Anda di halaman 1dari 3

Nama Peristiwa: Pemberontakan DI/TII

Lokasi Peristiwa: Pemberontakan DI/TII bermula di Jawa Barat, kemudian menyebar ke daerah-
daerah lain, seperti Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.

Bagaimana Terjadinya Peristiwa

1. DI/TII di Jawa Barat

Pada Tanggal 7 Agustus 1949, di sebuah desa yang terletak di kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo mengumumkan bahwa Negara Islam Indonesia(NII) telah berdiri
di Negara Indonesia, dengan gerakannya yang disebut dengan DI (Darul Islam) dan para tentaranya
diberi julukan dengan sebutan TII (Tentara Islam Indonesia). Pada tanggal 25 Januari 1949, ketika
pasukan Siliwangi sedang melaksanakan hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah, saat itulah terjadi
kontak senjata yang pertama kali antara pasukan TNI dengan pasukan DI/TII. Selama peperangan
pasukan DI/TII ini di bantu oleh tentara Belanda sehingga peperangan antara DI/TII dan TNI menjadi
sangat sengit. Hadirnya DI/TII ini mengakibatkan penderitaan penduduk Jawa Barat, karena
penduduk tersebut sering menerima terror dari pasukan DI/TII. Selain mengancam para warga, para
pasukan DI/TII juga merampas harta benda milik warga untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Usaha untuk meruntuhkan organisasi DI/TII ini memakan waktu cukup lama di karenakan oleh
beberapa faktor, yaitu:

1. Tempat tinggal pasukan DI/TII ini berada di daerah pegunungan yang sangat mendukung
organisasi DI/TII untuk bergerilya.

2. Pasukan Sekarmadji dapat bergerak dengan leluasa di lingkungan penduduk.

3. Pasukan DI/TII mendapat bantuan dari orang Belanda yang di antaranya pemilik
perkebunan, dan para pendukung Negara pasundan.

4. Suasana Politik yang tidak konsisten, serta prilaku beberapa golongan partai politik yang
telah mempersulit usaha untuk pemulihan keamanan.

Selanjutnya, untuk menghadapi pasukan DI/TII, pemerintah mengerahkan Tentara Nasional


Indonesia (TNI) untuk meringkus kelompok ini. Pada tahun 1960 para pasukan Siliwangi bekerjasama
dengan rakyat untuk melakukan operasi “Bratayudha” dan “Pagar Betis” untuk menumpas kelompok
DI/TII tersebut. Pada Tanggal 4 Juni 1962 Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dan para pengawalnya
di tangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi Bratayudha yang berlangsung di Gunung Geber,
Majalaya, Jawa Barat. Setelah Sekarmadji ditangkap oleh pasukan TNI, Mahkamah Angkatan Darat
menyatakan bahwa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dijatuhi hukuman mati, dan dan setelah
Sekarmadji meninggal, pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dapat dimusnahkan.

2. DI/TII di Jawa Tengah


Tidak hanya di Jawa Barat akan tetapi di Jawa Tengah juga muncul pemberontakan yang
didalangi oleh DI/TII. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah di bawah pimpinan Amir Fatah
yang bergerak di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan dan Moh. Mahfudh Abdul Rachman (
Kiai Sumolangu ).
Amir Fatah adalah seorang komandan Laskar Hizbullah yang berdiri pada tahun 1946, ia
mengumpulkan pengikut dengan cara menggabungkan para laskar untuk masuk ke dalam
anggota TNI. Setelah Amir Fatah mendapatkan pengikut yang banyak, maka pada tangal 23
Agustus 1949 ia memproklamasikan bahwa organisasi Darul Islam (DI) berdiri di desa
pesangrahan, Tegal. Dan setelah proklamasi tersebut di laksanakan, Amir Fatah pun
menyatakan bahwa gerakan DI yang di pimpinnya bergabung dengan organisasi DI/TII Jawa
Barat yang di pimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari 1950 pemerintah
melakukan operasi kilat yang disebut “ Gerakan Banteng Negara “ ( GBN ) di bawah Letnan
Kolonel Sarbini ( Selanjutnya di ganti Letnan Kolonel M. Bachrun dan Kemudian oleh Letnan
Kolonel A. Yani ). Gerakan operasi ini dengan pasukan “ Banteng Raiders “.
Sementara itu di daerah Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan bagian
dari DI/TII , yakni dilakukan oleh “ Angkatan Umat Islam ( AUI ) “ yang dipimpin oleh Kyai
Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “ Romo Pusat “ atau Kyai Somalangu.
Untuk menumpas pemberontakan ini memerlukan waktu kurang lebih Tiga Bulan.
Pemberontakan DI/TII juga terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang dilakukan
oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk
menumpas pemberontakan ini Pemerintah melakukan “ Operasi Merdeka Timur “ yang
dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo.
Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak tersebut dapat dihancurkan
dan sisa – sisanya melarikan diri ke Jawa Barat.

