PEMBERONTAKAN PRRI/PERMESTA
OLEH
WINDA FEBRIYANTI
C1G119087
KENDARI
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tanggal 15 Februari 1956, meletus Pemberontakan PRRI/PERMESTA.
Achmad Huesin memproklamasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PPRI) dengan Syarifuddin Prawiranegara sebagai perdana menteri
Proklamasi PPRI segera mendapat sambutan di Indonesia Bagian Timur. Pada tanggal
17 Februari 1958, Letkol D.J. Somba dengan Pemerintah Pusat mendukung
sepenuhnya PRRI. Gerakan di Sulawesi ini dikenal dengan gerakan Piagam
Perjuangan Semesta atau Perjuangan Semesta atau PERMESTA.
Dengan diproklamasikannya PRRI di Sumatera dan PERMESTA di Sulawesi.
Pemerintah memutuskan untuk tidak membiarkan masalah tersebut berlarut-larut dan
segera menyelesaikan dengan kekuatan senjata.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang kami buat dalam makalah yang berjudul Gerakan
Separatis Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI/PERMESTA) dengan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana jalannya Pemberontakan PRRI/PERMESTA?
2. Bagaimana situasi dan kondisi Indonesia secara umum pada saat Pemberontakan
PRRI/PERMESTA?
3. Apakah dampak dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA bagi Bangsa Indonesia?
B. Situasi dan Kondisi Bangsa Indonesia Secara Umum pada Saat Pemberontakan
PRRI/PERMESTA
1. Kondisi Politik
Tatanan politik yang diatur oleh UUDS 1950 menuntut sikap formal-legalistik.
Bangsa indonesia memasuki periode demokrasi liberal yang berdasarkan demokrasi
parlementer. Para menteri bertanggungjawab kepada perdana menteri, bukan kepada
presiden. Setelah dibentuknya kabinet Parlemen, kondisi politik Indonesia semakin
kacau. Pergantian kabinet secara terus menerus yang terjadi hampir setiap tahun.
Berbagai kebijakan silih berganti tiap periode menimbulkan keadaan yang tidak
kondusif.
Pecahnya Dwi-tunggal Soekarto-Hatta memperburuk kondisi perpolitikan
bangsa. Pada 1 Desember 1956 Hatta mengundurkan diri secara resmi dari jabatanya
sebagai wakil presiden. Hubungan Soekarno-Hatta mulai retak sejak tahun 1955.
Perbedaan pendapat dan latar belakang walaupun keduanya sebagai tokh muslim yang
nasionalis, namun Soekarno cenderung ke Marxis serta bermain api dengan komunis,
sedangkan Hatta cenderung ke Sosialis dan anti komunis.
Akhir tahun 1956, Bung Karno telah sering mengungkapkan ketidakpuasannya
terhadap sistem parlementer yang ada dan berencana memperbaharui sistem
pemerintahan menjadi sistem pemerintahan ”Demokrasi Terpimpin”, demokrasi yang
dianggap oleh Soekarno sebagai demokrasi yang lebih didasarkan atas mufakat
daripada demokrasi secara Barat yang memecah belah berdasar keputusan”50%+1”.
Demokrasi terpimpin dijalankan dengan Dasar ”Kabinet Gotong Royong” yang
merangkul semua partai politik yang ada, termasuk PKI. Soekarno juga ingin
menyampaikan ”konsepsi”nya mengenai fraksi politik di Indonesia.
2. Kondisi Perekonomian
Kegagalan ekonomi yang sedang dialami oleh pemerintah sejak awal
kemerdekaan berada pada titik kekacauan. Kegagalan pembangunan ekonomi yang di
alami bangsa ini sangat dirasakan oleh berbagai golongan. Kebijakan ekonomi Kabinet
Hatta yang akomodatif terhadap modal asing dipertahankan oleh kabinet-kabinet
berikutnya, antara lain kabinet Natsir, Sukiman, dan kabinet Wilopo. Tetapi sejak
kabinet Ali I (1953-1954), haluan politik itu sama sekali ditinggalkan. Program ekonomi
kabinet seringkali hanyalah sembohyan. Kabinet ini menganggap bahwa modal asing
sangat merugikan bagi negara. Namun disisi lain, pembangunan administratif sangat
diperhatikan. Penggalangan persatuan dilakukan dengan cara dropping pegawai dari
pusat ke daerah. Partai PNI semakin nampak diperkuat.
Pada masa kabinet Ali II, membawa permasalahan yang semakin parah.
Sentralisme melalui sistem dropping pegawai mendesak putra-putra daerah dalam
mengatur urusan daerah sendiri, serta peranan mereka di pusat. Semua administrator
pemerintah mayoritas berasal dari Jawa, sedangkan yang berasal dari putera daerah
hanyalah pimpinan militernya saja. Sistem birokrasi sangat berkaitan dengan partai
politik yang sedang berkuasa. Sedangkan keinginan untuk ber-otonomi semakin kuat di
setiap daerah.
4. Situasi di Daerah
Peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi juga tidak lepas dari
berbagai factor yang menyebabkannya. Factor politis dan ekonomis sangat berperan
sebagai penyebab dari pemberontakan ini.Sejak 1950, daerah tetap menjadi produsen
ekspor, namun hasilnya lebih dimanfaatkan oleh pusat. Kondisi inilah yang
menyebabkan kecenderungan ”sentralistik” dalam pandangan permesta. Hubungan
antara pusat dan daerah menjadi kurang harmonis. Hal tersebut dikarenakan
perbedaan pendapat antara daerah dengan pusat. Daerah menganggap bahwa
kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan daerah. Sedangkan pemerintah pusat
menganggap bahwa daerah kurang mampu dalam melaksanakan tugasnya.
Daerah luar Jawa merasa tidak puas dengan keadaan yang ada, karena mereka
menganggap bahwa dana alokasi untuk daerah dirasakan sangat kurang dan tidak
mencukupi untuk melaksanakan pembangunan. Pada akhirnya muncul upaya dari
pihak militer yang mendapat dukungan dari beberapa tokoh sipil untuk melakukan
koreksi terhadap kebijakan- kebijakan pemerintah.
A. Kesimpulan
Terjadinya suatu peristiwa tidak lepas dari hal-hal yang telah terjadi
sebelumnya, seperti yang telah diketahui bahwa dalam disiplin ilmu sejarah berlaku
hukum kausalitas atau sebab-akibat. Peristiwa pemberontakan PRRI/Permesta yang
terjadi juga tidak lepas dari berbagai factor yang menyebabkannya. Factor politis dan
ekonomis sangat berperan sebagai penyebab dari pemberontakan ini. Posisi militer
sebagai opsan pemerintah berusaha mengambil alih kekuasaan sipil setelah melihat
berbagai kekurangan dalam berbagai kebijakannya.
Kondisi yang dianggap ”sentralistik” oleh daerah menyebabkan hubungan antara
pusat dan daerah menjadi kurang harmonis. Hal tersebut dikarenakan perbedaan
pendapat antara daerah dengan pusat. Daerah menganggap bahwa kebijakan
pemerintah tidak sesuai dengan daerah. Sedangkan pemerintah pusat menganggap
bahwa daerah kurang mampu dalam melaksanakan tugasnya. Gerakan PRRI/Permesta
merupakan gejolak daerah yang berusaha melakukan koreksi terhadap kondisi bangsa
yang morat-marit.
B. Saran
Dari penjelasan di atas, kita sebagai Bangsa Indonesia dapat mengambil
pelajaran dari Peristiwa Pemberontakan PRRI/PERMESTA. Kita sebagai bangsa yang
baik patut melanjutkan perjuangan para pahlawan yang telah memerdekakan Bangsa
Indonesia ini dengan lebih giat belajar, serta menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa
Indonesia
DAFTAR PUSTAKA