PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah PRRI
Munculnya PRRI atau Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia adalah suatu reaksi
dari bangsa Indonesia atasa ketidak puasan pada pemerintah pusat. Pergolakan pertama kali
terjadi di Sumatra pada akhirnya 1956. Pada awal 1957, muncul Dewan Banteng di Sumatra
Tengah (Sumatra Barat dan Riau) dipimpin Letkol Ahmad Husein, Dewan Gajah di Sumatra
Utara dipimpin Kolonel M Simbolon dan Dewan Garuda di Sumatra Tengah dipimpin oleh
Letkol Barlian kesemuanya tergabung dalam PRRI. Dewan-dewan ini lahir sebagai reaksi dari
situasi bangsa dan negara ketika itu.
PRRI selanjutnya membentuk Dewan Perjuangan dan sekaligus tidak mengakui kabinet
Djuanda, maka terbentuklah kabinet PRRI. Pada tanggal 9 Januari 1958 para tokoh militer dan
sipil mengadakan pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera Barat. Pertemuan tersebut menghasilkan
sebuah pernyataan berupa “Piagam Jakarta” dengan isi berupa tuntutan agar Presiden Soekarno
bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional, serta menghapus segala akibat dan
tindakan yang melanggar UUD 1945 dan membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan
perbuatan.
B. Reaksi Pemerintah
Tuntutan Dewan Perjuangan ini dikumandangkan saat Persiden Soekarno sedang tidak ada di
tempat. Beliau sedang berada di Tokyo, Jepang. Maka Kabinet Djuanda segera mengambil
2
keputusan. Tuntutan PRRI ini ditolak dan sehari setelah pengambilan keputusan, keputusan
disiarkan melalui radio dan perintah-perintah selanjutnya dikeluarkan yakni semua tuntutan
Dewan Perjuangan ditolak dan sejalan dengan itu diambil keputusan memutuskan hubungan
darat dan udara dengan Sumatra. Kemudian diikuti dengan pembekuan komando militer di
Sumatra (TT I Sumatra Utara dan TT II Sumatra Selatan) dan seterusnya.
Setelah Persiden Soekarno kembali dari luar negri pada 16 Februari 1958 Persiden Soekarno
menyatakan “Kita harus menghadapi penyelewengan tanggal 5 Februari 1958 di Padang dengan
segala kekuatan yang ada pada kita”. Diputuskan akan menggunakan kekerasan senjata untuk
menghadapi Dewan Kabinet PRRI. Persiden Soekarno memerintahkan untuk menangkap tokoh-
tokoh PRRI. Hubungan darat maupun udara dengan Sumatra Tengah dihentikan.
Tatanan politik yang diatur oleh UUDS 1950 menuntut sikap formal-legalistik. Bangsa
indonesia memasuki periode demokrasi liberal yang berdasarkan demokrasi parlementer. Para
menteri bertanggungjawab kepada perdana menteri, bukan kepada presiden. Setelah dibentuknya
kabinet Parlemen, kondisi politik Indonesia semakin kacau. Pergantian kabinet secara terus
menerus yang terjadi hampir setiap tahun. Berbagai kebijakan silih berganti tiap periode
menimbulkan keadaan yang tidak kondusif.
Akhir tahun 1956, Bung Karno telah sering mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap
sistem parlementer yang ada dan berencana memperbaharui sistem pemerintahan menjadi sistem
pemerintahan ”Demokrasi Terpimpin”, demokrasi yang dianggap oleh Soekarno sebagai
demokrasi yang lebih didasarkan atas mufakat. Demokrasi terpimpin dijalankan dengan Dasar
”Kabinet Gotong Royong” yang merangkul semua partai politik yang ada, termasuk PKI.
2. Kondisi Perekonomian
Kegagalan ekonomi yang sedang dialami oleh pemerintah sejak awal kemerdekaan berada
pada titik kekacauan. Kegagalan pembangunan ekonomi yang di alami bangsa ini sangat
dirasakan oleh berbagai golongan.
Militer di suatu negara baru merdeka cenderung melangkah ke arah politik. Hal tersebut
terkait dengan peranannya dalam perjuangan mereka pra-kemerdekaan suatu bangsa. Militer
3
selalu menjadi oposan bagi pemerintahan sipil. Jika pemerintahan sipil dirasa tidak mampu
memerintah dengan baik maka pemberontakan maupun perebutan kekuasaan oleh militer
mustahil untuk tidak terjadi. Salah satu contohnya adalah gerakan PRRI/PERMESTA di
Indonesia.
Berbagai problem sosial dan ekonomi yang muncul nyaris tidak dapat teratasi. Sebenarnya
gerakan PRRI/Permesta hanyalah koreksi terhadap kebijakan pemerintah pusat serta keadaan
yang morat-marit demi kepentingan bangsa secara umum.
4. Situasi di Daerah
Peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi juga tidak lepas dari berbagai faktor
yang menyebabkannya. Faktor politis dan ekonomis sangat berperan sebagai penyebab dari
pemberontakan ini.
Sejak 1950, daerah tetap menjadi produsen ekspor, namun hasilnya lebih dimanfaatkan oleh
pusat. Kondisi inilah yang menyebabkan kecenderungan ”sentralistik” dalam pandangan
permesta. Hubungan antara pusat dan daerah menjadi kurang harmonis.
Daerah luar Jawa merasa tidak puas dengan keadaan yang ada, karena mereka menganggap
bahwa dana alokasi untuk daerah dirasakan sangat kurang dan tidak mencukupi untuk
melaksanakan pembangunan. Pada akhirnya muncul upaya dari pihak militer yang mendapat
dukungan dari beberapa tokoh sipil untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan- kebijakan
pemerintah.
D. Dampak PRRI
Perubahan kebijakan oleh Pemerintah Pusat terhadap daerah. Dekrit presiden 5 juli 1959
yang menetapkan kembalinya pemerintahan sesuai dengan UUD 1945. Dengan berhasil
ditumpasnya PRRI/Permesta maka PKI justru berkembang sebagai kekuatan yang semakin kuat
di tubuh TNI AD dan semakin berpengaruh terhadap Soekarno dalam kaitannya dengan
perpolitikan Indonesia yaitu diakuinya Nasakom [nasionalisme, sosialisme, dan agama].
4
Peristiwa gerakan separatis tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet Ali II pada tanggal 14
Maret 1957 yang ditandai dengan penyerahan mandat dari Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo
kepada Presiden. Kabinet tersebut digantikan oleh kabinet Djuanda yang secara resmi di bentuk
pada tanggal 9 April 1957.
Pemberontakan di Sumatra dapat dengan mudah ditumpas oleh pemerintah. Mereka tidak
melakukan perlawanan yang berarti. Pasukan banyak yang melarikan diri, bersebunyi dan
menyerah. Para tentara kebanyakan dari para pelajar dan mahasiswa yang belum berpengalaman
dalam perang. Tawaran Soekarno dan Nasution tentang pemberian amnesti, abolisi dan
rehabilitasi diterima oleh mereka.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebenarnya gerakan ini merupakan reaksi dari kekecewaan daerah pada pusat. Ini karena
pemerintah pusat memfokuskan pembangunannya di pulau Jawa. Selain itu juga terjadi
pengurangan jumlah tentara dan PKI telah merasuk dalam pemerintah pusat. Keadaan ini
diperparah dengan pelanggaran konstitusi oleh pejabat-pejabat di dalam pemerintah pusat tidak
terkecuali Persiden Soekarno. Dengan perannya sebelumnya sebagai daerah dimana PDRI
berada maka PRRI merasa memiliki hak untuk melakukan koreksi pada pemerintah pusat
walaupun sebenarnya pemerintah pusat tidak lagi beranggapasn seperti itu. Walaupun alasan dari
gerakan ini benar namun jalan yang digunakan PRRI kurang tepat. PRRI menuntut pada
pemerintah dengan nada paksaan sehingga tuntutannya lebih bersifat ultimatum. Ini
menimbulkan kesan PRRI adalah sebuah pemberontakan.
B. Saran
Kita sebagai bangsa yang baik patut melanjutkan perjuangan para pahlawan yang telah
memerdekakan Bangsa Indonesia ini dengan lebih giat belajar, serta menjaga persatuan dan
kesatuan Bangsa Indonesia.