Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan ini muncul dimulai sejak Perundingan Linggarjati disetujui dan
ditanda tangani dan di perparah dengan penandatanganan perundingan yang lainnya,
seperti Roem-Royen. Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara Bagian
(BFO/Bijeenkomst Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi
perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan.
Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang ingin
bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin Indonesia
menjadi negara kesatuan.
Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya,
pertemuan untuk membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil dari berbagai
daerah non RI itu, ternyata mendapat reaksi keras dari para politisi pro RI yang ikut
serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar bahkan begitu kuatnya mengkritik hasil
konferensi.
Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonesia Raya
digunakan atau tidak oleh Negara Indonesia Timur (NIT) juga menjadi persoalan
yang tidak bisa diputuskan dalam konferensi. Kabinet NIT juga secara tidak langsung
ada yang jatuh karena persoalan negara federal ini (1947)
Umumnya semua bermuara pada ketidakpuasan rakyat atau pimpinan di luar
Jawa (Daerah) terhadap penyelenggaraan pemerintahan (Pusat) yang dilakukan para
pemimpin RI karena dirasakan terlalu sentralistis & berorientasi Jawa. Adapun latar
belakang pemberontakan PRRI dan Permesta dapat di jelaskan seperti point-point
dibawah ini
1. Gagalnya perekonomian bangsa
2. Kesenjangan dalam internal tentara angkatan darat
3. Ancaman komunisme

1
4. Peristiwa Cikini
5. Intervensi asing

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa itu Konflik Dan Pergolakan Yang Berkaitan Dengan Sistem
Pemerintahan?
2. Bagaimana Pemberontokan PRRI dan Permesta?
3. Bagaimana Persoalan Negera Federal dan BFO?
4. Apa saja kaitan Pergolakan yang dan Sistem Pemerintahan?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Konflik Dan Pergolakan Yang Berkaitan Dengan Sistem


Pemerintahan
Suatu permasalahan berupa konflik atau pergolakan yang berkaitan dengan
sistem pemerintahan yang mengancam disintegrasi bangsa
Terdapat 2 aspek yang dibahas, yakni :
1. Pemberontakan PRRI dan Permesta
2. Persoalan Negera Federal dan BFO

2.2 Pemberontokan PRRI dan Permesta


Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan
PRRI) merupakan salah satu gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan
pemerintah pusat (Jakarta) yang dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958
dengan keluarnya ultimatum dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat, Indonesia. Sedangkan Permesta
atau Perdjuangan Semesta atau Perdjuangan Rakjat Semesta adalah sebuah gerakan
militer di Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer
Indonesia Timur pada 2 Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Pusatnya
berada di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi.
Latar Belakang Pemberontakan PRRI dan Permesta Umumnya semua
bermuara pada ketidakpuasan rakyat atau pimpinan di luar Jawa (Daerah) terhadap
penyelenggaraan pemerintahan (Pusat) yang dilakukan para pemimpin RI karena
dirasakan terlalu sentralistis & berorientasi Jawa. Konflik yang terjadi ini sangat
dipengaruhi oleh tuntutan keinginan akan adanya otonomi daerah yang lebih luas.
Pada masa bersamaan kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil pasca
agresi Belanda.

3
Munculnya pemberontakan PRRI dan Permesta bermula dari adanya
persoalan di dalam tubuh Angkatan Darat, berupa kekecewaan atas minimnya
kesejahteraan tentara di Sumatera dan
Sulawesi. Kekecewaan tersebut diwujudkan engan pembentukan dewan-
dewan daerah sebagai alat perjuangan tuntutan pada Desember 1956 dan Februari
1957, seperti :

1. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
2. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin
Simbolan.
3. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
4. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje
Sumual.

Beberapa tokoh sipil dari pusatpun mendukung mereka bahkan bergabung ke


dalamnya, seperti Syafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap dan Mohammad
Natsir. Ahmad Husein lalu mengultimatum pemerintah pusat, menuntut agar Kabinet
Djuanda mengundurkan diri dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan
tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Krisis pun akhirnya memuncak ketika pada
tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Padang, Sumatera Barat.
Sebagai perdana menteri PRRI ditunjuk Mr. Syafruddin Prawiranegara.

Pemerintah pusat tanpa ragu-ragu langsung bertindak tegas. Operasi militer


dilakukan untuk menindak pemberontak yang diam-diam ternyata didukung Amerika
Serikat. AS berkepentingan dengan pemberontakan ini karena kekhawatiran mereka
terhadap pemerintah pusat Indonesia yang bisa saja semakin dipengaruhi komunis.

4
2.2 Persoalan Negera Federal dan BFO
BFO Negara Federal maupun BFO prinsipnya sama, yakni adalah suatu
negara yang secara resmi merdeka dan diakui kedaulatannya namun secara de-facto
berada di bawah kontrol negara lainnya. Permasalahan ini muncul dimulai sejak
Perundingan Linggarjati disetujui dan ditanda tangani dan di perparah dengan
penandatanganan perundingan yang lainnya, seperti Roem-Royen.
Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara Bagian (BFO/
Bijeenkomst Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi perpecahan di
kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah kemerdekaan. Persaingan yang timbul
terutama adalah antara golongan federalis yang ingin bentuk negara federal
dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin Indonesia menjadi negara
kesatuan.

Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya,


pertemuan untuk membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil dari berbagai
daerah non RI itu, ternyata mendapat reaksi keras dari para politisi pro RI yang ikut
serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar bahkan begitu kuatnya mengkritik hasil
konferensi.
Sejak pembentukannya di Bandung pada bulan Juli 1948, BFO telah terpecah
ke dalam dua kubu. Kelompok pertama lebih memilih bergabung RI yang dipelopori

5
oleh Ide Anak Agung Gde Agung (NIT) serta R.T. Adil Puradiredja dan R.T.
Djumhana (Negara Pasundan). Kelompok kedua dipimpin oleh Sultan Hamid II
(Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera Timur) yang bekerjasama dengan Belanda
tetap dipertahankan BFO.
Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II-nya, pertentangan antara dua
kubu ini kian sengit. Dalam sidang-sidang BFO selanjutnya kerap terjadi konfrontasi
antara Anak Agung dengan Sultan Hamid II. Dikemudian hari, Sultan Hamid II
ternyata bekerjasama dengan APRA Westerling mempersiapkan pemberontakan
terhadap pemerintah RIS.
Namun selain pergolakan yang mengarah pada perpecahan, pergolakan
bernuansa positif bagi persatuan bangsa juga terjadi. Hal ini terlihat ketika negara-
negara bagian yang keberadaannya ingin dipertahankan setelah KMB, harus
berhadapan dengan tuntutan rakyat yang ingin agar negara-negara bagian tersebut
bergabung ke RI.
Potensi disintegrasi bangsa pada masa kini bisa saja benar-benar terjadi bila
bangsa Indonesia tidak menyadari adanya potensi semacam itu. Karena itulah kita
harus selalu waspada dan terus melakukan upaya untuk menguatkan persatuan bangsa
Indonesia. Sejarah Indonesia telah menunjukkan bahwa proses disintegrasi sangat
merugikan. Antara tahun 1948-1965 saja, gejolak yang timbul karena persoalan
ideologi, kepentingan atau berkait dengan sistem pemerintahan, telah berakibat pada
banyaknya kerugian fiik, materi mental dan tenaga bangsa.
Konflik dan pergolakan yang berlangsung diantara bangsa Indonesia bahkan
bukan saja bersifat internal, melainkan juga berpotensi ikut campurnya bangsa asing
pada kepentingan nasional bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi disintegrasi yang
sudah terjadi terulang, sebagai generasi muda bangsa ini haruslah berjuang dengan
cara mengisi kemerdekaan.

6
2.3 Pergolakan yang Berkait Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam
mengatur pemerintahannya. Saat ini Indonesia menganut sistem presidensial atau
disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara
republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan
kekuasan legislatif.. Namun dalam perjalanan sejarah Indonesia juga pernah
menggunakan sistem pemerintahan parlementer.
Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen
memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki
wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan
pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya.
Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang
presidendan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya
pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya
pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol
kepala negara saja.
Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika
berdasarkan perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk negara
serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RI menjadi bagian
RIS. Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO
(Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Potensi disintegrasi bangsa pada masa kini bisa saja benar-benar
terjadi bila bangsa Indonesia tidak menyadari adanya potensi semacam itu. Karena
itulah kita harus selalu waspada dan terus melakukan upaya untuk menguatkan
persatuan bangsa Indonesia.
Sejarah Indonesia telah menunjukkan bahwa proses disintegrasi
sangat merugikan. Antara tahun 1948-1965 saja, gejolak yang timbul
karena persoalan ideologi, kepentingan atau berkait dengan system pemerintahan,
telah berakibat pada banyaknya kerugian fiik, materi mental dan tenaga bangsa.
Konflik dan pergolakan yang berlangsung diantara bangsa Indonesia
bahkan bukan saja bersifat internal, melainkan juga berpotensi ikut campurnya
bangsa asing pada kepentingan nasional bangsa Indonesia.
Untuk mengantisipasi disintegrasi yang sudah terjadi terulang, sebagai
generasi muda bangsa ini haruslah berjuang dengan cara mengisi kemerdekaan.

8
DAFRAR PUSTAKA

http://www.mediabelajar.cf/2016/06/pergolakan-yang-berkait-sistem.html
https://dokumen.tips/download/link/konflik-dan-pergolakan-yang-berkait-dengan-
sistem-pemerintahan-tahun-1948-1965
https://prezi.com/zqqbxjjwwkfn/konflik-pergolakan-yang-berkait-dengan-sistem-
pemerintahan/
http://gurusejarahlokal.blogspot.co.id/2015/11/konflik-dan-pergolakan-di-
indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai