Anda di halaman 1dari 6

PEMBERONTAKAN PRRI/PERMESTA

1. Latar Belakang Pemberontakan PRRI/PERMESTA


Awal Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI),
dan PERMESTA sebenarnya sudah muncul pada saat menjelang pembentukan Republik
Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949 dan pada saat bersamaan Divisi Banteng
diciutkan sehingga menjadi kecil dan hanya menyisakan satu brigade. Brigade ini pun
akhirnya diperkecil lagi menjadi Resimen Infanteri 4 TT I BB. Hal ini memunculkan
perasaan kecewa dan terhina pada para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng yang telah
berjuang mempertaruhkan jiwa dan raganya bagi kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu
juga, terjadi ketidakpuasan dari beberapa daerah yang berada di wilayah Sumatra dan
Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat.
Kondisi ini diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat
rendah.
Ketidakpuasan tersebut akhirnya memicu terbentuknya dewan militer daerah yaitu
Dewan Banteng yang berada di daerah Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1956.
Dewan ini diprakarsai oleh Kolonel Ismail Lengah (mantan Panglima Divisi IX Banteng)
bersama dengan ratusan perwira aktif dan para pensiunan yang berasal dari Komando
Divisi IX Banteng yang telah dibubarkan tersebut. Letnan Kolonel Ahmad Husein yang
saat itu menjabat sebagai Komandan Resimen Infanteri 4 TT I BB diangkat menjadi
ketua Dewan Banteng. Kegiatan ini diketahui oleh KASAD dan karena Dewan Banteng
ini bertendensi politik, maka KASAD melarang perwira-perwira AD untuk ikut dalam
dewan tersebut. Akibat larangan tersebut, Dewan Banteng justru memberikan tanggapan
dengan mengambil alih pemerintahan Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muloharjo,
dengan alasan Ruslan Muloharjo tidak mampu melaksanakan pembangunan secara
maksimal.
Selain Dewan Banteng yang bertempat di daerah Sumatra Barat, di Medan
terdapat juga Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon, Panglima
Tentara dan Teritorium I, pada tanggal 22 Desember 1956. Dan juga di Sumatra Selatan
terbentuknya Dewan Garuda yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
Selain itu pemberontakan ini juga disebabkan karena ada pengaruh dari PKI
terhadap pemerintah pusat dan hal ini menimbulkan terjadinya kekecewaan pada daerah
tertentu. Keadaan tersebut diperparah dengan pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh
pejabat-pejabat yang berada di dalam pemerintah pusat, tidak terkecuali Presiden
Soekarno.
Selanjutnya, PRRI membentuk Dewan Perjuangan dan tidak mengakui kabinet
Djuanda. Dewan Perjuangan PRRI akhirnya membentuk Kabinet baru yang disebut
Kabinet Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (Kabinet PRRI). Pembentukan
kabinet ini terjadi pada saat Presiden Soekarno sedang melakukan kunjungan kenegaraan
di Tokyo, Jepang. Pada tanggal 10 Februari 1958, Dewan Perjuangan PRRI melalui RRI
Padang mengeluarkan pernyataan berupa “Piagam Jakarta” yang berisi sejumlah tuntutan
yang ditujukan kepada Presiden Soekarno supaya “bersedia kembali kepada kedudukan
yang konstitusional, menghapus segala akibat dan tindakan yang melanggar UUD 1945
serta membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan…”. Tuntutan tersebut
antara lain :
1. Mendesak kabinet Djuanda supaya mengundurkan diri dan mengembalikan
mandatnya kepada Presiden Soekarno.
2. Mendesak pejabat presiden, Mr. Sartono untuk membentuk kabinet baru yang
disebut Zaken Kabinet Nasional yang bebas dari pengaruh PKI (komunis).
3. Mendesak kabinet baru tersebut diberi mandat sepenuhnya untuk bekerja hingga
pemilihan umum yang akan datang.
4. Mendesak Presiden Soekarno membatasi kekuasaannya dan mematuhi konstitusi.
5. Jika tuntutan tersebut di atas tidak dipenuhi dalam waktu 5×24 jam maka Dewan
Perjuangan akan mengambil kebijakan sendiri.
Setelah tuntutannya di tolak, PRRI membentuk sebuah Pemerintahan dengan
anggota kabinetnya. Pada saat pembangunan Pemerintahan tersebut di mulai, PRRI
memperoleh dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat.
Pada tanggal 2 Maret 1957, di Makasar yang berada di wilayah timur Negara
Indonesia terjadi sebuah acara proklamasi Piagam Perjuangan Republik Indonesia
(PERMESTA) yang diproklamasikan oleh Panglima TT VII, Letkol Ventje Sumual. Pada
hari berikutnya, PERMESTA mendukung kelompok PRRI dan pada akhirnya kedua
kelompok itu bersatu sehingga gerakan kedua kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA.
Tokoh-tokoh PERMESTA terdiri dari beberapa pasukan militer yang diantaranya adalah
Letnan Kolonel D.J Samba, Letnan Kolonel Vantje Sumual, Letnan Kolonel saleh
Lahade, Mayor Runturambi, dan Mayor Gerungan.

