Krisis moneter adalah keadaan keuangan suatu negara dalam kurun waktu tertentu yang ditandai
dengan merosotnya nilai tukar uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya. Sebagian
besar negara-negara di dunia pernah mengalami krisis ekonomi, bahkan AS juga pernah
mengalaminya. Krisis moneter yang melanda Thailand pada awal Juli 1997, merupakan
permulaan peristiwa yang mengguncang nilai tukar mata uang negara-negara di Asia, seperti
Malaysia, Filipina, Korea dan Indonesia.
Sejak berdirirnya orde baru tahun 1966-1998, terjadi krisis rupiah pada pertengahan tahun 1997
yang berkembang menjadi suatu krisis ekonomi yang besar. Krisis pada tahun ini jauh lebih
parah dan kompleks dibandingkan dengan krisis-krisis sebelumnya yang pernah dialami oleh
Indonesia. Rupiah yang berada pada posisi nilai tukar Rp.2.500/US$ terus mengalami
kemerosotan.
Presiden Soeharto meminta bantuan dari International Monetary Fund (IMF) pada Oktober 1997
dengan syarat pemerintah Indonesia menghentikan subsidi dan penutupan 16 bank swasta.
Namun usaha ini tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi. Upaya pemerintah untuk
menguatkan nilai tukar rupiah, melalui Bank Indonesia dengan melakukan intervensi pasar tidak
mampu membendung nilai tukar rupiah yang terus merosot.
Nilai tukar rupiah yang berada di posisi Rp.4000/US$ pada Oktober terus melemah menjadi
sekitar Rp.17.000/ US$ pada bulan Januari 1998. Kondisi ini berdampak pada jatuhnya bursa
saham Jakarta, bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang menyebabkan
terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
Kondisi ini membuat Presiden Soeharto menerima proposal reformasi IMF pada tanggal 15
Januari 1998 dengan ditandatanganinya Letter of Intent (Nota Kesepakatan) antara Presiden
Soeharto dan Direktur Pelaksana IMF Michele Camdesius. Namun, kemudian Presiden Soeharto
menyatakan bahwa paket IMF yang ditandatanganinya membawa Indonesia pada sistem
ekonomi liberal.
Sidang Umum MPR yang dilaksanakan pada Maret 1998 memilih kembali Soeharto sebagai
presiden dengan B.J. Habibie sebagai wakil presiden. Setelah terpilihnya kembali Soeharto
kekuatan-kekuatan oposisi yang sejak lama dibatasi mulai muncul ke permukaan.Gerakan
mahasiswa yang mulai mengkristal di kampus-kampus, seperti ITB, UI dan lain-lain semakin
meningkat intensitasnya sejak terpilihnya Soeharto.
Garis besar tuntutan mahasiswa dalam aksi-aksinya di kampus di berbagai kota, yaitu tuntutan
penurunan harga sembako (sembilan bahan pokok), penghapusan monopoli, kolusi, korupsi dan
nepotisme (KKN) serta suksesi kepemimpinan nasional. Di tengah maraknya aksi protes
mahasiswa dan komponen masyarakat lainnya, pada tanggal 4 Mei 1998 pemerintah
mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM dan tarif dasar listrik.
Pada tanggal 12 Mei 1998 empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta tewas tertembak peluru
aparat keamanan saat demonstrasi menuntut Soeharto mundur. Mereka adalah Elang Mulya,
Hery Hertanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan. Penembakan aparat di Universitas
Trisakti itu menyulut demonstrasi yang lebih besar. Pada tanggal 13 Mei 1998 terjadi kerusuhan,
pembakaran, dan penjarahan di Jakarta dan Solo.
Mulai tanggal 14 Mei 1998 demonstrasi mahasiswa semakin meluas. Bahkan, para
demonstran mulai menduduki gedung-gedung pemerintah di pusat dan daerah. Ratusan ribu
mahasiswa menduduki gedung rakyat. Bahkan, mereka menduduki atap gedung tersebut.
Akhirnya, tanggal 18 Mei 1998 Ketua MPR/DPR Harmoko meminta Soeharto turun dari
jabatannya sebagai presiden. Akhirnya, pada pukul 09.00 WIB Presiden Soeharto membacakan
pernyataan pengunduran dirinya.
Krisis Politik
Krisis politik yang terjadi pada tahun 1998 merupakan puncak dari berbagai kebijakan
politik pemerintahan Orde Baru. Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde
Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan demokrasi Pancasila. Namun yang
sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Presiden Suharto dan kroni-
kroninya. Artinya, demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang
semestinya, melainkan demokrasi rekayasa. Dengan demikian, yang terjadi bukan demokrasi
yang berarti dari, oleh, dan untuk rakyat, melainkan demokrasi yang berarti dari, oleh, dan untuk
penguasa. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang
kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikir kritis. Ciri-ciri
kehidupan politik yang represif, di antaranya:
1. Setiap orang atau kelompok yang mengkritik kebijakan pemerintah dituduh sebagai tindakan
subversif (menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia).
2. Pelaksanaan Lima Paket UU Politik yang melahirkan demokrasi semu atau demokrasi
rekayasa.
3. Terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela dan masyarakat tidak
memiliki kebebasan untuk mengontrolnya.
4. Pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI yang memasung kebebasan setiap warga negara (sipil) untuk
ikut berpartisipasi dalam pemerintahan.
5. Terciptanya masa kekuasaan presiden yang tak terbatas. Meskipun Suharto dipilih menjadi
presiden melalui Sidang Umum MPR, tetapipemilihan itu merupakan hasil rekayasa dan tidak
demokratis.
B. Krisis Hukum
Rekayasa-rekayasa yang dibangun pemerintahan Orde Baru tidak terbatas pada bidang
politik. Dalam bidang hukumpun, pemerintah melakukan intervensi. Artinya, kekuasaan
peradilan harus dilaksanakan untuk melayani kepentingan para penguasa dan bukan untuk
melayani masyarakat dengan penuh keadilan. Bahkan, hukum sering dijadikan alat pembenaran
para penguasa. Kenyataan itu bertentangan dengan ketentuan pasa 24 UUD 1945 yanf
menyatakan bahwa‘kehakiman memiliki kekuasaan yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan
pemerintah(eksekutif).
C.Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara sejak Juli 1996
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ternyata, ekonomi Indonesia tidak
mampu menghadapi krisis global yang melanda dunia. Krisis ekonomi Indonesia diawali dengan
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Pada tanggal 1 Agustus 1997,
nilai tukar rupiah turun dari Rp 2,575.00 menjadi Rp 2,603.00 per dollar Amerika Serikat. Pada
bulan Desember 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat turun menjadi Rp
5,000.00 per dollar. Bahkan, pada bulan Maret 1998, nilai tukar rupiah terus melemah dan
mencapai titik terendah, yaitu Rp 16,000.00 per dollar Krisis ekonomi yang melanda Indonesia
tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti: 1)Hutang luar negeri Indonesia yang sangat
besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya
hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis
ekonomi.
D. Krisis Sosial
Krisis politik, hukum, dan ekonomi merupakan penyebab terjadinya krisis sosial.
Pelaksanaan politik yang represif dan tidak demokratis menyebabkan terjadinya konflik politik
maupun konflik antar etnis dan agama. Semua itu berakhir pada meletusnya berbagai kerusuhan
di beberapa daerah. Ketimpangan perekonomian Indonesia memberikan sumbangan terbesar
terhadap krisis sosial. Pengangguran, persediaan sembako yang terbatas, tingginya harga-harga
sembako, rendahnya daya beli masyarakat merupakan faktor-faktor yang rentan terhadap krisis
sosial.
E. Krisis Kepercayaan
Krisis multidimensional yang melanda bangsa Indonesia telah mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Suharto. Ketidakmampuan pemerintah dalam
membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan hukum dan sistem
peradilan, dan pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak telah
melahirkan krisis kepercayaan. Kronologi Peristiwa Reformasi Secara garis besar, kronologi
gerakan reformasi dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih Suharto dan B.J. Habibie sebagai Presiden dan
Wakil Presiden RI untuk masa jabatan 1998-2003. Presiden Suharto membentuk dan melantik
Kabinet Pembangunan VII.
2. Pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar
demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang-barang kebutuhan
(sembako), penghapusan KKN, dan mundurnya Suharto dari kursi kepresidenan.
3. Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah
terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang
Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga
tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa
tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelar
demonstrasi secara besar-besaran.
4. Pada tanggal 13-14 Mei 1998, di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan
penjarahan sehingga kegiatan masyarakat mengalami kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan
toko dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar.
5. Pada tanggal 19 Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan
sekitarnya menduduki DPR dan MPR Pada saat yang bersamaan, tidak kurang dari satu juta
manusia berkumpul di alunalun utara Keraton Yogyakarta untuk menghadiri pisowanan agung,
guna mendengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam VII.
6. Pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan
berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto mengundurkan diri.
7. Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-
tokoh masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan Reformasi
yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto.
8. Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 di Istana Negara, Presiden Suharto meletakkan
jabatannya sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung.
Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Suharto menyerahkan jabatannya kepada Wakil
Presiden B.J. Habibie sebagai Presiden RI. Pada waktu itu juga B.J. Habibie dilantik menjadi
Presiden RI oleh Ketua MA.
Beberapa sebab lahirnya gerakan reformasi adalah krisis moneter, ekonomi, politik,
hukum, sosial, budaya, dan kepercayaan terhadap pemerintahan Presiden Suharto. Nilai tukar
rupiah terus merosot. Para investor banyak yang menarik investasinya. Inflasi mencapai titik
tertinggi dan pertumbuhan ekonomi mencapai titik terendah selama pemerintahan Orde Baru.
Kehidupan politik hanya kepentingan para penguasa. Hukum dan lembaga peradilan tidak dapat
menjalankan fungsi dan perannya. Pengangguran dan kemiskinan terus meningkat. Nilai-nilai
budaya bangsa yang luhur tidak dapat dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen. Kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara telah sampai pada titik yang paling kritis. Oleh karena
itu, krisis kehidupan masyarakat Indonesia sering disebut sebagai krisis multidimensional.
Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah pemerintah
mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Agenda
reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
1. Adili Soeharto dan kroni-kroninya
2. Laksanakan Amandemen UUD1945
3. Penghapusan Dwi fungsi ABRI
4. Pelaksanaan Otonomi daerah seluas-luasnya
5. Tegakkan Supermasi Hukum
6. Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN
Setelah peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998,
seluruh lapisan masyarakat Indonesia berduka dan marah. Akibatnya, tragedi ini diikuti dengan
peristiwa anarkis di Ibu kota dan di beberapa kota lainnya pada tanggal 13— 14 Mei 1998, yang
menimbulkan banyak korban baik jiwa maupun material. Semua peristiwa tersebut makin
meyakinkan mahasiswa untuk menguatkan tuntutan pengunduran Soeharto dari kursi
kepresidenan. Pilihan aksi yang kemudian dipilih oleh kebanyakan kelompok massa mahasiswa
untuk mendorong turunnya Soeharto mengerucut pada aksi pendudukan gedung DPR/MPR.
Pendudukan Gedung DPR/MPR RI adalah peristiwa monumental dalam proses pelengseran
Soeharto dari tampuk kekuasaan Presiden dan tuntutan reformasi. Dalam peristiwa ini, ribuan
mahasiswa dari berbagai kampus bergabung menduduki gedung DPR/MPR untuk mendesak
Soeharto.
Hanya untuk mengingatkan kembali, tuntutan sejati dari reformasi itu sendiri. Berikut adalah
6 tuntutan reformasi yang didorong oleh berbagai elemen bangsa, termasuk mahasiswa dan
pemuda. Tuntutan tersebut antara lain sebagai berikut :
Itulah yang harus kita ingat, agenda reformasi yang harus kita kawal sampai terwujud
dengan senyata - nyatanya. Jangan sampai tetesan keringat, darah dan air mata dari para
pahlawan reformasi terbuang sia - sia. Agenda reformasi harus tetap menjadi pedoman selama
orde reformasi ini berdiri, hingga saatnya tiba jika diperlukan kembali lahirnya
"Orde Pengganti". Salam reformasi !