Anda di halaman 1dari 4

 Sejarah PRRI /PERMESTA

PRRI/Permesta kerap disebut sebagai pemberontakan dalam sejarah usai pengakuan kedaulatan dari
Belanda kepada Indonesia. Gerakan ini dibentuk pada tanggal 2 Maret 1957 yang mulanya terjadi di
Makassar, namun kemudian berpindah ke Manado, Sulawesi Utara.. Gerakan ini dipimpin oleh Kolonel
Ventje Sumual, seorang perwira militer yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia. PRRI singkatan
dari Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, sedangkan Permesta berarti Perjuangan Rakyat
Semesta. Berdasarkan catatan Abdurakhman dan kawan-kawan dalam buku Sejarah Indonesia (2015),
latar belakang pemberontakan PRRI/Permesta adalah rasa ketidakpuasan dari angkatan militer di daerah
terhadap pusat, terutama muncul dari Sumatera dan Sulawesi. Situasi kian pelik karena beberapa tokoh
militer di daerah-daerah tersebut mulai menunjukkan ketidakpatuhan kepada pimpinan pusat. Bahkan,
urusan ini semakin serius ketika tuntutan-tuntutan otonomi daerah mulai diajukan. Pemerintah pusat
dianggap tidak adil kepada warga sipil dan militer soal pemerataan dana pembangunan. Hal tersebut
menyebabkan terbentuknya beberapa dewan perjuangan daerah pada kurun waktu Desember 1956 hingga
Februari 1957. Dikutip dari Prajurit-Prajurit di Kiri Jalan (2011) yang ditulis Petrik Matanasi, PRRI
dibentuk di Padang, Sumatera Barat, tanggal 15 Februari 1958. Sedangkan Permesta berdiri pada 2 Maret
1957 di Makassar, Sulawesi Selatan. Namun, tak lama kemudia, pusat Permesta dipindahkan ke Manado,
Sulawesi Utara.

 Latar belakang
Pascakemerdekaan, kondisi pemerintahan belum stabil. Kesejahteraan dan pembangunan di awal
kemerdekaan masih sangat sulit. Kesenjangan pembangunan di Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya
memicu sentimen bahwa daerah "dianaktirikan". Sentimen ini kemudian melahirkan upaya-upaya revolusi
di daerah. Pada Agustus dan September 1956 beberapa tokoh dari Sumatera Tengah mengadakan rapat dan
pertemuan di Jakarta. Pertemuan itu dilanjutkan dengan reuni 612 perwira aktif dan pensiunan Divisi
Banteng pada 20-25 November 1956 di Padang. Divisi IX Banteng adalah komando militer Angkatan
Perang Republik Indonesia (APRI) yang dibentuk pada masa perang kemerdekaan (1945-1950) dengan
wilayah Sumatera Tengah (Sumatra Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau). Dalam reuni itu muncul
aspirasi otonomi untuk memajukan daerah. Disetujui pula pembetukan Dewan Banteng yang dipimpin oleh
Letkol Ahmad Husein, komandan Resimen IV dan tetorium I yang berkedudukan di Padang.  Pada tanggal
20 Desember 1956, Letkol Ahmad Husein merebut kekuasaan Pemerintah Daerah dari Gubernur Ruslan
Muljohardjo. Dalihnya gubernur yang ditunjuk pemerintah tidak berhasil menjalankan pembangunan
daerah. Letkol Ahmad Husein mengklaim Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
terbentuk sejak 15 Februari 1958.

