otonomi serta perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah makin hari makin meruncing.
Pembentukan dewan-dewan seperti.
1. Dewan Banteng
2. Dewan Gajah
3. Dewan Manguni dan;
pengambilan kekuasaan pemerintah setempat akhirnya pecah menjadi pemberontakan terbuka
pada bulan Februari tahun 1958, yang dikenal sebagai pemberontakan "PRRI-Semesta" .
Pada tanggal 9 Januari 1958 suatu pertemuan diselenggarakan di Sungai Dareh, Sumatra Barat,
yang dihadiri oleh Letnan Kolonel Achmad Husein, Letnan Kolonel Sumual, Kolonel Simbolon,
Kolonel Dachlan Djambek, dan Kolonel Zulkifli Lubis. Sedangkan dari pihak sipil hadir antara lain
adalah M.Natsir, Sjarif Usman, Burhanuddin Harahap, dan Sjafruddin Prawinegara. Dalam
pertemuan tersebut dibicarakan soal pembentukan pemerintah baru serta hal-hal yang berhubungan
dengan itu.
Keesokan harinya pada tanggal 10 Februari 1958 diadakan rapat raksasa di Padang, Letnan
Kolonel Achmad Husein dalam pidatonya di rapat raksasa itu memberi ultimatum kepada
Pemerintah Pusat.
1. Dalam waktu 5x24 jam Kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada Presiden atau Presiden mencabut
mandat Kabinet Juanda.
2. Presiden menugaskan Drs.Moh.Hatta dan Sultan Hamengkubowono IX untuk membentuk Zaken
kabinet.
3. Meminta kepada Presiden supaya kembali kepada kedudukannya sebagai Presiden Konstitusional.
Sidang Dewan Menteri pada tanggal 11 Februari mengambil keputusan untuk menolak ultimatum
tersebut dan memecat dengan tidak hormat Letnan Kolonel Achmad Husein, Kolonel Zulkifli Lubis,
Kolonel Dachlan Djambek, dan Kolonel Simbolon. Komando Daerah Militer Sumatra Tengah
kemudian dibekukan dan ditempatkan langsung di bawah KSAD.
Pemberontakan tersebut mencapai puncaknya ketika pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad
Husein memaklumkan berdirinya "Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia" (PRRI) berikut
pembentukan kabinetnya dengan Sjafruddin Prawinegara sebagai Perdana Menteri.
Proklamasi PRRI segera mendapat sambutan di Indonesia bagian Timur. Pada tanggal 17 Februari
1958 Letnan Kolonel D.J Somba, Komandan Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah,
menyatakan diri putus hubungan dengan Pemerintah Pusat dan mendukung sepenuhnya PRRI.
Gerakan di Sulawesi ini dikenal dengan nama Permesta atau Gerakan Piagam Perjuangan
Semesta.
Dengan diproklamasikannya PRRI di Sumatra yang diikuti oleh Permesta di Indonesia bagian Timur,
Pemerintah memutuskan untuk tidak membiarkan masalah ini berlarut-larut dan segera
menyelesaikannya dengan kekuatan senjata.
OPERASI PENUMPASAN PRRI
Untuk menumpas pemberontakan PRRI di Sumatra, segera disiapkan operasi gabungan yang terdiri
dari unsur-unsur darat, laut, dan udara.
Pertama-tama dilancarkan Operasi Tegas dibawah pimpinan Letnan Kolonel Kaharuddin Nasution
untuk menguasai daerah Riau. Pertimbangannya adalah untuk mengamankan instalasi-instalasi
minyak asing di daerah tersebut dan untuk mencegah campur tangan asing dengan dalih
menyelamatkan warga negara dan miliknya. Kota Pekanbaru berhasil dikuasai pada tanggal 12 Mei
1958.
Untuk mengamankan daerah Sumatra Barat dilancarkan Operasi 17 Agustus di bawah pimpinan
Kolonel Ahmad Yani. Pada tanggal 17 Apri di Padang dapat dikuasai oleh pasukan Angkatan
Perang dan pada tanggal 4 Mei menyusul Kota Bukittinggi.
Sementara itu di daerah Sumatra Utara dilancarkan Operasi Saptamarga di bawah pimpinan
Brigadir Jenderal Djatikusumo. Untuk daerah Sumatra Selatan dilancarkan Operasi Sadar di bawah
pimpinan Letnan Kolonel Dr. Ibnu Sutowo.
Pimpinan PRRI akhirnya menyerah satu persatu. Pada tanggal 29 Mei 1961 secara resmi Achmad
Husein melaporkan diri dengan pasukannya, disusul oleh tokoh PRRI yang lain, baik militer maupun
sipil.
Dalam usaha penumpasan pemberontakan ini, patut dicatat mereka yang berada di daerah-daerah
pemberontakan tetap setia kepada Pemerintah, kepada Saptamarga, dan Sumpah Prajurit, antara
lain: Komisaris Polisi Kaharuddin, Dt Rangkajo Basa dan Mayor Nurmathias di Sumatra Barat,
Letnan Kolonel Djamin Ginting, dan Letnan Kolonel Waham Makmur di Sumatra Utara, Letnan
Kolonel Harun Sohar di Sumatra Selatan.
1. Operasi Saptamarga I di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soemarsono dengan daerah sasaran Sulawesi
Utara bagian Tengah.
2. Operasi Saptamarga II di bawah pimpinan Letnan Kolonel Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi
Utara bagian Selatan.
3. Operasi Saptamarga III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Magenda dengan daerah sasaran kepulauan
Sebelah utara Manado.
4. Operasio Saptamarga IV di bawah pimpinan langsung Letnan Kolonel Rukmito Hendradiningrat dengan
daerah sasaran Sulawesi Utara.
5. Operasi Mena I di bawah pimpinan Letnan Kolonel Pieters dengan daerah sasaran Jailolo; dan
6. Operasi Mena II di bawah pimpinan Letnan Kolonel KKO Hunholz untuk merebut lapangan udara
Morotai di sebelah utara Halmahera.
Sebelum operasi pokok dilancarkan, di Sulawesi Tengah telah bergerak Kesatuan-Kesatuan yang
tergabung dalam Operasi Insyaf yang dikoordinasi oleh Komando antar Daerah Indonesia bagian
Timur (Koandait). Termasuk ke dalam operasi ini gerakan-gerakan yang di lakukan oleh kesatuan-
kesatuan yang setian kepada Pemerintah yang di pimpin oleh Kapten Frans Karangan dan
Kesatuan Polisi dibawah pimpinan Inspektur Polisi Suaeb. Operasi ini berhasil menguasai kota-kota
Donggala dan Parigi, sedangkan kesatuan-kesatuan yang dipimpin oleh Nani Wartabone (Pasukan
Rimba) berhasil menyiapkan pancangan kaki bagi pendaratan pasukan-pasukan Operasi
Saptamarga II di Gorontalo.
Operasi-operasi militer APRI di Indonesia bagian Timur menghadapi perlawanan yang lebih berat
dibandingkan dengan operasi di Sumtra karena situasi daerah yang menguntungkan pemberontak
dan persenjataan mereka cukup kuat. Namun akhirnya pemerintah berhasil menguasai daerah-
daerah tersebut. Pada pertengahan tahun 1961 sisa-sisa Permesta menyerahkan diri memenuhi
seruan Pemerintah dan keamanan dapat dipulihkan sepenuhnya.
1. Latar Belakang Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Selain itu pemberontakan ini juga disebabkan karena ada pengaruh dari PKI
terhadap pemerintah pusat dan hal ini menimbulkan terjadinya kekecewaan
pada daerah tertentu. Keadaan tersebut diperparah dengan pelanggaran
konstitusi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berada di dalam
pemerintah pusat, tidak terkecuali Presiden Soekarno.
Pada tanggal 2 Maret 1957, di Makasar yang berada di wilayah timur Negara
Indonesia terjadi sebuah acara proklamasi Piagam Perjuangan Republik
Indonesia (PERMESTA) yang diproklamasikan oleh Panglima TT VII, Letkol
Ventje Sumual. Pada hari berikutnya, PERMESTA mendukung kelompok PRRI
dan pada akhirnya kedua kelompok itu bersatu sehingga gerakan kedua
kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA. Tokoh-tokoh PERMESTA terdiri dari
beberapa pasukan militer yang diantaranya adalah Letnan Kolonel D.J Samba,
Letnan Kolonel Vantje Sumual, Letnan Kolonel saleh Lahade, Mayor Runturambi,
dan Mayor Gerungan.
Pada awal bulan Maret, pasukan dari Divisi Diponogoro dan Siliwangi yang
berada di bawah pimpinan Kolonel Achmad Yani didaratkan di daratan Pulau
Sumatera. Sebelum pendaratan itu dilakukan, Nasution telah mengiriman
Pasukan Resmi Para Komando Angkatan Darat di ladang-ladang minyak yang
berada di kepulauan Sumatera dan Riau. Pada tanggal 14 Maret 1958, daerah
Pecan Baru berhasil dikuasai, dan Operasi Militer kemudian dikerahkan ke pusat
pertahanan PRRI. Pada tanggal 4 Mei 1958 Bukit tinggi berhasil dikuasai dan
selanjutnya Pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) membereskan daerah-
daerah bekas pemberontakan PRRI. Pada penyerangan tersebut, banyak
pasukan PRRI yang melarikan diri ke area perhutanan yang berada di daerah
tersebut.
5. Tokoh-Tokoh PRRI/PERMESTA
Meskipun alasan yang dilakukan oleh PRRI ini benar, namun cara yang digunakan untuk
mengoreksi pemerintah pusat itu salah. PRRI menuntut kepada pemerintah pusat dengan nada
paksaan, sehingga pemerintah menganggap bahwa tuntutannya itu bersifat memberontak. Hal
tersebut menimbulkan kesan bagi pemerintah pusat bahwa PRRI adalah suatu bentuk
pemberontakan. Akan tetapi, jika PRRI itu dikatakan sebagai pemberontak, hal ini merupakan
anggapan yang tidak tepat sebab sebenarnya PRRI ingin membenahi dan memperbaiki sistem
pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat, bukan untuk menjatuhkan pemerintahan
Republik Indonesia.
Karena ketidakpuasan PRRI terhadap keputusan pemerintah pusat, akhirnya PRRI membentuk
dewan-dewan daerah yang terdiri dari Dewan Banteng, Dewan Gajah, dan Dewan Garuda. Pada
tanggal 15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamasikan bahwa berdirinya Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia dengan Syarifudin Prawiranegara sebagai perdana
menterinya. Proklamasi PRRI tersebut mendapat sambutan hangat dari masyarakat Indonesia
bagian Timur. Tidak lama setelah proklamasi PRRI dilakukan, pasukan gerakan PERMESTA
memutuskan untuk bergabung ke dalam kelompok PRRI. Dalam rapat raksasa yang
diselenggarakan di beberapa daerah, Kolonel D.J Somba menyatakan bahwa pada tanggal 17
Februari 1958, Komando Daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi tengah menyatakan putus
hubungan dengan pemerintahan pusat dan mendukung PRRI.