Anda di halaman 1dari 33

SAIFUL HUDA 093411053 TBI 6B REFORMASI 1.

Sejarah Reformasi 1998 1 Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuanketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme). Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN. Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya : >> UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum >> UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR >> UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya. >> UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum >> UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.

http://aalmarusy.blogspot.com/2011/01/sejarah-reformasi-1998.html

Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden. Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa. Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden. Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan intelektual. Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya. Krisi moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata

belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja. Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional. Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF. Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat. Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet. Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.

Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi. Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta. Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakartasentris, karena pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah. Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan. Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat. Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari

Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri. Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden. Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Negara. 2. Pemerintahan Era Reformasi 2.1 Pemerintahan B.J. Habibie2 Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Ia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.

A. PENGANGKATAN B.J. HABIBIE MENJADI PRESIDEN RI Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Ketika Habibie menggantikan kedudukan Soeharto sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998, ada lima isu besar yang harus dihadapinya, yaitu : 1. Masa depan Reformasi
2

http://www.scribd.com/doc/72893669/Bacharuddin-Jusuf-Habibie

2. Masa depan ABRI dan Dwifungsinya 3. Masa depan mantan Presiden Soeharto, keluarganya, kekayaannya, dan kroni-kroninya; dan 4. Masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Habibie mewarisi kondisi kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto akibat salah urus di masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.

1. KEBIJAKAN-KEBIJAKAN MASA PEMERINTAHAN B.J. HABIBIE a) Membentuk Kabinent Reformasi Pembangunan Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsurunsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI. Adapun tugas pokok Kabinet Reformasi Pembangunan adalah menyiapkan proses reformasi di beberapa bidang, antara lain sebagai berikut : 1. Bidang Politik Program kerja Kabinet Reformasi Pembangunan bidang politik adalah merevisi berbagai perundang-undangan warisan Orba dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik dan melaksanakan pemilu yang diamanatkan dalam garis-garis besar haluan negara (GBHN). 2. Bidang Hukum

Program kerja Kabinet Reformasi Pembangunan dalam bidang hukum adalah meninjau kembali Undang-Undang Subversi.

3. Bidang Ekonomi a. Mempercepat penyelesaian penyusunan undang-undang antimonopoli dan persaingan yang tidak sehat. b. Merevisi rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN). c. Revitalisasi lembaga perbankan dan keuangan nasional. d. Melaksanakan semua komitmen yang telah disepakati dengan kreditur pihak luar negeri, seperti melaksanakan program reformasi ekonomi sesuai dengan kesepakatan dengan IMF. e. Menjunjung tinggi kerja sama-kerja sama regional dan internasional yang telah dilaksanakan Indonesia.

b)

Mengadakan reformasi dalam bidang Politik Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan. Presiden Habibie

sebagai pemuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mengupayakan pelaksanakan politik Indonesia dalam kondisi yang umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikatserikat buruh independent. c) Kebebasan Menyampaikan Pendapat

Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi. Namun, khusus demonstrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demonstrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisisan dan menentukan tempat untuk melakukan demonstrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang ditindak dengan pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani unjuk rasa belum ada aturan hukum jelas. Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur unjuk rasa atau demonstrasi. Hal ini mengacu pada UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Adanya undang-undang tersebut menyatakan bahwa memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun, sayangnya undang-undang itu belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masyarakat. Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal. d) Sidang Istimewa MPR Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksananakan antara tanggal 10-13 November 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil sidang MPR itu memutuskan 12 ketetapan :

1) Tap No. VII/MPR/1998. Perubahan dan tambahan atas Tap I/MPR/1983 tentang Tata tertib MPR. 2) Tap No. VIII/MPR/1998. Pencabutan Tap IV/MPR/1983. 3) Tap No. IX/MPR/1998. Pencabutan Tap II/MPR/1998 tentang Garis-garis Besar Halum Negara(GBHN). 4) Tap No. X/MPR/1998. Pokok-pokok reformasi pembangun dalam rangka penyelamatan dan normalilasi kehidupan nasional sebagai haluan negara. 5) Tap No. XI/MPR/1998. Penyelenggaraan nagara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. 6) Tap No. XII/MPR/1998. Pencabutan Tap V/MPR/1998 tentang pemberian tugas dan wewenang khusus kepala presiden/ Mandataris MPR dalam rangka penyuksesan dan pengamanan pembangunan nasional sebagai pengalaman pancasila. 7) Tap No. XII/MPR/1998. Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. 8) Tap No. XIV/MPR/1998. Perubahan dan tambahan atas Tap III/MPR/1998 tentang pemilu. 9) Tap No. XV/MPR/1998. Penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuanagan pusat dan daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 10) Tap No. XVI/MPR/1998. Politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi. 11) Tap No. XVII/MPR/1998. Hak asasi manusia. 12) Tap No. XVIII/MPR/1998. Pencabutan Tap II/MPR/1978, Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Panca Karsa) dan penetapan Pancasila sebagai dasar negara. Dari ke-12 tap tersebut, terdapat empat tap yang memperlihatkan adanya upaya untuk mengakomodasi tuntutan reformasi antara lain sebagai berikut: 1) Tap No. VIII/MPR/1998 tentang pencabutan tap No. IV/MPR/1983 mengenai referendum yang menjaga UUD 1945 dari pihak yang mengubahnya. Dengan dicabutnya Tap tersebut, UUD 1945 dapat diubah. 2) Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan Tap No. II/MPR/1978. Dengan keluarnya Tap ini, maka pudarlah kedudukan pancasila sebagai asas tunggal dan

