Anda di halaman 1dari 6

Bab 1:

Perjuangan Menghadapi Ancaman Disintegrasi


Bangsa
A. Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)
Sejarah pergolakan dan konflik yang terjadi di Indonesia selama masa tahun 1948-1965
dalam bab ini akan dibagi ke dalam tiga bentuk pergolakan:

1. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan ideologi.


Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan
DI/TII, dan peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh PKI tentu saja komunisme,
sedangkan pemberontakan DI/TII berlangsung dengan membawa ideologi agama.
1. Pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) Madiun
2. Pemberontakan DI/TII
3. Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)
– Gerakan 30 September merupakan Persoalan Internal Angkatan Darat (AD).
– Dalang Gerakan 30 September adalah Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA).
– Gerakan 30 September merupakan Pertemuan antara Kepentingan Inggris-AS.

– Soekarno adalah Dalang Gerakan 30 September.


– Tidak ada Pemeran Tunggal dan Skenario Besar dalam Peristiwa Gerakan 30 September
(Teori Chaos).
– Soeharto sebagai Dalang Gerakan 30 September.
– Dalang Gerakan 30 September adalah PKI.
2. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan kepentingan
(vested interest).
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS, dan Andi Aziz. Vested
Interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat pada suatu kelompok.
Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol suatu sistem sosial atau kegiatan
untuk keuntungan sendiri.
Mereka juga enggan untuk melepas posisi atau kedudukan yang diperolehnya sehingga
sering menghalangi suatu proses perubahan. Baik APRA, RMS, dan Andi Aziz,
semuanya berhubungan dengan keberadaan pasukan KNIL atau Tentara Kerajaan (di)
Hindia Belanda. Pasukan ini tidak mau menerima kedatangan tentara Indonesia di
wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai. Dalam situasi seperti ini, konflik pun
terjadi.

3. Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan sistem


pemerintahan.
Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO (Bijeenkomst
Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta. Masalah yang
berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika berdasarkan perjanjian
Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk negara serikat/federal dengan nama
Republik Indonesia Serikat (RIS). 
RI menjadi bagian RIS. Negara-negara federal lainnya misalnya adalah Negara
Pasundan, negara Madura, Negara Indonesia Timur. BFO sendiri adalah badan
musyawarah negara-negara federal di luar RI yang dibentuk oleh Belanda.
Awalnya, BFO berada di bawah kendali Belanda. Namun makin lama badan ini makin
bertindak netral, tidak lagi semata-mata memihak Belanda. Prokontra tentang negara-
negara federal inilah yang kerap juga menimbulkan pertentangan.

B. Dari Konflik Menuju Konsensus Suatu Pembelajaran


1. Kesadaran Terhadap Pentingnya Integrasi Bangsa
Pentingnya kesadaran terhadap integrasi bangsa dapat dihubungkan dengan masih
terdapatnya potensi konflik di beberapa wilayah Indonesia pada masa kini. Kementerian
Sosial saja memetakan bahwa pada tahun 2014 Indonesia masih memiliki 184 daerah
dengan potensi rawan konflik sosial.

Enam di antaranya diprediksi memiliki tingkat kerawanan yang tinggi, yaitu Papua,
Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Jawa Tengah (cermati
wacana di bawah).

2. Teladan Para Tokoh Persatuan


Posisi Papua dalam sejarah Indonesia setelah kemerdekaan sebenarnya unik. Papua
adalah wilayah di Indonesia yang bahkan setelah RI kembali menjadi negara kesatuan
pada tahun 1950 pun, tetap berada dalam kendali Belanda. 

Khusus persoalan Papua, berdasarkan hasil KMB tahun 1949, sesungguhnya akan
dibicarakan kembali oleh pemerintah RI dan Belanda “satu tahun kemudian”. Nyatanya
hingga tahun 1962, ketika Indonesia akhirnya memilih jalan perjuangan militer dalam
merebut wilayah ini, Belanda tetap berupaya mempertahankan Papua.

1) Pahlawan Nasional dari Papua: Frans Kaisiepo, Silas Papare, dan Marthen Indey
Sultan Hamengku Buwono IX (1912-1988). Pada tahun 1940, ketika Sultan Hamengku
Buwono IX dinobatkan menjadi raja Yogyakarta, ia dengan tegas menunjukkan sikap
nasionalismenya. Dalam pidatonya saat itu, ia mengatakan:
“Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama
saya adalah dan tetap adalah orang Jawa.”(Kemensos, 2012)
2) Para Raja yang Berkorban Untuk Bangsa: Sultan Hamengku Buwono IX dan Sultan
Syarif Kasim II
Sultan Hamid II dari Pontianak misalnya, bahkan pada tahun 1950-an lebih memilih
berontak hingga turut serta dalam rencana pembunuhan terhadap beberapa tokoh dan
pejabat di Jakarta, meski akhirnya mengalami kegagalan.
3) Mewujudkan Integrasi Melalui Seni dan Sastra: Ismail Marzuki
Ismail Marzuki (1914–1958). Dilahirkan di Jakarta, Ismail Marzuki memang berasal dari
keluarga seniman. Di usia 17 tahun ia berhasil mengarang lagu pertamanya, berjudul
“O Sarinah”. 

Tahun 1936, Ismail Marzuki masuk perkumpulan musik Lief Java dan berkesempatan


mengisi siaran musik di radio. Pada saat inilah ia mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu
barat untuk kemudian menciptakan lagu-lagu sendiri
4) Perempuan Pejuang; Opu Daeng Risaju
Nama kecil Opu Daeng Risaju adalah Famajjah. Ia dilahirkan di Palopo pada tahun
1880, dari hasil perkawinan antara Opu Daeng Mawellu dengan Muhammad Abdullah
to Barengseng. Nama Opu menunjukkan gelar kebangsawanan di kerajaan Luwu.
Bab 2:
Sistem dan Struktur Politik Ekonomi Indonesia
Masa Demokrasi Parlementer
A. Perkembangan Politik Masa Demokrasi Liberal
1. Sistem Pemerintahan
Bangsa kita sebenarnya adalah bangsa pembelajar. Indonesia sampai dengan tahun
1950-an telah menjalankan dua sistem pemerintahan yang berbeda yaitu sistem
presidensial dan sistem parlementer.
Salah satu ciri yang nampak dalam masa ini adalah sering terjadi penggantian kabinet.
Mengapa sering terjadi pergantian kabinet? Hal ini terutama disebabkan adanya
perbedaan kepentingan di antara partai-partai yang ada. 

Perbedaan di antara partai-partai tersebut tidak pernah dapat terselesaikan dengan


baik sehingga dari tahun 1950 sampai tahun 1959 terjadi silih berganti kabinet mulai
Kabinet Natsir (Masyumi) 1950-1951; Kabinet Sukiman (Masyumi) 1951-1952;

Kabinet Wilopo (PNI) 1952-1953; Kabinet Ali Sastroamijoyo I (PNI) 1953-1955; Kabinet
Burhanuddin Harahap (Masyumi) 1955-1956; Kabinet Ali Sastroamijoyo II (PNI) 1956-
1957; dan Kabinet Djuanda (Zaken Kabinet) 1957-1959.

1. Kabinet Djuanda untuk menyelesaikan tugasnya menyusun program kerja yang terdiri
dari lima pasal yang dikenal dengan Panca Karya, sehingga kabinetnya pun dikenal sebagai
Kabinet Karya. Kelima program tersebut meliputi: Membentuk Dewan Nasional
2. Normalisasi keadaan Republik Indonesia
3. Melanjutkan pembatalan KMB
4. Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
5. Mempercepat pembangunan
2. Sistem Kepartaian
Partai politik merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggotaanggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.

Tujuan dibentuknya partai politik adalah untuk memperoleh, merebut dan


mempertahankan kekuasaan secara konstitusional. Jadi munculnya partai politik erat
kaitannya dengan kekuasaan. Di antara partai-partai tersebut tergambar dalam bagan
berikut ini: GAMBAR

3. Pemilihan Umum 1955


Pelaksanaan Pemilihan Umum pertama dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang
meliputi 208 kabupaten, 2139 kecamatan, dan 43.429 desa. Pemilihan umum 1955
dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama untuk memilih anggota parlemen yang
dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua untuk memilih anggota Dewan
Konstituante (badan pembuat Undang- Undang Dasar) dilaksanakan pada 15
Desember 1955. Pada pemilu pertama ini 39 juta rakyat Indonesia memberikan
suaranya di kotak-kotak suara.
B. Mencari Sistem Ekonomi Nasional
1. Pemikiran Ekonomi Nasional
Pemikiran ekonomi pada 1950-an pada umumnya merupakan upaya mengubah
struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Hambatan yang
dihadapi dalam mewujudkan hal tersebut adalah sudah berakarnya sistem
perekonomian kolonial yang cukup lama.

Warisan ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia banyak


didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh kelompok etnis Cina sebagai
penggerak perekonomian Indonesia.

Perhatian terhadap perkembangan dan pembangunan ekonomi dicurahkan oleh


Soemitro Djojohadikusumo. Ia berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia
pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi baru. Soemitro mencoba
mempraktikkan pemikirannya tersebut pada sektor perdagangan.

Ia berpendapat bahwa pembangunan ekonomi nasional membutuhkan dukungan dari


kelas ekonomi menengah pribumi yang kuat. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus
sesegera mungkin menumbuhkan kelas pengusaha pribumi, karena pengusaha pribumi
pada umumnya bermodal lemah.

2. Sistem Ekonomi Liberal


Sesudah pengakuan kedaulatan, pemerintah Indonesia menanggung beban ekonomi
dan keuangan yang cukup berat dampak dari disepakatinya ketentuan-ketentuan KMB,
yaitu meningkatnya nilai utang Indonesia, baik utang luar negeri maupun utang dalam
negeri.

Struktur perekonomian yang diwarisi dari penguasa kolonial masih berat sebelah, nilai
ekspor Indonesia pada saat itu masih sangat tergantung pada beberapa jenis hasil
perkebunan yang nilainya jauh di bawah produksi pada era sebelum Perang Dunia II.

Kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk menanggulangi permasalahan tersebut di


antaranya adalah melaksanakan industrialisasi, yang dikenal dengan Rencana
Soemitro. Sasaran yang ditekankan dari program ini adalah pembangunan industri
dasar, seperti pendirian pabrik-pabrik semen, pemintalan, karung dan percetakan. 
Kebijakan ini diikuti dengan peningkatan produksi, pangan, perbaikan sarana dan
prasarana, dan penanaman modal asing. Pada masa pemerintahan Kabinet
Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda dengan misi
merundingkan masalah Finansial Ekonomi (Finek). Perundingan ini dilakukan pada
tangal 7 Januari 1956.

Rancangan persetujuan Finek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda


adalah sebagai berikut:

1. Pembatalan Persetujuan Finek hasil KMB


2. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
3. Hubungan Finek didasarkan atas undang-undang Nasional, tidak boleh diikat
oleh perjanjian lain.

Anda mungkin juga menyukai