Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tanggal 7 Agustus 1945, panglima militer tentara Jepang
untuk Asia Tenggara, Jenderal Terauchi, menyetujui pembentukan
Dokuritsu Junbi linkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Badan itu bertugas melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan
menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak Jepang kepada banngsa
Indonesia. Pada tanggal 6-9 Agustus 1945, bom atom dijatuhkan oleh
armada udara Sekutu di Hirosima dan Nagasaki. Peristiwa itu membuat
Jenderal Terauchi mengubah tanggal pemberian kemerdekaan kepada
Indonesia menjadi tanggal 24 Agustus 1945. Pada tanggal 15 Agustus
1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu secara rahasia. Namun
kekalahan itu dapat diketahui oleh sejumlah tokoh pergerakan bawah tanah
dan para pemuda Indonesia melalui siaran radio luar negeri.
PPKI merupakan langkah awal untuk mempersiapkan
Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Dalam mempersiapkan
kemerdekaan itu, banyak hambatan dan rintangan yang terjadi salah
satunya adalah peristiwa Rengasdengklok yang terjadi pada tanggal 16
Agustus, di mana dalam peristiwa itu Soekarno dan Hatta diculik oleh
kalangan pemuda dengan alasan untuk membacakan teks proklamsi
kemerdekaan secepatnya tanpa menunggu instruksi dari Jepang. Karena
PPKI berpandangan bahwa tanggal proklamasi Indonesia disesuaikan
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah Jepang, yakni tanggal
24 Agustus. Mereka tidak berani melanggar ketentuan itu karena khawatir
akan ada lagi pertumpahan darah. Namun, pada keesokan harinya, yakni
pada tanggal 17 Agustus 1945 teks proklamasi dibacakan oleh Presiden
Soekarno di depan masyarakat Indonesia.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, disahkannya UUD dan memilih
Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden serta membentuk
Komite Nasional Indonesia (KNI).

1
2

Pada tahun 1950 setelah lamanya Indonesia merdeka dan telah


ditetapkannya presiden dan wakil presiden dan lembaga-lembaga lainnya
masih ada juga pemberontakan-pemberontakan yang terjadi dalam negeri
atau daerah-daerah yang ada di Indonesia. Pemberontakan-pemberontakan
yang terjadi turut menyita perhatian dan mengganggu stabilitas keamanan
di daerah-daerah yang ada di Indonesia.
Hal lain juga yang diupayakan oleh pemerintah Republik
Indonesia adalah mengambil alih salah satu wilayah Indonesia yang masih
dikuasai oleh Belanda. Pada saat itu Indonesia mengerahkan pasukan yang
begitu banyak dan upaya Indonesia dikenal dengan perjuangan
membebaskan Irian Barat.
Oleh karena itu, dalam makalah ini terdapat penjabaran mengenai
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Indonesia setelah
kemerdekaan dan perjuangan membebaskan Irian Barat. Jadi, tepat sekali
dalam makalah ini saya sebagai penulis mengetengahkan judul
“Pemberontakan yang Terjadi di Indonesia dan Perjuangan Membebaskan
Irian Barat” sebagai judul dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah “Bagaimanakah pemberontakan-pemberontakan
yang terjadi di Indonesia setelah kemerdekaan dan perjuangan
membebaskan Irian Barat?”.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan/pembuatan makalah ini yaitu sebagai
berikut.
1. Untuk menjelaskan atau memaparkan pemberontakan yang terjadi di
Indonesia setelah kemerdekaan dan perjuangan membebaskan Irian
Barat
2. Untuk memenuhi tugas pada mata pelajaran Sejarah.
3

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Mengatasi Pergolakan/Pemberontakan dalam Negeri


Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan, Republik Indonesia
menghadapi ujian berat, yaitu berbagai pergolakan dalam negeri. Pergolakan
itu mengancam keutuhan negara. Dengan susah payah, pemerintah RI bahu-
membahu dengan TNI untuk mengatasi pergolakan demi pergolakan.

1. Pemberontakan PKI Madiun


Pemberontakan PKI Madiun berawal dari upaya Amir
Syarifuddin menjatuhkan Kabinet Hatta. Untuk itu, ia membentuk Front
Demokrasi Rakyat (FDR) di Surakarta pada tanggal 26 Februari 1948.
FDR terdiri atas Partai Sosialis Indonesia, PKI, Pesindo, PBI, dan
Sarbupri. Strategi yang diterapkan oleh FDR adalah sebagai berikut.
a. Dalam parlemen, FDR mengusahakan terbentuknya Front Nasional
yang mempersatukan berbagai kekuatan sosial politik untuk
menggulingkan Kabinet Hatta.
b. FDR berupaya menumbuhkan ketidakpercayaan rakyat terhadap
pemerintah dengan cara melakukan pemogokan umum dan berbagai
bentuk pengacauan.
c. FDR menarik pasukan pro-FDR dari medan tempur untuk memperkuat
wilayah yang dibina.
d. FDR menjadikan Madiun sebagai basis pemerintahan dan Surakarta
sebagai daerah kacau (untuk mengalihkan perhatian dan menghadang
TNI).
Sejak Muso kembali dari Uni-Soviet, kegiatan FDR dikendalikan
oleh PKI. Atas anjurannya, partai yang tergabung dalam FDR
meleburkan diri dalam PKI. Kemudian PKI menyusun politbiro
(dewan politik) yang kuat dengan Muso sebagai ketua dan Amir
Syafruddin sebagai sekretaris pertahanan.
Dalam rangaka menjatuhkan wibawa Pemerintah Republik
Indonesia, Muso dan Amir Syarifuddin berkeliling mempropagandakan
4