dengan demikian seluruh organisasi sosial dan politik tidak lagi wajib menjadikan pancasila sebagai salah satu asas organisasi. 3) Tap No. XII/MPR/1998 mengenai pencabutan Tap No. V/MPR/1998. Dengan pencabutan Tap ini maka pemberian tugas khusus kepada presiden oleh MPR untuk mengambil tindakan melampaui batas-batas perundang-undangan agar dibatalkan. 4) Tap No. XIII/MPR1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden maksimal hanya dua kali priode. Dengan keluarnya Tap ini, maka tidak ada lagi seorang presiden yang dapat menikmati masa kekuatan yang disahkan oleh MPR, seperti halnya presiden Soeharto yang menjabat selama tujuh periode berturut-turut. Hasil sidang istimewa itu ternyata tidak cukup memuaskan karena dianggap masih mempertahankan kursi ABRI di DPR. Oleh karena itu, pada 13 November 1998, para mahasiswa pun menggelar aksi demonstrasi menuntut dibatalkannya hasil sidang istimewa tersebut. Konflik antara para petugas keamanan dengan para mahasiswa akhirnya tidak dapat dihindari. Enam orang mahasiswa tewas dalam koflik itu, yang kemudian dikenal dengan nama Peristiwa Semanggi. e) Reformasi Bidang Hukum Pada masa pemerintahan residen B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum. Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukanya mengarah pada tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat. Ketika dilakukannya pembongkaran terhadap berbagai produksi hukum atau undang-undang yang dibuat pada masa orde baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum yang mengebiri hak-hak. Selama pemerintahan orde baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada

hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bisa dikatakan tidak ada sama sekali. Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan orde baru sangat tidak mungkin untuk menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat. f)Masalah Dwifungsi ABRI Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik. Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang ditempuh adalah ABRI yang semula trdiri dari empat angkatan yaitu : Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. g) Pemilihan Umum Tahun 1999 Pemilihan umum yang dilaksanankan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang dilanda multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemilihan tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga undang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga undang-undang itu antara lain undangundang partai politik, pemilihan umum, susunan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.

2. PENYELESAIAN ISU-ISU POLITIK Dalam jangka waktu tujuh belas bulan pemerintahannya, tiga dari kelima isu besar yang dihadapinya dapat diselesaikan relatif baik. Isu pertama, yaitu masa depan reformasi, menunjukan arah yang positif. Isu kedua, masalah peranan militer dalam politik, juga mengarah kepada situasi yang positif. Di bawah Panglima Jenderal Wiranto, ABRI membuat Paradigma Baru ABRI melalui redefinisi dwifungsi dan reposisi ABRI seperti yang dituntut para aktivis mahasiswa. Pada 1 April 1999, dilakukan kebijakan yang isinya sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pemisahan Polri dengan ABRI (TNI). Perubahan staf sosial politik menjadi staf teritorial Likuidasi staf karyawan ABRI, Kamtibmas ABRI, dan Badan Pembinaan Karyawan ABRI. Penghapusan kekaryaan ABRI melalui keputusan pensiun atau alih status Pengurangan Fraksi ABRI di DPR dan DPRD I/II. Pemutusan hubungan organisatoris dengan Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan parpol lain. Isu ketiga, yaitu masalah disintegrasia dalam konteks Timor Timur, Habibie mengatasinya dengan cara yang kurang populer di kalangan ABRI yaitu refrendum (jajak pendapat). Hasil jajak pendapat menyatakan 78,5% rakyat Timor Timur memilih merdeka dan berpisah dari NKRI. Meskipun disinyalir ada kecurangan dalam proses jejak pendapat tersebut. Namun, pihak Indonesia tidak pernah mengajukan protes atas keputusan itu. Satu-satunya isu besar yang tidak pernah diproses secara serius oleh Habibie adalah isu keempat, yaitu menyangkut mantan Presiden Soeharto beserta kronikroninya. Kasus korupsi di kalangan mereka nyaris tidak pernah terusik. Kalaupun ditangani terlihat berjalan sangat lamban. Bahkan, Jaksa Agung yang ditunjuk dari Angkatan Darat, yaitu Muhammad Ghalib, dilaporkan oleh LSM Indonesian Corruption Watch telah menerima sejumlah besar uang dari Prajogo Pangestu dan The Nin King. Keengganan pemerintah Habibie mengadili Soeharto, kelambanan

investigasi kasus menghilangnya aktivis-aktivis politik, kasus Trisakti, kerusuhan Mei 1998 dan kegagalan Habibie mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat ini telah mendorong munculnya tuntutan diadakannya Sidang Istimewa MPR untuk menghentikan Habibie dan memilih kepemimpinan Nasional yang baru.

3. BERAKHIRNYA MASA PEMERINTAHAN Habibie memulai masa jabatannya dengan reputasi yang membuatnya tidak dipercaya oleh aktivis mahasiswa, militer, sayap politik utama, pemerintah asing, investor luar negeri, dan perusahaan internasional. Reputasi itu ditambah pula dengan krisis multidimensional cukup parah sehingga, capaian Habibie dinilai oleh para pengamat politik sebagai prestasi yang tergolong luar biasa. Sebenarnya, kerusuhan sosial yang sebenarnya sudah bermunculan sejak masa Soeharto (pasca kerusuhan Mei 1998), semakin meningkat dalam berbagai bentuk. Di Ambon misalnya sekelompok orang Nasrani telah menyerang dan membunuh orang-orang muslim yang sedang bersembahyang Idul Fitri, sehingga kemudian memancing kerusuhan antar agama. Sementara di Purworejo, Jawa Tengah, pada bulan Juni 1998 dilaporkan sekelompok kaum Muslim menyerang lima gereja dan sebuah resor pantai di mana dibentangkan poster-poster film bioskop yang dianggap amoral oleh kaum Muslim. Di Jepara, bulan Juli 1998, para pendukung seorang kyai bentrok dengan pendukung kyai lainnya yang berujung pada pembakaran bangunan-bangunan umum dan dan penjarahan toko-toko. Di Jember, pertokoan Cina, rumah-rumah dan sebuah penggilingan padi dibakar dan dijarah. Pada awal tahun 1999, sekitar 100-150 Tersangka tukang santet dilaporkan dibunuh di Ciamis, Jawa Barat. Konflik horizontal serupa bermunculan di berbagai wilayah di Indonesia. Di tiga daerah, kerusuhan sosial, kesengsaraan, dan rangkaian penindasan oleh rezim Soeharto telah meningkatkan identitas lokal dalam kadar yang mampu membahayakan keutuhan bangsa dan negara. Ketiga daerah itu adalah Irian Jaya, Aceh dan Timor-Timur. Seperti yang telah dijelaskan di atas, Timor-Timur yang merupakan provinsi ke-27 di Indonesia akhirnya memisahkan diri dari NKRI melalui jajak pendapat.sementara itu, dua daerah lagi menjadi pekerjaan rumah bagi

pemerintah berikutnya.

Untuk menyelesaikan masalah Timor Timur,

pemerintahan B.J. Habibie telah memberikan dua opsi, yakni otonomi khusus atau merdeka. Pada tanggal 27 Januari 1999, pemerintah mengumumkan kebijakan baru mengenai penyelesaian masalah Timor Timur secara adil, damai, bermartabat, dan konstitusional. Di tingkat internasional, pada tanggal 5 Mei 1999dilangsungkan penandatanganan kesepakatan penentuan pendapat di Timor Timur antara Menlu RI Ali Alatas, Menlu Portugal Jaime Gama disaksikan Sekjen PBB Kofi Annan di New York. Selanjutnya, guna menindaklanjuti isi persetujuan New York, pemerintah membentuk Satuan Tugas Pelaksanaan Penentuan Pendapat di Timor Timur (Satgas P3TT) yang memulai tugasnya pada tanggal 1 Juni1999 dipimpin Duta Besar Agus Tarmidzi. Pada tanggal 3 Juni 1999, UNAMET (United Nations Assistance Mission in East Timor), yakni sebuah badan PBB untuk Timor Timur dipimpin oleh Ian Martin secara resmi didirikan di Dili untuk mengawasi dan menyelenggarakan penentuan pendapat. Dengan difasilitasi PBB, pelaksanaan penentuan pendapat di Timor Timur pada tanggal 30 Agustus 1999 dapat berlangsung secara aman. Namun, dalam jajak pendapat mengenai status Timor Timur tersebut diperoleh hasil mayoritas rakyat Timor Timur menginginkan lepas atau merdeka dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berdasarkan hasil penentuan pendapat yang diumumkan pada tanggal 4 September 1999, 78,5 persen rakyat Timor Timur memilih merdeka dari Indonesia. Hasil jajak pendapat tersebut memang mengejutkan banyak pihak di Indonesia, yang sebelumnya memperkirakan hasilnya akan dimenangkan oleh kelompok prointegrasi. Selanjutnya, pada tanggal 31 Agustus 1999 pecah kerusuhan di Timor Timur. Kerusuhan tersebut dipicu oleh ketidakpuasan kelompok prointegrasi atas kekalahannya dalam jajak pendapat. Dalam kerusuhan tersebut terjadi perusakan, pembakaran, penembakan, dan pembunuhan di seluruh Timor Timur. Selanjutnya, pemerintah segera menerapkan sistem darurat militer di Tim-Tim pada tanggal 9 September 1999. Pada tanggal 12 September 1999, Presiden Habibie menyetujui masuknya Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB Interfet (Internatonal Force for East Timor) guna bersama-sama dengan TNI melakukan kerja sama keamanan di Timor Timur.

Berdasarkan hasil penentuan pendapat rakyat Timor Timur, dalam Sidang Umum MPR tahun 1999, telah disetujui untuk mencabut Tap MPR No. VI/MPR/1978 tentang integrasi Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Tap. MPR No. V/MPR/1999. Pada tanggal 25 Oktober 1999, pemerintah secara resmi menyerahkan Timor Timur kepada PBB dan sejak tanggal 30 Oktober 1999 Timor Timur secara resmi telah terpisah dari Indonesia. Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang Habibie semakin giat menjatuhkan Habibie. Upaya ini akhirnya berhasil dilakukan pada Sidang Umum 1999, ia memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR. Walaupun masa persiapan tergolong singkat, pelaksanaan Pemilu 1999 dapat berjalan sesuai dengan yang dijadwalkan, yaitu pada 7 Juni 1999. Pemilu ini diikuti 48 Parpol. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) keluar sebagai pemenang dengan 153 kursi, disusul oleh Golkar 120 kursi, Partai kebangkitan Bangsa (PKB) 51 kursi, PPP 58 kursi, dan Partai Amanat Nasional (PAN) 34 kursi. Akan tetapi, ketua umum Megawati Soekarno Putri tidak berhasil memperoleh suara terbanyak. Ia dikalahkan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari PKB yang mendapat dukungan Poros tengah (PBB, Partai Keadilan, PPP dan PAN). Dengan diadakannya Pemilu tahun 1999. Dan terpilihnya Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarno Putri, maka berakhirlah masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie.

B. Lintas Peristiwa3 1. Tragedi Semanggi Pada bulan November 1998 pemerintahan transisi Indonesia

mengadakan Sidang Istimewa untuk menentukan Pemilu berikutnya dan membahas agenda-agenda pemerintahan yang akan dilakukan. Mahasiswa bergolak kembali karena mereka tidak mengakui pemerintahan ini dan

http://www.scribd.com/doc/7292303/Era-Reformasi

mereka mendesak pula untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan pemerintahan dari orang-orang Orde Baru. Masyarakat dan mahasiswa menolak Sidang Istimewa 1998 dan juga menentang dwifungsi ABRI/TNI karena dwifungsi inilah salah satu penyebab bangsa ini tak pernah bisa maju sebagaimana mestinya. Benar memang ada kemajuan, tapi bisa lebih maju dari yang sudah berlalu, jadi, boleh dikatakan kita diperlambat maju. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu masyarakat bergabung dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian sangat besar dari dunia internasional terlebih lagi nasional. Hampir seluruh sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa tersebut, diliburkan untuk mecegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi mahasiswa. Sejarah membuktikan bahwa perjuangan mahasiswa tak bisa dibendung, mereka sangat berani dan jika perlu mereka rela mengorbankan nyawa mereka demi Indonesia baru. Pada tanggal 12 November 1998 ratusan ribu mahasiswa dan masyrakat bergerak menuju ke gedung DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-SlipiKuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok pertama kali di daerah Slipi dan puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia. Esok harinya Jum'at tanggal 13 November 1998 ternyata banyak mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di depan kampus Atma Jaya Jakarta. Jalan Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi hingga siang harinya jumlah aparat

semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja. Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat dan saat di jalan itu juga sudah ada mahasiswa yang tertembak dan meninggal seketika di jalan. Ia adalah Teddy Wardhani Kusuma, merupakan korban meninggal pertama di hari itu. Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan dan masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernadus R Norma Irawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Atma Jaya, Jakarta. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan saat itu juga lah semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu hingga jumlah korban yang meninggal mencapai 15 orang, 7 mahasiswa dan 8 masyarakat. Indonesia kembali membara tapi kali ini tidak menimbulkan kerusuhan. Anggota-anggota dewan yang bersidang istimewa dan tokoh-tokoh politik saat itu tidak peduli dan tidak mengangap penting suara dan pengorbanan masyarakat ataupun mahasiswa, jika tidak mau dikatakan meninggalkan masyarakat dan mahasiswa berjuang sendirian saat itu. Peristiwa itu dianggap sebagai hal lumrah dan biasa untuk biaya demokrasi. "Itulah yang harus dibayar mahasiswa kalau berani melawan tentara".