3. DI/TII di Aceh
Pemberontakan di Aceh disebabkan oleh kekecewaan Daud Beureuh karena status Aceh
pada tahun 1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi kresidenan di bawah Provinsi
Sumatera Utara. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh yang waktu itu menjabat
sebagai Gubernur Militer menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian dari Negara Islam
Indonesa di bawah Pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiyo.
Pemberontakan yang di lakukan Daud Beureuh bersama angota NII yang di pimpin oleh
Sekarmadji akhirnya di atasi oleh pemerintah dengan cara menggunakan kekuatan senjata
dan operasi militer dari TNI. Setelah pemerintahan RI melakukan operasi tersebut, maka
kelompok DI/TII tersebut mulai terkikis dari kota-kota yang di tempatinya. Tentara Nasional
Indonesia pun memberikan pencerahan kepada penduduk setempat untuk menghindari
kesalahpahaman dan mengembalikan kepercayaan kepada pemerintahan Republik
Indoneisa. Tanggal 17 sampai 28 Desember 1962, atas nama Prakasa Panglima Kodami
Iskandar Muda, kolonel M.Jasin mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh, yang
musyawarah tersebut mendapat dukungan dari para tokoh masyarakat Aceh.

4. DI/TII di Kalimantan Selatan


Pada bulan Oktober 1950 terjadi sebuah pemberontakan Kesatuan Rakyat yang Tertindas
(KRyT) yang di pimpin oleh seorang mantan letnan dua TNI bernama Ibnu Hajar. Dia bersama
kelompok KRyT menyatakan bahwa dirinya adalah bagian dari organisasi DI/TII yang berada
di Jawa Barat. Sasaran utama yang di serang oleh kelompok ini adalah pos-pos TNI yang
berada di wilayah tersebut.
Setelah pemerintah memberi kesempatan untuk menghentikan pemberontakan secara baik-
baik, akhirnya seorang mantan letnan Ibnu Hajar menyerahkan diri. Akan tetapi, penyerahan
dirinya tersebut hanyalah sebuah topeng untuk merampas peralatan TNI. Setelah itu, Ibnu
Hajar melarikan diri dan kembali bersekutu dengan kelompok DI/TII. Akhirmya
pemerintahan RI mengadakan Gerakan Operasi Militer (GOM) yang di kirim ke Kalimantan
selatan untuk menumpas pemberontakan yang terjadi di Kalimantan Selatan tersebut, dan
pada tahun 1959, Ibnu Hajar berhasil di ringkus dan di jatuhi hukuman mati pada tanggal 22
Maret 1965.
5. DI/TII di Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar.
Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya
yang tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat ( APRIS ). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui
penyaringan.
Pemerintah melakukan pendekatan kepada Kahar Muzakar dengan memberi
pangkat Letnan Kolonel. Akan tetapi pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta
anak buahnya melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap
rakyat.
Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini pemerintah
melakukan Operasi Militer. Baru pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil
ditangkap dan ditembak mati sehingga pemberontakan DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan.

Kesimpulan: Pada akhirnya TNI mampu menghalau seluruh pemberontakan yang terjadi pada saat
itu. Karena seperti yang kita ketahui Indonesia terbentuk dari berbagai suku dengan beragam
kebudayaannya dan UUD 45 yang melindungi beberapa kepercayaan sehingga tidak mungkin untuk
menjadikan salah satu hukum agama di jadikan hukum negara.

Anda mungkin juga menyukai