BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tanggal 7 Agustus 1945, panglima militer tentara Jepang
untuk Asia Tenggara, Jenderal Terauchi, menyetujui pembentukan
Dokuritsu Junbi linkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Badan itu bertugas melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan
menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak Jepang kepada banngsa
Indonesia. Pada tanggal 6-9 Agustus 1945, bom atom dijatuhkan oleh
armada udara Sekutu di Hirosima dan Nagasaki. Peristiwa itu membuat
Jenderal Terauchi mengubah tanggal pemberian kemerdekaan kepada
Indonesia menjadi tanggal 24 Agustus 1945. Pada tanggal 15 Agustus
1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu secara rahasia. Namun
kekalahan itu dapat diketahui oleh sejumlah tokoh pergerakan bawah tanah
dan para pemuda Indonesia melalui siaran radio luar negeri.
PPKI merupakan langkah awal untuk mempersiapkan
Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Dalam mempersiapkan
kemerdekaan itu, banyak hambatan dan rintangan yang terjadi salah
satunya adalah peristiwa Rengasdengklok yang terjadi pada tanggal 16
Agustus, di mana dalam peristiwa itu Soekarno dan Hatta diculik oleh
kalangan pemuda dengan alasan untuk membacakan teks proklamsi
kemerdekaan secepatnya tanpa menunggu instruksi dari Jepang. Karena
PPKI berpandangan bahwa tanggal proklamasi Indonesia disesuaikan
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah Jepang, yakni tanggal
24 Agustus. Mereka tidak berani melanggar ketentuan itu karena khawatir
akan ada lagi pertumpahan darah. Namun, pada keesokan harinya, yakni
pada tanggal 17 Agustus 1945 teks proklamasi dibacakan oleh Presiden
Soekarno di depan masyarakat Indonesia.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, disahkannya UUD dan memilih
Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden serta membentuk
Komite Nasional Indonesia (KNI).
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah “Bagaimanakah pemberontakan-pemberontakan
yang terjadi di Indonesia setelah kemerdekaan dan perjuangan
membebaskan Irian Barat?”.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan/pembuatan makalah ini yaitu sebagai
berikut.
1. Untuk menjelaskan atau memaparkan pemberontakan yang terjadi di
Indonesia setelah kemerdekaan dan perjuangan membebaskan Irian
Barat
2. Untuk memenuhi tugas pada mata pelajaran Sejarah.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2. Pemberontakan DI/TII
Pemberontakan DI/TII merupakan suatu usaha untuk mendirikan
negara Islam di Indonesia. Persoalan DI/TII merupakan masalah politik
dan militer. Masalah politik ditimbulkan oleh upaya mengganti dasar
negara Pancasila dengan mendirikan negara Islam. Masalah militer
ditimbulkan oleh upaya membentuk kesatuan bersenjata di luar tubuh
TNI yang menimbulkan kekacauan dan teror. Pemberontakan DI/TII
terjadi di beberapah daerah di Indonesia.
a. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmaji
Marjian Kartosuwiryo. Pemberontakkan itu dimulai ketika Jawa Barat
kosong akibat ketentuan hasil Perundingan Renvile yang
mengharuskan pasukan TNI ditarik mundur dari kantong gerilya ke
wilayah Republik Indonesia. Namun, anggota Hizbullah dan Sabilillah
tidak bersedia menaati keteentuan itu. Kedua laskar itu berada di
bawah pengaruh Kartosuwiryo.
Kekosongan kekuatan TNI membuka jalan bagi Kartosuwiryo
untuk menanamkan pengaruhnya. Pada bulan Maret 1948, ia mem-
bentuk gerakan Darul Islam (DI). Ia pun membentuk Tentara Islam
Indonesia (TII) yang berintikan pasukan Hizbullah dan Sabilillah.
Pembentukan DI/TII bertujuan mendirikan negara sendiri yang
terpisah dari Republik Indonesia. Puncaknya adalah pada tanggal 4
Agustus 1949 Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara
Islam Indonesia (NII).
Usaha menumpas pemberontakkan DI/TII membutuhkan
waktu yang lama. Kesibukan TNI, terutama Divisi Siliwangi,
6
3. Pemberontakan APRA
Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) muncul di
kalangan KNIL. Gerakan itu dipimpin oleh Kapten Westerling.
Selanjutnya, gerakan itu dipelopori kalangan kolonialis Belanda yang
ingin mengamankan kepentingan ekonominya di Indonesia. Untuk itu,
mereka bermaksud mempertahankan kedudukan negara Pasundan. Agar
memperoleh dukungan rakyat, mereka memanfaatkan isu ratu adil,
seperti yang pernah diramalkan Jayabaya.
Pada bulan Januari 1950, APRA mengajukan ultimatum kepada
pemerintah Republik Indonesia dan negara Pasundan (yang sudah
pronegara kesatuan). Ultimatum itu berisi tuntutan agar APRA diakui
sebagai Tentara pasundan dan keberadaan negara Pasundan tetap
dipertahankan. Ultimatum itu dilajutkan dengan tindakan teror pada
tanggal 23 Januari 1950. Dengan kekuatan delapan ratus tentara dan
kendaraan lapis baja,pasukan APRA menyerbuh kota Bandung secara
mendadak dari arah Cimahi.
Dengan taktik gerak cepat, mereka mampu menguasai kota
Bandung. Mereka menembak setiap anggota TNI yang dijumpainya dan
menduduki markas Divisi Siliwangi. Akibat tindakan pemberontakan, 79
orang anggota APRIS gugur, termasuk Letnan Kolonel Lembong.
Untuk menumpas pemberontakan APRA, pemerintah RIS
menempuh dua cara, yaitu melakukan tekanan terhadap pimpinan tentara
Belanda dan melekukan operasi militer. Tekanan terhadap pimpinan
pasukan Belanda dilakukan oleh Letnan Kolonel Eri Sadewo, Kepala Staf
Divisi Siliwangi. Ia mendesak Mayor Jenderal Engells agar melarang
pasukannya meninggalkan kesatuan dan memaksa APRA meninggalkan
10
6. Pemberontakan PRRI/Permesta
Pemberontakan PRRI dan Permesta muncul di tengah keadaan
politik yang sedang bergolak, yaitu berupa kondisi pemerintahan yang
tidak stabil, seperti berganti-gantinya kabinet, masalah korupsi,
perdebatan yang berlarut-larut dalam Konstituante, serta pro dan kontra
mengenai konsepsi presiden tentang Demokrasi Terpimpin.
Penyebab langsung pemberontakan PRRI dan Permesta adalah
hubungan yang tidak harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, terutama di Sumatra dan Sulawesi. Kedua wilayah itu merasa
tidak puas terhadap masalah otonomi daerah. Sikap tidak puas itu
mendapat dukungan dari sejumlah perwira militer setempat.
Para panglima militer itu kemudian membentuk dewan daerah
seperti berikut ini.
a. Dewan Benteng di Sumatra Barat dibentuk oleh Letnan Kolonel
Ahmad Husein pada tanggal 20 Desember 1956.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara dibentuk oleh Kolonel Maludin
Simbolon pada tanggal 22 Desember 1956.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan dibentuk oleh Letnan Kolonel
Barlian pada pertengahan bulan Januari 1957.
d. Dewan Manguni di Manado dibentuk oleh Mayor Sombah pada
tanggal 17 Februari 1957.
13
Pada Tanggal 9 januari 1958, para tokoh Militer dan Sipil dari
Daerah yang bergolak mengadakan pertemuan rahasia di sungai Dare,
kota kecil di perbatasan Sumatra Barat dan Jambi. Para tokoh Militer
tersebut antara lain Kolonel Simbolon, Letnan Kolonel Ahmad Husein,
Letnan Kolonel Barlian, dan Letnan Kolonel Vence Sumual. Sedangkan
tokoh Sipilnya antara lain M. Natsir Burhanuddin Harahap, Syafruddin
Prawiranegara, dan Sumitro joyohadikusumo. Sebulan setelah pertemuan
itu, mereka sepakat mendirikan gerakan perjuangan menyelamatkan
Negara Republik Indonesia.
Pada tanggal 15 Februari 1958, Letnan Kolonel Ahmad Husein
memproklamasikan berdirinya Pemerintah Refolusioner Republik
Indonesia (TRRI ) dan Syafruddin Prawiranegara dipercaya sebagai
Perdana Menteri. Pusat PRRI berkedudukan di Padang. Proklamasi itu
disertai dengan pemutusan hubungan dengan Pemerintah Republik
Indonesia.
Guna menghadapi pemerontakan PRRI, Pemerintah Republik
Indonesia menggelar Operasi Militer. Operasi itu diberi nama Operasi 17
Agustus yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Yani. Operasi itu
merupakan operasi gabungan yang melibatkan Angkatan Darat, Angkatan
Laut dan melibatkan Angkatan Udara. Tujuan umum Operasi Militer
adalah mengancurkan kekuatan Pemberontak dan mencegah campur
tangan Asing.
Sementara itu, setelah pembentukan Dewan Manguni, para
tokoh Militer di Sulawsi Memproklamasikan perjuangan Rakyat semesta
yang disingkat Permesta. Proklamasi dipelopori oleh Letnan Kolonel
Vence Sumual, Panglima Wirabhuana. Dua hari setelah PRRI
diproklamasikan, para tokoh Permesta menyatakan bergabung dan
sekaligus memutuskan hubungan dengan pemerintah Republik Indonesia.
Pemumpasan pemberontakan Permesta dilakukan setelah PRRI
dapat ditumpas. Untuk menghadapi Pemberontakan itu, pemerintah
Republik Indonesia menggelar operasi militer gabungan yang bernama
Operasi Merdeka. Operasi Milier itu dipimpin oleh Letnan Kolonel
Rukminto Hendraningrat.
14
1. Perjuangan Diplomasi
Perjuangan diplomasi menempuh dua tahap. Pada tahap
pertama Indonesia berupaya menyelesaikan masalah Irian Barat secara
bilateral, yaitu melalui perundingan langsung dengan Belanda. Karena
cara itu gagal, Indonesia menempuh tahap kedua, yaitu membawa
masalah Irian Barat ke sidang PBB. Sambil melakukan cara itu, Indonesia
menyiapkan operasi militer untuk menunjukkan kesungguhan dan
sekaligus memperkuat posisi Indonesia.
15
2. Perjuangan Konfrontasi
Karena perjuangan diplomasi baik bilateral maupun dalam forum
PBB belum menunjukan hasil, Indonesia meningkatkan perjuangan
dalam bentuk konfrontasi.
Indonesia menempuh dua jenis konfrontasi, yaitu konfrontasi
politik dan konfrontasi ekonomi serta konfrontasi militer. Konfrontasi
militer terpaksa dilakukan setelah Belanda tidak mau berkompromi
dengan Indonesia.
a. Konfrontasi Politik dan Ekonomi
Pada tahun 1956, secara sepihak Indonesia membatalkan hasil
KMB yang dikukuhkan menjadi UU No. 13 tahun 1956. Pada tahun
1956, Indonesia meresmikan Provinsi Irian Barat. Peresmian
dilakukan tepat pada saat kemerdekaan Republik Indonesia ke-11.
Provinsi Irian Barat waktu itu meliputi Irian, Tidore, Oba, Weda,
Patani, dan Wasile. Ibu kotanya terletak di Soa Sio, Tidore. Gubenur
Irian Barat pertama adalah Sultan Tidore. Zaenal Abidin Syah, yang
dilantik pada tanggal 23 September 1956.
17
3. Akhir Perjuangan
Perjuangan Indonesia terhadap Irian Barat diakhiri dengan
perjanjian New York. Proses pengembalian Irian Barat menempuh tahap
sebagai berikut.
a. Mulai tanggal 11 Oktober 1962 kekuasaan Belanda atas Irian Barat
berakhir.
b. Mulai tanggal 1 Oktober 1962-1 Mei 1963, Irian Barat berada di
bawah pengawasa pemerintah sementara PBB yang disebut United
Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada pembahasan di atas, maka dapat
ditarik beberapah kesimpulan yaitu sebagai berikut
1. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di beberapa daerah setelah
kemerdekaan yaitu:
a. Pemberontakan PKI Madiun
b. Pemberontakan DI/TII
c. Pemberontakan Apra
d. Pemberontakan Andi Azis
e. Pemberontakan Republik Maluku Selatan
f. Pemberontakan PRRI/Permesta
2. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di Indonesia dapat diatasi.
3. Mengenai masalah Irian Barat, Indonesia berjuang melalui jalur
diplomasi dan jalur konfrontasi, sehingga Irian Barat dapat kembali ke
pangkuan Republik Indonesia.
B. Saran
Agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umum-
nya, maka bacalah isi makalah ini sampai tuntas. Apabila ada hal-hal yang
tidak dimengerti, maka tanyakanlah pada pihak yang berkompeten atau bisa
memberikan jawaban atas hal-hal yang belum dimengerti tersebut. Selain
itu, perlupenyediaan buku referensi yang cukup oleh pihak sekolah guna
mendukung dalam proses penyusunan makalah-makalah selanjutnya dengan
pembahasan yang sama.
23
DAFTAR PUSTAKA