MASA REFORMASI
v Pelaksanaan demokrasi langsung pada era orde reformasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak bulan Juli
1996, juga memengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi
Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisis global tersebut.
Ketika nilai tukar rupiah terus melemah, maka pertumbuhan ekonomi
Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin lesu.
Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan, yaitu dengan
dilikuidasinya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Walaupun pada awal
tahun 1998 pemerintah Indonesia membuat kebijakan uang tetap dan suku
bunga bank tinggi, namun krisis moneter tetap tidak dapat teratasi. Akhirnya
pada bulan April 1998, pemerintah membekukan tujuh buah bank
bermasalah.
Dalam perkembangan berikutnya, nilai tukar rupiah terus melemah dan
menembus angka Rp10.000,00 per dolar Amerika Serikat. Kondisi seperti itu
semakin diperparah oleh para spekulan valuta asing baik dari dalam maupun
dari luar negeri, sehingga kondisi ekonomi nasional semakin bertambah
buruk. Oleh karena itu, krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan
keuangan negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional.
Memasuki tahun anggaran 1998/1999, krisis moneter telah memengaruhi
aktivitas ekonomi yang lainnya. Perusahaan-perusahaan banyak yang tidak
mampu membayar utang luar negerinya yang telah jatuh tempo. Bahkan
banyak terdapat perusahaan yang mengurangi atau menghentikan sama
sekali kegiatannya, akibatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK)
meningkat. Angka pengangguran meningkat, sehingga daya beli dan kualitas
hidup masyarakat pun semakin bertambah rendah. Akibatnya, kesenjangan
ekonomi yang telah terjadi sebelumnya semakin tampak jelas setelah
berlangsungnya krisis ekonomi tersebut.
v Ciri-ciri Demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi
1. Mengutamakan musyawarah mufakat
2.
3.
4.
5.
22 Januari 1998
12 Februari
5 Maret
15 April
2 Mei
4 Mei
12 Mei
13 Mei
14 Mei
15 Mei
17 Mei
18 Mei
19 Mei
20 Mei
21 Mei
22 Mei
10 November 1998
Kesimpulan
Era reformasi ini sangatlah mengancam dikehidupan rakyat kecil pada
saat itu. Namun apa dayanya seorang rakyat kecil yang hanya bisa mengeluh
diantara sesama yang mengalami penderitaan rakyat kecil. Bahan pokok dan
bahan pangan maupun sandang melambung tinggi dikarenakan terjadinya
inflasi dan krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. Walaupun
mahasiswa salah satu media paling penting untuk mewakili aspirasi rakyat
kecil untuk memprotes penderitaan rakyat kecil. Namun apa dayanya
sekumpulan mahasiswa mendapatkan respon yang sangat tidak baik yaitu
penolakan yang terjadi saat sidang agenda era reformasi.
Namun mahasiswa tidak tinggal diam pada saat itu, mahasiswa menggelar
aksinya secara besar-besaran dari demo, pembakaran pada gedung-gedung,
penjarahan barang-barang di pusat pertokoan. Sebagai mahasiswa pada saat
itu hanya ingin menyampaikan aspirasi semua suara rakyat yang menderita
karena ulah para pejabat. Dan balasannya yaitu yang paling terkejut adalah
terjadi aksi saling dorong mendorong, kejar mengejar, aksi tembakan water
kenen dari pihak kepolisian beserta jajarannya. Yang telah melukai para unjuk
hanya sebagai peninjau dan pelengkap saja. Anggaran yang dikucurkan kepada DPD
ditengarai banyak diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Hal yang aneh mengenai
kedudukan eksekutif dan legislatif di era Reformasi adalah sistem pemerintahan Indonesia
yang sangat dinamis. Sebuah sistem presidensial yang memiliki cita rasa parlementer. Hal ini
karena pada beberapa kasus, parlemen atau DPR seringkali menempatkan dirinya seakanakan dapat menghakimi dan mencabut mandat presiden dengan mosi tidak percayanya. Hal
yang sama sekali tidak masuk akal di dalam sistem presidensial. Kewenangan yang
melampaui batas inilah seringkali membuat hubungan pemerintah dengan parlemen tidak
harmonis.
DPR sebagai lembaga legislatif adalah badan atau lembaga yang berwenang
untuk membuat Undang-Undang dan sebagai kontrol terhadap pemerintahan
atau eksekutif, sedangkan Eksekutif atau Presiden adalah lembaga yang
berwenang untuk menjalankan roda pemerintahan. Dari fungsinya tersebut
maka antara pihak legislatif dan eksekutif dituntut untuk melakukan kerjasama,
apalagi di Indonesia memegang prinsip Pembagian Kekuasaan. Dalam hal ini,
maka tidak boleh ada suatu kekuatan yang mendominasi.
Dalam setiap hubungan kerjasama pasti akan selalu terjadi gesekan-gesekan,
begitu juga dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif. Legislatif yang
merupakan wakil dari partai tentunya dalam menjalankan tugasnya tidak jauh
dari kepentingan partai. Begitu juga dengan eksekutif yang meskipun dipilih
langsung oleh rakyat tetapi secara historis presiden memiliki hubungan dengan
partai, presiden sedikit banyak juga pasti mementingkan kepentingan partainya.
Akibatnya konflik yang terjadi dari hubungan eksekutif dan legislatif adalah
konflik kepentingan antar partai yang ada.
Hubungan eksekutif dan legislatif pada masa sebelum amandemen UndangUndang Dasar 1945 atau dengan kata lain pada masa Orde Baru, adalah sangat
baik. Bisa dikatakan demikian karena hampir tidak ada konflik antara Eksekutif
dan Legislatif pada masa itu. Soeharto sebagai pemegang tampuk kekuasaan
pada masa itu menggunakan topangan superioritas lembaga eksekutif terhadap
DPR dan peran dwifungsi ABRI menghasilkan kehidupan politis yang stabil. DPR
yang tentunya sebagian besar dari Fraksi Golongan Karya, selalu manut dengan
apa yang ditentukan oleh Soeharto. Hal ini sangat berbeda dengan masa setelah
Orba, yaitu pada masa reformasi. Legislatif tidak mau lagi hanya berdiam diri,
menuruti segala apa yang dikatakan presiden. Bahkan cenderung kekuatan
legislatif kini semakin kuat. Hal ini bisa dilihat ketika DPR menjatuhkan
impeachment terhadap Gus Dur.
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 mengenai pemilihan eksekutif dalam
hal ini presiden dan wakil presiden dan pemilihan legislatif dalam hal ini anggota
DPR yang telah mengubah pola atau sistem yaitu dengan pemilihan langsung
oleh rakyat. Perubahan sistem pemilihan ini ternyata juga berpengaruh terhadap
relasi atau hubungan antara Presiden dengan anggota DPR itu sendiri. Pengaruh
yang dimaksud disini adalah tentang relasi antara Presiden dan anggota DPR
yang tidak kunjung membaik. Dengan pemilihan dari rakyat langsung, membuat
Presiden dan anggota DPR merasa mempunyai legitimasi ataupun mempunyai
hak bahwa dirinya adalah wakil dari rakyat langsung dan merasa punya
dukungan penuh dari rakyat. Perasaan yang seperti ini, maka bisa jadi
Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi
yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara) atau dengan kata lain sistem
politik juga berarti mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam
hubungan satu sama lain yang menunjukan suatu proses yang langsung memandang dimensi
waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang).
Seperti yang kita ketahui sendiri bahwa Indonesia telah banyak menganut sistem
politik misalnya : sistem politik pada masa pemerintahan orde lama, orde baru dan pada masa
era reformasi. Saat ini kita akan membahas tentang sistem politik pada masa era reformasi.
Sistem Politik Pada Era Reformasi
Sistem politik pada era reformasi biasa diuraikan sebagai berikut :
Penyaluran tuntutan tinggi dan terpenuhi
Stabilitas instabil
Era Reformasi atau Era Pasca Soeharto di Indonesia disebabkan karena tumbangnya
orde baru sehingga membuka peluang terjadinya reformasi politik di Indonesia pada
pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998
karena adanya wacana suksesi yang sengaja dibuat oleh Amien Rais untuk menjatuhkan
rezim Soeharto dimana didalamnya terdapat tuntutan untuk melakukan reformasi dan juga
desakan dari parlemen beserta mendurnya beberapa menteri dari kabinet saat itu. sehingga
bangsa Indonesia bersepakat untuk sekali lagi melakukan demokratisasi, yakni proses
pendemokrasian sistem politik Indonesia dimana kebebasan rakyat terbentuk, kedaulatan
rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh
lembaga wakil rakyat (DPR).
