

Orde Lama.
Kehidupan Ekonomi Indonesia Pada Masa Orde Lama

Orde Lama adalah sebutan yang sering ditujukan untuk pemerintahan

Presiden Soekarno yang dimulai sejak proklamasi kemerdekaan tahun 1945

hingga naiknya Presiden Soeharto pada tahun 1966. Orde Lama begitu

identik dengan kondisi politik dan pemerintahan yang tidak stabil karena

beberapa kali pergantian sistem pemerintahan dan kepemimpinan. Menurut

Hidayat dan Widjanarko, (2008:154) Orde Lama identik dengan

nasionalisme, kebebasan dari imperialisme, kemandirian, dan keberdikarian.

Orde Lama bahkan disebut tidak mempunyai waktu untuk melakukan

pembangunan ekonomi dan industri karena masa itu berbagai jenis

pembangunan justru berorientasi pada menciptakan simbol-simbol

kebanggaan bangsa. Meskipun demikian, Orde Lama telah memunculkan

berbagai macam kebijakan, baik di bidang politik dan ekonomi untuk

mengatasi situasi Indonesia yang saat itu masih sangat chaos atau kacau.

Beberapa kebijakan ekonomi masa Orde Lama bahkan menjadi pijakan bagi

kebijakan-kebijakan ekonomi di masa selanjutnya.

Pasca proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 kondisi

perpoitikan bangsa Indonesia yang masih cukup kacau kemudian juga

berdampak terhadap bidang ekonomi. Pada masa itu, seiring dengan

kacaunya kondisi perpolitikan, perekonomian masyarakat juga turut

memburuk. Booth dan McCawley (1982:31) menyatakan bahwa pada akhir

masa penjajahan, penduduk Indonesia terus mengalami pertambahan 1,5%

per tahun. Bahkan, pasca kemerdekaan penduduk Indonesia bertambah 2%


per tahunnya. Pertambahan penduduk tersebut tentu turut meningkatkan

kebutuhan ekonomi masyarakat Indonesia.

Kemudian, pada masa itu Indonesia juga mengalami inflasi yang parah

karena masih ada tiga jenis mata uang yang beredar di masyarakat. Tiga mata

uang tersebut adalah mata uang Hindia Belanda, mata uang De Javasche

Bank, dan mata uang Jepang, Selain itu, Belanda yang turut menjadi pihak

pemenang Perang Dunia II masih ingin berkuasa di Indonesia, sehingga

mereka tidak menerima proklamasi kemerdekaan dan tidak mengakui

Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Oleh karena itu, Belanda kemudian

melakukan blokade ekonomi yang mengakibatkan Indonesia tidak bisa

melakukan kegiatan ekspor.

Pemberlakukan demokrasi parlementer pada tahun 1950

mengakibatkan perpolitikan Indonesia sangat tidak stabil, terbukti dengan

pergantian kabinet yang memerintah hingga tujuh kali. Sampai kemudian

diterapkan demokrasi terpimpin, perekonomian Indonesia belum membaik.

Terjadinya hiperinflasi, buruknya sistem irigasi dan jaringan transportasi

semakin menampakkan bahwa pemerintah kurang mampu menjalankan

pembangunan ekonomi, khususnya di wilayah pedesaan (Winarno, 2003:76-

77). Di sisi lain, Booth dan McCawley (1982:133-134) menyatakan bahwa

pada masa awal Orde Lama, sektor perbankan Indonesia terdiri atas sebuah

bank sentral yang juga beroperasi sebagai bank umum, lima buah bank

umum besar yang beberapa diantaranya merupakan bank bekas milik

penjajah, sebuah bank pembangunan milik negara, 100 bank swasta, dan

empat buah bank asing. Pada tahun 1950-an, pemerintah mulai


mengeluarkan obligasi dan perdagangan saham luar negeri mulai terjadi.

Kemudian, pada tahun 1960-an, hiperinflasi tidak dapat dihindari sehingga

bank-bank yang bisa bertahan hanyalah bank pemerintah.

Menurut Leirissa dkk, (2012:92) pemerintah memperkenalkan

kebijakan ekonomi Renacana Urgensi Perekonomian pada tahun 1951.

Program tersebut menampilkan proyek-proyek kebutuhan yang mendesak,

lebih cenderung bertujuan mengatasi kemerosotan ekonomi dan bukan

merupakan sebuah program jangka panjang. Namun meskipun demikian,

kebijakan tersebut setidaknya telah mengubah struktur ekonomi kolonial

menjadi sruktur ekonomi nasional yang memprioritaskan sekto pertanian

dan industri kecil.

Karakteristik kepemimpinan Orde Lama yang menghendaki

keberdikarian pasca penjajahan menjadikan pemerintah kurang berusaha

mencari bantuan luar negeri. Menanggapi carut marutnya kondisi

perekonomian dan kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia pada masa itu,

pemerintah kemudian tidak tinggal diam. Berbagai kebijakan dikeluarkan

demi menyelamatkan perekonomian Indonesia. Ketika tidak bisa melakukan

ekspor bahan pangan karena blokade yang dilakukan oleh Belanda, Indonesia

menjadi surplus bahan pangan utamanya beras. Produksi beras yang begitu

melimpah tersebut kemudian dijadikan senjata oleh pemerintah untuk

berdiplomasi. Pemerintah Indonesia menawarkan ribuan ton beras kepada

India sebagai jalan diplomasi supaya India bersedia mengirimkan barang-

barang ekonomi yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Selain hal

tersebut, pemerintah juga menerapkan berbagai kebijakan dan rencana demi


pembangunan ekonomi Indonesia. Beberapa kebijakan ekonomi pada masa

Orde Lama akan dijelaskan secara singkat pada bahasan selanjutnya.


Kebijakan Ekonomi Pada Masa Orde Lama

Untuk mengatasi kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang

kacau pada masa Orde Lama, pemerintah kemudian membelakukan

beberapa kebijakan ekonomi, diantaranya yaitu:

1. Menyelenggarakan Konferensi Ekonomi 1946 dengan tujuan

memecahkan berbagai macam masalah ekonomi yang mendesak.

2. Pembentukan Badan Perancang Ekonomi 1947 dengan tujuan

nasionalisasi semua cabang produksi.

3. Pembentukan Indonesia Office atau Indoff 1947 dengan tujuan

memperjuangkan kepentingan politik luar negeri, khususnya

menghadapi blokade ekonomi Belanda.

4. Rencana Kasimo atau Kasimo Plan 1948 dengan tujuan swasembada

pangan.

5. Program Gunting Syarifudin 1950 yang merupakan kebijakan sanering

atau pemotongan nilai mata uang.

6. Mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia) dan nasionalisasi De

Javasche Bank.

7. Gerakan Benteng 1950 dengan tujuan memberikan kesempatan bagi

para pengusaha pribumi untuk turut serta dalam pembangunan

ekonomi.
8. Menerapkan sistem ekonomi Ali-Baba yang merupakan bentuk duet

antara pengusaha pribumi dan tionghoa dalam bidang ekonomi untuk

mencapai kemajuan ekonomi Indonesia.

9. Mengeluarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) 1956 yang

kemudian dirubah menjadi Musyawarah Nasional Pemabangunan

(Munap).

Pada bahasan ini, kebijakan ekonomi pada masa Orde Lama yang akan

dijabarkan lebih lanjut dan spesifik adalah Rencana Kasimo atau juga sering

disebut sebagai Kasimo Plan. Simak kelanjutannya di halaman selanjutnya!


Kasimo Plan

Ignatius Joseph Kasimo bersama Presiden Soekarno. Sumber: www.satuharapan.com,


diakses 3 Desember 2018.

1. Pengertian Kasimo Plan

Rencana Kasimo atau yang juga sering disebut sebagai Kasimo Plan

adalah rencana pembangunan ekonomi yang digagas oleh Ignatius

Joseph Kasimo yang pada masa Orde Lama menjabat sebagai Menteri

Muda Kemakmuran Repubik Indonesia. Rencana Kasimo ini berorientasi

pada swasembada pangan.

