Anda di halaman 1dari 9

PEMBERONTAKAN

PRRI / PERMESTA
Latar Belakang Pemberontakan
Penyebab
Adanya hubungan tidak harmonis antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, terutama di Sumatra dan Sulawesi mengenai
masalah otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pusat
dan daerah. Sikap tidak puas tersebut mendapat dukungan dari
sejumlah perwira militer (panglima angkatan bersenjata)

Para perwira militer tersebut membentuk dewan daerah sebagai


berikut :
1. Dewan Banteng, dibentuk tanggal 20 Desember 1956 di Sumatra
Barat oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein.
2. Dewan Gajah, dibentuk tanggal 22 Desember 1956 di Sumatra Utara
oleh Kolonel Maludin Simbolon.
3. Dewan Garuda, dibentuk pada pertengahan bulan Januari 1957 oleh
Letnan Kolonel Barlian.
4. Dewan Manguni, dibentuk pada tanggal 17 Pebruari 1957 di
Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual
Pada tanggal 9 Januari 1958, diadakan suatu pertemuan di Sungai Dareh,
Sumatera Barat. Pertemuan itu dihadiri tokoh-tokoh militer dan sipil.
Tokoh-tokoh militer yang hadir, antara lain: Letkol Achmad Husein, Letkol
Sumual, Kolonel Simbolon, Kolonel Dachlan Djambek, dan Kolonel Zulkifli
Lubis.
Tokoh-tokoh sipil yang hadir antara lain: M. Natsir, Sjarif Usman, Burhanuddin
Harahap, dan Sjafruddin Prawiranegara. Dalam pertemuan tersebut
dibicarakan masalah pembentukan pemerintah baru dan hal-hal yang
berhubungan dengan pemerintah baru itu.
Pada tanggal 10 Februari 1958 diadakan rapat raksasa di Padang. Letkol
Achmad Husein memberi ultimatum kepada pemerintah pusat yang isinya
sebagai berikut.

Dalam waktu 5 x 24 jam Kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada


Presiden atau Presiden mencabut mandat Kabinet Djuanda.
Meminta Presiden menugaskan Drs. Moh. Hatta dan Sultan
Hamengkubuwono IX untuk membentuk kabinet baru.
Meminta kepada Presiden supaya kembali kepada kedudukannya sebagai
Presiden konstitusional.

Ultimatum tersebut ditolak. Letkol Achmad Husein, Kolonel Zulkifli Lubis,


Kolonel Dachlan Djambek, dan Kolonel Simbolon dipecat.
Pada tanggal 15 Februari 1958, Achmad Husein
memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI). Proklamasi itu diikuti dengan
pembentukan kabinet.
Kabinet itu dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara
sebagai Perdana Menteri. Pusat PRRI berkedudukan di
Padang.
Dengan proklamasi itu, PRRI memisahkan diri dari
pemerintah pusat.

Kemudian gerakan ini mendapat sambutan dari wilayah


Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, dimana pada
tanggal 17 Februari 1958 kawasan tersebut menyatakan
mendukung PRRI.
TINDAKAN PEMERINTAH PADA PRRI
Agar semakin tidak membahayakan negara, pemerintah melancarkan
operasi militer untuk menumpas PRRI. Berikut ini operasi militer
tersebut.
1. Operasi 17 Agustus dipimpin Kolonel Ahmad Yani untuk wilayah
Sumatra Tengah. Selain untuk menghancurkan kaum sparatis, operasi
ini juga dimaksudkan untuk mencegah agar gerakan tidak meluas, serta
mencegah turut campurnya kekuatan asing.
2. Operasi Tegas dipimpin Letkol Kaharudin Nasution. Tugasnya
mengamankan Riau, dengan pertimbangan mengamankan instalasi
minyak asing di daerah tersebut dan mencegah campur tangan asing
dengan dalih menyelamatkan negara dan miliknya.
3. Operasi Saptamarga untuk mengamankan daerah Sumatra Utara
yang dipimpin Brigjen Djatikusumo.
4. Operasi Sadar dipimpin Letkol Dr. Ibnu Sutowo untuk mengamankan
daerah Sumatra Selatan.
TINDAKAN PEMERINTAH PADA PERMESTA
Sementara itu, setelah dibentuk Dewan Manguni, para tokoh militer
Sulawesi memproklamasikan Piagam Perjuangan Rakyat Semesta
(Permesta). Proklamasi di Sulawesi dipelopori oleh Letnan Kolonel
Ventje Sumual, Panglima Wirabhuana. Permesata kemudian
bergabung dengan PRRI.

Untuk menumpas pemberontakan ini, pemerintah melakukan operasi


militer gabungan yang bernama Operasi Merdeka dipimpin oleh
Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Operasi menumpas Permesta
ini sangat kuat karena musuh memiliki persenjataan modern buatan
Amerika Serikat terbukti dengan ditembaknya Pesawat Angkatan
Udara Revolusioner (AUREV) yang dikemudikan oleh seorang warga
negara Amerika Serikat.

Pesawat itu ditembak pada tanggal 18 Mei 1958 di atas kota Ambon.
Pada bulan Agustus 1958, pemberontakan Permesta baru dapat
ditumpas. Kemudian pada tahun 1961, pemerintah membuka
kesempatan kepada sisa-sisa pendukung Permesta untuk kembali ke
Republik Indonesia.
ISI UPACARA PERDAMAIAN
1. Setelah membatja seruan Menteri Keamanan Nasution/KSAD tertanggal
3 Maret 1961;
2. Mengingat keputusan terachir dari putjuk pimpinan Angkatan Perang
Revolusioner;
3. Menimbang, bahwa persengketaan antara kita dengan kita jang telah
berlangsung selama 3 tahun ini, telah meminta pengorbanan jang tidak
terhingga dari rakjat Indonesia pada umumnja dan rakjat Sulawesi Utara dan
Tengah pada chususnja sehingga kami telah sampai pada kesimpulan bahwa
keadaan sematjam ini tidak dapat dibiarkan terus;
4. Demi untuk keselamatan dan kesentosaan bangsa Indonesia, rakjat dan
daerah Sulawesi Utara/Tengah chususnja, persengketaan tersebut perlu
segera dihentikan. Maka oleh karenanja dengan ini menjatakan bahwa mulai
tanggal 4 April 1961, kami dengan seluruh pasukan dan rakjat Permesta jang
berada dalam lingkungan pimpinan kami telah kembali ke pangkuan Ibu
Pertiwi;
5. Segala persoalan jang timbul sebagai akibat daripada penghentian
persengketaan ini, akan diatur oleh jang diwajibkan untuk itu oleh
pemerintah RI;
6. Semoga Tuhan Jang Maha Esa melimpahkan rahmat, hidajat serta
taufikNja atas kita sekalian

Anda mungkin juga menyukai