Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan PRRI) merupakan


salah satu gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Jakarta)
yang dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958 dengan keluarnya ultimatum dari Dewan
Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatra Barat,
Indonesia.

Awal Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan


PERMESTA sebenarnya sudah muncul pada saat menjelang pembentukan Republik Indonesia
Serikat (RIS) pada tahun 1949 dan pada saat bersamaan Divisi Banteng diciutkan sehingga
menjadi kecil dan hanya menyisakan satu brigade. Brigade ini pun akhirnya diperkecil lagi
menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB. Hal ini memunculkan perasaan kecewa dan terhina pada
para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng yang telah berjuang mempertaruhkan jiwa dan
raganya bagi kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu juga, terjadi ketidakpuasan dari beberapa
daerah yang berada di wilayah Sumatra dan Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan yang
diberikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ini diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit
dan masyarakat yang sangat rendah.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah mengenai PRRI sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah terbentuknya PRRI?


2. Bagaimana reaksi pemerintah pusat pada keberadaan PRRI?
3. Bagaimana dampak dari Pemberontakan PRRI bagi bangsa Indonesia?
4. Bagaimana akhir dari pemberontakan PRRI?
C. Tujuan

Berikut tujuan pembahahasan makalah sebagai berikut:

1. Mengetahui sejarah terbentuknya PRRI,


2. Mengetahui reaksi dari pemerintah pusat akan keberadaan PRRI,
3. Mengetahui dampak dari pemeberontakan PRRI bagi bangsa Indoneisa,
4. Mengetahui akhir dari pemberontakan PRRI.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah PRRI

Munculnya PRRI atau Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia adalah suatu reaksi
dari bangsa Indonesia atasa ketidak puasan pada pemerintah pusat. Pergolakan pertama kali
terjadi di Sumatra pada akhirnya 1956. Pada awal 1957, muncul Dewan Banteng di Sumatra
Tengah (Sumatra Barat dan Riau) dipimpin Letkol Ahmad Husein, Dewan Gajah di Sumatra
Utara dipimpin Kolonel M Simbolon dan Dewan Garuda di Sumatra Tengah dipimpin oleh
Letkol Barlian kesemuanya tergabung dalam PRRI. Dewan-dewan ini lahir sebagai reaksi dari
situasi bangsa dan negara ketika itu.

Awal pemberontakan PRRI di Sumatra Tengah terjadi menjelang pembentukan Republik


Indonesia Serkat (RIS) pada tahun 1949. Penciutan Divisi Banteng pada Oktober 1949 menjadi
satu brigade terdiri atas batalyon-batalyon besar di Sumatra Tengah. Kemudian, brigade tersebut
diperkecil menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB. Kejadian itu membuat para perwira dan prajurit
Divisi IX Banteng merasa kecewa dan terhina, karena mereka merasa telah berjuang hingga
mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan Indonesia. Selain itu, ada pula
ketidakpuasan dari beberapa daerah seperti Sumatera dan Sulawesi terhadap alokasi biaya
pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Kondisi ini pun diperparah dengan tingkat
kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat rendah.

PRRI selanjutnya membentuk Dewan Perjuangan dan sekaligus tidak mengakui kabinet
Djuanda, maka terbentuklah kabinet PRRI. Pada tanggal 9 Januari 1958 para tokoh militer dan
sipil mengadakan pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera Barat. Pertemuan tersebut menghasilkan
sebuah pernyataan berupa “Piagam Jakarta” dengan isi berupa tuntutan agar Presiden Soekarno
bersedia kembali kepada kedudukan yang konstitusional, serta menghapus segala akibat dan
tindakan yang melanggar UUD 1945 dan membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan
perbuatan.

Selanjutnya Letnan Kolonel Ahmad Husein pada tanggal 15 Februari 1958


memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan
perdana menteri Syafruddin Prawiranegara. Hal ini merupakan respon atas penolakan tuntutan
yang diajukan oleh PRRI. Pada saat dimulainya pembangunan pemerintahan, PRRI mendapat
dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat. Dengan bergabungnya PERMESTA dengan
PRRI, gerakan kedua kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA.

