Anda di halaman 1dari 40

TUGAS SEJARAH

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3


XII IPA 8

1. REYNOLD JACOB FREDRICK TARUMASELLY


2. RIFANDI KUSUMA ATMAJA
3. SALSYA LIE RUMTHE
4. SELIN VELDAY PAPILAYA
5. SITTI MUZDALIFAH NINGKEULA
6. SOROS ZERPAUL RAJALABIS
7. STELLA GASPERSZ
8. TEISYA ANJELY PELAMONIA
9. THEA RISAMENA
10. YOSINA PATTIPEILOHY
11. ZEFANYA SIWALETTE
12. ZENLY ALFONS
KOMPETENSI DASAR

3.1. Menganalisis upaya bangsa Indonesia dalam


menghadapi ancaman disintegrasi bangsa, antara
lain PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA, Andi Azis,
RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI.

4.1 Merekonstruksi upaya Bangsa Indonesia dalam


menghadapi ancaman disintegrasi bangsa, antara
lain PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA, Andi Azis,
RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI. Dan menyajikan
dalam bentuk cerita sejarah.
INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI

3.1.1. Menganalisis berbagai konflik dan pergolakan


yang terjadi di Indonesia.

3.1.2 . Menganalisis upaya bangsa Indonesia dalam


menghadapi ancaman disintegrasi bangsa.

3.1.3. Menganalisis peran tokoh-tokoh nasional dan


darah yang berjuang mempertahankan keutuhan
negara bangsa Indoneia pada 1948-1965.
Berbagai Pergolakan di Dalam
Negeri (1948-1965)
Disintegrasi Bangsa Akibat
Perbedaan Pemahaman Ideologi
Termasuk dalam kategori ini adalah Berbagai
Pergolakan Di Dalam Negeri 1948 – 1965
pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan DI/TII
dan peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh
PKI tentu saja komunisme, sedangkan
pemberontakan DI/TII berlangsung dengan
membawa ideologi agama.
Peristiwa PKI Madiun 1948 (Madiun Affairs)
Terjadi pada tanggal : 18 September 1948
Tokoh : Muso dan Amir Syarifuddin
Sebab- sebab :
1. Pada awal pemerintahannya Amir Syarifuddin berniat mendirikan negara komunis.Hal ini
dibuktikan dengan adanya pendidikan politik bagi TNI.
2. Ketidakpuasan terhadap hasil Renville, dimana pada saat itu kabinetnya adalah kabinet
Hatta.
3. Amir Syarifuddin kemudian melakukan oposisi,dan membentuk FDR ( Front Demokrasi
Rakyat ).
4. Muso bergabung dengan FDR membuat beberapa kebijakan yang pada intinya mendukung
ide- ide komunis diterapkan di Indonesia.Puncaknya dengan diumumkannya Republik Soviet
Indonesia.

Tujuan : Meruntuhkan RI yang merupakan hasil Proklamasi 17


Agustus 1945 yang berdasarkan Pancasila dan diganti
dengan komunis.

Cara mengatasi :
5. Soekarnno- Hatta melalui pidatonya memberikan pilihan kepada rakyat untuk memilih antara
Soekarno-Hatta atau PKI-Muso.
6. Panglima Besar Jendral Soedirman memerintahkan kolonel Gatot Soebroto dan Sungkono
mengerahkan pasukan TNI.Madiun berhasil direbut pada tanggal 30 September 1948.
Pemberontakan Darul Islam (DI/TII)
1. Di Jawa Barat
Terjadi pada tanggal : 7 Agustus 1949
Tokoh : Sekarmadji Maridjan
Kartosuwiryo
Sebab:
Penolakan Kartosuwiryo terhadap perjanjian Renville yang
mengharuskan TNI di daerah kantong hijrah ke Yogyakarta.Pada
waktu itu Kartosuwiryo berada di Jawa Barat,dan
memproklamasikan berdirinya negara Islam Indonesia (NII).