2. Tujuan Dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA


Tujuan dari pemberontakan PRRI ini adalah untuk mendorong pemerintah supaya
memperhatikan pembangunan negeri secara menyeluruh, sebab pada saat itu pemerintah
hanya fokus pada pembangunan yang berada di daerah Pulau jawa. PRRI memberikan
usulan atas ketidakseimbangan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
Meskipun alasan yang dilakukan oleh PRRI ini benar, namun cara yang digunakan untuk
mengoreksi pemerintah pusat itu salah. PRRI menuntut kepada pemerintah pusat dengan
nada paksaan, sehingga pemerintah menganggap bahwa tuntutannya itu bersifat
memberontak. Hal tersebut menimbulkan kesan bagi pemerintah pusat bahwa PRRI
adalah suatu bentuk pemberontakan. Akan tetapi, jika PRRI itu dikatakan sebagai
pemberontak, hal ini merupakan anggapan yang tidak tepat sebab sebenarnya PRRI ingin
membenahi dan memperbaiki sistem pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat,
bukan untuk menjatuhkan pemerintahan Republik Indonesia.
Karena ketidakpuasan PRRI terhadap keputusan pemerintah pusat, akhirnya PRRI
membentuk dewan-dewan daerah yang terdiri dari Dewan Banteng, Dewan Gajah, dan
Dewan Garuda. Pada tanggal 15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamasikan
bahwa berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia dengan Syarifudin
Prawiranegara sebagai perdana menterinya. Proklamasi PRRI tersebut mendapat
sambutan hangat dari masyarakat Indonesia bagian Timur. Tidak lama setelah proklamasi
PRRI dilakukan, pasukan gerakan PERMESTA memutuskan untuk bergabung ke dalam
kelompok PRRI. Dalam rapat raksasa yang diselenggarakan di beberapa daerah, Kolonel
D.J Somba menyatakan bahwa pada tanggal 17 Februari 1958, Komando Daerah
Sulawesi Utara dan Sulawesi tengah menyatakan putus hubungan dengan pemerintahan
pusat dan mendukung PRRI.
3. Usaha Pemerintah Untuk Menumpas Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Terjadinya pemberontakan PRRI/PERMESTA ini mendorong pemerintahan RI
untuk mendesak Kabinet Djuanda dan Nasution aupaya menindak tegas pemberontakan
yang dilakukan oleh organisasi PRRI/PERMESTA tersebut. Kabinet Nasution dan para
mayoritas pimpinan PNI dan PKI menghendaki supaua pemberontakan tersebut untuk
segera di usnahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, untuk
pimpinan Masyumi dan PSI yang berada di Jakarta sedang mendesak adanya
perundingan dan penyelesaian secara damai. Namun pada akhirnya, pemerintah RI
memilih untuk menindak para pemberontak itu dengan tegas. Pada akhir bulan Februari,
Angkatan Udara Republik Indonesia memulai pengeboman instansi-instansi penting yang
berada di kota Padang, Bukit Tinggi, dan Manado.
Pada awal bulan Maret, pasukan dari Divisi Diponogoro dan Siliwangi yang
berada di bawah pimpinan Kolonel Achmad Yani didaratkan di daratan Pulau Sumatera.
Sebelum pendaratan itu dilakukan, Nasution telah mengiriman Pasukan Resmi Para
Komando Angkatan Darat di ladang-ladang minyak yang berada di kepulauan Sumatera
dan Riau. Pada tanggal 14 Maret 1958, daerah Pecan Baru berhasil dikuasai, dan Operasi
Militer kemudian dikerahkan ke pusat pertahanan PRRI. Pada tanggal 4 Mei 1958 Bukit
tinggi berhasil dikuasai dan selanjutnya Pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI)
membereskan daerah-daerah bekas pemberontakan PRRI. Pada penyerangan tersebut,
banyak pasukan PRRI yang melarikan diri ke area perhutanan yang berada di daerah
tersebut.
Untuk melancarkan penumpasan terhadap Pemberontakan tersebut, pemerintah
membentuk sebuah pasukan Operasi Militer yang operasinya disebut Operasi Merdeka
pada bulan April 1958 dan operasi tersebut di pimpin oleh Letkol Rukminto
Hendradiningrat. Organisasi PERMESTA diduga mendapatkan bantuan dari tentara
asing, dan bukti dari bantuan tersebut adalah jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh
A.L Pope (Seorang Warga negara Amerika) yang tertembak jatuh di Ambon pada tanggal
18 Mei 1958. Pada tanggal 29 Mei 1961, Achmad Husein menyerahkan diri, dan pada
pertengahan tahun 1961, para tokoh-tokoh yang bergabung dalam gerakan PERMESTA
juga menyerahkan diri.
4. Dampak Dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Pemberontakan yang dilakukan oleh gerakan PRRI/PERMESTA ini membawa
dampak besar terhadap hubungan dan politik luar negeri Indonesia. Dukungan dari
negara Amerika Serikat terhadap pemberontakan tersebut membuat hubungan antara
Indonesia dengan Amerika menjadi tidak harmonis. Apalagi dukungan dari Amerika
Serikat terhadap PRRI/PERMESTA terbukti benar dengan jatuhnya pesawat pengebom
B-26 yang dikemudikan oleh seorang pilot bernama Allen Pope pada tanggal 18 Mei
1958 di lokasi yang tidak jauh dari kota Ambon. Presiden RI, Ir. Soekarno beserta para
pemimpin sipil, dan militernya memiliki perasaan curiga terhadap negara Amerika
Serikat dan Negara lainnya. Malaysia yang baru merdeka pada tahun 1957 ternyata juga
mendukung gerakan PRRI dengan menjadikan wilayahnya sebagai saluran utama
pemasok senjata bagi pasukan PRRI. Begitu pula dengan Filipina, Singapura, Korea
Selatan (Korsel), dan Taiwan juga mendukung gerakan pemberontakan yang dilakukan
oleh PRRI.
Akibat dari pemberontakan ini, pemerintah pusat akhirnya membentuk sebuah
pasukan untuk menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI. Hal ini
mengakibatkan pertumpahan darah dan jatuhnya korban jiwa baik dari TNI maupun
PRRI. Selain itu, pembangunan menjadi terbengakalai dan juga menimbulkan rasa
trauma di masyarakat Sumatera terutama daerah Padang.

5. Tokoh-Tokoh PRRI/PERMESTA
Inilah tokoh-tokoh yang ikut serta dalam melangsungkan pemberontakan
PRRI/PERMESTA, tokoh-tokoh tersebut di antaranya adalah.
1. Letnan Kolonel Ahmad Husein
2. Pejabat-Pejabat Kabinet PRRI, yakni: Mr. Syarifudin Prawiranegara yang
menjabat sebagai Menteri Keuangan. Mr. Assaat Dt. Mudo yang menjabat sebagai
Menteri Dalam negeri. Dahlan Djambek sempat memegang jabatan itu sebelum
Mr. Assaat tiba di Padang. Mauludin Simbolon sebagai Menteri Luar Negeri.
Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo menjaba sebagai Menteri Perhubungan
dan Pelayaran. Moh Syafei menjabat sebagai Menteri PKK dan Kesehatan. J.F
Warouw menjabat sebagai Menteri Pembangunan. Saladin Sarumpet menjabat
sebagai Menteri Pertanian dan Pemburuhan. Muchtar Lintang menjabat sebagai
Menteri Agama. Saleh Lahade menjabat sebagai Menteri Penerangan. Ayah Gani
Usman Menjabat Sebagai Menteri Sosial. Dahlan Djambek menjabat sebagai
Menteri Pos dan Telekomunikasi.
3. Mayor Eddy Gagola
4. Kolonel Alexander Evert Kawilarang
5. Kolonel D.J Somba
6. Kapten Wim Najoan
7. Mayor Dolf Runturambi
8. Letkol Ventje Sumual

Anda mungkin juga menyukai