Anda di halaman 1dari 7

RMS muncul atas adanya krisis politik di Ambon.

Bermula ketika
Urbanus Pupella yang merupakan seorang pimpinan PIM
mengeluarkan pernyataan tidak ingin masuk dalam federasi, tetapi
ingin bergabung dengan Republik Indonesia. Karena hal tersebutlah,
Soumokil yang anti-RI melakukan provokasi kepada pasukan-pasukan
baret merah dan hijau asal Ambon, yang dibiarkan oleh Kolonel
Schotborgh (Komandan tentara Belanda di Makassar).

Pada 19 Februari 1950 terjadi perkelahian


antara anggota PIM yang pro-RI dengan anti-RI
(didukung oleh pasukan khusus asal Ambon
yang telah terprovokasi oleh Soumokil).
1. J.H Munhutu, Presiden RMS
2. Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri
3. D.J Gasper, menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri
4. J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan
5. G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan
6. Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan
7. J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran
Akhirnya pada tanggal 24 April 1964, Soumokil dijatuhi
8. D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan hukuman mati. Eksekusi dilaksanakan pada tanggal 12 April
9. Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan 1966 dan berlangsung di Pulau Obi yang berada di wilayah
10. F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan kepulauan Seribu di sebelah Utara Kota Jakarta.
11. T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS
12. D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS Sepeninggal Soumokil, sejak saat itu RMS
berdiri di pengasingan di Negeri Belanda.
Sementara itu, Dr. Soumokil masih bertahan di hutan-hutan Pengganti Soumokil adalah Johan Manusama
yang berada di pulau Seram sampai akhirnya ditangkap pada (presiden RMS tahun 1966-1992),
tanggal 2 Desember 1963. Pada Tahun 1964, Soumokil selanjutnya digantikan oleh Frans
dimajukan ke meja hijau. Tutuhatunewa (sampai tahun 2010) ,dan
kemudian digantikan oleh John Wattilete.
Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang berada di gedung
pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran.
1975 kelompok ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang kereta api
tersebut.
Pada tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan, diadakan acara
pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini, 23 orang ditangkap oleh aparat
kepolisian. Mereka tidak menerima penangkapan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan
hukum yang berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala
Kejaksaan Tinggi Maluku karena melakukan penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang
yang diduga sebagai provokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS tersebut.
Pada tahun 2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera ini,
sejumlah aktivis yang berada di bawah naungan RMS ditangkap dan akibat dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah
konflik antara sejumlah aktivis RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Mereka tidak segan-segan untuk meminta pengadilan negeri Den Haang untuk menuntut Presiden SBY dan menangkapnya
atas kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan terhadap 93 aktivis RMS.
 Peristiwa paling parah terjadi pada tahun 2007, dimana pada saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang
menghadiri hari Keluarga Nasional yang berlangsung di Ambon, Maluku. Ironisnya, pada saat penari Cakalele masuk ke
dalam lapangan, mereka tidak tanggung-tanggung untuk mengibarkan bendera RMS di hadapan presiden SBY.
Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk
mengatasi masalah ini dengan cara berdamai. Cara yang dilakukan
oleh pemerintah yaitu, dengan mengirim misi perdamaian yang
dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku, yakni Dr. Leimena.
Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil.

Selanjutnya misi perdamaian yang dikirim oleh pemerintah terdiri


atas para pendeta, politikus, dokter, wartawan pun tidak dapat
bertemu langsung dengan pengikut Soumokil.

Pemerintah melakukan operasi militer untuk membersihkan


gerakan RMS dengan mengerahkan pasukan Gerakan Operasi
Militer (GOM) III yang dipimpin oleh seorang kolonel bernama A.E
Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan
Teritorium Indonesia Timur.

Anda mungkin juga menyukai