B. Reaksi Pemerintah

Tuntutan Dewan Perjuangan ini dikumandangkan saat Persiden Soekarno sedang tidak ada di
tempat. Beliau sedang berada di Tokyo, Jepang. Maka Kabinet Djuanda segera mengambil

2
keputusan. Tuntutan PRRI ini ditolak dan sehari setelah pengambilan keputusan, keputusan
disiarkan melalui radio dan perintah-perintah selanjutnya dikeluarkan yakni semua tuntutan
Dewan Perjuangan ditolak dan sejalan dengan itu diambil keputusan memutuskan hubungan
darat dan udara dengan Sumatra. Kemudian diikuti dengan pembekuan komando militer di
Sumatra (TT I Sumatra Utara dan TT II Sumatra Selatan) dan seterusnya.

Setelah Persiden Soekarno kembali dari luar negri pada 16 Februari 1958 Persiden Soekarno
menyatakan “Kita harus menghadapi penyelewengan tanggal 5 Februari 1958 di Padang dengan
segala kekuatan yang ada pada kita”. Diputuskan akan menggunakan kekerasan senjata untuk
menghadapi Dewan Kabinet PRRI. Persiden Soekarno memerintahkan untuk menangkap tokoh-
tokoh PRRI. Hubungan darat maupun udara dengan Sumatra Tengah dihentikan.

C. Situasi dan Kondisi Bangsa Indonesia pada Saat Pemberontakan PRRI


1. Kondisi Politik

Tatanan politik yang diatur oleh UUDS 1950 menuntut sikap formal-legalistik. Bangsa
indonesia memasuki periode demokrasi liberal yang berdasarkan demokrasi parlementer. Para
menteri bertanggungjawab kepada perdana menteri, bukan kepada presiden. Setelah dibentuknya
kabinet Parlemen, kondisi politik Indonesia semakin kacau. Pergantian kabinet secara terus
menerus yang terjadi hampir setiap tahun. Berbagai kebijakan silih berganti tiap periode
menimbulkan keadaan yang tidak kondusif.

Pecahnya Dwi-tunggal Soekarto-Hatta memperburuk kondisi perpolitikan bangsa. Pada 1


Desember 1956 Hatta mengundurkan diri secara resmi dari jabatanya sebagai wakil presiden.
Hubungan Soekarno-Hatta mulai retak sejak tahun 1955. Perbedaan pendapat dan latar belakang
walaupun keduanya sebagai tokh muslim yang nasionalis, namun Soekarno cenderung ke Marxis
serta bermain api dengan komunis, sedangkan Hatta cenderung ke Sosialis dan anti komunis.

Akhir tahun 1956, Bung Karno telah sering mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap
sistem parlementer yang ada dan berencana memperbaharui sistem pemerintahan menjadi sistem
pemerintahan ”Demokrasi Terpimpin”, demokrasi yang dianggap oleh Soekarno sebagai
demokrasi yang lebih didasarkan atas mufakat. Demokrasi terpimpin dijalankan dengan Dasar
”Kabinet Gotong Royong” yang merangkul semua partai politik yang ada, termasuk PKI.

2. Kondisi Perekonomian

Kegagalan ekonomi yang sedang dialami oleh pemerintah sejak awal kemerdekaan berada
pada titik kekacauan. Kegagalan pembangunan ekonomi yang di alami bangsa ini sangat
dirasakan oleh berbagai golongan.

3. Permasalahan Militer di Indonesia

Militer di suatu negara baru merdeka cenderung melangkah ke arah politik. Hal tersebut
terkait dengan peranannya dalam perjuangan mereka pra-kemerdekaan suatu bangsa. Militer

3
selalu menjadi oposan bagi pemerintahan sipil. Jika pemerintahan sipil dirasa tidak mampu
memerintah dengan baik maka pemberontakan maupun perebutan kekuasaan oleh militer
mustahil untuk tidak terjadi. Salah satu contohnya adalah gerakan PRRI/PERMESTA di
Indonesia.

Berbagai problem sosial dan ekonomi yang muncul nyaris tidak dapat teratasi. Sebenarnya
gerakan PRRI/Permesta hanyalah koreksi terhadap kebijakan pemerintah pusat serta keadaan
yang morat-marit demi kepentingan bangsa secara umum.

4. Situasi di Daerah

Peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi juga tidak lepas dari berbagai faktor
yang menyebabkannya. Faktor politis dan ekonomis sangat berperan sebagai penyebab dari
pemberontakan ini.

Sejak 1950, daerah tetap menjadi produsen ekspor, namun hasilnya lebih dimanfaatkan oleh
pusat. Kondisi inilah yang menyebabkan kecenderungan ”sentralistik” dalam pandangan
permesta. Hubungan antara pusat dan daerah menjadi kurang harmonis.

Daerah luar Jawa merasa tidak puas dengan keadaan yang ada, karena mereka menganggap
bahwa dana alokasi untuk daerah dirasakan sangat kurang dan tidak mencukupi untuk
melaksanakan pembangunan. Pada akhirnya muncul upaya dari pihak militer yang mendapat
dukungan dari beberapa tokoh sipil untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan- kebijakan
pemerintah.

D. Dampak PRRI

Terjadinya PRRI/Permesta membawa luka luar dalam bagi masyarakat di dalamnya. Di


Minang, korban yang jatuh dari pihak PRRI kurang lebih berjumlah 22.174 jiwa, 4.360 luka-
luka, 8.072 ditahan. Dari pihak APRI pusat jumlah yang meninggal adalah 10.150 jiwa
Pembangunan fisik yang selama ini dibangun menjadi hancur. Masyarakat Minang menjadi
rendah diri, muno, lalu cigin ke rantau.

Perubahan kebijakan oleh Pemerintah Pusat terhadap daerah. Dekrit presiden 5 juli 1959
yang menetapkan kembalinya pemerintahan sesuai dengan UUD 1945. Dengan berhasil
ditumpasnya PRRI/Permesta maka PKI justru berkembang sebagai kekuatan yang semakin kuat
di tubuh TNI AD dan semakin berpengaruh terhadap Soekarno dalam kaitannya dengan
perpolitikan Indonesia yaitu diakuinya Nasakom [nasionalisme, sosialisme, dan agama].

Dampak selanjutnya adalah menimbulkan kesadaran di kalangan pimpinan negara bahwa


wilayah NKRI terdiri dari kepulauan yang luas dan beraneka ragam masalah di setiap daerah.
Sembohya Binneka tunggal Ika harus dihayati makna dan hakekatnya. Hak otonomi yang luas
memang perlu diberika kepada setiap daerah agar setia ebijakan sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan masing-masing daerah.

4
Peristiwa gerakan separatis tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet Ali II pada tanggal 14
Maret 1957 yang ditandai dengan penyerahan mandat dari Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo
kepada Presiden. Kabinet tersebut digantikan oleh kabinet Djuanda yang secara resmi di bentuk
pada tanggal 9 April 1957.

E. Akhir dari Pemberontakan PRRI

Pemberontakan di Sumatra dapat dengan mudah ditumpas oleh pemerintah. Mereka tidak
melakukan perlawanan yang berarti. Pasukan banyak yang melarikan diri, bersebunyi dan
menyerah. Para tentara kebanyakan dari para pelajar dan mahasiswa yang belum berpengalaman
dalam perang. Tawaran Soekarno dan Nasution tentang pemberian amnesti, abolisi dan
rehabilitasi diterima oleh mereka.

5
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebenarnya gerakan ini merupakan reaksi dari kekecewaan daerah pada pusat. Ini karena
pemerintah pusat memfokuskan pembangunannya di pulau Jawa. Selain itu juga terjadi
pengurangan jumlah tentara dan PKI telah merasuk dalam pemerintah pusat. Keadaan ini
diperparah dengan pelanggaran konstitusi oleh pejabat-pejabat di dalam pemerintah pusat tidak
terkecuali Persiden Soekarno. Dengan perannya sebelumnya sebagai daerah dimana PDRI
berada maka PRRI merasa memiliki hak untuk melakukan koreksi pada pemerintah pusat
walaupun sebenarnya pemerintah pusat tidak lagi beranggapasn seperti itu. Walaupun alasan dari
gerakan ini benar namun jalan yang digunakan PRRI kurang tepat. PRRI menuntut pada
pemerintah dengan nada paksaan sehingga tuntutannya lebih bersifat ultimatum. Ini
menimbulkan kesan PRRI adalah sebuah pemberontakan.

B. Saran

Kita sebagai bangsa yang baik patut melanjutkan perjuangan para pahlawan yang telah
memerdekakan Bangsa Indonesia ini dengan lebih giat belajar, serta menjaga persatuan dan
kesatuan Bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai