Anda di halaman 1dari 10

SOAL

1. Mengenal bentuk bentuk ancaman disintegrasi yang terjadi dalam waktu tahun 1948-
1965
2. Membuat analisa rencana PKI tentang akibat yang ditimbulkan adanya peristiwa usulan
PKI, dipersenjatainya petani dan buruh bagi masyarakat
3. Tuliskan pendapat anda tentang dampak langsung dari peristiwa APRA

JAWAB

1. Bentuk-bentuk ancaman disintegrasi yang terjadi dalam waktu tahun 1948-1965


a) Konflik yang berkaitan dengan ideologi, diantaranya :
1) Pemberontakan PKI Madiun 1948
Pemberontakan PKI Madiun berlangsung pada 1948 merupakan salah satu sejarah
kelam Indonesia. Gerakan tersebut berusaha untuk menggulingkan kekuasaan dan
mengganti landasan negara. Peristiwa ini bermula ketika Kabinet Hatta I menerapkan
kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (RERA) pada 27 Februari 1948 dengan tujuan
mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi, terutama terhadap menggaji tenaga
tentara militer pada saat itu. Pemberontakan PKI Madiun diawali dengan melancarkan
propaganda anti pemerintah dan pemogokan kerja oleh kaum buruh. Tak hanya itu
mereka juga membunuh beberapa tokoh negara. Diantaranya adalah Kolonel Sutarto pada
2 Juli 1948, penculikan dan pembunuhan terhadap Gubernur Jawa Timur pertama RM.
Ario Soerjo pada 10 September 1948. Serta penculikan dan pembunuhan kepada Dr.
Moewardi pada 13 September 1948 yang merupakan tokoh penting dalam peristiwa
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Untuk mengatasi peristiwa ini pemerintah mulai bergerak dengan mengerahkan Kolonel
Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan
operasi penumpasan dibantu para santri. Akhirnya pada 31 Oktober 1948, Musso berhasil
ditembak mati dalam pertempuran kecil yang terjadi di Ponorogo. Amir Sjarifudin pada
akhirnya juga berhasil ditangkap dan di eksekusi mati bersama tokoh-tokoh kiri
pendukung pemberontakan PKI Madiun lainnya.
2) G30S/ PKI
G30S/PKI atau Gerakan 30 September 1965/PKI adalah suatu pengkhianatan yang
paling besar yang terjadi pada bangsa Indonesia. Peristiwa tersebut terjadi di malam hari,
tepatnya pada pada pergantian dari tanggal 30 September atau tanggal 1 Oktober. Tragedi
ini melibatkan Pasukan Cakrabirawa dan juga Partai Komunis Indonesia atau
PKI.Gerakan ini memiliki tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno.
Tak hanya itu, mereka juga menginginkan pemerintah Indonesia berubah menjadi
pemerintahan komunis. G30S/PKI dipimpin langsung oleh ketuanya pada saat itu yang
bernama Dipa Aidit. Ketua gerakan ini sangat gencar memberikan hasutan kepada
seluruh warga Indonesia agar mendukung PKI. Mereka memberikan iming-iming bahwa
Indonesia akan lebih maju dan sentosa jika dibawah kekuasaan PKI.
Gerakan tersebut dimulai dari Kota Jakarta dan juga Yogyakarta. Pada awalnya mereka
mengincar Perwira Tinggi dan Dewan Jenderal. Awal mula dari gerakan ini hanya
bertujuan untuk menculik dan membawa paksa para Jenderal dan juga Perwira ke Lubang
Buaya. Akan tetapi, terdapat beberapa prajurit daro Cakrabirawa yang memutuskan untuk
membunuh Perwira Tinggi dan juga Jenderal yang mereka bawa ke Lubang Buaya.
Jenderal-jenderal yang dibunuh oleh PKI antara lain Jenderal Karel Satsuit Tubun dan
Jenderal Ahmad Yani. Adapun sisa dari Jenderal dan Perwira Tinggi yang tidak dibunuh
akhirnya meninggal secara perlahan karena luka dari penyiksaan selama di Lubang
Buaya.
Atas peristiwa G30S/PKI yang menorehkan luka mendalam bagi bangsa Indonesia,
masyarakat menuntut Presiden Soekarno agar membubarkan Partai Komunis Indonesia
atau PKI. Dengan berat hati, akhirnya Partai PKI yang sempat menjadi kekuatan bagi
Presiden Soekarno pada aksi Ganyang Malaysia resmi dibubarkan. Kemudian, Presiden
Soekarno memberikan mandat pembersihan pada semua struktur pemerintahannya
kepada Mayor Jenderal Soeharto yang dikenal karena suratnya yautu Surat Perintah 11
Maret 1966.
3) Pemberontakan DI/ TII
Darul Islam/Tentara Islam Indonesia atau DI/TII adalah sebuah gerakan pemberontakan
yang bertujuan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
Pemberontakan DI/TII pertama kali terjadi di Jawa Barat yang dipimpin oleh
Kartosuwiryo pada 1949.
Gerakan Darul Islam (DI) yang berafiliasi dengan Tentara Islam Indonesia (TII) mulai
terbentuk pada 1948 yang terpusat pada lima daerah besar di Indonesia. Di Jawa Barat,
dipimpin oleh SM Kartosuwiryo yang merupakan penggagas pertama gerakan DI/TII
dimulai dari 1948 hingga 1962.Di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah dimulai
dari 1949 hingga 1950. Di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh Kahar Muzakar, mulai
dari 1950 hingga 1965. Di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hadjar dimulai dari
1950 hingga kematian Ibnu Hadjar pada 1965. Di Aceh, yang dipimpin oleh Daud
Beureueh dimulai dari 1953 hingga 1962 yang diakhiri dengan musyawarah.
Pada dasarnya, pemberontakan dimaksudkan untuk mengganggu kedaulatan NKRI
melalui pengambilan kekuasaan dari pemerintah sah. Pemberontakan DI/TII dipelopori
oleh berbagai alasan dari daerah yang ikut terlibat. Namun, mayoritas alasan disebabkan
oleh ketidakpuasan akan kebijakan pemerintah.Di Jawa Barat, Kartosuwiryo membentuk
DI/TII sebagai bentuk protes dan ketidakpuasannya atas persetujuan Renville dengan
Belanda yang membuat Indonesia belum mampu sepenuhnya lepas dari penjajahan
Belanda. Bentuk protes dilayangkan dengan mendirikan negara dengan kedaulatan
sendiri. Jawa Tengah juga memiliki alasan yang identik dengan Jawa Barat yaitu
ketidakpuasan daerah akan persetujuan Renville yang dianggap merugikan bangsa
Indonesia dan membuat Indonesia belum bisa merdeka sepenuhnya. Di Sulawesi Selatan
yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar dan Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu
Hajar terkait militer. Keduanya memang berasal dari latar belakang militer. Di
Kalimantan Selatan, Kahar Muzakkar kecewa akan reorganisasi APRIS/TNI yang
membuat banyak bawahannya yang tidak bisa diterima. Kalimantan Selatan juga
memiliki alasan yang sama.Di Aceh, yang dipimpin oleh Daud Beureueh, disebabkan
kekecewaan terhadap Soekarno yang ingkar bahwa Aceh akan dijadikan daerah istimewa
dengan hak untuk menjalankan syariat Islam tersendiri.

b) Konflik yang berkaitan dengan kepentingan atau kenegaraan, yaitu :


1) Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) terjadi setelah
Belanda mengakui kedaulatan NKRI pada tahun 1957.
Gerakan yang disebut juga Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) ini berawal dari
kekecewaan angkatan militer daerah terhadap pusat khususnya di wilayah Sumatra dan
Sulawesi. Bentrokan PRRI/Permesta awalnya sebatas kekecewaan atas minimnya
kesejahteraan dan ketidakadilan yang dirasakan warga sipil dan militer di daerah tersebut.
Pertentangan pemerintah pusat dan sejumlah daerah berpangkal pada persoalan alokasi
dana pembangunan yang tidak merata dan tuntutan otonomi daerah. Situasi sudah
memanas sejak terjadi pengurangan divisi pada brigade di angkatan darat yang
menyisakan Resimen Infanteri 4 TT I BB. Para perwira dan tokoh militer di daerah
kecewa dan merasa terhina akan hal tersebut setelah berjuang mempertaruhkan jiwa raga
untuk bela negara. Ketidakpuasan tersebut terjadi di sejumlah wilayah Sumatra dan
Sulawesi, serta diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang
sangat rendah kala itu. Hal ini menjadi pemicu kemunculan dewan perjuangan daerah
pada Desember 1956 hingga Februari 1957.
Aksi PRRI/Permesta dianggap sebagai bentuk pemberontakan oleh pemerintah pusat
yang kemudian segera membentuk operasi penumpasan. Pemerintah membentuk operasi
gabungan dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Perang
RI (APRI) untuk menyelesaikan pemberontakan PRRI/Permesta. Tentara APRI
melakukan berbagai macam tindak kekerasan untuk menumpas gerakan PRRI. Ribuan
orang ditangkap paksa akibat keterlibatan atau dicurigai sebagai simpatisan
PRRI/Permesta. Di tahun 1961 Presiden Sukarno memberi kesempatan pada anggota
pemberontakan PRRI/Permesta untuk berdamai dan diberikan amnesti yang tertuang
dalam Surat Keputusan Presiden No. 322 Tahun 1961.
c) Konflik yang berkaitan dengan ketentaraan, diantaranya :
1. Pemberontakan Andi Aziz
Pemberontakan yang dipimpin Andi Azis, mantan perwira Koninklijke Nederlandsch-
Indische Leger (KNIL), berlangsung mulai 5-15 April 1950. Pemberontakan yang terjadi
di Makassar, Sulawesi Selatan itu dilatarbelakangi oleh tidak setujunya Andi Azis
terhadap rencana penyatuan Negara Indonesia Timur (NIT) ke dalam bagian Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Setelah merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia
masih berbentuk negara bagian atau federasi. Salah satunya ada NIT yang sudah
terbentuk pada Desember 1946. Wilayahnya terdiri dari kepulauan Sunda Kecil (sekarang
Bali dan sekitarnya), Maluku, dan Sulawesi.
Setelah Konferensi Meja Bundar atau KMB (23 Agustus-2 November 1949) di Den
Haag, Indonesia mengumumkan bentuk Negara RIS dengan dibagi menjadi 16 federasi
agar diakui kedaulatannya oleh pihak Belanda. Akhirnya, keputusan KMB tidak bertahan
lama. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diajukan oleh beberapa kalangan pro
persatuan sebagai satu-satunya pemerintahan, sedangkan wilayah lain harus dileburkan di
dalamnya, termasuk NIT. Akhir Maret 1950, RIS meresmikan Negara Bagian Sumatera
Selatan dan Kalimantan Timur termasuk bagian NKRI. Sedangkan, NIT baru
mendapatkan kabar penyatuannya pada 4 April 1950. Andi Azis dan para mantan anggota
KNIL ketika itu tidak menyetujui hal tersebut, terlebih lagi terhadap rencana kedatangan
APRIS pada 5 April ke wilayah Makassar. Di sana, akhirnya terdapat dua kubu yang
saling bersinggungan satu sama lain, yakni Andi Azis dengan pihak yang menginginkan
persatuan. Terdapat tujuan yang membawa Andi Azis hingga berani menentang
kebijakan pemerintah pusat. Ia ternyata ingin menduduki posisi puncak pemerintahan
negara federasi di bidang militer bersama Soumokil sebagai tokoh politik dan Sukowati
selaku presidennya. Pada 8 April 1950, pemerintah Indonesia menitahkan Andi Azis
untuk tanggung jawab dan melaporkan kelakuannya ke Jakarta dalam waktu 4 hari. Ia
berhasil ditangkap pada 15 April 1950. Sedangkan, Sukowati yang tadinya direncanakan
sebagai presiden NIT resmi menyerahkan wilayahnya kepada NKRI. Masa
pemberontakan Andi Azis dianggap telah usai ketika itu. Akan tetapi, dampak yang
ditimbulkan tidak dapat hilang begitu saja, terlebih lagi Belanda masih berusaha
mengorek kekuasaan di sana.
2. Pemberontakan APRA
Latar belakang timbulnya pemberontakan APRA adalah mulai dibubarkannya negara
bagian bentukan Belanda di Republik Indonesia Serikat (RIS) yang bergabung kembali
ke Republik Indonesia. APRA tidak menyetujui adanya rencana pembubaran Republik
Indonesia Serikat (RIS) melalui hasil Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949.
Seperti diketahui hasil dari KMB termasuk di antaranya memutuskan bahwa kerajaan
Belanda akan menarik pasukan KL (Koninklijk Leger) dari Indonesia, sementara tentara
KNIL akan dibubarkan dan akan dimasukkan ke dalam kesatuan-kesatuan TNI . Dari
hasil tersebut, akhirnya APRA dan Westerling mencoba melakukan kudeta pada Januari
1950. Tujuan Pemberontakan APRA adalah untuk mempertahankan adanya negara-
negara federal dalam RIS yang dipimpin oleh Soekarno. Sebelum meletusnya
pemberontakan tersebut yaitu pada Kamis, 5 Januari 1950, Westerling telah lebih dulu
mengirim surat ultimatum kepada pemerintah RIS. Isi ultimatum tersebut adalah ia
menuntut agar pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara
Pasundan serta pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan.
Pemerintah RIS diberi waktu selama tujuh hari untuk memberikan jawaban, yang apabila
ditolak maka akan terjadi pertempuran besar. Akhirnya, untuk mencegah terjadinya
tindakan Westerling, tanggal 10 Januari 1950, Mohammad Hatta, Wakil Presiden RI,
mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Westerling. Namun Westerling yang sudah
mendengar rencana penangkapan tersebut pun kemudian mempercepat pelaksanaan
kudetanya dengan menyerang Bandung dan melakukan pembantaian di sana.
Akibatnya penyerangan tersebut sebanyak 94 TNI dari Divisi Siliwangi, termasuk
Letnan Kolonel Lembong, tewas. Pemberontakan ini juga berpengaruh kepada kondisi
keuangan negara dan keamanan rakyat. Walau begitu, dampak positif dari peningkatan
dari rasa saling memiliki, persatuan dan kesatuan dari seluruh masyarakat Indonesia juga
kembali muncul akibat peristiwa tersebut. Dari pihak pasukan Westerling, terjadi
perubahan saat mereka gagal melakukan kudeta yang kedua. Kegagalan ini menyebabkan
adanya demoralisasi anggota milisi terhadap Westerling. Westerling pun terpaksa
melarikan diri ke Belanda dan APRA resmi tidak lagi beroperasi pada Februari 1950.
3. Pemberontakan RMS
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah sebuah republik di Kepulauan Maluku yang
diproklamasikan tanggal 25 April 1950. Pemberontakan RMS didalangi oleh mantan
jaksa agung NIT (Negara Indonesia Timur), Soumokil yang bertujuan untuk melepaskan
wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebelum RMS
diproklamasikan, Gubernur Sembilan Serangkai yang beranggotakan pasukan KNIL dan
partai Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda terhadap NKRI untuk
memisahkan wilayah Maluku. Di sisi lain, menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah
berhasil mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku
Tengah. Sementara itu, sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap
NKRI diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI
dipandang buruk oleh Soumokil. Pada 25 April 1950, para anggota RMS
memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan dengan J.H Manuhutu sebagai
Presiden, Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri dan para menteri yang terdiri atas
Mr.Dr.C.R.S Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B Pattiradjawane,
P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nanlohy, Dr.Th. Pattiradjawane, Ir.J.A. Manusama, dan Z.
Pesuwarissa.
Pada 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil Presiden RMS untuk
daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haag, Belanda. Pada 3 Mei 1950, Soumokil
menggantikan Munuhutu sebagai Presiden RMS. Pada 9 Mei 1950, dibentuk sebuah
Angkatan Perang RMS (APRMS) dengann Sersan Mayor KNIL, D.J Samson sebagai
panglima tertinggi, sersan mayor Pattiwale sebagai kepala staf dan anggota staf lainnya
terdiri dari Sersan Mayor Kastanja, Sersan Mayor Aipassa, dan Sersan Mayor Pieter.
Untuk sistem kepangkatannya mengikuti sistem dari KNIL. Pemerintah mengutus Dr. J.
Leimena untuk menyampaikan permintaan berdamai kepada RMS agar tetap bergabung
dengan NKRI. Tetapi, langkah pemerintah tersebut ditolak oleh Soumokil. Penolakan ini
membuat pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan ekspedisi militer.
Kolonel A.E. Kawilarang dipilih sebagai pemimpin dalam melaksanakan ekspedisi
militer tersebut. Beliau adalah panglima tentara dan teritorium Indonesia Timur yang
dirasa mengerti dan paham bagaimana kondisi Indonesia di wilayah timur. Akhirnya kota
Ambon dapat dikuasai pada awal November 1950. Akan tetapi, ketika melakukan
perebutan Benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur. Namun,
perjuangan gerilya kecil-kecilan masih berlanjut di Pulau Seram sampai 1962. Setelah
itu, pada tanggal 12 Desember 1963, Soumokil akhirnya dapat ditangkap dan kemudian
dihadapkan pada Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta. Berdasarkan keputusan
Mahkamah Militer Luar Biasa, Soumokil dijatuhi hukuman mati. Pada akhirnya
pemberontakan RMS berhasil dihentikan oleh pemerintah Indonesia.

