Dalam keadaan yang demikian itu bekas Divisi Banteng mengadakan reuni di Padang pada tanggal 20
- 24 Nopernber 1956. Hasil reuni tersebut terbentuklah Dewan Banteng yang diketuai oleh Letkol
Ahmad Husein. Dengan terbentuknya Dewan Banteng yang bertendensi politik, maka KSAD
melarang perwira-perwira AD melakukan kegiatan di bidang politik. Tetapi larangan itu bahkan
disambut oleh ketua Dewan Benteng dengan mengambil alih pemerintahan Sumatera Tengah dari
Gubernur Ruslan Muloharjo, dengan dalih tidak mampu melaksanakan pembangunan.
Kegiatan di Sumatera Tengah itu diikuti oleh Sumatera Timur yaitu Ketua Dewan Gajah mengambil
alih semua kekuasaan yang ada dalam wilayah TNI kemudian Sumatera Selatan terjadi kegiatan -
kegiatan yang sama. Setelah diadakan Konferensi Dinas Pemerintahan Sumatera Selatan lahirlah
Garuda. Kemudian Panglima TNI Letnan Kolonel Barlian mengambil alih pemerintahan Sumatera
Pusat, mengadakan musyawarah pembangunan nasional untuk memecahkan persoalan secara
terbuka. Namun usaha pernerintah tersebut tidak diterima, bahkan gerakan kedaerahan yang
bersifat sparatis terus berlangsung yang akhirnya menjurus menjadi pernberontakan.
Operasi gabungan yang dilaksanakan yaitu Operasi Tegas (Untuk Daerah Riau), Operasi 17 Agustus
(Untuk Sumatera Barat), Operasi Sapta Marga (untuk Sumatera Timur) dan Operasi Sadar (untuk
Sumatera Selatan). Operasi 17 Agustus yang dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani ditujukan kedaerah
Sumatera Barat dengan sasaran merebut pusat militer lawan di Padang dan pusat pernerintahan di
Bukit Tinggi. Dari Kodam VII/ Diponegoro mengiriinkan Yon - 438 dan Yon - 440. Dengan operasi
tersebut maka kota Padang dan Bukit Tinggi dapat dikuasai dan diduduki. Dengan jatuhnya Bukit
Tinggi selesailah operasi pernbersihan dan teritorial. Dengan demikian tokoh-tokoh PRRI melarikan
diri ke hutan-hutan dan pada pertengahan tahun 1961 mereka menyerah sesuai dengan anjuran
pemnerintah.
Kericuhan yang terjadi tidak hanya terbatas di daerah Sumatera saja, tetapi menjalar pula ke daerah
- daerah lain. Di Sulawesi Utara lahir Dewan Menghuni, kegiatan selanjutnya ialah panglima TNI/VII
Letkol Fanco Samuel mengadakan pertemuan dengan staf dan perwira - perwira. Perternuan
menghasilkan konsensi mengenai cara - cara untuk mengatasi ketegangan dalam kehidupan
kenegaraan, maka tanggung jawab wilayah dan pasukan harus berada dalam satu tangan yaitu
panglima TT. Kemudian diadakan rapat lagi pada tanggal 2 Maret 1957 di Kantor Gebenuran
Makasar (Ujungpandang) dihadiri oleh tokoh - tokoh sipil dan militer. Hasil dari perternuan adalah
Piagam perjuangan semesta ( Permesta ).
Sementara itu Letkol Dj. Somba Komandan KDMST menyatakan bahwa Sulawesi Utara memutuskan
hubungan dengan pemerintah pusat. Atas tindakan tersebut kemudian pernerintah memutuskan
untuk memecat dengan tidak hormat Letkol Vance Samuel, Letkol Dj. Somba dan Mayor D.
Punturambi serta perwira lainnya.
Pemberontakan Permesta ditindak tegas dan dihadapi dengan kekuatan militer oleh pemerintah
pusat serta alat negara dan rakyat setempat yang setia kepada Republik Indonesia. Dalam rangka
penumpasan pemberontakan Permesta di Sulawesi Utara tersebut kodam VII/Diponegoro
mengirimkan Batalyon Inf - 432 dalam Operasi Merdeka.
Sebelum operasi pokok dilaksanakan, maka di Sulawesi Tengah telah dilaksanakan operasi "Insyaf”
yang dikoordinasi oleh Komando antar Daerah Indonesia Timur (Komandat). Operasi tidak
mengetahui hambatan dan dapat merebut dan menduduki kota. Setelah masing-masing Komando
operasi berhasil menguasai daerah sasaran, maka dimulai gerakan ke sasaran pokok yaitu Manado,
untuk merebut Sulawesi Utara dan kota Manado. Manado telah dikepung dari segala penjuru.