PKI beserta programnya ke sejumlah kota di Jawa Tengah dan Jawa


timur. Sambil menjelek-jelekkan pemerintah, mereka mempertajam
persaingan antara pasukan TNI yang pro-PKI dan Promerintah Republik
Indonesia. Persaingan itu turut memicu meletusnya pemberontakan PKI
Madiun atau yang dikenal sebagai Madiun Affair.
Pada tanggal 11 September 1948 terjadi bentrokan berdarah di
Surakarta antara pasukan Promerintah Republik Indonesia (Divisi
Siliwangi) dan pasukan pro-PKI (Divisi IV). Untuk meng-atasi keadaan,
pemerintah menunjuk kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur Militer
yang meliputi Daerah Surakarta, Pati, semarang, dan Madiun. Pada
tanggal 17 September 1948, pasukan pro-PKI mundur dari Surakarta.
Kejadian di Surakarta ternyata untuk mengalihkan perhatian saja.
Saat kekuatan TNI terjun ke Surakarta, pada tangagl 18 September 1948
Sumarsono dari Pesindo dan Letnan Kolonel Dahlan dari Brigade 29
yang pro-PKI melakukan perebutan kekuasaan di Madiun. Tindakan
itu disertai penengkapan dan pembunuhan pejabat sipil, militer, dan
pramuka masyarakat. Lalu, pemberontak mendirikan pemerintahan
Soviet Republik Indonesia di kota itu.
Muso dan Amir sedang berada di purwodadi ketika kudeta di
Madiun berlangsung. Mereka lalu segera ke Madiun untuk
mendukung kudeta dan mengambil alih pimpinan. Secara resmi,
mereka memproklamasikan berdirinya Soviet Republik Indonesia.
Tindakan Muso dan Amir Syafruddin tesebut memperjelas bahwa
pemberontakan di Madiun didalangi oleh PKI.
Menghadapi pemberontakan PKI di Madiun, Pemerintah
Republik Indonesia bersikap tegas. Presiden Soekarno mengajukan
pilihan kepada rakyat, yaitu ikut Muso dan PKI-nya atau ikut
Soekarno-Hatta. Tawaran itu segera disambut dengan sikap baik
mendukung Pemerintah Republik Indonesia. Kemudian, pemerintah
menginstruksikan Kolonel Sadikin dari Divisi Siliwangi untuk
merebut kota Madiun.
Madiun diserang dari dua arah, dari Bart oleh pasukan Divisi
Siliwangi dan dari Timur oleh pasukan di bawah pimpinan Kolonel
5

Sungkono. Pada tanggal 30 September 1948 Madiun dapat dibebaskan


dari pasukan pro-PKI. Pengejaran terhadap para tokoh pemberontak
terus dilanjutkan. Muso tewas tertembak dalam pengejaran di
Ponorogo. Amir Syafruddin, Maruto Darusman, Suripto, dan Sarjono
ditangkap di Purwodadi. Peristiwa itu mengakhiri pemberontakan PKI
Madiun.

2. Pemberontakan DI/TII
Pemberontakan DI/TII merupakan suatu usaha untuk mendirikan
negara Islam di Indonesia. Persoalan DI/TII merupakan masalah politik
dan militer. Masalah politik ditimbulkan oleh upaya mengganti dasar
negara Pancasila dengan mendirikan negara Islam. Masalah militer
ditimbulkan oleh upaya membentuk kesatuan bersenjata di luar tubuh
TNI yang menimbulkan kekacauan dan teror. Pemberontakan DI/TII
terjadi di beberapah daerah di Indonesia.
a. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmaji
Marjian Kartosuwiryo. Pemberontakkan itu dimulai ketika Jawa Barat
kosong akibat ketentuan hasil Perundingan Renvile yang
mengharuskan pasukan TNI ditarik mundur dari kantong gerilya ke
wilayah Republik Indonesia. Namun, anggota Hizbullah dan Sabilillah
tidak bersedia menaati keteentuan itu. Kedua laskar itu berada di
bawah pengaruh Kartosuwiryo.
Kekosongan kekuatan TNI membuka jalan bagi Kartosuwiryo
untuk menanamkan pengaruhnya. Pada bulan Maret 1948, ia mem-
bentuk gerakan Darul Islam (DI). Ia pun membentuk Tentara Islam
Indonesia (TII) yang berintikan pasukan Hizbullah dan Sabilillah.
Pembentukan DI/TII bertujuan mendirikan negara sendiri yang
terpisah dari Republik Indonesia. Puncaknya adalah pada tanggal 4
Agustus 1949 Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara
Islam Indonesia (NII).
Usaha menumpas pemberontakkan DI/TII membutuhkan
waktu yang lama. Kesibukan TNI, terutama Divisi Siliwangi,
6