2. Semanggi II Untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada mahasiswa dalam menghentikan penolakan sikap mahasiswa terhadap pemerintahan. Lokasi penembakan mahasiswa pun di tempat yang sangat strategis yang dapat dipantau oleh banyak orang awam yaitu di bawah jembatan Semanggi, depan kampus Universitas Atma Jaya Jakarta, dekat pusat sentra bisnis nasional maupun internasional. Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan dan mahasiswa sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB karena ini menentang tuntutan mereka untuk menghilangkan dwifungsi ABRI/TNI. Karena hanya dengan berdemonstrasi, mereka yang mau mensahkan Undang-Undang tersebut baru berpikir, sebab tampaknya mereka sudah tak punya hati nurani lagi dan entah bagaimana membuat mereka peduli dengan bangsanya daripada peduli terhadap perut buncit mereka itu yang duduk di kursi parlemen menggunakan logo Pancasila dengan bangganya di jas mereka. Malang nasib mahasiswa yang selalu harus berkorban, kali ini mahasiswa Universitas Indonesia harus kehilangan seorang pejuang demokrasi mereka, Yun Hap.

3. Tragedi Lampung Tragedi Lampung terjadi berawal ketika mahasiswa dari Universitas Lampung (Unila) berjalan menuju Universitas Bandar Lampung (UBL) untuk bergabung dengan rekan mereka melakukan aksi untuk menentang RUU PKB serta unjuk rasa solidaritas bagi rekan mereka yang meninggal dari Universitas Indonesia, Yun Hap, empat hari sebelumnya di Jakarta. Setelah bergabung, mereka melakukan unjuk rasa dan berjalan menuju

Makorem 043/Garuda Hitam. Akan tetapi, ketika melewati Markas Koramil Kedaton dekat UBL mahasiswa terprovokasi karena bendera merah putih masih dipasang penuh, dengan segera mereka menurunkannya menjadi setengah tiang demi penghormatan bagi Pahlawan Reformasi mereka yang baru saja gugur. Setelah itu keadaan menjadi tidak terkendali karena Komandan Koramil menolak kehendak mahasiswa untuk menandatangani penolakan diberlakukannya UU PKB sehingga mahasiswa melempari kantornya dengan batu. Anggota Koramil lainnya menghindar untuk kemudian setelah itu membalas dengan melakukan penembakan. Mahasiswa terpencar dan lari menyelamatkan diri ke dalam kampus UBL. Saat itulah diketahui butiran peluru telah mengambil nyawa Muhammad Yusuf Rizal. Hari itu tanggal 28 September 1999 Muhammad Yusuf Rizal, mahasiswa jurusan FISIP Universitas Lampung (Unila) angkatan 1997, meninggal dunia dengan luka tembak di dadanya tembus hingga ke belakang dan juga sebutir peluru menembus lehernya (sumber: Suara Pembaruan 29/9/99). Ia tertembak di depan markas Koramil Kedaton. Puluhan mahasiswa juga mengalami luka-luka sehingga harus masuk rumah sakit. Banyaknya korban disebabkan kampus Universitas Bandar Lampung (UBL) dimasuki oleh aparat keamanan baik yang berseragam maupun yang tidak berseragam, yang melepaskan tembakan saat mahasiswa melakukan demonstrasi yang menentang RUU PKB pada tanggal 28 September 1999 tersebut. Aparat juga melakukan pengejaran dan pemukulan terhadap mahasiswa. Selain itu aparat juga melakukan perusakan di dalam kampus yaitu berupa gedung, kendaraan roda dua dan roda empat. Tindakan anarkis aparat ini sungguh menakutkan mahasiswa maupun dosen di UBL sehingga kampus harus diliburkan untuk beberapa hari. Berbeda dengan kejadian gugurnya mahasiswa lain di luar Lampung, ternyata untuk peristiwa ini ada yang mengakui untuk bertanggung jawab, hanya bagaimana penyelesaian secara hukumnya saja yang sampai kini tak jelas. Komandan Detasemen POM II/3 Sriwijaya Lampung Letkol CPM

Bagoes Heroe Sucahyo menyatakan bahwa Dewan Eksekutif Mahasiswa Unila telah menerima surat permintaan maaf dari Kol Inf Mujiono (Danrem 043/Garuda Hitam). Sementara itu ia (Bagoes H. Sucahyo) juga menyita proyektil peluru yang bersarang di tubuh korban. Dengan ini ia merupakan orang yang paling bertanggung jawab akan barang bukti yang membunuh Yusuf Rizal.

2.2 Pemerintahan Abdurrahman Wahid Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto - sebelumnya selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden. Abdurrahman Wahid, pemimpin PKB, partai dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih kemudian sebagai presiden Indonesia ke-4. Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil presiden. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000. Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di bawah situasi yang menantang.

a. Masa Kepresidenan4

http://dwiayuindaswarynhb.blogspot.com/2012/04/makalah-sejarah-sejarah-pemerintahan.html

Tahun 1999 Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Non-partisan dan TNI juga ada dalam kabinet tersebut. Wahid kemudian mulai melakukan dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang korup. Pada November 1999, Wahid mengunjungi negaranegara anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania. Setelah itu, pada bulan Desember, ia mengunjungi Republik Rakyat Cina. Setelah satu bulan berada dalam Kabinet Persatuan Nasional, Menteri Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan November. Muncul dugaan bahwa pengunduran dirinya diakibatkan karena Gus Dur menuduh beberapa anggota kabinet melakukan korupsi selama ia masih berada di Amerika Serikat. Beberapa menduga bahwa pengunduran diri Hamzah Haz diakibatkan karena ketidaksenangannya atas pendekatan Gus Dur dengan Israel. Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua. Tahun 2000 Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan ke luar negeri lainnya ke Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang menuju Indonesia. Pada Februari, Wahid melakukan perjalanan luar negeri ke Eropa lainnya dengan mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus Dur juga mengunjungi India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam. Pada bulan Maret, Gus Dur mengunjungi Timor Leste. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Kota Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan

Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya. Ketika Gus Dur berkelana ke Eropa pada bulan Februari, ia mulai meminta Jendral Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Gus Dur melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi militer dan juga karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap Wiranto. Ketika Gus Dur kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan berhasil meyakinkan Gus Dur agar tidak menggantikannya. Namun, Gus Dur kemudian mengubah pikirannya dan memintanya mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Alasan yang diberikan Wahid adalah bahwa keduanya terlibat dalam kasus korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang kuat. Hal ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDI-P. Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut. Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia. Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur pada Yayasan Shimon Peres. Baik Gus Dur dan menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, diganti. Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali harus menurut pada tekanan. Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang

Muslim dalam konflik dengan orang Kristen. Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI. Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate. Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur masih tinggi. Sekutu Wahid seperti Megawati, Akbar dan Amien masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas. Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Gus Dur. Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia. Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia. Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien. Ia menyatakan kecewa mendukung Gus Dur sebagai presiden tahun lalu.

Amien juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi Gus Dur, sementara Akbar menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November, 151 DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur. Tahun 2001 dan akhir kekuasaan Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Gus Dur lalu mengunjungi Afrika Utara dan juga Arab Saudi untuk naik haji. Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan terakhirnya ke luar negeri sebagai presiden pada Juni 2001 ketika ia mengunjungi Australia. Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari 2001, Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk kedalam anarkisme. Ia lalu mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi. Pertempuan tersebut menambah gerakan anti-Wahid. Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Nota tersebut berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini. Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota NU melakukan protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan.. Namun, demonstran NU terus menunjukan dukungan mereka kepada Gus Dur dan pada bulan April mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden hingga mati. Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur. Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Gus Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inagurasi penggantian menteri. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus. Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam)

Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001. Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi: 1) Pembubaran MPR/DPR 2) Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan 3) Membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. Abdurrahman Wahid terus bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari, namun akhirnya pada tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan. b. Akhir Pemerintahan Abdurrahman Wahid

Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap. Pada Sidang

Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan pertanggung jawabannya. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada Wakil Presiden Megawati. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarnoputri. Sekitar pukul 20.48, Gus Dur keluar dari Istana Merdeka. Saat berdiri di ujung teras, Gus Dur malah sempat melambaikan tangan kepada massa pendukungnya yang berunjuk rasa. Hanya pohon yang ditebang kelompok pendukung Gus Dur sebagai pelampiasan emosi. Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.

2.3 Pemerintahan Megawati Soekarnoputri Megawati dilantik di tengah harapan akan membawa perubahan kepada Indonesia karena merupakan putri presiden pertama Indonesia, Soekarno. Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain. Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia, menurun seiring dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang berkomunikasi dengan masyarakat sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai pemimpin yang 'dingin'.

Megawati menyatakan pemerintahannya berhasil dalam memulihkan ekonomi Indonesia, dan pada 2004, maju ke Pemilu 2004 dengan harapan untuk mempertahankan kekuasaannya sebagai presiden. Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu presiden secara langsung pertamanya. Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa dirinya masih bisa diterima mayoritas penduduk Indonesia. Dalam kampanye, seorang calon dari partai baru bernama Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, muncul sebagai saingan yang hebat baginya. Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian masyarakat dengan pimpinannya, Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan perubahan kepada Indonesia. Karisma Yudhoyono berhasil menarik hati mayoritas pemilih dan Demokrat memenangkan pemilu legislatif pada awal 2004, yang diikuti kemenangan Yudhoyono pada pemilihan presiden. Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang

memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada Pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggotaanggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) -- pada Pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.

1. 30 Prestasi Pemerintahan Megawati5 1. Pada akhirnya kepatutan politik harus dijalankan dan diterima oleh semua pihak ketika Ibu Megawati terpilih secara aklamasi di MPR untuk menjadi Presiden RI yang ke 5.

http://www.forumkami.net/pemilu/11997-30-prestasi-pemerintahan-megawati.html

2.

Sejak pertama kali dilantik, pemerintahannya memberikan kondisi yang kondusif untuk membangun kembali ekonomi yang porak-poranda sejak terjadinya krisis, pendarahan, dan koma ekonomi - politik sejak 1998, hingga 2001.

3. Memberikan suasana yang kondusif bagi situasi keamanan dan gonjangganjing politik. Hanya seorang mbak Mega yang membuat hangarbingar politik pada waktu itu mereda. Megawati: sudah terlalu banyak orang berbicara 4. Menstabilkan fundamental ekonomi makro yang porak poranda sejak 1998, meliputi inflasi, BI rate, Kurs Rupiah, Angka kemiskinan, dan Pertumbuhan Ekonomi. 5. Nilai Kurs Rupiah yang Stabil (Rp. 8500,-/USD) dan stabilnya harga bahan-bahan pokok. 6. Menyehatkan perbankan nasional yang runtuh setelah 1998 yang ditandai dengan dibubarkannya BPPN pada Feb 2004. Saat ini perbankan nasional relatif sehat. 7. Indonesia berhasil keluar dari IMF pada tahun 2003 yang menandakan Indonesia sudah keluar dari krisis 1998 dan Indonesia yang lebih mandiri. Berani menghentikan hutang baru. 8. Kemauan yang kuat untuk menyelesaikan masalah BLBI sejak 1998, dengan keberanian menerbitkan Keppres R & D sehingga masalah berat ini tidak perlu diwariskan ke pemerintahan selanjutnya, 2 (dua) orang pengemplangnya telah dijebloskan ke penjara. 9. Dimulainya pemberantasan KKN dan penegakan hukum dengan menghukum kroni-kroni penguasa yang berpengaruh di masa lalu yang melanggar hukum ke Nusakambangan. 10. Tidak menyeret mantan penguasa ke pengadilan sesuai tuntutan arus reformasi, karena kerusakan memori sehingga pengadilan tidak akan berjalan semestinya, dan demi penghormatan kepada mantan pemimpin negara. 11. Keberanian menerbitkan Keppres no 34/2004 tentang penertiban bisnis TNI. 12. KPK (Komisi Pemberantasn Korupsi) didirikan pada masa pemerintahan Megawati pada tahun 2003 dan Undang-Undang KPK tahun 2002. 13. Dimulainya pemberantasan kejahatan narkotika secara konsisten. Dibangun dan diresmikannya LP Khusus narkotika di Cipinang. NB:

yang terburuk dari penyalahgunaan narkotika dan obat2an psikotropik bukanlah kematian, melainkan kerusakan kejiwaan (mental), jasmani, dan sosial penggunanya. 14. Tidak membiarkan pemerintahannya terkooptasi oleh konflik kepentingan konglomerat atau pengusaha bermasalah sehingga tidak terjadi State Capture Corruption. Dan tidak terkurung NeoLiberalisme. 15. Berhasil menghasilkan 45 milyar USD dari penjualan LNG Tangguh ke China, Korea, Meksiko untuk selama 20 tahun ke depan, pada saat ekonomi negara bangkrut bagaikan pengemis yang tak dilirik sama sekali. Harga kontrak dapat dievaluasi setiap 4 tahun. Negara tidak merugi sepeserpun. 16. Menyehatkan BUMN. Tidak terjadi ledakan privatisasi BUMN untuk menghentikan pendarahan perusahaan BUMN dan kebangkrutan ekonomi, dan tidak menjadikannya sebagai sebuah program. 17. Harga BBM yang stabil tidak naik dan tidak berubah berkali-kali, tidak terjadi kelangkaan pasokan minyak, dan melakukan operasi pasar yang efektif untuk menstabilkan harga bahan pokok,dan tidak terjerumus menilai rakyat kecil dengan membagi-bagikan uang. 18. Mulai membangun sistem ekonomi kerakyatan. Mulai membangun infrastruktur di daerah tertinggal. 19. Menekan defisit anggaran dalam APBN setiap tahun sehingga penghematan yang dilakukan dapat digunakan untuk biaya pendidikan, bebas SPP untuk SD sampai SLTP, Beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa yang berprestasi, dan bebas biaya pengobatan untuk puskesmas di pinggiran. Tidak terjerumus dengan kata gratis. 20. Berhasil menghasilkan Devisa negara hanya dalam dua tahun mengimbangi perolehan devisa 25 tahun dalam pemerintahan sebelumnya. 21. Berhasil menarik Pajak yang jumlahnya sama dengan pajak sembilan tahun dan menghentikan hutang baru. 22. Membeli pesawat tempur Sukhoi & heli Mi-35 dari Rusia tanpa memberatkan APBN dan gembar-gembor, menjaga citra kemandirian Indonesia dari kooptasi AS. 23. Politik luar negeri yang lebih bebas dan aktif diantaranya dengan mengutuk agresi militer AS dan menolak permintaan AS untuk menyerahkan tahanan dari Indonesia. 24. Didirikannya Akademi Intelijen yang pertama di Indonesia.

25. Keberhasilan mengungkap dan menangkap para pelaku terorisme termasuk pelaku bom bali I (satu), berhasil mengungkap jaringannya, sehingga teror pada tahun berikutnya menjadi berkurang. Kapolri : Dai Bachtiar. NB : Bom Bali II tidak meledak pada masa pemerintahan Megawati. 26. Memulai dan melakukan pembangunan infrastruktur yang vital setelah pembangunan berhenti sejak 1998. Diantaranya Tol Cipularang (Cikampek-Bandung) sekaligus dalam rangka peringatan KAA, Jembatan Surabaya Madura (Suramadu), Tol Cikunir, Rel ganda kereta api. Dimulainya membenahi sistem transportasi dengan Busway. 27. Bergairahnya kembali ekonomi dirasakan oleh masyarakat, antara lain dengan stabilnya harga bahan pokok, menjamurnya bisnis pulsa handphone, mobil murah Avanza, Xenia, pembangunan, dll. 28. Pemerataan pembangunan dengan membentuk propinsi baru berdasarkan kebutuhan yaitu Kepulauan Riau dan Bangka Belitung, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. 29. Mengembalikan proporsi pendapatan Arun sebagian besar kepada rakyat Aceh dgn status daerah Otonomi Khusus dan menangkap petinngi GAM dan anggota GAM yang bersenjata dan yang sering melakukan pembakaran dan penarikan pajak tidak sah, dengan melibatkan wartawan dan jurnalis untuk pengecekan pelanggaran HAM. Berhasil membebaskan turis yang disandera GAM. Sepertinya ibu Megawati sudah lama memikirkan Aceh, dan pidato Ibu Presiden Cut Nyak Megawati di Aceh menggelegar di siang bolong membangunkan dan memberikan harapan bagi rakyat Aceh. 30. Dimulainya diplomasi-diplomasi internasional dan perjanjian damai RIGAM (sebelum terjadi tsunami), juga melalui perjanjian Helsinski dengan prakarsa Pak Jusuf Kalla (Menkokesra)

2.4 Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.

Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.

1. Gerakan Aceh Merdeka Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM adalah sebuah organisasi (yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan supaya daerah Aceh atau yang sekarang secara resmi disebut Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara kedua pihak yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang sekarang bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia. Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah Indonesia memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Martti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator. Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM. Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Dawood, menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan secara formal.

2. AMM atau Aceh Monitoring Mission AMM atau Aceh Monitoring Mission adalah sebuah tim yang dibentuk berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia tanggal 15 Agustus 2005 dan bertugas mulai tanggal 15 September. AMM akan bertugas untuk memonitor implementasi dari komitmen yang diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan GAM sehubungan dengan Memorandum of Understanding yang ditandatangani. AMM adalah misi Uni Eropa yang pertama di Asia dan bentuk kerjasama yang pertama dengan negara-negara ASEAN. Dengan membentuk AMM, Uni Eropa menekankan komitmennya untuk proses perdamaian di Aceh yang hancur dalam 30 tahun terakhir akibat konflik berkepanjangan dan tsunami pada Desember 2004. AMM terdiri dari lima negara ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand ditambah dengan negara-negara tergabung dalam Uni Eropa antara lain Swiss dan Norwegia. Fungsi AMM antara lain: Memonitor amunisinya. Memonitor relokasi dari kekuatan militer non-organik dan pasukan polisi non-organik. Memonitor reintegrasi anggota aktif GAM. Memonitor penegakan situasi hak asasi manusia. Memonitor proses penggantian legislatif. Menengahi kasus-kasus amnesti yang masih diperdebatkan. Menengahi komplain-komplain dan pelanggaran-pelanggaran terhadap MoU. Membentuk kerjasama yang baik dengan keduabelah pihak demobilisasi GAM dan penghancuran sejata dan

Misi ini bermarkas di Banda Aceh dengan kantor daerah terdistribusi di 11 daerah di Aceh. Diketuai oleh Pieter Feith, tugas AMM akan berakhir pada 15 Maret 2006. Namun pada tanggal 14 Januari 2006, pemerintah Indonesia kemudian memutuskan untuk memperpanjang masa tugas AMM selama 3 bulan lagi. AMM akhirnya resmi dibubarkan pada 15 Desember 2006 setelah bertugas selama 15 bulan.

Anda mungkin juga menyukai