Serangan mulai dilancarkan pada tanggal 16 Juni 1958 dan sepuluh hari kemudian kota Manado
dapat diduduki.
Pada bulan Agustus 1958 kekuatan pokok Permesta sudah lumpuh. Namun demikian gerakan
penumpasan terhadap sisa-sisa pasukan Permesta tetap berjedan dan operasi tersebut dilaksanakan
dengan operasi pembersihan dan teritorial. Dalam opeasi itu tokoh - tokoh Permesta tertangkap dan
sisa - sisa pasukannya menyerahkan diri sesuai dengan seruan pemerintah.
Menanggapi berbagai gerakan ini, KSAD segera mengeluarkan larangan bagi para perwira
untuk berpolitik dan memberikan ultimatum akan memecat siapa saja yang terlibat gerakan
politik. Karena merasa tidak diindahkan oleh pemerintah pusat, Gerakan ini semakin
mempertegas sikapnya dengan mengumumkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia dibawah pimpinan Perdana Menteri Syafrudin Prawiranegara { Siapakah dan
apakah jasa Syafrudin Prawiranegera dalam pemerintahan RI ? ]. Gerakan ini bertujuan bukan
untuk memisahkan diri dari RI tetapi gerakan yang bersifat menggantikan pemerintahan yang
sah.
4. Operasi Sadar [ mengamankan Sumatera Selatan ] dipimpin oleh Letkol Ibnu Sutowo.
Pada tanggal 29 Mei 1961, Ahmad Husein berserta pasukannya menyerahkan diri dan
pemberontakan PRRI pun berakhir.
Gerakan daerah yang berlatarbelakang perimbangan ekonomi pusat dan daerah akhirnya
meluas ke Sulawesi. Dewan Manguni yang dipimpin oleh Letkol Ventje Samuel mendukung
PRRI dan mengumumkan berdirinya Permesta pada tanggal 2 Maret 1957. Gerakan ini
menuntut dilaksanakannya Repelita dan pembagian pendapatan daerah secara adil ( daerah
surplus mendapat 70% dari hasil ekspor ).
b. Upaya Penumpasan
Upaya Diplomatis
Melihat realita yang terjadi, Pemerintah Pusat melakukan berbagai cara untuk
menyelesaikannya. Langkah pertama yang dilakukan oleh Kasad Nasution terhadap timbulnya
awal gejolak pada bulan Desember 1956 adalah dengan mengeluarkan surat perintah tanggal 2
januari 1957 untuk Kolonel Gatot Subroto, Kol. Ahmad Yani, Letkol. Sjoeib, Mayor Alwin Nurdin,
Ayor Sahala Hutabarat, dan Mayor Ali Hasan untuk menemui kolo. Simbolon dan para
komandan resimennya untuk mengusahakan agar tidak terjadi bentrok secara fisik. Namun
usaha ini tidak berhasil karena cenderung kontroversif dengan keadaan. Mayjen Nasution telah
melakukan pendekatan terselubung terhadap bawahan Simbolon sendiri, yaitu Letkol. Djamin
Ginting dan Letkol Wahab Makmur untuk mengambil kedudukan panglima.
Usaha Pemerintah Pusat untuk memenuhi tuntutan daerah yaitu dengan mengirim sejumlah
misi, seperti misi Kol. Dahlan Djambel, menteri pertanian Eny Karim, Dr.J Leimena/ Sanusi, Prof.
Zairin Zein/ Nazir Pamuntjak, dan Kol. Mokoginta Cs. Misi-misi tersebut ditujukan untuk
menyelesaikan masalah di Sumatera Tengah. Misi tersebut kemudian disusul dengan
pembentukan Panitia Tujuh dan penyelenggaraan Munas serta Musyawarah pembangunan.
Namun semua usaha diplomatis yang dilakukan Pemerintah Pusat tidak berhasil.
Tindakan dari RI terhadap PRRI dan Permesta secara bersenjata
Penolakan terhadap ultimatum PRRI oleh Pusat diikuti dengan pemboman terhadap Padang dan
daerah kantong pemberontakan lainnya. Kemudian pemberontakan terang-terangan terjadi di
Sumatera dan diikuti oleh Permesta di Sulawesi. Setelah melihat situasi tersebut, pemerintah
Pusat melakukan upaya lebih lanjut dengan operasi militer. Operasi tersebut antara lain :
1. Operasi yang dilaksanakan di Sumatera
a. Operasi tegas dilaksanakan pada 12 Maret 1958 di Sumatra Timur.
b. 16 April 1958, pengiriman pasukan dalam ”Operasi 17 Agustus” di bawah Kolonel Achmad
Yani, yang dibantu oleh seorang perwira Angkatan Darat AS, Benson. Tanggal 17 April, pasukan
Yani telah menguasai Padang sepenuhnya.
c. Operasi Sapta Marga dibawah Brigadir Jenderal Jatikusuma dengan sasaran Sumatera Timur
dan Sumatera Utara.
d. Operasi Sadar dibawah pimpinan Letkol. Ibnu Sutowo dengan daerah sasaran Sumatera
Selatan.