Pendapat teman kelompok mengenai permasalahan yang di bahas :


Pendapat kami mengenai permasalahan ini adalah kita dapat mengetahui pemberontakan
yang tetrjadi di Indonesia. Serta dampak apa saja yang ditimbulkan oleh pemberontakan
tersebut. Melalui pembelajaran ini pula kami dapat mengetahui peristiwa-peristiwa
penting yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup bagi generasi-generasi di masa
yang akan datang.

2. Analisa rencana PKI tentang akibat yang ditimbulkan adanya peristiwa usulan PKI,
dipersenjatainya petani dan buruh bagi masyarakat
Rencana PKI di balik usul dipersenjatainya petani dan buruh adalah untuk membentuk
kekuatan baru sebagai tandingan dari kekuatan militer yang ada, yaitu ABRI. Akibat
yang ditimbulkan dengan adanya usulan PKI tentang dipersenjatainya petani dan buruh
bagi masyarakat Indonesia pada masa itu adalah meningkatnya pertentangan TNI dan
PKI. Pertentangan antara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI, sekarang TNI)
dan PKI yang berfaham komunis sangat kuat. Pertentangan ini memuncak pada tahu
1960an menjelang akhir Demokrasi Terpimpin. Untuk melemahkan pengaruh ABRI dan
membentuk kekuatan tandingan, PKI mengusulkan dibentuknya "angkatan kelima" dari
petani dan buruh yang dipersenjatai, sebagai tandingan ABRI. Usulan ini ditentang kuat
oleh ABRI terutama Angkatan Darat. Pertentangan ABRI dan PKI juga ditandai dengan
beberapa "aksi sepihak", yang dilakukan oleh PKI dan organisasi sayapnya yang
menyerang beberapa perkebunan yang dijaga ABRI, untuk merebut tanahnya. Misalnya
terjadi pada Peristiwa Bandar Betsi. Peristiwa ini adalah penyerangan yang dilakukan
oleh organisasi sayap PKI, BTI (Barisan Tani Indonesia) ke perkebunan PTPN Bandar
Betsi di kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Peristiwa ini terjadi pada 14 Mei 1965
dan menewaskan prajurit Angkatan Darat Letda Sudjono. Karena penentangan dari
Angkatan Darat ini maka PKI menyebarkan isu adanya "Dewan Jenderal" yang disebut
ingin merebut kekuasaan dari Presiden Sukarno. Isu Dewan Jenderal dan pertentangan
dengan ABRI ini kemudian menjadi salah satu pemicu terjadinya Peristiwa 30
September, dimana para jenderal pimpinan Angkatan Darat diculik dan dibunuh oleh
pasukan yang diduga digerakkan oleh PKI.

3. Dampak langsung dari peristiwa APRA


1) Banyaknya tentara yang gugur
Banyaknya tentara yang gugur ini menjadi salah satu dampak yang negatif yang juga
menjadi hal yang merugikan bagi pemerintahan RI kala itu. Jumlah tentara yang gugur ini
diakibatkan adanya pemberontakan dan perlawanan yang terjadi dan salah satu korban
diantara banyaknya tentara tersebut adalah Letnan Kolonel Lembong.
salah satu dampak langsung lainnya adalah suasana kota bandung yang kian mencekam
setelah dikuasai selama beberapa jam. Tidak hanya menewaskan 79 orang dari anggota
APRIS. Bahkan masyarakat biasa juga menjadi korban dari pemberontakan APRA ini.
2) Meningkatnya Rasa Persatuan dan Kesatuan Masyarakat
Salah satu dampak positif yang terjadi adalah adanya peningkatan dari rasa saling
memiliki, persatuan dan kesatuan dari seluruh masyarakat Indonesia kala itu. Bahkan rasa
untuk saling menjaga, berjuang dna mengayomi meningkat drastis setelah adanya tragedi
pemberontakan APRA. ini secara spontan memupuk rasa Partiotisme dan Nasionalisme
yang amat sangat tinggi.
3) Kehidupan Masyarakat Yang Terganggu
Adanya pemberontakan APRA ini menyebabkan terganggunya kehidupan dari
masyarakat dikarenakan teror yang terjadi akibar penyerangan langsung ke kota
Bandung. Saking menyeramkannya, pasukan APRA yang menyerbu dan memasuki kota
Bandung akan membunuh secara langsung siapapun yang sedang menggenakan seragam
TNI ini menyebabkan banyaknya mayar TNI yang tergeletak dijalanan. Ini menyebabkan
kengerian tersendiri bagi masyarakat terutama para keluarga tentara yang akan mendapati
banyak mayat yang bergelimpangan di jalanan karena penyerbuan dari anggota APRA
tersebut.
4) Keuangan Negara Yang Menurun
Dampak lain dari pemberontakan APRA ini adalah masalah tersedotnya keungan negara
yang digunakan dalam pembiayaan operasi militer untuk menumpas APRA kala itu.
APRA yang kala itu hadir dan meneror banyak orang tidak hanya merugikan dalam
masalah keamanan negara namun juga membuat kondisi keuangan negara menjadi sedikit
berantakan akibat ulah mereka. Pemerintah terpaksa mengeluarkan sejumlah dana agar
bisa membiayai petugas dan membuat sebuah kekuatan penyatuan dalam membasmi para
pengikut dna anggota APRA.
5) Keamanan Yang Terganggu
Akibat pemberontakan ini akan menganggu keamanan negara yang kian meraja lela. Para
tentara yang dibasmi dengan semena-mena menyebabkan banyak kengerian di mana-
mana. Ini menyebabkan suasana yang sedikit meneror dan kemanan yang harus
diketatkan untuk menjaga agar tidak banyak tumpah para korban baru dari
pemberontakan APRA. Ini juga menyebabkan suasana yang tidak bagus dan membuat
para penegak hukum berusaha lebih keras dalam membangun dan menjaga ketentraman
setelah timbulnya penyerangan dan pemberontakan oleh pihak APRA.
TUGAS SEJARAH WAJIB

DISUSUN OLEH :

Ketua : Danial Ma'ruf (07)


Sekretaris : Anna Saffiah (04)
Bendahara : A.Yunita (01)
Anggota : 1. Muftihaturrahmah (15)
2. Muh.Fauzan Raihandi (19)
UPT SMA NEGERI 1 SINJAI
TAHUN PELAJARAN 2022/2023

Anda mungkin juga menyukai