2. Latar Belakang Tercetusnya Kasimo Plan

Pasca proklamasi kemerdekaan, perekonomian Indonesia sangat

kacau karena masih terdampak situasi ekonomi penjajahan dan situasi

politik yang instabil. Selain itu, Belanda yang masih merasa berhak

menguasai wilayah Republik Indonesia juga turut menyebabkan


perekonomian carut marut dan menggagalkan berbagai macam usaha

pemerintah untuk membangun perekonomian Indonesia yang baru saja

merdeka. Menurut Sudarmanto (2011:152) pada masa awal Orde Lama,

masyarakat Indonesia sangat kekurangan pangan. Hal tersebut salah

satunya disebabkan oleh beberapa wilayah di Indonesia yang merupakan

daerah minus atau tidak bisa menghasilkan bahan-bahan pangan. Agresi

yang dilakukan Belanda menjadikan seluruh elemen bangsa fokus pada

upaya mempertahankan kemerdekaan. Beberapa daerah di Indonesia

yang diserbu oleh Pasukan Belanda kehilangan banyak masyarakatnya.

Oleh karena itu, daerah-daerah lainnya kemudian diserbu oleh banyak

pengungsi. Di sisi lain, hubungan Indonesia dengan negara-negara luar

negeri banyak yang terputus karena pemerintah Orde Lama yang begitu

ingin mewujudkan keberdikarian. Hal tersebut kemudian menjadikan

pemerintah harus memutar otak untuk menanggulangi kekurangan

bahan pangan dan sandang yang terjadi di masyarakat.

Ignatius Joseph Kasimo, Menteri Muda Kemakmuran atau Menteri

Pertanian akhirnya mencetuskan Kasimo Plan. Menurut Winarno

(2003:80) Rencana Kasimo atau Kasimo Plan sejalan dengan kebijakan

Presiden Soekarno yang mengadopsi metode oil spot yang pernah

dijalankan oleh Belanda. Rencana tersebut dicetuskan oleh Menteri

Kasimo pada tahun 1948 dan dimaksudkan sebagai rencana produksi

tiga tahun.
3. Tujuan Kasimo Plan

Kasimo Plan mempunyai tujuan utama yaitu mencapai self-

sufficiency atau pemenuhan kebutuhan sendiri. Menurut Sudarmanto

(2011:152) Kasimo Plan sebenarnya adalah program peningkatan

produksi yang sederhana, hanya direncanakan selama tiga tahun karena

memang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan

ekonomi yang darurat, khususnya di bidang pangan. Ringkasnya, Kasimo

Plan bertujuan mewujudkan swasembada pangan bagi Indonesia.

4. Isi Kasimo Plan

Kasimo Plan disebut sebagai usaha pemerintah untuk mengatasi

permasalahan ekonomi Indonesia yang berlandaskan pada mazhab

fisiokrat. Mazhab fisiokrat menurut Parijono dan Hastiadi (2018:74)

adalah mazhab yang berpandangan bahwa sektor pertanian merupakan

sumber kekayaan. Secara umum, isi Kasimo Plan adalah sebagai berikut:

a. Melakukan ekstensifikasi. Menurut Rukmana (1997:13) ekstensifikasi

adalah upaya untuk membuka atau menambah luas lahan penanaman.

Dalam hal ini, pemerintah melakukan penanaman kembali di tanah-

tanah yang kosong dan tidak terurus. Mayoritas tanah-tanah kosong di

Indonesia berada di wilayah Sumatera Timur, oleh karena itu, Kasimo

Plan yang pertama ini mengkhususkan penanaman kembali tanah-

tanah kosong sekitar 281.271 hektar di daerah Sumatera Timur

(Sudarmanto, 2011:152)
b. Melakukan intensifikasi. Menurut Rukmana (1997:13) intensifikasi

adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi

dengan memperbaiki teknik budidaya, seperti halnya penanaman

varietas unggul dan pengendalian hama. Untuk meningkatkan hasil

produksi pangan, maka pemerintah melakukan intensifikasi khusus di

Pulau Jawa dengan menanam bibit-bibit padi yang unggul.

c. Membentuk kebun-kebun bibit di setiap desa. Menurut Sudarmanto

(2011:152) untuk melancarkan usaha intensifikasi, pemerintah

menetapkan kebijakan bahwa setiap desa harus mempunyai kebun-

kebun bibit supaya masyarakat bisa mendapatkan bibit yang baik.

d. Mencegah penyembelihan hewan-hewan yang mempunyai peran

penting dalam produksi pangan.

e. Menjalankan program transmigrasi. Untuk mewujudkan pemerataan

penduduk, pemerintah kemudian menjalankan program transmigrasi.

Dalam Kasimo Plan, sekitar 20 juta penduduk di Pulau Jawa

direncanakan bertransmigrasi ke Pulau Sumatra dalam jangka waktu

10 sampai 15 tahun.

Kasimo Plan kemudian dipromosikan melalui Balai Pusat

Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD). Melalui BPMD, para petani juga

memperoleh berbagai macam informasi dan pelatihan mengenai seluk

beluk pertanian. Selain itu, mereka juga dapat memperoleh tenaga

produksi dan alat-alat pertanian (Winarno, 2003:80). Dalam

perkembangan selanjutnya, Kasimo Plan sebagai sebuah rencana

pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah tidak bisa


berjalan secara maksimal. Menurut Rustiadi (2018) Kasimo Plan ini

terhenti karena situasi dalam negeri yang terus berkecamuk akibat dari

agresi militer Belanda (revolusi fisik).


Kesimpulan

Kasimo Plan atau Rencana Kasimo merupakan rencana pembangunan

ekonomi yang dicetuskan oleh Ignatius Joseph Kasimo, Menteri Muda

Kemakmuran atau Menteri Pertanian pada masa Orde Lama, tepatnya di

tahun 1948. Rencana tersebut digadang akan dilaksanakan selama tiga tahun

sampai pada tahun 1950. Namun, Kasimo Plan pada akhirnya berhenti di

tengah jalan karena meletusnya revolusi fisik.

Isi dari Kasimo Plan diantaranya yaitu ekstensifikasi lahan yang

dilakukan di Pulau Sumatera, intensifikasi di Pulau Jawa, membuat kebun-

kebun bibit di berbagai desa, pencegahan penyembelihan hewan yang

berperan dalam produksi pangan, dan transmigrasi penduduk Pulau Jawa ke

Pulau Sumatera. Kasimo Plan bertujuan untuk swasembada pangan. Hal

tersebut sangat menunjukkan betapa pemerintah Indonesia sangat

menginginkan kemandirian dan keberdikarian dalam bidang ekonomi,

meskipun perekonomian Indonesia kala itu sangat kacau karena masih

terpengaruh situasi penjajahan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Kasimo Plan

yang dicanangkan selama tiga tahun mulai tahun 1948 hingga tahun 1950 ini

merupakan suatu usaha pemerintah Indonesia untuk berdikari di bidang

ekonomi pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia.


Daftar Rujukan

Booth, A., & McCawley, P. 1982. Ekonomi Orde Baru. Jakarta: PT. Djaya Pirusa.
Hidayat, K., & Widjanarko, P. 2008. Reinventing Indonesia: Menemukan
Kembali Masa Depan Bangsa. Jakarta: Mizan.
Leirissa, R. Z., dkk. 2012) Sejarah Perekonomian indonesia . Yogyakarta:
Ombak.
Parijono, & Hastiadi, F. F. 2018. Kebijakan Multilateral dan Pembangunan
Ekonomi Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Rukmana, R. 1997. Kacang Hijau: Budi Daya & Pascapanen. Yogykarta:
Kanisius.
Rustiadi, E. 2018. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Sudarmanto, J. B. 2011. Politik Bermartabat: Biografi I. J. Kasimo. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, B. 2003. Komparasi Organisasi Pedesaan Dalam Pembangunan.
Yogyakarta: Media Pressindo

Anda mungkin juga menyukai