2. Pemecatan terhadap para pemimpin pemberontakan dari jajaran militer Indonesia, dan
dilaksanakan Operasi Marga pada bulan April untuk menumpas Permesta.
a. Operasi Sapta Marga I dibawah pimpinan Letkol. Soemarsono dengan sasaran Sulawesi
Tengah
b. Operasi Sapta Marga II dibawah pimpinan Letkol. Agus Pramono dengan sasaran Sulawesi
Utara bagian Selatan
c. Operasi Sapta Marga III dibawah pimpinan Letkol. Magenda dengan sasaran sebelah Utara
Menado.
d. Operasi Sapta Marga IV dibawah pimpinan Letkol. Rukminto Hendraningrat dengan sasaran
Sulawesi Utara
e. Operasi Sapta Marga V dibawah pimpinan Pieters dengan sasaran Jailolo.
f. Operasi Sapta Marga VI dibawah pimpinan Letkol. KKO. H.H W. Huhnhloz dengan sasaran
Murotai
Pada bulan Agustus 1958 kekuatan pokok Permesta sudah lumpuh. Namun demikian gerakan
penumpasan terhadap sisa-sisa pasukan Permesta tetap berjedan dan operasi tersebut
dilaksanakan dengan operasi pembersihan dan teritorial. Dalam opeasi itu tokoh - tokoh
Permesta tertangkap dan sisa - sisa pasukannya menyerahkan diri sesuai dengan seruan
pemerintah. Pada tanggal 29 Mei 1961, Ahmad Husein berserta pasukannya menyerahkan diri
dan pemberontakan PRRI pun berakhir . Pemberontakan di Sumatra dapat dengan mudah
ditumpas oleh pemerintah. Mereka tidak melakukan perlawanan yang berarti. Pasukan banyak
yang melarikan diri, bersebunyi dan menyerah. Para tentara kebanyakan dari para pelajar dan
mahasiswa yang belum berpengalaman dalam perang. Tawaran Soekarno dan Nasution tentang
pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi diterima oleh mereka .
Perubahan kebijakan oleh Pemerintah Pusat terhadap daerah. Dekrit presiden 5 juli 1959 yang
menetapkan kembalinya pemerintahan sesuai dengan UUD 1945. Dengan berhasil
ditumpasnya PRRI/Permesta maka PKI justru berkembang sebagai kekuatan yang semakin
kuat di tubuh TNI AD dan semakin berpengaruh terhadap Soekarno dalam kaitannya dengan
perpolitikan Indonesia yaitu diakuinya Nasakom [nasionalisme, sosialisme, dan agama].
KESIMPULAN
Terjadinya suatu peristiwa tidak lepas dari hal-hal yang telah terjadi sebelumnya, seperti yang
telah diketahui bahwa dalam disiplin ilmu sejarah berlaku hukum kausalitas atau sebab-akibat.
Peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi juga tidak lepas dari berbagai factor
yang menyebabkannya. Factor politis dan ekonomis sangat berperan sebagai penyebab dari
pemberontakan ini. Posisi militer sebagai opsan pemerintah berusaha mengambil alih
kekuasaan sipil setelah melihat berbagai kekurangan dalam berbagai kebijakannya. Kondisi
yang dianggap ”sentralistik” oleh daerah menyebabkan hubungan antara pusat dan daerah
menjadi kurang harmonis. Hal tersebut dikarenakan perbedaan pendapat antara daerah
dengan pusat. Daerah menganggap bahwa kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan daerah.
Sedangkan pemerintah pusat menganggap bahwa daerah kurang mampu dalam
melaksanakan tugasnya. Gerakan PRRI/Permesta merupakan gejolak daerah yang berusaha
melakukan koreksi terhadap kondisi bangsa yang morat-marit. Gerakan tersebut membawa
dampak positif maupun negatif bagi bangsa Indonesia. Kerugian materi maupun psikologis
diderita masyarakat, tetapi disisi lain gerakan tersebut menyadarkan para pemimpin bangsa
akan pentingnya otonomi daerah serta keharusan untuk menghayati hakekat Binneka Tunggal
Ika.