 Latar belakang politik


Pada 1950 sampai 1959 terdapat undang-undang yang berlaku, yaitu Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS). UUDS ini yang menentukan jalannya politik pada masa tersebut.UUDS mengubah sistem
pemerintahan di Indonesia, yang sebelumnya merupakan sistem presidensial, menjadi sistem parlementer.
Sistem ini membuat seorang presiden merangkap menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

 Latar belakang ekonomi


Masalah utama perekonomian pada pemberontakan PRRI ialah pembangunan yang tidak merata. Pada
1950-an, Indonesia mengalami keadaan ekonomi yang bisa dibilang kurang baik.Hal tersebut dikarenakan
adanya kesenjangan yang terjadi antara pembangunan di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa. Padahal
menurut angka ekspor Indonesia pada waktu itu, sebesar 71 persen dari angka ekspor Indonesia berasal dari
Sumatra, sedangkan Jawa hanya menyumbang sekitar 17 persen. Angka tersebut membuat warga Sumatra
merasa mereka dieksploitasi oleh pemerintah pusat. Karena kesejahteraannya tidak diperhatikan oleh
pemerintah pusat, meskipun daerah mereka menyumbang sebagian besar dari keseluruhan ekspor
Indonesia.
 Latar belakang militer
Pada masa itu, terjadi pengurangan divisi pada brigade angkatan darat di Sumatra. Masalah ini membuat
sebagian pejuang dan tokoh militer merasa kecewa dengan pemerintah pusat.

 Tuntutan 
PRRI mengajukan tiga tuntutan kepada pemerintah pusat, yaitu: Dibubarkannya Kabinet Djuanda 
Mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX membentuk pemerintahan sementara sampai
pemilihan umum berikutnya akan dilaksanakan Soekarno kembali pada posisi konstitusionalnya. Tuntutan
lain yang juga diajukan oleh PRRI yaitu terkait dengan masalah otonomi daerah dan perimbangan ekonomi
atau keuangan yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat dianggap tidak adil
kepada para warga sipil dan militer soal pemerataan dana pembangunan. Sehingga mereka menuntut agar
pemerintah bisa bertindak lebih adil, khususnya pada pemerataan dana pembangunan di daerah. 

 Deretan pemimpin pemberontakan PRRI.


Selain ketua dewan-dewan di Sumatra, adapun beberapa pelopor PRRI lainnya, seperti:

1. Sjafruddin Prawiranegara
2. Assaat Dt. Mudo
3. Soemitro Djojohadikoesoemo
4. Moh. Sjafei
5. J. F. Warouw
6. Saladin Sarumpaet
7. Muchtar Lintang
8. Saleh Lahade
9. Ayah Gani Usman
10. Dahlan Djambek

Awal mula pemberontakan dimulai ketika tokoh pemberontakan PRRI yang telah disebutkan di atas,
mengadakan pertemuan di Sumatra Barat. Pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh militer tersebut
dilaksanakan pada 9–13 Januari 1958. Adapun keputusan yang dihasilkan dari pertemuan tersebut, yaitu
akan dibuat sebuah pemerintahan tandingan bila tuntutan dari PRRI tidak dipenuhi. Mulai dari situ,
Kolonel Ahmad Husein yang memiliki kekuasaan di bidang militer, mulai melakukan penyelundupan
senjata ke Sumatra Tengah, di mana pada masa itu Sumatra Barat belum memiliki otonomi daerah sendiri.
Sayangnya, ultimatum yang ditujukan kepada Kabinet Djuanda dan Presiden Soekarno ditolak tegas oleh
Perdana Menteri Djuanda. Adanya penolakan dari Perdana Menteri Djuanda ini membuat Ahmad Husein
sebagai Ketua Dewan Perjuangan melakukan tindakan selanjutnya, yaitu membentuk pemerintahan
tandingan yang bernama Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia.
Terjadilah pemberontakan PRRI pada 15 Februari 1958. Lokasi pemberontakan PRRI terletak di
Bukittinggi, Sumatra Tengah, dengan membentuk Kabinet PRRI di mana Sjarifuddin Prawiranegara
menjabat sebagai Perdana Menterinya.
 
 Tujuan PRRI/Permesta
Beberapa dewan daerah perjuangan yang dibentuk PRRI/Permesta pada 1956-1957 meliputi:

1. Dewan Banteng Dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein dengan wilayah Sumatera Barat.
2. Dewan Gajah Berpusat Sumatera Utara dengan pemimpinnya Kolonel Maludin Simbolon.
3. Dewan Garuda Berlokasi di Sumatera Selatan dan dipimpin oleh Letkol Barilan.
4. Dewan Manguni Satu-satunya dewan yang berlokasi di Sulawesi. Berada di Manado, Sulawesi Utara,
dengan Kolonel Ventje Sumual sebagai pemimpinnya.

Pada 12 Februari 1958, Ahmad Husein, Ketua Dewan Banteng, memproklamasikan pendirian PRRI,
dengan didukung dua dewan perjuangan lainnya. Syafruddin Prawiranegara menjadi Perdana Menteri
PRRI. Di Sulawesi, Permesta telah berdiri sebelumnya, yakni tanggal 2 Maret 1957. Permesta menyatakan
bahwa mereka tidak bermaksud melawan pemerintah RI, melainkan hanya menginginkan pemerataan
kesejahteraan wilayah timur Indonesia. Ventje Sumual, salah satu tokoh sentral Permesta, menegaskan
bahwa tidak ada kata-kata yang merujuk pada upaya memerdekakan diri. “Permesta bukan pemberontakan,
melainkan suatu deklarasi politik," tandas Ventje Sumual dikutip dari Tempo (April 2009). Meskipun
pembentukan Permesta beriringan dengan PRRI di Sumatera Barat, namun Ventje Sumual menyangkal
keterkaitan antara keduanya. “Tidak ada hubungan apa-apa. Kalau PRRI memang pemberontakan. Tapi
Permesta hanyalah suatu program untuk pembangunan Indonesia Timur,” elaknya.

 Operasi Militer 
Semenjak adanya gerakan Pemerintahan Revolusi Republik Indonesia, pemerintah pusat menganggap
gerakan tersebut harus segera dituntaskan dengan gencatan senjata. Pemerintah pun melakukan operasi
gabungan yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara Angkatan Perang RI
(APRI) untuk menumpas gerakan PRRI. Berikut operasi yang pernah dilancarkan:

 Operasi Tegas dengan Sasaran Riau dimulai pada tanggal 12 Maret 1958 dipimpin oleh Let. Kol.
Kaharuddin Nasution.
 Operasi 17 Agustus di bawah pimpinan Kolonel Inf. Ahmad Yani dimulai pada tanggal 17 Agustus
1958 dibawah pimpinan Kolonel Achmad Yani.
 Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letkol Inf. Rukmito Hendraningrat terdiri dari: Operasi Sapta
Marga I, di Sulawesi Tengah dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
 Operasi Sapta Marga II, di wilayah Gorontalo dipimpin oleh Mayor Agus Prasmono.
 Operasi Sapta Marga III, di kepulauan Sangir-Talaud dan Manado dipimpin oleh Letnan Kolonel
Magenda.
 Operasi Sapta Marga IV, di Manado dipimpin oleh Letkol Rukminto.
 Operasi Merdeka adalah gerakan operasi militer yang dilakukan untuk menumpas Permesta di Sulawesi
Utara/Tengah.

Tentara APRI melayangkan berbagai macam tindak kekerasan, bahkan ribuan orang juga ditangkap dengan
cara paksa karena dicurigai sebagai simpatisan PRRI. Melalui Jenderal Abdul Haris Nasution, tentara PRRI
berusaha dibujuk untuk menyerah dan kembali setia kepada NKRI. Semasa Kabinet PRRI masih
berlangsung, beberapa menteri yang menjabat di dalamnya, yaitu:

1. Mr. Sjafruddin Prawiranegara menjabat sebagai Perdana Menteri dan Menteri Keuangan.
2. Mr. Assaat Dt. Mudo menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
3. Kol. Maludin Simbolon menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.
4. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo menjabat sebagau Menteri Perhubungan dan Pelayaran.
5. Muhammad Sjafei menjabat sebagai Menteri PPK dan Kesehatan.
6. Saladin Sarumpaet menjabat sebagai Menteri Pertanian dan Perburuhan.
7. Muchtar Lintang menjabat sebagai Menteri Agama. Saleh Lahade menjabat sebagai Menteri
Penerangan.
8. Abdul Gani Usman menjabat sebagai Menteri Sosial.
9. Kol. Dahlan Djambek menjabat sebagai Menteri Pos dan Telekomunikasi.

 Dampak
Peristiwa Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) merupakan salah satu gerakan yang
menimbulkan dampak negatif terhadap keberlangsungan hidup negara Indonesia.  Dampak pergerakan
tersebut terhadap pelaku adalah sebagai berikut:

 Jatuhnya Korban Jiwa sebanyak 22.174 jiwa, 4.360 mengalami luka-luka dan 8.072 orang menjadi
tawanan. 
 Keadaan Perekonomian Terganggu, muncul inflasi serta deflasi. 
 Timbulnya kesadaran di kalangan pimpinan negara bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) terdiri atas wilayah kepualauan yang luas dengan aneka ragam masalah yang sering berbeda
satu dengan yang lain.
 Timbulnya perpecahan hubungan persaudaraan. 
 Kekurangan bahan makanan.

Akibat dari kerusuhan yang berlangsung pada 1958-1960 ini, beberapa SMA, SMP, serta universitas juga
turut ditutup, salah satunya Universitas Andalas yang baru berjalan selama dua tahun juga harus terpaksa
ditutup sebab hampir semua dosen dan mahasiswanya ikut terlibat dalam PRRI.

Mendekati penghujung tahun 1960, seluruh wilayah di Sumatera Barat berhasil dikuasai oleh para tentara
APRI. Para elemen sipil dan tentara diberi sebuah amnesti oleh pemerintah yang kemudian dituangkan ke
dalam Keputusan Presiden No. 322 Tahun 1961 pada 22 Juni 1961. Namun, amnesti tersebut tak memberi
dampak. Masyarakat, terutama pelajar dan mahasiswa masih hidup dalam tekanan selama bertahun-tahun.

 Upaya penyelesaian pemberontakan PRRI


Pemberontakan PRRI mendapat tanggapan dari pemerintah pusat. Ada beberapa upaya yang dilakukan
pemerintah untuk menumpas pemberontakan ini.Rencana penumpasan pemberontakan PRRI direncanakan
Djuanda dan AH Nasution, yang kemudian didorong oleh Presiden Soekarno dengan menyokong gencatan
senjata.Sementara itu, Wakil Presiden Mohammad Hatta memiliki pendapat pemberontakan ini perlu
diselesaikan secara damai melalui perundingan dan bukan melalui pendekatan militer. Sayangnya, usaha
perdamaian melalui perundingan gagal dijalankan. Karena gagalnya usaha perdamaian melalui
perundingan, akhirnya Presiden Soekarno melakukan operasi militer yang dibantu dengan Angkatan
Perang Republik Indonesia (APRI).

Akhir dari pemberontakan PRRI terjadi karena kurangnya tenaga perlawanan dan adanya keretakan yang
terjadi di kalangan PRRI. Jumlah pasukan PRRI tidak seimbang dengan pasukan dari APRI, sehingga pada
29 Mei 1961, Ahmad Husein dan pasukannya menyerahkan diri. Pemerintah pusat menganggap aksi
PRRI/Permesta sebagai bentuk pemberontakan. Operasi penumpasan pun segera diluncurkan. Menurut
Phill Manuel Sulu melalui buku Permesta dalam Romantika, Kemelut & Misteri (2011), gerakan PRRI di
Sumatera mampu dipadamkan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam waktu cepat. Di Sulawesi,
Permesta juga mulai kewalahan meskipun dikabarkan sempat mendapat bantuan dari beberapa negara asing
seperti Amerika Serikat, Taiwan, Jepang, dan Filipina. Gerakan PRRI/Permesta mulai diredam pada
Agustus 1958. Tahun 1961, Presiden Sukarno membuka kesempatan kepada mantan anggota
PRRI/Semesta untuk kembali ke pangkuan NKRI dan diberikan amnesti.

Anda mungkin juga menyukai