Setelah Soeharto mundur maka BJ. Habibie kemudian dilantik sebagai presiden
menggantikan presiden Soeharto dan segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu hal yang
dilakukan oleh Habiebie saat itu adalah mepersiapkan pemilu dan melakukan beberapa
langkah penting dalam demokratisasi, seperti : mengesahkan UU partai politik, UU susunan
dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Dan hal yang dilakukan oleh Presiden Habibie yang
lain adalah pengahapusan dwifungsi ABRI sehingga fungsi sosial-politik ABRI dihilangkan.
Demokrasi di masa pemerintahan BJ. Habibie amat sangat terbuka luas, namun
demokrasi yang ditawarkan oleh presiden Habibie ini membuat masyarakat Indonesia bebas
untuk melakukan apapun dalam halnya berbicara, bertindak dan melakukan kreativitas yang
menunjang untuk dirinya sendiri, masyarakat serta bangsa dan negara. Sehingga masyarakat
Timor Leste seakan mendapatkan kebebasan untuk memerdekakan tanah mereka yang selama
ini hanya dimanfaatkan oleh Soeharto dalam masa orde baru. Hal ini dikarenakan pada masa
orde baru tidak melakukan pembangunan apapun di tanah Timor Leste setelah hasil kekayaan
mereka dimanfaatkan oleh pusat sehingga memunculkan rasa ketidakadilan masyarakat
Timor Leste.
Penyebab ini yang akhirnya mengakibatkan rakyat Timor Leste menginginkan untuk
lepas dari NKRI. B.J Habibie selaku kepala negara saat itu mengadakan jajak pendapat untuk
kebaikan kedua belah pihak. Timor Leste akhirnya lepas dari pangkuan ibu pertiwi. dan
Seharusnya Pemeritah melakukan terlebih dahulu Pembangunan nilai demokrasi yang diawali
dari pemerintahan saat itu guna menjaga dan mensosialisasikan nilai demokrasi sebenarnya
dan menggunakannya dengan benar.
Setelah masa Pemerintahan dari Bj.Habibie maka masuklah pasangan Terpilih duet
Abdurrahman Wahid-Megawati secara legalitas formal telah lahir periode baru dalam sejarah
perjalanan bangsa Indonesia. Era Orde Baru telah dinyatakan berakhir dan digantikan Orde
Reformasi. Hadirnya Orde Reformasi seperti halnya awal-awal kebangkitan Orde Lama dan
Orde Baru rakyat menaruh harapan besar bahwa Orde Reformasi dapat mewujudkan
masyarakat
adil
dan
makmur.
Pasangan Gus Dur-Megawati sebenarnya dinilai ideal dilihat dari aspek wawasan. Gus Dur
adalah seorang santri tradisional yang memiliki wawasan kebangsaan yang tidak diragukan,
sementara Megawati adalah seorang nasionalis yang juga memiliki wawasan Islam modern.
Duet Gus Dur-Megawati lalu membentuk Kabinet Persatuan Nasional yang dilantik tanggal
28 Oktober 1999. Terlepas dari adanya kekecewaan karena dihapuskannya Departemen
Penerangan dan Departemen Sosial, cabinet ini mendapat dukungan dari berbagai kalangan.
Dalam menjalankan pemerintahan, Abdurrahman Wahid mangalami banyak persoalan pada
masa Orde Baru. Persoalan yang sangat menonjol adalah masalah korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN), pemulihan ekonomi, masalah BPPN, kinerja BUMN, pengendalian inflasi,
mempertahankan kurs rupiah, masalah jarinagn pengaman social (JPS), munculnya masalah
disintegrasikan, konflik etnis dasar umat beragama, penegakan hokum dan penegakan hak
asasi manusia (HAM).
Belum genap 100 hari berkuasa dan belum tuntasnya penyelesaian persoalanpersoalan peninggalan Orde Baru, pemerintahan Gus Dur dihadapan pada persoalanpersoalan kebijakannya yang dinilai banyak kalangan sangat controversial. Kebijakannya
antara lain:
1. Pencopotan Kapolri Jendral Pol. Roesmanhadi yang dianggap sebagai orangnya Habibie.
2. Pencopotan Kapuspen Hankam Mayjen TNI Sudrajat yang dilatari oleh pernyataannya
bahwa Presiden bukan Pangganti TNI. Penggantinya adalah Marsekal Muda TNI Graito.
Penggantian ini cukup mengagetkan karena diambilkan dari TNI AU, yang selama 32 tahun
terakhir tidak pernah mndapatkan jabatan strategis di jajaran TNI.
3. Pencopotan Wiranto sebagai Menko Polkan dilatarbelakangi oleh hubungan yang tidak
harmonis antara Wiranto dan Gus Dur arena Gus Dur mengijinkan dibentuknya Komisi
Penyelidik Penyelanggara (KPP) HAM di Timor Timur
4. Mengeluarkan pengumuman tantang adanya menteri-menteri Kabinet Persatuan Nasional
yang terlibat KKN. Pengumuman ini sangat mempengaruhi kinerja kabinet. Tampak beberapa
menteri merasa sulit melakukan koordinasi di antaranya Laksamana SDukardi dan Kwik
Kian Gie. Mereka kesulitan melakukan koordinasi dengan Memperindag Jusuf Kalla yang
menghadapi tudingan KKN.
5. Gus Dur menyetujui nama Papua sebagai ganti Irian Jaya pada akhir Desember 1999. Gus
Dur bahkan menyetujui pula pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai bendera Papua. Atas
kebijakan yang menguntukan ini, Dewan Presidium Papua yang diketuai oleh Theys Hiyo
Eluay menyelenggarakan Kongres Rakyat Papua (Mei-Juni 2000)dan menetapakn tanggal 1
Desember (hari berakhirnya pendudukan Belanda 1962) menjadi hari kemerdekaan Papua
Barat.
Selain penilaian bahwa kebijakan Gus Dur Kontroversial, berkembang pula pendapat
bahwa kebijakan Gus Dur dianggap berjalan sendiri tanpa mau menaati aturan
ketatanegaraan, termasuk di dalamnya urusan protokoler. Segala persoalan diselesaikan Gus
Dur berdasarkan bisikan kerabat dekatnya, bukan menurut aturan konstitusi negara. Dalam
suasana sikap pro dan kontra masyarakat atas kepemimpinan Gus Dur, muncul kasus
Bruneigate. Meskipun tidak terbukti melalui pengadilan, skandal Bruneigate mengakibatkan
kredibilitas rakyat terhadap Gus Dur semakin turun drastis. Ketua MPR, Amien Rais yang
dulu sangat bersemangat mendukung Gus Dur berbalik arah. Skandal Bruneigate dan
pengangkatan wakil Kapolri, Kamjen (Pol) Chaeruddin menjadi pemangku sementara jabatan
kepala Polri tanpa persetujuan DPR RI telah memicu konflik antara pihak eksekutif dan
legislatif. Puncak kekecewaan DPR terbukti dengan dikeluarkannya Memorandum I buat
Presiden Gus Dur pada tanggal 1 Februari 2001 yang disusul Memorandum II pada tanggal
30 April 2001. Presiden Gus Dur memang terkenal dengan sikapnya yang controversial,
bukan dating memberi laporan pertanggungjawaban , melainkan pada pukul 01.05 WIB
mengeluarkan Maklumat Presiden yang isinya antara lain membekukan lembaga MPR dan
DPR.
Pada saat yang sama MPR melalui ketua Amien Rais secara tegas menolak dekrit
yang dibuat Presiden Gus Dur. Langkah yang diambil Gus Dur menjadikan dirinya semakin
tidak popular dan mempercepat proses kejatuhannya dari kursi kepresidenan. Apalagi
ternyata dekrit tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI dan Polri.
Puncak jatuhnya Gus Dur dari kursi kepresidenan terjadi ketika MPR atas usulan DPR
mempercepat Sidang Istimewa MPR. MPR menilai Presiden Gus Dur telah melanggar Tap
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1998-sekarang)
http://estuputri.wordpress.com/2010/05/26/pengertian-sistem-politik/
Budiardjo Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Rahman A. H.I. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta ; Graha Ilmu
Diposkan oleh Putri Eka Sari di 09.26