Anda di halaman 1dari 18

Masa Akhir

Orde Baru
Krisis Moneter, Politik, Hukum, dan Kepercayaan
Kelompok 1
Nama Anggota :
Alvin Reza
Andhika Irfan M.
Masa Akhir Orde Baru
Pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto selam 32 tahun ternyata tidak konsisten dan konsekuan
terhadap tekad awal munculnya orde baru, yaitu akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kehidupan politik Indonesia mulai memanas sebelum
pelaksanaan pemilihan umum yang di rencanakan pada bulan mei 1997. Pemerintahan orde baru yang di dukung oleh
Golkar (Golongan Karya) berusaha mempertahankan kemenangan mutlak yang telah dicapai dalam lima kali pemilihan
umum sebelumnya.
Masa Akhir Orde Baru
Setelah orde baru memegang kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan,maka muncul suatu keinginan untuk terus-
menerus mempertahankan kekuasaan (status quo). Oleh karena keinginan mempertahankan kekuasaan tersaebut,
menjadikan semakin jauh dari tekad awal orde baru. Akhirnya berbagai macam penyelewengan dilakukan oleh
pemerintahan orde baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukan tersebut di rekayasa untuk melindungi
kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut di anggap selalu sah dan benar, walaupun merugikan rakyat.
Jatuhnya pemerintahan orde baru di sebabkan oleh beberapa faktor yang di awali oleh krisis ekonomi dan krisis politik
yang berkepanjangan. Kebijakan - kebijakan orde baru yang menyimpang tersebut memunculkan krisis berbagai bidang
kehidupan masyarakat.
Krisis Moneter

Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya didampingi B.J. Habibie. Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis
keuangan dan ekonomi Asia, disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas
ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan
massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei
1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden B.J.
Habibie, untuk menjadi Presiden ketiga Indonesia.
Krisis Moneter

Di tengah ketegangan politik, bangsa Indonesia menghadapi persoalan lain,yaitu adanya krisis moneter. Akibat adanya krisis
moneter kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Soeharto semakin berkurang. Gelombang demonstrasi mahasiswa
semakin tidak dapat dibendung. Pada tanggal 19 mei 1988, mahasiswa dari berbagai kampus yang jumlahnya mencapai
puluhan ribu orang terus berdatangan kegedung MPR/DPR. Mereka mendesak Soeharto mundur dari kursi Presiden dan
menuntut reformasi total. Salah satu penyebab mundurnya Soeharto adalah melemahnya dukungan politik, yaitu terlihat dari
pernyataan politik Kosgoro (salah satu organisasi di bawah Golkar) yang meminta Soeharto mundur. Pernyataan Kosgoro
pada tanggal 16 mei 1998 tersebut diikuti dengan pernyataan Ketua Umum Golkar , Harmoko yang pada saat itu juga
menjabat sebagai ketua MPR/DPR RI meminta Soeharto untuk mundur.
Krisis Moneter

Keroposnya perokonomian Indonesia semakin parah karena tindakan para konglomerat yang menyalahgunakan posisi
mereka sebagai pelaku pembangunan ekonomi. Karena berkembangnya budaya KKN, menyebabkan para konglomerat
bisa bertindak dengan leluasa tanpa ada kontrol terjadi pula di beberapa negara Asia Tenggara seperti di Malaysia,
Thailand, Filipina, dan Indonesia.prakti-praktik KKN yang mengakibatkan rakyat semakin miskin dan tidak berdaya.
Berikut Adalah Beberapa Akibat Dari Krisis Ekonomi
1. Kurs rupiah terhadap dolar Amerika 5. Perusahaan milik negara dan swasta banyak yang
melemah pada tanggal 1Agustus tidak dapat membayar utang luar negeri yang
1997. akan dan telah jatuh tempo.

2. Pemerintah melikuidasi 16 bank 6. Angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat


bermasalah pada akhir tahun 1997
karenabanyak perusahaan yang melakukan efisisensi atau
Pemerintah membentuk Badan
3. menghentikan kegiatansama sekali.
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
yang mengawasi empat puluh bank
bermasalah

4. Kepercayaan Internasional 7. persediaan barang nasional, khususnya sembilan bahanpokok


terhadap Indonesia menurun. di pasaran mulai menipis pada akhir tahun 1997.
 
Untuk mengatasi kesulitan moneter tersebut, pemerintah meminta
bantuan dana pembangunan dari institusi nasional, yaitu International
Monetory Fund (IMF). Pada tanggal 15 Januari 1998 di jalan Cendana
Jakarta, Presiden Soeharto menandatangani 50 butir Letter Of Intent
( Lol ) yang disaksikan oleh Direktur IMF Asia, Michel Camdessus,
sebagai sebuah syarat untuk mendapatkan kucuran dana bantuan luar
negeri tersebut. Faktor yang menyebabkan krisis ekonomi di Indonesia
adalah masalah utang luar negeri, penyimpangan terhadap pasal 33
UUD 1945, dan pola pemerintahan yang sentralistik. ( di atur secara
sentral dari pusat pemerintah, yaitu di Jakarta)
Krisis Politik

Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan politik pemerintahan Orde Baru.
Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan
demokrasi Pancasila.Namun yang sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto
dan kroni-kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya,
melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat,
melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif,
yaitu adanya tekanan yang kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis.
Ciri-ciri kehidupan Politik yang represif
1. Setiap orang atau kelompok yang 4. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang
mengkritik kebijakan pemerintah dituduh memasung kebebasan setiap warga negara
sebagai tindakan subversif (menentang (sipil) untuk ikut berpartisipasi dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia). pemerintahan

2. Pelaksanaan Lima Paket UU 5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang


Politik yang melahirkan tak terbatas. Meskipun Meskipun Suharto
demokrasi semu atau demokrasi dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum
rekayasa. MPR, tetapi pemilihan itu merupakan hasil
rekayasa dan tidak demokratis
3. Lima Paket UUD Politik
Terjadinya korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN) yang merajalela dan I. UU No.1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum
masyarakat tidak memiliki kebebasan II. UU No.2 Tahun 1985 tentang susunan,kedudukan,Tugas dan
untuk mengontrolnya.
wewenag MPR/DPR
III. UU No.3 Tahun 1985 tentang partai politik dan golongan karya.
IV. UU No.5 Tahun 1985 tentang referendum
V. UU No.8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu,
bukan hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi
masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan
masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan
politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada
pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras
terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau
memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau
dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar
di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.
Krisis Hukum

Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan orde baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya, kekuasaan
kehakiman yang dinyatakan pada pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memilki kekuasaan yang merdeka dan
terlepas dari kekuasaan pemerintah(esksekutif). Namun pada kenyataannya kekuasaan kehakiman berada di bawah
kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu,pengadilan sangat sulit mewujudkan keadilan bagi rakyat, kerena hakim-hakim
harus melayani kehendak penguasa. Bahkan hukum sering dijadikan sebagai alat pembenaran atas tindakan dan
kebijakan pemerintah atau terjadi rekayasa dalam proses peradilan, apabila peradilan itu menyangkut diri penguasa,
keluarga kerabat atau para pejabat Negara.
Krisis Hukum
Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu
tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah
hukum pada keduudukan atau posisi yang sebenarnya. Reformasi hukum hendaknya di percepat untuk diakukan,karena
merupakan suatu tuntutan agar siap meyongsong era keterbukaan ekonomi dan globalisasi.

Kekuasaan kehakiman yang merdeka dari kekuasaan pemerintah belum dapat direalisasikan. Bahkan dalam praktiknya,
kekuasaan kehakiman menjadi pelayan kepentingan para penguasa dan kroni-kroninya. Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila seseorang yang dianggap bersalah bebas dari hukuman dan seseorang yang dianggap tidak bersalah
malah harus masuk ke penjara. Memang harus diakui bahwa sistem peradilan pada masa Orde Baru tidak dapat dijadikan
barometer untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Oleh
karena itu, bersamaan dengan krisi moneter, ekonomi, dan politik telah terjadi krisis di bidang hukum (peradilan). Keadaan
itulah yang menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru pimpinan Presiden Suharto.
Untuk mengatasi krisis multidimensional tersebut, maka satu-satu jalan adalah
melaksanakan reformasi total dalam berbagai bidang kehidupan. Para mahasiswa
sebagai pelopor gerakan reformasi mengajukan berbagai tuntutan. Misalnya, adili
Suharto dan kroni-kroninya, ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN,
tegakkan supremasi hukum. Untuk memenuhi tuntutan mahasiswa, Presiden
Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh nasional untuk
membentuk Dewan Reformasi yang beranggotakan tokoh agama dan tokoh
nasional. Tokoh-tokoh tersebut menolak panggilan dan ajakan Suharto sehingga
Presiden Suharto mengundurkan diri.
Krisis Kepercayaan

Dalam pemerintahan orde baru berkembang korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilaksanakan secara
terselubung maupun secara terang-terangan.Hal tersebut mengakibatkan munculnya ketidak percayaan rakyat
terhadap pemerintah dan tidak percayaan luar negeri terhadap Indonesia.
Kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto berkurang setelah bangsa Indonesia
dilanda krisis multimedia. Kemudian muncul beberapa aksi damai yang dilakukan oleh para mahasiswa dan
masyarakat. Para mahasiswa semakin gencar berdemonstrasi setelah pemerintah mengumumkan kenaikan Harga
BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncaknya pada tanggal 12 Mei 1998 di universitas
trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai berubah menjadi aksi kekersan setelah tertembaknya empat
mahasiswa trisakti, Yaitu Elang Mulya Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan sie, dan Hafidhin Royan.
Pada waktu terjadi peristiwa tersebut, Presiden Soeharto sedang
berada di kairo (mesir) dalam rangka menghadiri KTT G-15.
Masyarakat menuntut agar Presiden Soeharto sebagai pemegang
kekuasaan pemerintah bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Pada
tanggal 15 Mei 1998 Presiden Soeharto kembali ke Indonesia. Tuntutan
agar Presiden Soeharto mengundurkan diri tidak saja dari kalangan
mahasiswa atau pihak oposisi saja, tetapi juga datang dari orang-orang
terdekatnya.
 
DAH
HABIS!

Anda mungkin juga menyukai