INDONESIA
DALAM MENGHADAPI
ANCAMAN
DISINTEGRASI BANGSA
Dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintah
Indonesia menghadapi berbagai pergolakan dan pemberontakan dari dalam
negeri. Berikut pergolakan dan pemberontakan yang mengancam keutuhan
negara:
1. Pemberontakn PKI Madiun
2. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII):
a. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
b. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
c. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan
d. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
e. Pemberontakan DI/TII di Aceh
3. Peberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)
4. Pemberontakan Andi Azis
5. Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS)
6. Pemberontakan PRRI/Persemesta
7. G30-S/PKI
1. Pemberontakan PKI Madiun
Sumarsono dari Pesindo dan Letnal Kolonel Dahlan dari Brigade 29 yang
pro-PKI melakukan perebutan kekuasaan di Madiun pada tanggal 18
Semptember 1948. Tindakan PKI tersebut disertai dengan penangkapan dan
pembunuhan pejabat sipil, militer, dan pemuka masyarakat. Kemudian
mereka mendirikan pemerintahan Soviet Republik Indonesia di Madiun.
Untuk mengatasi pemberontakan tersebut, pemerintah bersikap
tegas. Presiden Soerkarno memberikan pilihan kepada rakyat ikut
Muso dengan PKI-nya atau ikut Soekarno-Hatta. Tawaran Presiden
tersebut disambut dengan sikap mendukung pemerintah RI.
Selanjutnya pemerintah menginstruksikan kepada Kolonel Sadikin
dari Divisi Siliwangi untuk merebut kota Madiun. Kota Madiun
diserang oleh pasukan Siliwangi dan dari arah timur oleh pasukan yang
dipimpin oleh Kolonel Sungkono.
Di Kudus dan Magelang terjadi pemberontakan Batalion 426. Mereka menyatakan diri
bergabung dengan DI/TII. Akibat dari pemberontakan tersebut, gerakan DI/TII di Jawa Tengah
menjadi masalah yang serius. Untuk menumpas pemberontakan tersebut, Divisi Diponegoro
melancarkan operasi militer yang bernama Operasi Merdeka Timur yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Soeharto.
C. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan
Pemberontakan ini dipimpin oleh Ibnu Hajar (mantan letnan
dua TNI). Ibnu Hajar menggalang gerakan yang bernama Kesatuan
Rakyat Yang Tertindas (KRYT) dan menyatakan gerakan KRYT
sebagai bagian dari DI/TII yang dipimpin Kartosuwiryo. KRYT
sejak pertengahan bulan Oktober 1950 menyerang pos-pos TNI
dan mengacau di sejumlah wilayah di Kalimantan Selatan.
Awalnya pemerintahan memberi kesempatan kepada pemberontak DI/TII di
Kalimantan Selatan untuk menyerahkan diri. Hal itu dimanfaatkan oleh Ibnu Hajar
untuk mengelabuhi pemerintah untuk memperoleh senjata. Setelah terpenuhi
keinginannya, Ibnu Hajar kembali memberontak. Untuk menghadapi pemberontakan
tersebut, pemerintah bertindak tegas dengan melaksanakan operasi militer.akhirnya
ibnu Hajar dapat ditangkap pada bulan Juli 1963, dua tahun kemudian diadili oleh
Mahkamah Militer dan dijatuhi hukuman mati
D. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi
Selatan
Pemberontakan ini dipimpin oleh Kahar Muzakar.
Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim
surat kepada pemerintah pusat. Dalam surat tersebut
Kahar Muzakar menyatakan agar semua anggota dari
(Komando Gerilya Sulawesi Selatan) dimasukkan dalam
APRIS. Namun, permintaan Kahar Muzakar tersebut
ditolak oleh pemerintah pusat.
Pada tahun 1952 Kahar Muzakar menyatakan bahwa wilayah Sulawesi Selatan
menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Untuk mengatasi
pemberontakan tersebut, pemerintah bertindak tegas dengan mengadakan operasi
militer. Penumpasan bemberontak tersebut mengalami berbagai kesulitan, namun
akhirnya pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditembak dan menahan
seluruh pasukannya
E. Pemberontakan DI/TII di Aceh
Usaha damai yang telah dilakukan oleh pemerintah RIS menemui jalan buntu. Pemerintah RIS
memutuskan untuk melaksanakan ekspedisi militer. Pada tanggal 12 Desember 1963, Soumokil
baru dapat ditangkap dan kemudian dihadapkan pada Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta
dan dijatuhi hukuman mati
6. Pemberontakan PRRI dan Permesta
Penyebab langsung pemberontakan ini karena adanya hubungan yang tidak
harmonis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Sumatra dan Sulawesi
mengenai masalah otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat dan
daerah. Sikap tidak puas tersebut mendapat dukungan dari sejumlah perwira militer.
Para panglima militer itu membentuk dewan sebagai berikut:
Pada bulan Januari 1965 PKI mengajukan gagasan pembentukan angkatan kelima.
Angkatan Darat secara tegas menolak gagasan pembentukan angkatan kelima. Menurut
Men/Pangad Letnan Jenderal Ahmad Yani, pembentukan angkatan kelima tidak efisien
dan merugikan revolusi Indonesia. Mereka hanya dapat menerima jika angkatan kelima
berada dalam lingkungan ABRI dan ditangan komando perwira yang profesional.
Di tengah persaingan antara PKI dan Angkatan Darat, muncul berita tentang
memburuknya kesehatan Presiden Soekarno. Menurut tim dokter, ada kemungkinan
presiden akan lumpuh atau meninggal. Pimpinan PKI yang mengetahui berita itu segera
mengambil tindakan pemberontakan yang dinamakan Gerakan 30 September atau yang
dikenal dengan nama G-30-S/PKI.
HAYDAR ALWI
YAHYA (11)
DAFI ANI A (05)
FARIDHOUL U (09)
JANNATIN A (13)