Cara mengatasi:
2. Operasi militer tanggal 27 Agustus 1949
3. Operasi Bharatayudha
2. Di Jawa Tengah
Terjadi pada tanggal : 23 Agustus 1949
Tokoh : Amir Fatah dan Kiai Sumolangu

Sebab:
3. Adanya persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo,
yaitu keduanya menjadi pendukung setia Ideologi Islam.
4. Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah
RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh
"orang-orang Kiri", dan mengganggu perjuangan umat Islam.
5. Adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan
TNI tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama
itu di daerah Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah dibinanya sebelum
Agresi Militer II, harus diserahkan kepada TNI di bawah Wongsoatmojo.
6. Adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmodjo

Cara mengatasi:
Tahun 1957 ditumpas melalui operasi gerakan Banteng Nasional dari divisi
Diponegoro.
3. Di Aceh
Terjadi pada tanggal : Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai
dengan Proklamasi Daud Beureueh bahwa Aceh merupakan
bagian Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan Imam
Kartosuwirjo pada tanggal 20 September 1953.
Tokoh : Daud Beureuh
Sebab :
4. Persoalan otonomi daerah
5. Pertentangan antar golongan
6. Tidak lancarnya rehabilitasi dan modernisasi daerah

Cara mengatasi :
Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan dengan suatu
" Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada bulan
Desember 1962 atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar
Muda, Kolonel Jendral Makarawong.
4. Di Sulawesi Selatan
Terjadi pada tanggal : 17 Agustus 1951
Tokoh : KaharMuzakar

Sebab :
Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar menuntut kepada
pemerintah agar pasukannya yang tergabung dalam Komando
Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat ( APRIS ). Tuntutan ini
ditolak karena harus melalui penyaringan.

Cara mengatasi :
5. Operasi Militer
6. Pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil
ditangkap dan ditembak mati sehingga pemberontakan
DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan.
5. Di Kalimantan Selatan
Terjadi : Bulan oktober 1950
Tokoh : Ibnu Hajar
Sebab : Ketidakpuasan terhadap kebijakan
mengenai TNI

Cara mengatasi :
Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah
pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hadjar
dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima
menjadi anggota ABRI. Ibnu Hadjar sempat menyerah, akan
tetapi setelah menyerah dia kembali melarikan diri dan
melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah akhirnya
menugaskan pasukan ABRI (TNI-POLRI) untuk menangkap
ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta
seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.
Gerakan 30 September 1965
Gerakan 30 September (dalam dokumen pemerintah
tertulis Gerakan 30 September/PKI, sering disingkat
G30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga
Puluh), atau juga Gestok (Gerakan Satu Oktober)
adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam
pada tanggal 30 September sampai awal bulan
selanjutnya (1 Oktober) tahun 1965 ketika tujuh
perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa
orang yang lain dibunuh dalam suatu usaha kudeta
(yang hampir sekaligus)
Latar Belakang
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis terbesar di seluruh dunia,
di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah
sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol
pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan para
petani anggota Barisan Tani Indonesia yang berjumlah 9 juta anggota. Termasuk
pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis serta pergerakan
sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.

Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan. Kemudian, Sukarno menetapkan


konstitusi di bawah dekret presiden – sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia
memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jenderal militer
ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin".
PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan
bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis,
Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.

Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum
burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh
dan petani, gagal mengatasi masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik, serta
korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Latar Belakang lainnya antara lain, yaitu:

1. Angkatan Kelima
Pada awal tahun 1965, Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana menteri RRC,
mempunyai ide tentang Angkatan Kelima yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Akan tetapi,
petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai
antara militer dan PKI.

2. Isu sakitnya Bung Karno


Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung
Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno
meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit
ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan tindakan tersebut.

3. Isu masalah tanah dan bagi hasil


Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-
Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia
Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil
pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada
masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan
sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang
takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat
keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di
Sumatra Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian
digunakan sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya. Keributan antara PKI dan Islam
(tidak hanya NU, tetapi juga dengan Persis dan Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di
hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di provinsi-provinsi lain juga
terjadi hal demikian.
4. Faktor Malaysia
Negara Federasi Malaysia yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 adalah salah
satu faktor penting dalam insiden ini[3]. Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan salah satu
penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang
menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada
akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.

5. Faktor Amerika Serikat


Amerika Serikat pada waktu itu sedang terlibat dalam perang Vietnam dan berusaha sekuat
tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunisme. Peranan badan intelejen Amerika
Serikat (CIA) pada peristiwa ini sebatas memberikan 50 juta rupiah (uang saat itu) kepada
Adam Malik dan walkie-talkie serta obat-obatan kepada tentara Indonesia. Politisi Amerika pada
bulan-bulan yang menentukan ini dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena
mereka merasa ditarik oleh Sukarno ke dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia ini.

6. Faktor ekonomi
Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan
terpaksa harus antre beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya.
Beberapa faktor yang berperan kenaikan harga ini adalah keputusan Suharto-Nasution untuk
menaikkan gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa yang
menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi tersebut, banyak rakyat Indonesia yang
sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, gaplek, serta bahan makanan yang
tidak layak dikonsumsi lainnya; pun mereka menggunakan kain dari karung sebagai pakaian
mereka. Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan
keenam jenderal tersebut, yang berakibat adanya backlash terhadap PKI dan pembantaian
orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat
lainnya.
Peristiwa
1. Isu Dewan Jenderal
Pada saat-saat yang genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya
Dewan Jenderal yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat
yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya.
Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa
untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno. Namun yang
tidak diduga-duga, dalam operasi penangkapan jenderal-jenderal tersebut, terjadi
tindakan beberapa oknum yang termakan emosi dan membunuh Letjen Ahmad Yani,
Panjaitan, dan Harjono.
2. Isu Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia
Andrew Gilchrist beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal.
Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen
Ceko di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, menyebutkan adanya
"Our local army friends" (Teman tentara lokal kita) yang mengesankan bahwa
perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat[6]. Kedutaan Amerika
Serikat juga dituduh memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada tentara
untuk "ditindaklanjuti". Dinas intelejen Amerika Serikat mendapat data-data tersebut
dari berbagai sumber, salah satunya seperti yang ditulis John Hughes, wartawan The
Nation yang menulis buku "Indonesian Upheaval", yang dijadikan basis skenario film
"The Year of Living Dangerously", ia sering menukar data-data apa yang ia
kumpulkan untuk mendapatkan fasilitas teleks untuk mengirimkan berita.
3. Isu Keterlibatan Soeharto
Hingga saat ini tidak ada bukti keterlibatan/peran aktif Soeharto dalam aksi
penculikan tersebut. Satu-satunya bukti yang bisa dielaborasi adalah pertemuan
Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (pada zaman itu jabatan
Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat tidak membawahi pasukan,
berbeda dengan sekarang) dengan Kolonel Abdul Latief di Rumah Sakit Angkatan
Darat.
Meski demikian, Suharto merupakan pihak yang paling diuntungkan dari peristiwa ini.
Banyak penelitian ilmiah yang sudah dipublikasikan di jurnal internasional
mengungkap keterlibatan Suharto dan CIA. Beberapa diantaranya adalah, Cornell
Paper, karya Benedict R.O'G. Anderson and Ruth T. McVey (Cornell University),
Ralph McGehee (The Indonesian Massacres and the CIA), Government Printing
Office of the US (Department of State, INR/IL Historical Files, Indonesia, 1963–1965.
Secret; Priority; Roger Channel; Special Handling), John Roosa (Pretext for Mass
Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'État in Indonesia),
Prof. Dr. W.F. Wertheim (Serpihan Sejarah Thn 1965 yang Terlupakan).
Korban
Pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
1. Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi
Tertinggi)
2. Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
3. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan
dan Pembinaan)
4. Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
5. Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
7. Kapten Czi. (Anumerta) Pierre Andries Tendean

Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya
pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan dia, Lettu CZI
Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.

Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal
sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.

Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:


8. Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
9. Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
10. Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
Peristiwa konflik dan pergolakan yang
berkait dengan kepentingan (vested interest)

Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA,


RMS dan Andi Aziz.Vested Interest merupakan
kepentingan yang tertanam dengan kuat pada suatu
kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk
mengontrol suatu sistem sosial atau kegiatan untuk
keuntungan sendiri. Mereka juga sukar untuk mau melepas
posisi atau kedudukannya sehingga sering menghalangi
suatu proses perubahan. Baik APRA, RMS dan peristiwa
Andi Aziz, semuanya berhubungan dengan keberadaan
pasukan KNIL atau Tentara Kerajaan (di) Hindia Belanda,
yang tidak mau menerima kedatangan tentara Indonesia di
wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai.
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) adalah milisi dan
tentara swasta pro-Belanda yang didirikan pada masa
Revolusi Nasional Indonesia. Milisi ini didirikan oleh
mantan Kapten DST KNIL Raymond Westerling setelah
demobilisasinya dari kesatuan Depot Speciale Troepen
(depot pasukan khusus KNIL) pada tanggal 09 Januari
1949.
Nama milisi ini berasal dari bagian dari kitab ramalan
Jawa Kuno Ramalan Jayabaya yang meramalkan
kedatangan seorang "Ratu Adil" yang merupakan
keturunan Turki. Karena mempunyai warisan darah
campuran Turki, Westerling memandang dirinya sebagai
sang "Ratu Adil" yang diramalkan akan membebaskan
rakyat Indonesia dari "tirani".
Peristiwa kudeta Angkatan Perang Ratu Adil
Tidak senang dengan pertumbuhan pengaruh pemerintahan Soekarno,
Westerling bersekongkol dengan Sultan Pontianak Sultan Hamid II yang
berhaluan federalis untuk meluncurkan kudeta pada bulan Januari 1950.

Pada tanggal 23 Januari 1950, APRA meluncurkan kudeta menentang


pemerintah Republik Indonesia. Walaupun milisi ini berhasil untuk sementara
menduduki Bandung, mereka gagal untuk menduduki Jakarta dan Blora.
Mereka telah merencanakan untuk menggulingkan Kabinet RIS dan
membunuh beberapa tokoh Republik terkemuka termasuk Menteri
Pertahanan Sultan Hamengkubuwana IX dan Sekretaris-Jenderal Ali
Budiardjo. Kegagalan kudeta ini menyebabkan adanya demoralisasi anggota
milisi terhadap Westerling dan terpaksa melarikan diri ke Belanda. Tanpa
pemimpin yang kuat, APRA akhirnya berhenti berfungsi pada Februari 1950.

Tindakan APRA tersebut pada akhirnya menyebabkan penahanan Sultan


Hamid II dan justru mempercepat pembubaran Republik Indonesia Serikat
pada tanggal 17 Agustus 1950, mengubah Indonesia menjadi negara
kesatuan yang didominasi oleh pemerintahan pusat di Jakarta.
PEMBERONTAKAN ANDI AZIS
Terjadi pada : 5 April 1950
Tokoh : Andi Azis

Sebab :
1. Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di
Negara Indonesia Timur.
2. Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
3. Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.

Cara mengatasi :
4. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi
Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,
pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan
harus dilepaskan.
5. Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang
dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua
brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin oleh
Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di
Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman.
PEMBERONTAKAN REPUBLIK MALUKU
SELATAN (RMS)
Terjadi pada : 25 April 1950
Tokoh : Soumokil, J.H. Manuhutu, Frans
Tutuhatunewa

Sebab : Ingin mendirikan negara sendiri

Cara mengatasi : Menggunakan pasukan ekspedisi


yang dipimpin oleh Kolonel A.E
Kawilarang
Konflik dan Pergolakan yang Berkait Dengan
Sistem Pemerintahan
Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO
(Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta.

Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika


berdasarkan perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk negara
serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RI menjadi
bagian RIS. Negara-negara federal lainnya misalnya adalah negara Pasundan,
negara Madura atau Negara Indonesia Timur. BFO sendiri adalah badan
musyawarah negara-negara federal di luar RI, yang dibentuk oleh Belanda.
Awalnya, BFO berada di bawah kendali Belanda. Namun makin lama badan ini
makin bertindak netral, tidak lagi melulu memihak Belanda. Pro-kontra tentang
negara-negara federal inilah yang kerap juga menimbulkan pertentangan dalam
Berbagai Pergolakan Di Dalam Negeri 1948 – 1965.

Sedangkan pemberontakan PRRI dan Permesta merupakan pemberontakan


yang terjadi akibat adanya ketidakpuasan beberapa daerah di wilayah
Indonesia terhadap pemerintahan pusat.
BFO ATAU NEGARA FEDERAL
Konsep negara federal dan “persekutuan” negara bagian (BFO) mau tidak mau
menimbulkan potensi perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri setelah
pengakuan kedaulatan. Di dalam BFO timbul persaingan antara golongan federalis yang
menginginkan bentuk negara federal dipertahankan yang berlawanan dengan keinginan
golongan unitaris yang ingin Indonesia menjadi negara kesatuan.

Sejak pembentukannya di Bandung pada bulan Juli 1948, BFO telah terpecah ke dalam
dua kubu. Kelompok pertama lebih memilih bergabung RI yang dipelopori oleh Iada Anak
Agung Gde Agung (NIT) serta R.T. Adil Puradiredja dan R.T.Djumhana (Negara
Pasundan). Kelompok kedua dipimpin oleh Sultan Hamid II (Pontianak) dan dr.T.Mansur
(Sumatra Timur) yang bekerja sama dengan Belanda untuk tetap mempertahankan BFO.

Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II-nya, pertentangan kedua kubu kian sengit.
Dalam sidang-sidang BFO selanjutnya kerap terjadi konfrontasi antara Anak Agung dengan
Sultan Hamid II. Di kemudian hari, Sultan Hamid II ternyata bekerja sama dengan APRA
Westerling mempersiapkan pemberontakan terhadap pemerintah RIS.

Namun selain pergolakan yang mengarah pada perpecahan, pergolakan bernuansa positif
bagi persatuan bangsa juga terjadi. Hal ini terlihat ketika negara-negara bagian yang
keberadaannya ingin dipertahankan setelah KMB harus berhadapan dengan tuntutan
rakyat yang ingin agar negara-negara bagian tersebut bergabung ke RI.
Pemberontakan Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI)
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan PRRI) merupakan
gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Jakarta) yang
dideklarasikan pada 15 Februari 1958. Gerakan ini didahului oleh keluarnya ultimatum
Piagam Perjuangan untuk Menyelamatkan Negara dari Dewan Perjuangan yang dipimpin
oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatra Barat, Indonesia.

Salah satu tuntutan PRRI adalah pemberlakuan otonomi daerah yang lebih luas. Namun,
PRRI dianggap sebagai sebuah pemberontakan oleh pemerintah pusat sehingga ditumpas
dengan pengerahan kekuatan militer terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah militer
Indonesia. Semua tokoh PRRI adalah para pejuang kemerdekaan, pendiri dan pembela
NKRI. Sebagaimana ditegaskan Ahmad Husein dalam rapat Penguasa Militer di Istana
Negara April 1957: "Landasan perjuangan daerah tetap Republik Proklamasi dan
berkewajiban untuk menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta".

Pasca-PRRI, orang Minang menerima pukulan kejiwaan yang keras; dulu berada di
barisan terdepan dalam perjuangan kemerdekaan nasional tetapi kini dicap sebagai
pemberontak separatis. Banyak pegawai negeri yang mendukung PRRI diganti dengan
orang-orang komunis.
Latar Belakang
Pemberontakan PRRI di barat dan Permesta di timur
menumbuhkan berbagai macam alasan. Utamanya bahwa
kelompok etnis tertentu di Sulawesi dan Sumatra Tengah waktu
itu merasa bahwa kebijakan pemerintahan dari Jakarta stagnan
pada pemenuhan ekonomi lokal mereka saja, di mana dalam
gilirannya membatasi setiap kesempatan bagi pengembangan
daerah regional lainnya. Juga ada rasa kebencian terhadap
kelompok suku Jawa, yang merupakan suku dengan jumlah
terbanyak dan berpengaruh dalam negara kesatuan Indonesia
yang baru saja terbentuk. Ketidakseimbangan terjadi karena
ajang politik Indonesia terpusat di pulau Jawa, sedangkan
sumber-sumber perekonomian negara lebih banyak berasal dari
pulau-pulau lain. Efeknya konflik ini sedikit menyoal pikiran
tentang pemisahan diri dari negara Indonesia, tetapi lebih
menitikberatkan tentang pembagian kekuatan politik dan
ekonomi yang lebih adil di Indonesia.
Sebab Berdirinya PRRI
Sebab berdirinya PRRI adalah tuntutan otonomi luas dan kekecewaan terhadap pemerintah pusat
karena cenderung sentralis, sehingga pembangunan di daerah menjadi terabaikan. Cikal bakal PRRI
dapat dilacak dari acara reuni Divisi Banteng di Padang pada tanggal 20–25 November 1956. Dari
pertemuan tersebut dihasilkan perlunya otonomi daerah agar bisa menggali potensi dan kekayaan
daerah dan disetujui pula pembentukan Dewan Banteng yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein,
komandan resimen IV dan tetorium I yang berkedudukan di Padang.

Pada tanggal 20 Desember 1956, Letkol Ahmad Husein merebut kekuasaan Pemerintah Daerah dari
Gubernur Ruslan Muljohardjo. Dalihnya gubernur yang ditunjuk pemerintah tidak berhasil menjalankan
pembangunan daerah. Menyusul Dewan Banteng, muncul pula dewan-dewan lain di berbagai daerah
yakni:

1. Dewan Gajah di Sumatra Utara pimpinan Kolonel Maludin Simbolon


2. Dewan Garuda di Sumatra Selatan pimpinan Letkol Barlian
3. Dewan Manguni di Sulawesi Utara pimpinan Letkol Ventje Sumual.

Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi, pemerintah pusat mengadakan Musyawarah


Nasional pada September 1957. Kemudian Musyawarah Nasional Pembangunan pada November 1957
yang bertujuan mempersiapkan pembangunan di daerah secara integral. Namun, tetap saja gagal
bahkan semakin memanas.

Pada masa bersamaan kondisi pemerintahan di Indonesia masih belum stabil pasca-agresi Belanda.
Hal ini juga memengaruhi hubungan pemerintah pusat dengan daerah serta menimbulkan berbagai
ketimpangan dalam pembangunan, terutama pada daerah-daerah di luar pulau Jawa.
Ultimatum PRRI
Pada 10 Februari 1958, Ahmad Husein selaku Ketua Dewan Banteng
mengeluarkan ultimatum yang isinya agar Kabinet Djuanda menyerahkan
mandatnya kepada Presiden dengan waktu 5 x 24 jam dan Presiden
diminta kembali kepada kedudukan konstitusionalnya. Ultimatum tersebut
bukan tuntutan pembentukan negara baru maupun pemberontakan,
tetapi lebih merupakan protes mengenai bagaimana konstitusi dijalankan.

Ultimatum ini tidak digubris oleh pemerintah pusat, bahkan Ahmad


Husein dan kawan-kawannya dipecat dari Angkatan Darat. Pada tanggal
15 Februari 1958, bertepatan dengan batas akhir ultimatum, Letkol
Ahmad Husein mengumumkan berdirinya Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia di Padang.

Deklarasi PRRI mendapat sambutan dari wilayah Sulawesi Utara dan


Sulawesi Tengah. Pada 17 Februari 1958, kawasan tersebut menyatakan
mendukung PRRI (gerakannya dikenal sebagai Permesta). Namun, PRRI
dianggap sebagai gerakan separatis oleh pemerintah pusat.
Kabinet PRRI
PRRI membuat kabinet dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai
Perdana Menterinya. Selanjutnya, susunan kabinet adalah sebagai
berikut:
1. Mr. Sjafruddin Prawiranegara merangkap Menteri Keuangan,
2. Mr. Assaat Dt. Mudo sebagai Menteri Dalam Negeri, Dahlan
Djambek sempat memegangnya sebelum Mr. Assaat sampai di
Padang,
3. Kol. Maludin Simbolon sebagai Menteri Luar Negeri,
4. Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo sebagai Menteri
Perhubungan dan Pelayaran,
5. Muhammad Sjafei sebagai Menteri PPK dan Kesehatan,
6. Saladin Sarumpaet sebagai Menteri Pertanian dan Perburuhan,
7. Muchtar Lintang sebagai Menteri Agama,
8. Saleh Lahade sebagai Menteri Penerangan,
9. Abdul Gani Usman sebagai Menteri Sosial,
10. Kol. Dahlan Djambek sebagai Menteri Pos dan Telekomunikasi
setelah Mr. Assaat sampai di Padang.
Operasi Militer
Pemerintah pusat menganggap gerakan tersebut harus segera ditumpas dengan kekuatan senjata. Lantas
Pemerintah melakukan operasi gabungan yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara. Operasi dilancarkan sebagai berikut:

1. Operasi Tegas dengan sasaran Riau


2. Operasi 17 Agustus di bawah pimpinan Kolonel Inf. Ahmad Yani
3. Operasi Sapta Marga
4. Operasi Sadar di bawah pimpinan Letkol Inf. Ibnu Sutowo
5. Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letkol Inf. Rukmito Hendraningrat

Aksi tentara pusat berjalan tanpa kontrol. Tentara APRI melakukan tindak kekerasan. Ribuan orang yang
dicurigai sebagai simpatisan PRRI ditangkap secara sewenang-wenang. Dari pertengahan April 1958 sampai
1960, semua sekolah SMP dan SMA tutup. Universitas Andalas yang baru berjalan dua tahun terpaksa ditutup
karena hampir semua dosen dan mahasiswanya ikut PRRI.

Menjelang akhir tahun 1960, seluruh wilayah Sumatra Barat berhasil dikuasai tentara APRI. Elemen sipil dan
militer yang pernah terlibat PRRI dan telah kembali ke "pangkuan ibu pertiwi" diberikan amnesti oleh
pemerintah. Amnesti itu dituangkan melalui Keputusan Presiden No. 322 Tahun 1961 tanggal 22 Juni 1961.
Meski seruan pemerintah direspon pimpinan PRRI, pada kenyataannya janji amnesti hanya sebatas retorika.
Selama beberapa tahun, pimpinan sipil dan militer PRRI dikarantina. Masyarakat, terutama mahasiswa dan
pelajar, mengalami tekanan hidup yang berat.

Selain operasi militer, pemerintah pusat melalui Jenderal Abdul Haris Nasution juga melakukan pendekatan
secara diplomatis yakni membujuk tentara PRRI untuk menyerah dan kembali setia pada NKRI. Peristiwa ini
disebut Operasi Pemanggilan Kembali. Pada 29 Mei 1961, Ahmad Husein secara resmi menyerah bersama
sekitar 24.500 pengikutnya.
PERJUANGAN RAKYAT SEMESTA
(PERMESTA)
Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta
(Ejaan Soewandi: Perdjuangan Rakjat Semesta)
disingkat Permesta adalah sebuah gerakan militer di
Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan oleh pemimpin
militer dan sipil Indonesia bagian timur pada tanggal 2
Maret 1957. Pusat gerakan ini mulanya berada di
Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota
Sulawesi. Namun perlahan-lahan dukungan di
Sulawesi Selatan mulai hilang sehingga pada 1957
markas Permesta dipindahkan ke Manado di Sulawesi
Utara. Di sini timbul kontak senjata dengan pasukan
pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata
pada tahun 1961.
Ketidakpuasan atas pelaksanaan pembagian keuangan daeran dan pelaksanaan
pembangunan juga terjadi di Sulawesi. Untuk meyikapi situasi tersebut, akhir
Ferbruari 1957 Panglima TT-VII Letkol Ventje Sumual mengadakan pertemuan
dengan staf komandan. Pertemuan melahirkan sebuah konsepsi yang intinya
bahwa penyelesaian keamanan harus segera dilaksanakan agar pembangunan
semesta dapat segera dimulai.

Kegiatan selanjutnya adalah mengadakan pertemuan di kantor Gubernur Makasar


yang dihadiri oleh tokoh Militer dan Sipil pada Maret 1957. pertemuan tersebut
melahirkan piagam perjuangan Semesta (PERMESTA) yang ditandatangani oleh
51 tokoh sipil dan militer di Indonesia Timur. Piagam tersebut digunakan sebagai
program kerja Semesta, Letkol Ventje Sumual menyatakan bahwa daerah
Indonesia Timur dalam kedaan bahaya atau SOB (Staat Van Oorlog en Bleg).
Wilayah militernya dibagi menjadi 4 daerah komando militer (Kodam).

Piagam PERMESTA mendapat dukungan rakyat Sulawesi. Sejak itu modal


pembanguna daerah diusahakan dengan berbagai cara. Prasarana sosial dan
perekonomian mulai dibangun mengejar ketinggalannya dari sentra-sentra
perekonomian di Jawa. Dilakukan oula perdaganga luar negeri demi mencapai
jumlah prsentasi devisa yang dianggap lebih adil pembagiannya dengan pusat.
Sebuah universitas (Universitas PERMESTA) diprakarsai pembangunannya di
Manado.
Sementara itu di Jakarta, setelah kabinet Ali II menyerahkan mandat pada 14 Maret
1957, Presiden menyatakan bahwa seluruh wilayah RI dalam keadaan darurat
perang. Salah satu penyebabnya adalah munculnya SOB dari Panglima TT-VII atau
Wira Buana. Pihak MABES TNI AD awalnya masih memahami kemunculan piagam
PERMESTA. Namun, ketika PERMESTA mulai membersihkan PKI di Minahasa,
muncul reaksi keras di tingkat Nasional. Kemelud politik mulai terjadi di pemerintahan
pusat. Puncaknya Letkol Ventje dibebastugaskan dari jabatannya sebagai Panglima
TT-VII atau Wira Buana dan dihapuskannya jajaran TT-VII atau Wira Buana dari
strategi komandoTNI AD.

Letkol Ventje bereaksi dengan membentuk dewan terrtinggi PERMESTA. Puncaknya


Letkol D.J.Somba, pimpinan Kodam Sulawesi Utara dan Tengah menyatakan putus
hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung sepenuhnya PRRI dalam
sebuah rapat akbar di lapangan Sario, Manado 17 Februari 1958.

Pemerintah pusat membentuk komando operasi merdeka yang dipimpin oleh Letkol
Rukminto Hendraninggrat untuk mengatasi PERMESTA. Selanjutnya digelar operasi
Saptamarga I yang dipimpin Letkol Sumarsono untuk wilayah Sulawesi Utara bagian
tengah; operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran
Sulawesi Utara bagian Selatan; operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda
dengan sasaran pulau-pulau di Utara Manado; operasi Saptamarga IV dipimpin
langsung Letkol Rukminto Hendraningrat untuk wilayah Sulawesi Utara.
Dalam aksinya PERMESTA mendapat bantuan dari
pihak negara Barat. Hal ini terbukti dengan jatuhnya
pesawat B-29 milik Amerika Serikat karena ditembak
setelah membombardir pasar dan lapangan terbang
di Ambon oleh kesatuan Anti Serangan Udara TNI
pada 18 Mei 1958. Pilot pesawatnya Allan Lawrence
Pope, seorang agen CIA berhasili ditangkap dan
menjadi bukti keterlibatan pembenrontakan. Aksi
PERMESTA dapat dilumpuhkan pada Agustus 1958.
sisa-sisanya masih ada sampai 1961.
TOKOH-TOKOH NASIONAL
YANG BERJUANG
MEMPERTAHANKAN
KEUTUHAN BANGSA
INDONESIA PADA MASA 1948-
1965
1. Jendral Gatot Subroto
 Lahir di Banyumas 10 Oktober 1909.
 Pernah dikeluarkan dari sekolah ELS (Europe Lagere School).
 Menyelesaikan HIS (Holands Inlande School), menjadi anggota KNIL dan pada masa pendukung
Jepang mengikuti pendidikan PETA.
 Setelah kemerdekaan Indonesia, Gatot menjadi Tentara Rakyat (TKR).

1. Brigadir Jendral Ignatius Slamet Riyad.


 Mempelopori terbentuknya Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS).
 Slamet Riyadi menggalang pasukan yang terdiri dari para pemuda terlatih bekas
PETA/Heiho/Kaibon
 Akhir 1948 diangkat sebagai Komandan Brigade yang terdiri dari 4 Batalion TNI dan 1 Batalion
Tentara Pelajar.
 Slamet Riyadi dipanggil untuk menumpas pemberontakan APRA.

1. Ir Soekarno
 Lahir di Blitar, Jawa Timur, 06 Juni 1901.
 Presiden Inndonesia pertama yang menjabat pada periode 1945-1966. Ia memainkan peranan
penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajah Belanda.
 Ia adalah penggali Pancasila, Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan
Mohammad Hatta).
 Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodiharjo. Ayahnya bernama Soekami Sosro
diharjo. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali.
1. Muhammad Hatta
 Dilahirkan di Sumatra Barat pada tanggal 12 Agustus 1902.
 Beliau berjuang sejak zaman pergerakan nasional, dimulai di negeri Belanda.
 Mendirikan organisai Perhimpunan Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, dikenal
dengan julukan Dwi Tunggal bersama Bung Karno.
 Beliau aktif dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, menghadiri rapat-rapat PPKI,
dan mendampingi Bung Karno dalam pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945.

1. Abdul Haris Nasution


 Lahir di Kotanopan, Sumatra Utara, 3 Desember 1918.
 Berpatisipasi dalam perang Gerilya melawan penjajah.
 Tokoh anti-komunis.
 Putrinya merupakan korban dari peristiwa G30S/PKI.

1. Jendral Ahmad Yani


 Lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 19 Juni 1922.
 Merupakan tokoh yang ikut berperang Gerilya melawan penjajah.
 Merupakan tokoh yang anti-komunis, karena hal tulah ia menjadi sasaran dalam G30S/PKI.
1. Sri Sultan Hamengkubowono IX
 Pada serangan umum 1 Maret 1949. Membantu TNI dengan membangun kubu pertahanan
di dalam keratin sebagai tempat persembunyian.
 Turut berperan dalam menandatangani hasil KMB di Belanda.
 Pada sidang pertama cabinet RI, beliau terpilih sebagai Mentri Koordinator Pertahanan.
 Jabatan penting lainnya yang pernah dipegang antara lain wakil perdana mentri. Ketua
Badan Pengawas Keuangan, dan Menteri Utama bidang ekonnomi dan keuangan.

1. Tokoh yang lainnya antara lain:


 Donald Izacus Pandjaitan.
 Katamso.
 Suprapto.
 Siswondo Parman Sutoyo Siswomiharjo.
 Yos Sudarso.
 Pierre Andreas Tandean.
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai