Anda di halaman 1dari 29

PERTEMUAN KE 13

REFORMASI
1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah proses pembelajaran mahasiswa diharapkan mampu menganalisis dan
mengidentifikasi Reformasi.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa dapat memahami dan menganalisis :

1. Latar Belakang Reformasi


2. Dasar Hukum Reformasi
3. Perkembangan Reformasi
4. Implementasi Reformasi

1. Latar belakang jatuh/berakhirnya orde baru:


A. Krisis politik
Pemerintah orde baru, meskipun mampu mengangkat Indonesia dari keterpurukan
ekonomi dan memberikan kemajuan, gagal dalam membina kehidupan politik yang
demokratis, terbuka, adil, dan jujur. Pemerintah bersikap otoriter, tertutup, dan personal.
Masyarakat yang memberikan kritik sangat mudah dituduh sebagai anti-pemerintah,
menghina kepala negara, anti-Pancasila, dan subversive. Akibatnya, kehidupan berbangsa
dan bernegara yang demokratis tidak pernah terwujud dan Golkar yang menjadi partai
terbesar pada masa itu diperalat oleh pemerintah orde baru untuk mengamankan kehendak
penguasa.
Praktik KKN merebak di tubuh pemerintahan dan tidak mampu dicegah karena
banyak pejabat orba yang berada di dalamnya. Dan anggota MPR/DPR tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan baik dan benar karena keanggotaannya ditentukan dan
mendapat restu dari penguasa, sehingga banyak anggota yang bersikap ABS daripada
kritis.
Sikap yang otoriter, tertutup, tidak demokratis, serta merebaknya KKN
menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Gejala ini terlihat pada pemilu 1992 ketika
suara Golkar berkurang cukup banyak. Sejak 1996, ketidakpuasan masyarakat terhadap
orba mulai terbuka. Muncul tokoh vokal Amien Rais serta munculnya gerakan mahasiswa
semakin memperbesar keberanian masyarakat untuk melakukan kritik terhadap
pemerintahan orba.
Masalah dwifungsi ABRI, KKN, praktik monopoli serta 5 paket UU politik adalah
masalah yang menjadi sorotan tajam para mahasiswa pada saat itu. Apalagi setelah
Soeharto terpilih lagi sebagai Presiden RI 1998-2003, suara menentangnya makin meluas
dimana-mana.
Puncak perjuangan para mahasiswa terjadi ketika berhasil menduduki gedung MPR/DPR
pada bulan Mei 1998. Karena tekanan yang luar biasa dari para mahasiswa, tanggal 21 Mei
1998 Presiden menyatakan berhenti dan diganti oleh wakilnya BJ Habibie.

B. Krisis ekonomi
Krisis moneter yang menimpa dunia dan Asia Tenggara telah merembet ke
Indonesia, sejak Juli 1997, Indonesia mulai terkena krisis tersebut. Nilai rupiah terhadap
dollar Amerika terus menurun. Akibat krisis tersebut, banyak perusahaan ditutup, sehingga
banyak pengangguran dimana-mana, jumlah kemiskinan bertambah. Selain itu, daya beli
menjadi rendah dan sulit mencari bahan-bahan kebutuhan pokok.
Sejalan dengan itu, pemerintah melikuidasi bank-bank yang bermasalah serta
mengeluarkan KLBI (Kredit Likuiditas Bank Indonesia) untuk menyehatkan bank-bank
yang ada di bawah pembinaan BPPN. Dalam praktiknya, terjadi manipulasi besar-besaran
dalam KLBI sehingga pemerintah harus menanggung beban keuangan yang semakin besar.
Selain itu, kepercayaan dunia internasional semakin berkurang sejalan dengan banyaknya
perusahaan swasta yang tak mampu membayar utang luar negeri yang telah jatuh tempo.
Untuk mengatasinya, pemerintah membentuk tim ekonomi untuk membicarakan utang-
utang swasta yang telah jatuh tempo. Sementara itu, beban kehidupan masyarakat makin
berat ketika pemerintah tanggal 12 Mei 1998 mengumumkan kenaikan BBM dan ongkos
angkutan. Dengan itu, barang kebutuhan ikut naik dan masyarakat semakin sulit memenuhi
kebutuhan hidup.

C. Krisis social
Krisis politik dan ekonomi mendorong munculnya krisis dalam bidang sosial.
Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta krisis ekonomi yang ada
mendorong munculnya perilaku yang negatif dalam masyarakat. Misalnya: perkelahian
antara pelajar, budaya menghujat, narkoba, kerusuhan sosial di Kalimantan Barat,
pembantaian dengan isu dukun santet di Banyuwangi dan Boyolali serta kerusuhan 13-14
Mei 1998 yang terjadi di Jakarta dan Solo.
Akibat kerusuhan di Jakarta dan Solo tanggal 13, 14, dan 15 Mei 1998,
perekonomian kedua kota tersebut lumpuh untuk beberapa waktu karena banyak swalayan,
pertokoan, pabrik dibakar, dirusak dan dijarah massa. Hal tersebut menyebabkan angka
pengangguran membengkak.
Beban masyarakat semakin berat serta tidak ada kepastian tentang kapan
berakhirnya krisis tersebut sehingga menyebabkan masyarakat frustasi. Kondisi tersebut
membahayakan karena mudah diadu domba, mudah marah, dan mudah dihasut untuk
melakukan tindakan anarkis.

2. Latar belakang Terjadinya Reformasi:


A. Bidang politik
Munculnya reformasi di bidang politik disebabkan oleh adanya KKN, ketidakadilan
dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang otoriter (tidak demokratis) dan
tertutup, besarnya peranan militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta munculnya
demo mahasiswa yang menginginkan pembaharuan di segala bidang.
B. Bidang ekonomi
Munculnya reformasi di bidang ekonomi disebabkan oleh adanya sistem monopoli
di bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada masa orde baru, orang-orang yang dekat
dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan kesempatan, bahkan mampu
berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya.
Selain itu juga disebabkan oleh krisis moneter. Krisis tersebut membawa dampak
yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan yang ditutup
sehingga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan angka pengangguran meningkat
tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan.
Hal-hal tersebut membuat perlu dilakukannya tindakan-tindakan yang cepat dan
tepat untuk mengatasinya.
C. Bidang social
Krisis ekonomi dan politik pada masa pemerintahan orde baru berdampak pada
kehidupan sosial di Indonesia. Muncul peristiwa pembunuhan dukun santet di Situbondo,
perang saudara di Ambon, peristiwa Sampit, beredar luasnya narkoba, meningkatnya
kejahatan, pembunuhan, pelacuran. Hal tersebut membuat diperlukannya tindakan yang
cepat dan tepat.

3. Pengertian Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki
kerusakan-kerusakan yang diwariskan oleh Orde Baru atau merombak segala tatanan politi,
ekonomi, social dan budaya yang berbau Orde baru. Atau membangun kembali, menyusun
kembali.

4. Sistematika Pelaksanaan UU 1945 pada Masa Orde Reformasi


Pada masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah
demokrasi dengan berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi
Pancasila pada masa Orde Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham
demokrasi berdasar atas kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu memelihara persatuan
Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosila bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa Reformasi telah banya member ruang gerak
kepada parpol dan komponen bangsa lainnya termasuk lembaga permusyawaratan rakyat
dan perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua
kepala negara tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5
tahun karena dianggap menyimpang dari garis Reformasi.
Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi:
1. mengutamakan musyawarah mufakat
2. Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan negara
3. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
4. Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
5. Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah
6. Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur
7. Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Than Yang Maha Esa,
berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
8. Penegakan kedaulatan rakyar dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga
negara, lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat
9. Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan
Yudikatif.
10. Penghormatan kepada beragam asas, cirri, aspirasi dan program parpol yang memiliki
partai
11. Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi
manusia
Setelah diadakannya amandemen, UUD 1945 mengalami perubahan. Hasil
perubahan terhadap UUD 1945 setelah di amandemen :
 Pembukaan
 Pasal-pasal: 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal peraturan peralihan dan 2 pasal aturan
tambahan.

5. Faktor Penyebab Munculnya Reformasi


Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde
Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad
Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan
pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan
kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin
jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari
nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak
dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
A. Krisi Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan
permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu,
bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah
disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan
oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya)
anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu
diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi
pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya
gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala
bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket
undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :
· UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
· UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR
/ MPR
· UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
· UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
· UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan
ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok
tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar
masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah
terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat
terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan
hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya
reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam
kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi
sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok
yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau
dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang
pembatasan masa jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah
memicu munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda.
Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di
Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak.
Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali
Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di
kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat
kuat untuk menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden
Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada
kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan
intelektual.

B. Krisi Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak
ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan
mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki
adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada
kedudukan atau posisi yang sebenarnya.

C. Krisi Ekonomi
Krisi moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996,
juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata
belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal
dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia
menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi
moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank
pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha
yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank
bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga
telah menghancurkan keuangan nasional.
Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah mempengaruhi
aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada
akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal
ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan
makanan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah
meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh
pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah
menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak
terlepas dari masalah utang luar negeri.
Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor
penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak
sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang
yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar
Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat.

Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia
semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di
Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya
kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan
menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak
mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah
masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah
jauh menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945
tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua
di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem
ekonomi yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi
kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli,
oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh
pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan
sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari
pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang
ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat.
Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah
pusat. Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat
Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama.
Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat
biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang,
halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.

D. Krisis Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah
mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998.
Puncak aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta.
Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah
tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto,
Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus
dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis
dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa
ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR
akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di
gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-
tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri
akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada
tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh
masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan
Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak
bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan
kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto
menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan
menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie
dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik
Indonesia yang baru di Istana Negara.

6. Kronologi Lahirnya Reformasi


1) Keberanian Amin Rais membongkar kebobrokan sistem pengelolaan PT Freeport
2) Peristiwa 27 Juli 1996 (KUDATULI) yaitu penyerbuan kantor PDI yang ditempati
Megawati oleh PDI pro-Suryadi
3) Terpilihnya kembali Bpk Soeharto sebagai presiden pada bulan Maret
1998
4) Terjadinya demonstrasi besar-besaran mahasiswa di Tri Sakti pada 12 Mei 1998
5) Terjadinya Kerusuhan di Jakarta pada 13 dan 14 Mei 1998 yang berakibat makin
Terpuruknya perekonomian Indonesia.
6) Didudukinya gedung DPR / MPR oleh para mahasiswa pada 19 Mei 1998
7) Pada 20 Mei 1998 Presiden Soeharto memanggil para tokoh nasional, guna
membentuk kabinet reformasi tetapi ditolak
8) Presiden Soeharto meletakkan jabatannya pada 21 Mei 1998 di Istana Negara dan
digantikan oleh B.J Habiebie

7. Perkembangan Politik Dan Ekonomi Pada Masa Reformasi


A. Munculnya Gerakan Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan
perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi,
pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan
perubahan, terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum.
Buah perjuangan dari reformasi itu tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat,
namun membutuhkan proses dan waktu. Masalah yang sangat mendesak, adalah upaya
untuk mengatasi kesulitan masyarakat banyak tentang masalah kebutuhan pokok
(sembako) dengan harga yang terjangkau oleh rakyat.
Sementara itu, melihat situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin
tidak terkendali, rakyat menjadi semakin kritis menyatakan pemerintah Orde Baru tidak
berhasil menciptakan kehidupan masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera. Oleh karena
itu, munculnya gerakan reformasi bertujuan untuk memperbaharui tatanan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Beberapa agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa anatara lain sebagai
beriku:
· Adili Soeharto dan kroni-kroninya.
· Amandemen UUD 1945
· Penghapusan Dwi Fungsi ABRI
· Otonomi daerah yang seluas-luasnya
· Supremasi hukum
· Pemerintahan yang berisi dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
B. Kronologi Reformasi
Pada awal bulan Maret 1998 melalui Sidang Umum MPR, Soeharto terpilih
kembali menjadi Presiden Republik Indonesia, serta melaksanakan pelantikan Kabinet
Pembangunan VII. Namun pada saat itu semakin tidak kunjung membaik. Perekonomian
mengalami kemerosotan dan masalah sosial semakin menumpuk. Kondisi dan siutasi
seperti ini mengundang keprihatinan rakyat.
Mamasuki bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak
menggelar demostrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut turunya Soeharto dari kursi
kepresidenannya.
Pada tanggal 12 Mei 1998 dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti,
terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan tertembaknya empat
mahasiswa hingga tewas.
Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi
di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki Gedung DPR/MPR. Pada tanggal itu pula di
Yogyakarta terjadi peristiwa bersejarah. Kurang lebih sejuta umat manusia berkumpul di
alun-alun utara kraton Yogyakarta untuk mndengarkan maklumat dari Sri Sultan
Hamengku Bowono X dan Sri Paku Alam VII. Inti isi dari maklumat itu adalah
menganjurkan kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan
bangsa.
Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa
Indonesia untuk dimintai pertimbangannya membentuk Dewan Reformasi yang akan
diketuai oleh Presiden Soeharto, namun mengalami kegagalan.
Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden
Soeharti meletakkan jabatannya sebagai presiden di hadapan ketua dan beberapa anggota
dari Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk
menggantikannya menjadi presiden, serta pelantikannya dilakukan didepan Ketua
Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia
dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3.

8. Sistem Pemerintahan pada Masa Orde Reformasi


Sistem pemerintahan masa orde reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan
sebagai berikut:
1. Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak
untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUd
1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai politik
yang memungkinkan multi partai
2. Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersuh dan berwibawa serta bertanggung
jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX / MPR / 1998 yang
ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan tindak pidana
korupsi.
3. Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melaui siding tahunan
dengan menuntuk adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara , UUD
1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat
presiden dalam sidang istimewanya.
4. Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali masa
jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari pemilu
2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan langsung
rakyat adalah Soesilo Bambang Yodoyono dan Yoesuf Kala, MPR tidak lagi lembaga
tertinggi negara melainkan lembaga negara yang kedudukannya sama dengan presiden ,
MA , BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR melainkan menurut UUD.
Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sisten pemerintahan
presidensial tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan mekanisme pemilihan
presiden dan wakil presiden secara langsung.

9. Kronologi mundur/berakhirnya kekuasaan Soeharto:


5 Maret 1998
Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk
menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan
pada Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima
Fraksi ABRI
11 Maret 1998
Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden
14 Maret 1998
Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.
15 April 1998
Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena
sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri
melakukan unjukrasa menuntut dilakukannya reformasi politik.
18 April 1998
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14
menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya
Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang
menolak dialog tersebut.
1 Mei 1998
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi
Dachlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
2 Mei 1998
Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan
reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (tahun 1998).
4 Mei 1998
Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan
bakar minyak (2 Mei 1998) dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi itu berubah
menjadi kerusuhan saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di
Universitas Pasundan Bandung, misalnya, 16 mahasiswa luka akibat bentrokan tersebut.
5 Mei 1998
Demonstrasi mahasiswa besar – besaran terjadi di Medan yang berujung pada
kerusuhan.
9 Mei 1998
Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G -15. Ini
merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
12 Mei 1998
Aparat keamanan menembak empat mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara
damai. Keempat mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman kampus.
13 Mei 1998
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi
datang ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita. Kegiatan itu diwarnai kerusuhan.

14 Mei 1998
Soeharto seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat
menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Sementara itu
kerusuhan dan penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek
seperti Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan Borobudur. Beberapa
dari bangunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang meninggal
dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.
15 Mei 1998
Soeharto tiba di Indonesia setelah memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia
membantah telah mengatakan bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih
mencekam. Toko-toko banyak ditutup. Sebagian warga pun masih takut keluar rumah.
16 Mei 1998
Warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka. Suasana di Jabotabek
masih mencekam.
19 Mei 1998
Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman
Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir
2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan
situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto
mundur.
Permintaan tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan pembentukan Komite
Reformasi. Pada saat itu Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi
presiden. Namun hal itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa yang datang ke
Gedung MPR untuk berunjukrasa semakin banyak.
Sementara itu Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen
Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
20 Mei 1998
Jalur jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade petugas dengan pagar
kawat berduri untuk mencegah massa masuk ke komplek Monumen Nasional namun
pengerahan massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari Amien Rais meminta massa tak datang
ke Lapangan Monumen Nasional karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan korban
jiwa. Sementara ribuan mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak berdatangan ke
gedung MPR / DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.
21 Mei 1998
Di Istana Merdeka, Kamis, pukul 09.05 Soeharto mengumumkan mundur dari kursi
Presiden dan BJ. Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga.

10. Indonesia masa pemerintahan B.J. Habibie:


A. Pengangkatan Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21
Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah
berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997.
Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang
serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang
dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik.
Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat
melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya.
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie
membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu
terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI),
Golkar, PPP, dan PDI.
Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan
perbaikan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki
perekonomian Indonesia antaranya :
· Merekapitulasi perbankan
· Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
· Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
· Menaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah
Rp.10.000,-
· Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.

Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi
mangupayakan pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta
merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur
dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden
Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga
membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan
Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat
buruh independent.

B. Kebebasan Menyampaikan Pendapat


Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di
muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin
menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau
demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin
melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan
tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian
mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering
menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal
yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada
aturan hukum jelas.
Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama
(DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa
atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum.
Adanya undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai
pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu
belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat.
Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang
suatu hal.

C. Masalah Dwifungsi ABRI


Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul
turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah
pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai
dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di
tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan
Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari
ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah
menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

D. Reformasi Bidang Hukum


Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang
hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat.
Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan
sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang
dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh masyarakat.
Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-
undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter
hukum yang mengebiri hak-hak.
Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif,
ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-
kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang berkarakter
tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bias dikatakan tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak
mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi
Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.

E. Sidang Istimewa MPR


Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara
melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS
yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi
Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal
10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi masyarakat
dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari
berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu memutuskan 12
Ketetapan.

F. Pemilihan Umum Tahun 1999


Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena
pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang
dilanda multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat
Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum
itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu
pelaksanaan pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang
politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik
baru. Ketiga udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani
oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik,
pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk
berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik
itu partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah
berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai
politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi
partai-partai politik diberlakukan dengan cukup ketat.
Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi
Pemilihan Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan
wakil-wakil dari partai-partai politik peserta pemilihan umum.
Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi
kerusuhan, namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan aman.
Setelah penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),
hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di anataranya PDI
Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa,
Partai Amanat Nasional. Hasil pemilihan umum tahun 1999 hingga saat terakhir
pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai politik berjalan dengan aman dan
dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.

G. Sidang Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999


Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan
MPR, maka MPR segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999
diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais
dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada
Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh
MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4
suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk
mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
Akibatnya memunculkan tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang
ada di MPR pada tahap pencalonan Presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur),
Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza Mahendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999,
Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden
yang maju dalam pemilihan itu, Abdurrahaman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Dari
hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abudurrahman Wahid terpilih
menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan
pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz.
Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri.
Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil
Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menduduki jabatan sebagai Presiden Republik
Indonesia tidak sampai pada akhir masa jabatanya. Akibat munculya ketidakpercayaan
parlemen pada Presiden Abdurrahman Wahid, maka kekuasaan Abdurrahman Wahid
berakhir pada tahun 2001. DPR/MPR kemudian memilih dan mengangkat Megawati
Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz sebagai Wakil
Presiden Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun 2004.
Pemilihan Umum tahun 2004 merupakan momen yang sangat penting dalam
sejarah pemerintahan Republik Indonesia. Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf
Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.

Kebijakan-kebijakan pada masa Habibie:


A. Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan
Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan
perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.
B. Mengadakan reformasi dalam bidang politik
Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan pemilu yang
bebas, rahasia, jujur, adil, membebaskan tahanan politik, dan mencabut larangan berdirinya
Serikat Buruh Independen.
Kebebasan menyampaikan pendapat. Kebebasan menyampaikan pendapat
diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.
C. Refomasi dalam bidang hokum
Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum yang bersih
dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen. Pada masa orde baru, hukum
hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi
masyarakat kecil untuk mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa.
D. Mengatasi masalah dwifungsi ABRI
Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan reposisi secara
bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara bertahap akan mundur dari area politik
dan akan memusatkan perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki
jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan ABRI atau pensiun dari
militer untuk berkarier di sipil. Dari hal tersebut, keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR
makin berkurang dan akhirnya ditiadakan.
E. Mengadakan sidang istimewa
Sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil menetapkan 12
ketetapan.

F. Mengadakan pemilu tahun 1999


Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas, rahasia) dan
JURDIL (jujur dan adil).
Masalah yang ada yaitu ditolaknya pertanggung jawaban Presiden Habibie yang
disampaikan pada sidang umum MPR tahun1999 sehingga beliau merasa bahwa
kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai presiden lagi sangat kecil dan kemudian
dirinya tidak mencalonkan diri pada pemilu yang dilaksanakan.
Pada masa pemerintahan B.J. Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai
yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai
politik. Dalam pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor
Timur . B.J.Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor
Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dibawah
pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukan bahwa mayoritas rakyat
Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada
tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik
Demokratik Timor Leste.
Selain dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie,
perubahan juga dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-
peraturan yan tidakk demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan
tertinggi negara dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu
kepada prinsip pemisahan kekuasaan dn tata hubungan yang jelas antara lembaga
Eksekutuf, Legislatif dan Yudikatif.

11. Indonesia masa pemerintahan Abdurrahman Wahid:


Kebijakan-kebijakan pada masa Gus Dur:
A. Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya
(memberikan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan
beragama, memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya tiong hua).
B. Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang
dianggapnya tidak efesien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk
mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi
Nasional).
C. Ingin memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi dalam militer dengan
mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan keinginan Gus Dur.
Masalah yang ada:
Ø Gus Dur tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan TNI-Polri.
Ø Masalah dana non-budgeter Bulog dan Bruneigate yang dipermasalahkan oleh anggota
DPR.
Ø Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli 2001 yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR serta
pembubaran Golkar.
Hal tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI, Polri dan partai politik serta
masyarakat sehingga dekrit tersebut malah mempercepat kejatuhannya. Dan sidang
istimewa 23 Juli 2001 menuntutnya diturunkan dari jabatan.

12. Indonesia masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri:


Kebijakan-kebijakan pada masa Megawati:
A. Memilih dan Menetapkan
Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa dan menjaga
persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena peristiwa Bom Bali yang
mengakibatkan kepercayaan dunia internasional berkurang.
B. Membangun tatanan politik yang baru
Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan dan kedudukan
MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
C. Menjaga keutuhan NKRI
Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas seperti kasus Aceh,
Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan perhatian khusus karena peristiwa lepasnya
Timor Timur dari RI.
D. Melanjutkan amandemen UUD 1945
Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan zaman.
E. Meluruskan otonomi daerah
Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran yang berbeda
tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu, pelurusan dilakukan dengan pembinaan
terhadap daerah-daerah.
Tidak ada masalah yang berarti dalam masa pemerintahan Megawati kecuali
peristiwa Bom Bali dan perebutan pulan Ligitan dan Sipadan.

13. Indonesia masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono:


Kebijakan-kebijakan pada masa SBY:
1. Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
2. Konversi minyak tanah ke gas.
3. Memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai).
4. Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
5. Buy back saham BUMN
6. Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
7. Subsidi BBM.
8. Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
9. Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia 2008″.
10. Pemberian bibit unggul pada petani.
11. Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Masalah yang ada:


1. Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena
tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah.
Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
2. Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak
profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu
cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit
pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat
kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll
hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
3. Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’
kalem dan berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan
JK yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan
kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu,
ketidakkompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
4. Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan
keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini
belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan
bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat
melainkan untuk kekuatan kelompok.
5. Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi
perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-
koruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang
menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.
6. Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan
Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah,
utusan khusus tidak melakukan apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara
kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas
merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan
peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan
Indonesia di masa mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas
dan aktif karena lebih condong ke Amerika Serikat.

14. Dampak reformasi bagi rakyat Indonesia:


a. Pemerintahan orde baru jatuh dan muncul era reformasi. Namun reformasi dan
keterbukaan tidak diikuti dengan suasana tenang, aman, dan tentram dalam kehidupan
sosial ekonomi masyarakat. Konflik antar kelompok etnis bermunculan di berbagai
daerah seperti Kalimantan Barat. Konflik tersebut dilatarbelakangi oleh masalah-
masalah sosial, ekonomi dan agama.
b. Rakyat sulit membedakan apakah sang pejabat bertindak sebagai eksekutif atau
pimpinan partai politik karena adanya perangkapan jabatan yang membuat pejabat
bersangkutan tidak dapat berkonsentrasi penuh pada jabatan publik yang diembannya.
c. Banyak kasus muncul ke permukaan yang berkaitan dengan pemberian batas yang tegas
pada teritorial masing-masing wilayah, seperti penerapan otonomi pengelolaan
wilayah pengairan.
d. Pemerintah tidak lagi otoriter dan terjadi demokratisasi di bidang politik (misalnya:
munculnya parpol-parpol baru), ekonomi (misalnya: munculnya badan-badan umum
milik swasta, tidak lagi melulu milik negara), dan sosial (misalnya: rakyat berhak
memberikan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah).
e. Peranan militer di dalam bidang politik pemerintahan terus dikurangi (sejak 2004,
wakil militer di MPR/DPR dihapus).

15. KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT SEJAK REFORMASI


A. Kondisi Sosial Masyarakat Sejak Reformasi
Sejak krisis moneter yang melan da pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan
perusahaan swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan
mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya.
Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi
perusahaan mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut
kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak
perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi
tenaga kerja dan terjadilah PHK.
Para pekerja yang deberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga
jumlah pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pengangguran dalam jumlah
yang sangat besar ini akan menimbulkan terjadinya masalah masalah social dalam
kehidupan masyarakat. Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya
tindakan tindakan criminal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu hendaknya pemerintah dengan serius menangani masalah
pengangguran dengan membuka lapangan kerja yang dapat menampung para penganggur
tersebut. Langkah berikutnya, pemerintah hendaknya dapat menarik kembali para investor
untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru
untuk menampung para penganggur tersebut. Masalah pengangguran merupakan masalah
social dalam kehidupan masyarakat dan sangat peka terhadap segala bentuk pengaruh.

B. Kondisi Ekonomi Masyarakat Indonesia


Sejak berlangsungnya krisis moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia
mulai mengalami keterpurukan. Keadaan perekonomian makin memburuk dan
kesejahteraan rakyat makin menurun. Pengangguran juga semakin luas. Sebagai akibatnya,
petumbuhan ekonomi menjadi sangat terbatas dan pendapatan perkapita cenderung
memburuk sejak krisis tahun 1997.
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat
lima sector kebijakan yang harus digarap, yaitu :
· perluasan lapangan kerja secara terus menrus melalui investasi dalam dan luar negeri se
efisien mungkin.
· Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari hari untuk memenuhi permintaan pada
harga yang terjangkau.
· Penyediaan failitas umum seperti rumah, air minum, listrik, bahan baker, komunikasi,
angkutan dengan harga terjangkau.
· Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku buku untuk pendidikan umum dengan harga
terjangkau.
· Penyediaan klinik, dokter dan obat onbatan untuk kesehatan umum dengan harga yang
terjangkau pula.
Disamping penanganan masalah pengangguran,dalam rangka meningkatkan
kegiatan ekonomi masyarakat, pemerintah hendaknya juga memperhatikan harga harga
produk pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun sejak
krisis 1997 tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan petani meningkat,
maka permintaan petani terhadap barang barang non pertanian juga meningkat. Dengan
ditetapkannya harga produk pertanian yang tidak merugikan petani, maka para petani yang
mampu membeli produk industri non pertanian akan memberi semangat bangkitnya para
pengusaha untuk mengembangkan kegiatan perusahaannya.
Pihak pemerintah telah berusaha untuk membawa Indonesia keluar dari krisis.
Tetapi tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu,
pemerintah membuat skala prioritas yang artinya hal mana yang hendaknya dilakukan agar
Indonesia keluar dari krisis.
Terpilihnya presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarno Putri
yang naik menggantikan Gus Dur bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan
rakyat dengan meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Namun dengan kondisi
perekonomian Negara yang ditinggalkan oleh pemerintahan Soeharto, tidak mungkin dapat
diatasi oleh seorang Presiden dalam waktu singkat. Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis,
presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan
penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.

LATIHAN
1. Mengapa terjadi Reformasi di Indonesia?
2. Hal-hal apakah yang penting untuk dilakukan Reformasi?
3. Bagaimana pendapat saudara dengan kebijakan pada masa Habibie?
4. Apa yang anda ketahui dengan Reformasi di bidang Hukum?
5. Bagaimanakah dampak Reformasi bagi Rakyat Indonesia?
DAFTAR PUSTAKA

Edward, Aspinall, 2000. Titik Tolak Reformasi Hari-Hari Terakhir Presiden


Soeharto. Yogyakarta: LkiS.
M. C. Ricklefs, 2001. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakrta: PT Serambi
Ilmu Semesta.
E. Ramage, 2002. Percaturan Politik Di Indonesia, Demokrasi, Islam Dan Ideologi
Toleransi. Yogyakarta: Matabangsa.
Sunanto,Musyrifah, 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada..
Suryanegara, Ahmad Mansur, 1998. Menemukan Sejarah, cet. IV. Bandung:
Mizan.
_________________________, 2002. Api Sejarah 2. Bandung: PT Salamadani
Pustaka Semesta.

Anda mungkin juga menyukai