memadamkan pemberontakan PKI Madiun dan melawan Agresi


Militer Belanda II menjadi penyebab penumpasan DI/TII berlarut-
larut. Pemberontakan itu mendapat perlindungan dari masyarakat yang
terkena hasutannya. Sejak tahun 1960-an, pasukan Siliwangi mulai
melancarkan operasi militer secara besar-besaran. Operasi tersebut
diberi nama Operasi Pagar Betis. Pada tanggal 4 Juli 1962,
kartosuwiryo dapat ditangkap di Gunung Geber, daerah Majalaya
(Jawa Barat). Ia kemudian dihukum mati.
b. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
Pemberontakan DI/TII di kawasan Jawa Tengah muncul
setelah masa pengakuan kedaulatan. Pemberontakan itu terjadi di
sejumlah tempat terpisah, namun saling berhubungan.
Amir Fatah ditangkap oleh Karosuwiryo menjadi komandan
pertempuran Jawa Tengah. Ia menggerakan pemberontakan di
wialayah Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Pemberontakan Amir Fatah
sempat menguat setelah bergabungnya sisa-sisa pemberontak dari
angkatan umat Islam, Batalion 426, dan kelompok Merapi-Merbabu
Complex (MMC). Guna mengatasai masala itu, Divisi Diponegoro
membentuk pasukan khusus bernama Banteng Raider.
Pemberontakan itu dapat ditumpas dengan operasi militer yang
disebut Gerakan Benteng Negara. Gerakan militer tersebut berturut-
turut dipimpin oleh Letnan Kolonel Sarbini, Letnan Kolonel M.
Bahrum, dan Letnan Kolonel Ahmad Yani.
Gerakan Angkatan Umat Islam dipelopori oleh Kiai Mahfudz
Abdurachman yang dikenal seagai Kiai Sumolangu. Ia mengadakan
pemberontakan di wilayah Kebumen. Pemberontakan dapat ditumpas
oleh pasukan Divisi Diponegoro di bawah pimpinan Letnan Kolonel
Ahmad Yani. Sisa-sisa pemberontak kemudian bergabung kepada
Kelompok Amir Fatah.
Pemberontakan Batalion 426 terjadi di Kudus dan Magelang.
Para pemberontak menyatakan diri dengan DI/TII. Akibat
pemberontakan itu, gerakan DI/TII di Jawa Tengah menjadi masalah
amat serius. Untuk menumpas pemberontakan, Divisi Diponegoro
7

melancarkan operasi militer bernama Operasi Merdeka Timur. Operasi


tersebut dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto.
c. Pemberontakan DI/TII di Aceh
Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureueh.
Ia adalah Gubernur Militer di wilayah itu semasa perang kemerdekaan.
Namun, usai perang kemerdekaan dan Indonesia kembali dalam
bentuk negara kesatuan pada tahun 1950, Aceh yang sebelumnya
menjadi daerah istimewa diturunkan statusnya menjadi keresidenan di
bawah Provinsi Sumatra Utara. Kebijakan pemerintah pusat tersebut
ditentang oleh Daud Beureueh. Pada tanggal 20 September 1953, Daud
Beureueh mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh ke dalam
Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo.
Guna menumpas pemberontakan itu, Pemerintah Republik
Indonesia mengadakan dua pendekatan, yaitu pendekatan persuasif dan
operasi militer. Pendekatan persuasif dilakukan dengan
mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Operasi
militer untuk menghancurkan kekuatan bersenjata DI/TII.
Kedua pendekatan itu, berhasil memulihkan kepercayaan
rakyat dan menciptakan keamanan rakyat Aceh. Pada tanggal 17-21
Desember 1962 diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh.
Musyawarah itu merupakan gagasan Pangdam I/Iskandar Muda,
Kolonel M. Yasin. Gagasan itu memperoleh dukungan dari tokoh
Pemerintah Daerah dan masyarkat Aceh. Berdasarkan hasil
musyawarah, pemerintah menawarkan amnesti kepada Daud Beureueh
asalkan ia bersedia kembali ke tengah masyarakat. Kembalinya Daud
Beureueh ke tengah masyarakat menendai berakhirnya pemberontakan
DI/TII di Aceh.
d. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh
Kahar Muzakar. Pemberontakan itu meletus sejak tahun 1951. Pada
bulan Agustus 1951, ia memimpin pasukannya mengadakan perang
gerilya terhadap Republik Indonesia. Latar belakang pemberontakan
itu adalah kekecewaan Kahar Muzakar karena keinginannya
8

mengabungkan Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Menjadi


APRI ditolak oleh pemerintah. Alasan pemerintah anggota KGSS yang
ingin bergabung dengan APRI harus melalui ujian penyaringan
terlebih dahulu.
Sebetulnya pemerintah telah menunjukan niat baik dengan
melantik Kahar Muzakar sebagai Komandan Korps Cadangan
Nasional dengan pangkat letnan kolonel. Namun, niat baik itu ditolak
oleh Kahar Muzakar. Pada saat pelantikan, ia bersama pasukannya
mengundurkan diri ke hutan lengkap dengan persenjataan yang
dimiliki. Pada bulan Januari 1952, Kahar Muzakar menyatakan
wilayah Sulawesi Selatan sebagai bagian dari NII di bawah pimpinan
Kartosuwiryo. Oleh Kartosuwiryo, ia diangkat menjadi panglima
Divisi TII. Sejak saat itu, selama hampir 14 tahun, pasukan Kahar
Muzakar melakukan teror dan pengacauan di Sulawesi selatan.
Guna mengatasi pemberontakan itu, pemerintah Republik
Indonesia bertindak tegas dengan mengadakan operasi militer.
Pemerintah memberangkatkan pasukan dari Divisi Siliwangi. Seperti
di Jawa Barat, penumpasan pemberontakan memakan waktu lama.
Pada bulan Februari 1965, Kahar Muzakar tewas dalam suatu
penyergapan. Pada bulan Juli 1965, Gerungan, orang kedua setelah
Kahar Muzakar dapat ditangkap. Peristiwa itu mengakhiri
pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.
e. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh
Ibnu Hajar, mantan letnan dua APRI. Ia menggalang gerakan yang
bernama Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT). Ia menyatakan
gerakan itu sebagai bagian dari DI/TII pimpinan Kartosuwiryo. Sejak
pertengahan bulan Oktober 1950, KRYT menyerang pos APRI dan
mengacau sejumlah wilayah di Kalimantan Selatan.
Pada mulanya pemerintah Republik Indonesia masih memberi
kesempatan kepada pemberontak untuk menyerahkan diri dan
memperbolehkan mereka kembali masuk APRI. Ibnu Hajar
memanfaatkan kesempatan itu untuk mengelabuhi pemrintah untuk
9

memperoleh senjata. Setelah keinginannya tercapai, ia kembali


memberontak.
Pemerintah Republik Indonesia bertindak tegas dengan
melaksanakan operasi militer. Pada bulan Juli 1963, Ibnu Hajar dapat
ditangkap. Dua tahun kemudian ia diadili oleh Mahkama Militer.
Mahkama Militer kemudian menjatuhinya hukuman mati.

3. Pemberontakan APRA
Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) muncul di
kalangan KNIL. Gerakan itu dipimpin oleh Kapten Westerling.
Selanjutnya, gerakan itu dipelopori kalangan kolonialis Belanda yang
ingin mengamankan kepentingan ekonominya di Indonesia. Untuk itu,
mereka bermaksud mempertahankan kedudukan negara Pasundan. Agar
memperoleh dukungan rakyat, mereka memanfaatkan isu ratu adil,
seperti yang pernah diramalkan Jayabaya.
Pada bulan Januari 1950, APRA mengajukan ultimatum kepada
pemerintah Republik Indonesia dan negara Pasundan (yang sudah
pronegara kesatuan). Ultimatum itu berisi tuntutan agar APRA diakui
sebagai Tentara pasundan dan keberadaan negara Pasundan tetap
dipertahankan. Ultimatum itu dilajutkan dengan tindakan teror pada
tanggal 23 Januari 1950. Dengan kekuatan delapan ratus tentara dan
kendaraan lapis baja,pasukan APRA menyerbuh kota Bandung secara
mendadak dari arah Cimahi.
Dengan taktik gerak cepat, mereka mampu menguasai kota
Bandung. Mereka menembak setiap anggota TNI yang dijumpainya dan
menduduki markas Divisi Siliwangi. Akibat tindakan pemberontakan, 79
orang anggota APRIS gugur, termasuk Letnan Kolonel Lembong.
Untuk menumpas pemberontakan APRA, pemerintah RIS
menempuh dua cara, yaitu melakukan tekanan terhadap pimpinan tentara
Belanda dan melekukan operasi militer. Tekanan terhadap pimpinan
pasukan Belanda dilakukan oleh Letnan Kolonel Eri Sadewo, Kepala Staf
Divisi Siliwangi. Ia mendesak Mayor Jenderal Engells agar melarang
pasukannya meninggalkan kesatuan dan memaksa APRA meninggalkan
10

kota Bandung. Dalm melakukan operasi militer, pemerintah


mendatangkan kesatuan polisi dan polisi militer dari luar Bandung.
Penangkapan dan pembersihan dilakukan terhadap anggota APRA dan
polisi negara Pasundan yang telibat.
Melalui penyelidikan intelijen, APRIS dapat diketahui bahwa
dalam pemberontakan APRA berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid.
Kemudian, terungkap pula bahwa APRA bermaksud menyerang Jakarta.
Tujuannya adalah menahan para menteri RIS serta membunuh Menteri
Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekjen Kementrian
Pertahanan Mr. Budiarjo dan Kepala Staf APRIS Kolonel T.B.
Simatupang.

4. Pemberontakan Andi Azis


Pemberontakan ini terjadi di Sulawesi Selatan di bawah pimpinan
Kapten Andi Azis, seorang mantan perwira KNIL. Pemberontakan ini
bertujuan mempertahankan Keutuhan Negara Indonesia Timur (NIT).
Pemberontakan berawal dari gerakan yang menuntut hanya pasukan
APRIS dari unsur KNIL yang bertanggung jawab atas keamanan NIT.
Mereka menolak masuknya pasukan APRIS dari unsur TNI.
Sementara itu, suasana Makasar diliputi oleh ketegangan karena
maraknya demonstrasi yang mendukung negara kesatuan di satu pihak
dan negara serikat di lain pihak. Untuk memelihara keamanan di
Makasar, pemerintah RIS mendatangkan batalion TNI di bawah pimpinan
Mayor H.V.Worong. Tindakan itu menyulut ketidakpuasan di kalangan
KNIL pimpinan Andi Azis. Pada tanggal 5 April 1950, pasukan Andi
Azis bergerak menduduki tempat penting, seperti lapangan terbang dan
kantor telekomunikasi. Pasukan itu juga menyerang pos polisi militer dan
menawan Panglima Teritorium Indonesia Timur, Letnan Kolonel H.J.
Mokoginta. Pemberontakan tersebut mendorong pemerintah RIS untuk
bertindak tegas.
Pada tanggal 8 April 1950, pemerintah memerintahkan Andi Azis
melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Andi Azis diberi waktu 4x24 jam. Ia juga diperintahkan
11

untuk menarik pasukannya, menyerahkan semua senjata, dan


membebaskan tawanan. Andi Azis kemudian melapor ke Jakarta
meskipun melewati batas waktu yang telah ditentukan.
Kedatangan Andi Azis ke Jakarta tidak langsung menyurutkan
pemberontakan. Pemberontakan itu dilanjutkan oleh pasukan KNIL
dengan bantuan pasukan dari pasukan KL (Angkatan Darat Belanda)
yang masih ada di Makasar. Untuk menumpas pemberontakan,
pemerintah RIS menggelar operasi militer yang dipimpin oleh Kolonel
A.E. Kawilarang. Pasukannya didukung oleh kesatuan dari tiga angkatan
dan kepolisian. Secara berangsur-angsur, pasukan APRIS dapat mrebut
Makasar dan wilayah yang dikuasai pemberontakan. Pada akhir bulan
Agustus 1950, Makasar dan sekitarnya dapat dibersihkan dari pasukan
KNIL.

5. Pemberontakan Republik Maluku Selatan


Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan pada tanggal
25 April 1950 oleh Dr. Mr. Ch.R.S. Soumokil, mantan jaksa Agung
Negara Indonesia Timur. Soumokil sebenarnya ikut mendalangi
pemberontakan Andi Azis. Ketika tanda-tanda kegagalan muncul, ia
melarikan diri ke ke Maluku Tengah. Ia menjadikan Ambon sebagai
pusat gerakannya. Upaya penyelesaian mula-mula dilaksanakan dengan
pendekatan persuasif melalui misi Dr. Leimena. Akan tetapi, misi damai
itu ditolak oleh Soumokil. Penolakan itu mendorong pemrintah RIS untuk
bertindak tegas.
Pemrintah RIS memutuskan untuk menggelar operasi militer yang
dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang. Pendaratan pertama dilakukan
di Pulau Buru pada tanggal 14 Juli 1950 di bawah lindungan KRI Pati
Unus. Kemudian, pendaratan dilanjutkan bertuturut-turut di Pulau Sera,
Kai, tanimbar, dan Aru. Dengan didudukinya pulau-pulau tersebut, pusat
kekuatan MRS semakin terkepung.
Pada tanggal 28 September 1950, pasukan APRIS mendarat di
Ambon. Pendaratan itu berlangsung dalam tiga gelombang seperti berikut
ini.
12

a. Gelombang pertama dipimpin oleh Mayor Ahmad Wiranatakusumah.


b. Gelombang kedua oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi.
c. Gelombang ketiga dipimpin oleh Maryo Suryo Subandrio.
Pada bulan November 1950, kota Ambon dapat dikuasai oleh
pasukan APRIS. Dalam pertempuran jarak dekat untuk memperebutkan
Benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur. Setelah
Pulau Ambon direbut APRIS, Soumokil dengan sisa pasukan melakukan
gerilya di Pulau Seram.
Karena medan tempur yang sangat berat, Soumokil baru dapat
ditangkap pada tanggal 12 Desember 1963. Ia kemudian dihadapkan pada
Mahkama Militer Luar Biasa di Jakarta dan dijatuhi hukuman mati.

6. Pemberontakan PRRI/Permesta
Pemberontakan PRRI dan Permesta muncul di tengah keadaan
politik yang sedang bergolak, yaitu berupa kondisi pemerintahan yang
tidak stabil, seperti berganti-gantinya kabinet, masalah korupsi,
perdebatan yang berlarut-larut dalam Konstituante, serta pro dan kontra
mengenai konsepsi presiden tentang Demokrasi Terpimpin.
Penyebab langsung pemberontakan PRRI dan Permesta adalah
hubungan yang tidak harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, terutama di Sumatra dan Sulawesi. Kedua wilayah itu merasa
tidak puas terhadap masalah otonomi daerah. Sikap tidak puas itu
mendapat dukungan dari sejumlah perwira militer setempat.
Para panglima militer itu kemudian membentuk dewan daerah
seperti berikut ini.
a. Dewan Benteng di Sumatra Barat dibentuk oleh Letnan Kolonel
Ahmad Husein pada tanggal 20 Desember 1956.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara dibentuk oleh Kolonel Maludin
Simbolon pada tanggal 22 Desember 1956.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan dibentuk oleh Letnan Kolonel
Barlian pada pertengahan bulan Januari 1957.
d. Dewan Manguni di Manado dibentuk oleh Mayor Sombah pada
tanggal 17 Februari 1957.
13

Pada Tanggal 9 januari 1958, para tokoh Militer dan Sipil dari
Daerah yang bergolak mengadakan pertemuan rahasia di sungai Dare,
kota kecil di perbatasan Sumatra Barat dan Jambi. Para tokoh Militer
tersebut antara lain Kolonel Simbolon, Letnan Kolonel Ahmad Husein,
Letnan Kolonel Barlian, dan Letnan Kolonel Vence Sumual. Sedangkan
tokoh Sipilnya antara lain M. Natsir Burhanuddin Harahap, Syafruddin
Prawiranegara, dan Sumitro joyohadikusumo. Sebulan setelah pertemuan
itu, mereka sepakat mendirikan gerakan perjuangan menyelamatkan
Negara Republik Indonesia.
Pada tanggal 15 Februari 1958, Letnan Kolonel Ahmad Husein
memproklamasikan berdirinya Pemerintah Refolusioner Republik
Indonesia (TRRI ) dan Syafruddin Prawiranegara dipercaya sebagai
Perdana Menteri. Pusat PRRI berkedudukan di Padang. Proklamasi itu
disertai dengan pemutusan hubungan dengan Pemerintah Republik
Indonesia.
Guna menghadapi pemerontakan PRRI, Pemerintah Republik
Indonesia menggelar Operasi Militer. Operasi itu diberi nama Operasi 17
Agustus yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Yani. Operasi itu
merupakan operasi gabungan yang melibatkan Angkatan Darat, Angkatan
Laut dan melibatkan Angkatan Udara. Tujuan umum Operasi Militer
adalah mengancurkan kekuatan Pemberontak dan mencegah campur
tangan Asing.
Sementara itu, setelah pembentukan Dewan Manguni, para
tokoh Militer di Sulawsi Memproklamasikan perjuangan Rakyat semesta
yang disingkat Permesta. Proklamasi dipelopori oleh Letnan Kolonel
Vence Sumual, Panglima Wirabhuana. Dua hari setelah PRRI
diproklamasikan, para tokoh Permesta menyatakan bergabung dan
sekaligus memutuskan hubungan dengan pemerintah Republik Indonesia.
Pemumpasan pemberontakan Permesta dilakukan setelah PRRI
dapat ditumpas. Untuk menghadapi Pemberontakan itu, pemerintah
Republik Indonesia menggelar operasi militer gabungan yang bernama
Operasi Merdeka. Operasi Milier itu dipimpin oleh Letnan Kolonel
Rukminto Hendraningrat.
14

Operasi penumpasan Permesta sangat berat, karena musu


memiliki persenjataan moderen buatan Amerika Serikat. Hal itu terbukti
dengan ditembaknya pesawat Angkatan Udara Refolusioner ( AURE )
yang di kemudikan oleh Alang L. Pope, seorang warga Negara Amerika
Serikat. Pesawat itu ditembak di atas Kota Ambon pada tanggal 18 mei
1958.
Pemberontak permesta akhirnya dapat ditumpas pada bulan
Agustus 1958. Pada tahun 1961, Pemerintah membuka kesempatan
kepada sisa-sisa pendukung Permesta untuk kembali ke pangkuan ibu
pertiwi. Tawaran itu dipenuhi sehingga republik Indonesia terhindar dari
perpecahan.

B. Perjuangan Membebaskan Irian Barat


Dalam mengembalikan Irian Barat (sekarang Papua) ke pangkuan
ibu pertiwi, Indonesia memilih tiga bentuk perjuangan, yaitu diplomasi,
konfrontasi politik dan ekonomi, serta konfrontasi militer. Pejuangan
diplomasi menunjukkan niat baik Indonesia untuk selalu mendahulukan cara
damai dalam menyelesaikan persengketaan. Perjuangan itu dilakukan
dengan perundingan. Konfrontasi politik dan ekonomi menunjukkan
kesungguhan Indonesia untuk memperjuangkan apa pun yang memang
menjadi haknya. Sedangkan konfrontasi militer menunjukkan sikap tidak
kenal menyerah dalam merbut Irian Barat.

1. Perjuangan Diplomasi
Perjuangan diplomasi menempuh dua tahap. Pada tahap
pertama Indonesia berupaya menyelesaikan masalah Irian Barat secara
bilateral, yaitu melalui perundingan langsung dengan Belanda. Karena
cara itu gagal, Indonesia menempuh tahap kedua, yaitu membawa
masalah Irian Barat ke sidang PBB. Sambil melakukan cara itu, Indonesia
menyiapkan operasi militer untuk menunjukkan kesungguhan dan
sekaligus memperkuat posisi Indonesia.
15

a. Perundingan dengan Balanda


Dalam KMB masalah Irian Barat akan diselesaikan melalui
perundingan setahun sesudah pengakuan kedaulatan. Menurut
pengertian pihak Indonesia, Belanda akan menyerahkan Irian Barat
pada waktu yang telah ditentukan. Padahal, pihak Belanda
mengartikan lain. Menurut Belanda, Irian Barat hanya dibicarakan
sebatas perundingan, bukan diserahkan. Berdasarkan pengertian
sepihak itu, Belanda mempunyai alasan untuk tetap menguasai Irian
Barat.
Pada bulan Maret 1950, RIS dan Belanda membenruk komite
bersama untuk Irian Barat. Namun, komite itu tidak membuahkan
hasil. Kegagalan itu disebabkan oleh munculnya sikap anti-Indonesia
yang diletupkan oleh para pegawai dan tentara Belanda yang
mengalami kepahitan selama perang kemerdekaan. Kecenderungan itu
mendorong pemerintah Belanda untuk memperkuat militer dan
mengalirkan modalnya ke Irian Barat.
Menghadapi sikap keras kepala Belanda dalam
mempertahankan Irian Barat Kabinet Natsir menempuh sikap lunak.
Diharapkan sikap seperti itu mengundang simpati internasional,
terutama Amerika Serikat, sikap seperti itu dilakukan juga oleh dua
kabinet berikutnya, yaitu Kabinet Sukiman dan Wilopo. Ternyata
Belanda tidak mengindahkan tuntutan Indonesia. Bahkan pada bulan
Agustus 1952, pemerintah Belanda dengan persetujuan parlemennya
memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda.
Indonesia membalas tindakan Belanda itu dengan meng-hapuskan misi
militer Belanda pada bulan April 1953.
b. Diplomasi dalam Forum PBB
Setelah perjuangan diplomasi secara bilateral mengalami
kegagalan, Indonesia melibatkan PBB dalam penyelesaian Irian Barat.
Tindakan itu dilakukan sejak tahun 1945. Tindakan itu dimulai dengan
pembatalan Uni Indonesia-Belanda secara sepihak. Sejak pembatalan
itu, Indonesia tidak lagi terikat secara khusus dengan Belanda,
termasuk masalah Irian Barat.
16

Dalam sidang sidang PBB, Indonesia berupaya meyakinkan


bahwa masalah Irian Barat perlu mendapat perhatian internasional.
Alasan pihak Indonesia adalah karena masalah itu menunjukkan
adanya penindasan suatu bangsa terhadap hak bangsa lain. Sudah
menjadi tugas PBB untuk menjamin suatu bangsa memperoleh apa
saja yang jadi haknya.
Sejak pemerintahan Kabinet Ali Sastroamijoyo I, masalah
Irian Barat dibawa ke Sidang Majelis Umum PBB. Namun, usaha itu
pun tidak berhasil. Usaha yang sama dilakukan oleh Kabinet
Burhanuddin Harahap. Pihak Belanda menanggapi usaha Indonesia itu
dengan meyekinkan PBB bahwa masalh Irian Barat adalah masalah
bilateral antara Indonesia dan Belanda, yakni dalam lingkup Uni
Indonesia-Belanda pernyataan Belanda itu mendapat dukungan dari
negara Eropa Barat, terutama sesama anggota NATO. Akibatnya,
resolusi pengembalian Irian Barat gagal memperoleh mayoritas suara.

2. Perjuangan Konfrontasi
Karena perjuangan diplomasi baik bilateral maupun dalam forum
PBB belum menunjukan hasil, Indonesia meningkatkan perjuangan
dalam bentuk konfrontasi.
Indonesia menempuh dua jenis konfrontasi, yaitu konfrontasi
politik dan konfrontasi ekonomi serta konfrontasi militer. Konfrontasi
militer terpaksa dilakukan setelah Belanda tidak mau berkompromi
dengan Indonesia.
a. Konfrontasi Politik dan Ekonomi
Pada tahun 1956, secara sepihak Indonesia membatalkan hasil
KMB yang dikukuhkan menjadi UU No. 13 tahun 1956. Pada tahun
1956, Indonesia meresmikan Provinsi Irian Barat. Peresmian
dilakukan tepat pada saat kemerdekaan Republik Indonesia ke-11.
Provinsi Irian Barat waktu itu meliputi Irian, Tidore, Oba, Weda,
Patani, dan Wasile. Ibu kotanya terletak di Soa Sio, Tidore. Gubenur
Irian Barat pertama adalah Sultan Tidore. Zaenal Abidin Syah, yang
dilantik pada tanggal 23 September 1956.
17

Pada tanggal 18 November berlangsung rapat umum


pembebasan Irian Barat di Jakarta. Rapat tersebut berlanjut dengan
pemogokan umumyang dilancarkan oleh para buruh yang bekerja di
perusahaan Belanda. Sementara itu, pemerintah Republik Indonesia
melarang perusahaan penerbangan komersial Belanda mendaratkan
pesawatnya di Indonesia. Pemerintah juga melarang peredaran
berbagai bentuk media massa dan film yang berbahasa Belanda.
Pada tahun 1957, telah terjadi aksi pengambilan atau
nasionalisasi perusahaan milik Belanda. Pada mulanya aksi itu
merrupakan tindakan spontan rakyat, karyawan, dan buruh yang
bekerja di perusahaan tersebut. Kemudian KSAD Jenderal A.H.
Nasution, sebagai Penguasa Perang Pusat (Peperpu), mengkoordinir
pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda, lalu
menyerahkannya kepada pemerintah. Pemerintah mengukuhkan
pengambilalihan itu dalam Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1958.
Pada tanggal 17 Agustus 1960, Presiden Soekarno mengumumkan
pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda. Semua warga
Belanda yang bekerja di Indonesia dipecat. Pada tahun itu juga
dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
Tindakan konfrontasi politik dan ekonomi dari pihak
Indonesia berpengaruh dalam forum PBB. Pada tahun 1961, Sidang
Majelis Umum PBB memperdebatkan masalah Irian Barat. Sejak
PBB, U Than, meminta kesediaan diplomat Amerika Serikat
Ellsworth Bunker, untuk menegahi perselisihan antara Indonesia dan
Belanda.
Bunker mengusulkan agar Belanda menyerahkan Irian Barat
kepada Indonesia dengan perantaraan PBB dalam jangka waktu dua
tahun. Pihak Indonesia menyetujui usul itu dengan catatan jangka
waktu diperpendek. Akan tetapi, pihak Belanda tidak menindahkan
usul itu. Bahkan, Belanda mengajukan usul lain untuk menyerahkan
Irian Barat di bawah pengwasan PBB. Kemudian, PBB membentuk
negara Papua dalam jangka waktu enam belas tahun.
18

Usul Belanda tersebut merupakan pukulan bagi perjuangan


diplomasi Indonesia. Tampak bahwa Belanda tidak ingin Irian Barat
menjadi bagian dari Indonesia. Niat buruk Belanda itu semakin jelas
ketika tanpa persetujuan PBB, Belanda mendirikan negara Papua
lengkap dengan bendera dan lagu kebangsaan. Selain itu, Belanda
menambah kekuatan militernya di Irian Barat, antara lain dengan
mendatangkan kapal induk Karel Dorman.
b. Konfrontasi Militer
Tindakan Belanda terhadap Irian Barat merupakan tantangan
untuk memperlemah nyali Indonesia. Ternyata pihak Indonesia tidak
gentar dengan tantangan tersebut. Pada tanggal 19 Desember 1961,
Presiden Soekarno mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) di
Yogyakarta.peristiwa itu menandai dimulainya secara resmi
konfrontasi militer terhadap Belanda dalam rangka mengembalikan
Irian Barat ke pangkuan ibu pertiwi. Isi dari Trikora adalah sebagai
berikut.
1) Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda.
2) Kibarkan sang merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3) Bersiaplah untuk memobilisasi umum guna mempertahankan
kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.
Selanjutnya, diadakan rapat Dewan Pertahanan Nasional dan
Gabungan Kepala Staf, serta Komando Tertinggi Pembebasan Irian
Barat. Mengasilkan hal-hal sebagai berikut.
1) Membentuk Provinsi Irian Barat gaya baru dengan putra Irian
sebagai gubernurnya.
2) Membentuk Komando Mandala yang langsung di bawah ABRI
dengan tugas merebut Irian Barat.
Untuk melaksanakan Trikora tersebut, pada tanggal 11
Januari 1962, Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala
Pembebasan Irain Barat yang berkedudukan di Makassar. Selaku
Panglima Mandala ditunjuk Brigadir Jenderal Soeharto.
Susunan Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat adalah
sebagai berikut.
19

 Panglima Besar : Presiden/Panglima teringgi Seokarno


 Wakil Panglima Besar : Jenderal A.H. Nasution
 Kepala Staf : Mayor Jenderal Ahmad Yani
Sedangkan susunan Komando Mandala sebagai berikut.
 Panglima Mandala : Mayor Jenderal Soeharto
 Wakil Panglima I : Kolonel Laut Subono
 Wakil Panglima II : Kolonel Udara Leo Wattimena
 Kepala Staf Umum : Kolonel Achmad Taher
Tugas Komando Mandala adalah sebagai berikut.
1) Menyelenggarakan operasi militer untuk membebaskan Irian
Barat. Operasi militer itu terdiri atas tiga tahap, yaitu penyusupan
(Infiltrasi), serangan besar-besaran (Eksploitasi), dan penegakan
kekuasaan Republik Indonesia (Konsolidasi).
2) Menggunakan segenap kekuatan dalam lingkungan Republik
Indonesia untuk membebaskan Irian Barat. Kekuatan itu terdiri
atas tentara reguler dan sukarelawan, serta berbagai potensi
perlawanan rakyat lainnya.
Sementara itu, pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi
pertempuran di Laut Aru. Dalam pertempuran itu Deputi KSAL,
Komodor (Laksamana Pertama) Yos Sudarso gugur.
Sesuai dengan perkembangan situasi, Trikora diperjelas
dengan Instruksi Panglima Besar, Komando Tertinggi
Pembebasan Irian Barat No. 1 kepada Panglima Mandala yang
isinya sebagai berikut.
1) Merencanakan, mempersiapkan dan menyelenggarakan operasi
militer dengan tujuan mengembalikan wilayah Provinsi Irian
Barat dalam kekusaan negara Republik Indonesia
2) Mengembangkan situasi di Provinsi Irian Barat sesuai dengan
taraf perjuangan di bidang diplomasi dan dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya di wilayah Provinsi Irian Barat dapat secara
de facto diciptakan daerah bebas atau ada unsur
kekuasaan/pemerintahan daerah Republik Indonesia.
20

Guna melaksanakan instruksi itu, Panglima Mandala


menyusun strategi dengan tahap-tahap sebagai berikut.
1) Tahap Infiltrasi (penyusupan), yaitu dengan memasukkan
sepuluh kompi di sekitar sasaran tertentu untuk menciptakan
daerah bebas de facto yang kuat sehingga sulit dihancurkan oleh
musuh.
2) Tahap eksploitasi, yaitu dengan mengadakan serangan terbuka
terhadap militer lawan dan menduduki pos pertahanan musuh
yang penting.
3) Tahap konsolidasi, yaitu dengan mendudukkan kekuasaan
Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat.
Dengan menyaksikan kesungguhan Indonesia, Ellsworth
Bunker mengajukan usul yang dikenal dengan Rencana Bunker.
Isi usulannya adalah sebagai berikut.
1) Pemerintahan di Irian Barat harus diserahkan kepada Republik
Indonesia.
2) Setelah sekian tahun, rakyat irian Barat harus diberi kesempatan
untuk menentukan pendapat, apakah tetap berada dalam negara
Republik Indonesia atau memisahkan diri.
3) Pelaksanaan penyelesaian masalah Irian Barat akan selesai dalam
jangka waktu dua tahun.
4) Guna menghindari bentrokan fisik antara pihak yang bersengketa
diadakan peralihan di bawah pengawasan PBB selama satu tahun.

3. Akhir Perjuangan
Perjuangan Indonesia terhadap Irian Barat diakhiri dengan
perjanjian New York. Proses pengembalian Irian Barat menempuh tahap
sebagai berikut.
a. Mulai tanggal 11 Oktober 1962 kekuasaan Belanda atas Irian Barat
berakhir.
b. Mulai tanggal 1 Oktober 1962-1 Mei 1963, Irian Barat berada di
bawah pengawasa pemerintah sementara PBB yang disebut United
Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).
21

c. Mulai tanggal 31 Desamber 1963 secara resmi PBB menyerahkan Irian


Barat kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Sesuai dengan perjanjian New York, pada tahun 1969 pemerintah
Republik Indonesia mengadakan Pemungutan Pendapat Rakyat
(Pepera). Melalui Pepera, rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk
memilih, apakah tetap bergabung dengan Republik Indonesia atau
merdeka. Dewan Musyawarah Pepera memutuskan untuk tetap
bergabung dengan Republik Indonesia. Hasil Pepera kemudian dibawah
oleh diplomat PBB,Ortis, Sanz untuk dilaporkan dalam Sidang Majelis
Umum PBB ke-24.
22

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada pembahasan di atas, maka dapat
ditarik beberapah kesimpulan yaitu sebagai berikut
1. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di beberapa daerah setelah
kemerdekaan yaitu:
a. Pemberontakan PKI Madiun
b. Pemberontakan DI/TII
c. Pemberontakan Apra
d. Pemberontakan Andi Azis
e. Pemberontakan Republik Maluku Selatan
f. Pemberontakan PRRI/Permesta
2. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Indonesia dapat diatasi.
3. Mengenai masalah Irian Barat, Indonesia berjuang melalui jalur
diplomasi dan jalur konfrontasi, sehingga Irian Barat dapat kembali ke
pangkuan Republik Indonesia.

B. Saran
Agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umum-
nya, maka bacalah isi makalah ini sampai tuntas. Apabila ada hal-hal yang
tidak dimengerti, maka tanyakanlah pada pihak yang berkompeten atau bisa
memberikan jawaban atas hal-hal yang belum dimengerti tersebut. Selain
itu, perlupenyediaan buku referensi yang cukup oleh pihak sekolah guna
mendukung dalam proses penyusunan makalah-makalah selanjutnya dengan
pembahasan yang sama.
23

DAFTAR PUSTAKA

Matroji. 2008. Sejarah. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai