Anda di halaman 1dari 13

Pemberontakan PKI Madiun 1948

Peristiwa Madiun tidak dapat dipisahkan dari pembentukn Fron


Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948. FDR adalah
kumpulan beberapa partai seperti partai Sosialis, Pesindo, partaiBuruh,
PKI dan Sobsi. Peristiwa Madiun itu diawali dari kota Solo yang
dilakukan oleh para pengikut Muso dan Amir SyarifuddinPada tahun
1948 Muso kembali dari Rusia. Sekembalinya itu Musobergabung
dengan Partai Komunis Indonesia. Ajaranyang diberikan pada para
anggota PKI adalah mengadu domba kesatuan nasional
denganmenyebarkan teror. . Pada tanggal 18 September 1948 di
Madiun tokoh-tokoh PKI memproklamirkan berdirinya Republik Soviet
Indonesia. Orang-orang yang dianggap musuh politiknya dibunuh oleh
PKI.

Dengan terjadinya peristiwa Madiun tersebut, pemerintah dengan


segera mengambil tindakan tegas. Pemberontakan Madiun itu dapat
diatasi setelah pemerintah mengangkat Gubernur Militer Kolonel
Subroto yang wilayahnya meliputi Semarang, Pati dan Madiun.
Walaupun dalam menghancurkan kekuatan PKI dalam peristiwa Madiun
menelan banyak korban, namun tindakan itu demi mempertahankan
Kemerdekaan yang kita miliki. Ketika Belanda melakukan agresi
terhadap Republik Indonesia, PKI justru menikam dari belakang dengan
melaukan pemberontakan yang sekaligus dapat merepotkan pemerintah
Republik.
1. Faktor Penyebab terjadinya Pemberontakan PKI tahun 1948 di
Madiun
Pemberontakan PKI terjadi akibat Persetujuan perjanjian Renville,
sehingga kabinet Amir Syarifuddin jatuh karena dianggap terlalu
menguntungkan Belanda. Perjanjian Renville dianggap tidak menjamin
secara tegas kedudukan dan kelangsungan hidup Republik Indonesia. Hasil
perjanjian Renville membuat posisi indonesia bertambah sulit. Isi
perjanjian itu adalah sebagai berikut:
1. Wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis Van
Mook), yaitu garis khayal yang dibuat Van Mook sebagai batas wilayah
kekuasaan Indonesia dan wilayah kekuasaan Belanda.
2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai
diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang akan segera dibentuk
3. RIS mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Kerajaan Belanda
dalam Uni-Indonesia-Belanda.
4. Republik Indonesia merupakan Bagian dari Republik Indonesia
Serikat.
5. Sebelum RIS terbentuk, Kerajaan Belanda dapat menyerahkan
sebagian kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara.
Dengan disetujuinya perjanjian Renville maka wilayah Republik
Indonesia semakin berkurang dan semakin sempit, ditambah lagi dengan
blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda. Oleh karena itu pada
tanggal 23 Januari 1948 Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kepada
presiden Republik Indonesia. Presiden kemudian menunujuk Moh. Hatta
suntuk menyusun kabinet. Hatta menyusun kabinet tanpa campur tangan
golongan sayap kiri atau sosialis]
Setelah menyerahkan mandatnya kepada Pemerintah Repunlik
Indonesia, Amir Syarifuddin menjadi oposisi dari pemerintahankabinet
Hatta. Ia menyusun kekuatan dalam Font Demokrasi Rakyat (FDR), yang
mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis. Mereka
mengadakan pengancaman ekonomi dengan cara emnghasut kaum
buruh untuk melancarkan pemogokan di pabrik karung Delangu pada
tanggal 5 juli 1948. Pada saat FDr melakukan ofensif, tampillah Musso
seorang tokoh PKI yang dikirim oleh pimpinan gerakan komunis
internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut pimpinan atas
negara Republik Indonesia dari tangan kaun nasionalis. Ia
mengembangkan politik yang diberi nama “jalan baru”. Sesuai dengan
doktrin itu, ia melakukan fusi antara partai sosialis, partai buruh dan
lain-lain menjadi PKI. Ia bersama Amir Syarifuddin mengambil alih
pimpinan PKI itu. PKI melakukan provokasi terhadap kabinet Hattadan
menuduh pimpinan nasional pada waktu itu seolah olah bersikap
kompromistis terhadap musuh.
Kabinet Hatta sekalipun mendapat serangan dari kaum komunis,
tetap melaksanakan program reorganisasi dan rasionalisasi. Sebagai
langkah pertama untuk melaksanakan Rasionalisasi dalam Angkatan
Perang, dikeluarkan Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1948 pada tanggal
2 Januari 1948 yang isinya antara lain:
1. Pembubaran Pucuk Pimpinan TNI dan Staf Gabungan Angkatan
Perang
2. Pengangkatan untuk sementara Kepala Staf umum Angkatan Perang
beserta Wakilnya
3. Mengangkat Jendral Sudirman menjadi Panglima Angkatan Perang
Mobil
4. Pengangkatan Angkatan Staf Markas Besar Pertempuran
Program rasionalisasi ini mendapat tantangan hebat dari kaum
komunis, karena menimpa sebagian besar pasukan bersenjatanya.
Tetapi politik ofensif musso itu tidak menggoyahkan kabinet Hatta yang
didukung oleh dua partai politik besar pada saat itu seperti PNI dan
masyumi.
2. Proses pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun tahun
1948
Usaha pertama yang dilakukan FDR/PKI adalah melakukan propaganda
kepada massa akan pentingnya Front Nasional, lewat Front Nasional
dilakukan penggalangan kekuatan revolusioner dari massa buruh, tani,
dan kaum miskin lainnya dengan memanfaatkan keresahan sosial yang
ada. Setelah langkah tersebut, FDR/PKI akan berkoalisi dengan tentara.
Konsep tentara dimata FDR(PKI) harus memiliki konsep seperti tentara
merah di Uni Sovyet, tentara harus memiliki pengetahuan tentang
politik dan dibimbing oleh opsir-opsir politik, dan tentara harus
berwatak anti penjajah. Tentara-tentara yang bergabung kemudian,
kebanyakan adalah tentara sakit hati yang terkena program
Rasionalisasi dan Reorganisasi kabinet Hatta dan kebetulan menemukan
persamaan visi dengan FDR (PKI).
Pemberontakan PKI di Madiun tersebut dimulai pada jam 3.00
setelah terdengar tembakan pestol tiga kali sebagai tanda dimulainya
gerakan non parlementer oleh kesatuan komunis yang disusul dengan
gerakan perlucutan senjata, kemudian kesatuan PKI menduduki tempat-
tempat penting di kota Madiun, seperti Kantor Pos, Gedung Bank,
Kantor Telepon, dan Kantor Polisi. Lalu berlanjut dengan penguasaan
kantor radio RRI dan Gelora Pemuda sebagai alat bagi mereka untuk
mengumumkan ke seluruh negeri tentang penguasaan kota Madiun
yang akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan akan mendirikan Sovyet Republik Indonesia serta pembentukan
Pemerintahan Front Nasional. Proklamasi ini sendiri diucapkan oleh
Supardi, tokoh FDR dari Pesindo dengan diiringi pengibaran bendera
merah. Dengan ini Madiun dan sekitarnya resmi dinyatakan sebagai
daerah yang terbebaskan.[2] Puncak gerakan yang dilakukan PKI pada
tanggal 18 september 1948 yaitu dengan pernyataan tokoh-tokoh PKI
tentang berdirinya Sovyet Republik Indonesia yang bertujuan
mengganti dasar negara pancasila dengan Komunis. Yang menarik
adalah ketika Sovyet Republik Indonesia diproklamirkan Amir
Syarifuddin dan Muso yang selanjutnya di usung sebagai presiden dan
wakil presiden malah berada di luar Madiun.kesatuan-kesatuan yang
telah dipersiapkan untuk melakukan pemberontakan tersebut antara
lain: kesatuan yang dipimpin oleh Sumartono (Pesindo).
Pasukan Divisi VI Jawa Timur dibawah pimpinan Kolonel
Djokosujono dan Letkol Dahlan yang waktu Panglima Divisinya ialah
Kolonel Sungkono. Juga dari sebagian Divisi Panembahan Senopati yang
dipimpin oleh Letkol Suadi dan Letkol Sujoto. Dalam gerakan ini
kesatuan PKI telah melakukan pembunuhan terhadap dua orang
pegawai pemerintah dan menangkap empat orang militer. Perebutan
kekuasaan ini berjalan lancar, kemudian mereka mengibarkan bendera
merah di depan Balai Kota.[3] Pasukan-pasukan komunis yang dipimpin
oleh Sumarsono, Dahlan dan Djokosujono dengan cepat telah bergerak
menguasai seluruh kota Madiun, karena sebagian besar tentara di kota
itu tidak mengadakan perlawanan. Disamping itu pertahanan kota
Madiun sebelumnya praktis sudah dikuasai oleh Pasukan Brigade
29.121 Perebutan kekuasaan tersebut pada jam 07.00 pagi telah
berhasil sepenuhnya menguasai Madiun.
3. Akhir dari Konflik yang terjadi di Madiun pada tahun 1948
Pemberontakan PKI yang terjadi di Madiun mendorong Pemerintah
Republik Indonesia untuk melakukan tindak tegas. Presiden Soekarno
memusatkan seluruh kekuasaan negara berada ditangannya. Ketika
terdengar berita di Madiun terjadi perebutankekuasaan yang dilakukan
oleh PKI Musso, maka dengan segera pemerintah mengadakan Sidang
Kabinet Lengkap pada tanggal 19 September 1948 yang diketuai oleh
Presiden Soekarno. Hasil sidang tersebut mengambilkeputusan antara
lain ;
Bahwa Peristiwa Madiun yang digerakan oleh FDR/PKI adalah suatu
pemberontakan terhadap Pemerintah dan mengadakan instruksi
kepada alat-alat Negara dan Angkatan Perang untuk memulihkan
keamanan Negara.
Memberikan kuasa penuh kepada Jendral Sudirman untuk
melaksanakan tugas pemulihan keamanan dan ketertiban kepada
keadaan biasa di Madiun dan daerah-daerah lainnya[4].
Setelah presiden memberi perintah kepada Angkatan Perang untuk
segera mengembalikan keamanan dengan segera diadakan
penangkapan terhadap orang-orang yang membahayakan negara dan
diadakan penggerebegan tempat-tempat yang dianggap perlu. Supaya
dapat melaksanakan tugas dengan baik, Markas Besar Angkatan Perang
segera menetapkan dan mengangkat Kolonel Sungkono Panglima Divisi
VI Jawa Timur sebagai Panglima Pertahanan Jawa Timur yang mendapat
tugas menggerakan pasukan dari arah timur. Karesidenan Madiun untuk
menumpas Pemberontakan PKI Musso dan mengamankan kembali
seluruh Jawa Timur dari anasir pemberontak. Setelah mendapat
perintah tersebut Kolonel Sungkono segera memerintahkan Brigade
Surachmad bergerak menuju Madiun. Pasukan tersebut dipimpin oleh
Mayor Jonosewojo yang terdiri atas Batalyon Sabirin Muchtar bergerak
menuju Trenggalek terus ke Ponorogo, Batalyon Gabungan Pimpinan
Mayor Sabaruddin bergerak melalui Sawahan menuju Dungus dan
Madiun, Batalyon Sunarjadi bergerak melalui Tawangmangu, Sarangan,
Plaosan bergerak Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh Letnan Kolonel
Sadikin.[5]
Untuk tugas operasi ini Divisi Siliwangi mengerahkan kekuatan 8
Batalyon, yaitu : Batalyon Achmad Wiaranatakusumah, Batalyon Lukas
yang menggantikan Batalyon Umar, Batalyon Daeng, Batalyon Nasuhi,
Batalyon Kusno Utomo, Letkol Kusno Utomo memegang dua batalyon
dan menjabat sebagai Kepala Staf Brigade, Batalyon Sambas, yang
kemudian diganti oleh Batalyon Darsono, Batalyon A. Kosasih, Batalyon
Kemal Idris. Di samping itu juga Pasukan Panembahan Senopati yang
dipimpin oleh Letkol Slamet Ryadi, Pasukan Tentara Pelajar yang
dipimpin oleh Mayor Achmadi dan Pasukanpasukan dari Banyumas
yang dipimpin oleh Mayor Surono.Batalyon Kemal Idris dan Batalyon A.
Kosasih yang didatangkan dari Yogyakarta bergerak ke Utara dengan
tujuan Pati. Batalyon Daeng bergeruk ke Utara dengan tujuan Cepu,
Blora, Batalyon Nasuhi dan Batalyon Achmad Wiranatakusumah
bergerak ke Selatan dengan tujuan Wonogiri dan Pacitan. Batalyon
Darsono dan Batalyon Lukas bergerak ke Madiun. Sedangkan Pasukan
Panembahan Senopati bergerak ke Utara, Pasukan Tentara Pelajar yang
dipimpin oleh Mayor Achmadi bergerak ke Timur menuju Madiun
melalui Sarangan.
Musso yang melarikan diri ke daerah Ponorogo tertembak mati
pada tanggal 31 Oktober 1948 oleh Brigade S yang dipimpin oleh
Kapten Sunandar sewaktu melakukan patroli. Sedangkan Pada tanggal
20 Nopember 1948 pasukan Amir menuju Tambakromo, sebelah Timur
Kayen sebelah Selatan Pati. Mereka terdiri dari kurang lebih 500 orang,
ada yang beserta keluarga mereka. Keadaan mereka sangat
menyedihkan. Banyak diantara mereka yang ingin melarikan diri, tetapi
rakyat selalu siap menangkap mereka. Banyak mayat pemberontak
diketemukan karena sakit, atau kelaparan. akhirnya Amir menyerahkan
diri beserta pasukannya pada tanggal 29 Nopember, saat mereka
menyeberangi Sungai Lusi menuju ke desa Klambu, antara Klampok dan
Bringin (7 Km dari Purwodadi). Pasukan TNI mengadakan taktik
menggiring ke titik buntu yang mematikan. Taktik ini ternyata berhasil,
karena pasukan pemberontak terjepit di daerah rawa-rawa. Mereka
dikepung oleh kesatuan-kesatuan TNI, akhirnya Amir menyerahkan diri
beserta pasukannya.[6]
Gerakan Operasi Militer yang dialncarkan oleh pasukan yang taat
kepada pemerintah RI berjalan dengan singkat. Dalam 12 hari Madiun
dapat dikuasai kembali, teaptnya tanggal 30 September 1948 jam 16.15.
setelah Madiun dapat direbut kembali oleh pasukan-pasukan TNI, maka
jam 17.30 sore keamanan telah terjamin kembali, dan tiap-tiap rumah
telah berkibar bendera Merah Putih.

DAFTAR PUSTAKA

Menteri /sekertaris negara republik Indonesia. 30 tahun Indonesia


Merdeka 1945-1949. Jakarta: Tirta pustaka.

Susatyo, Rachmat. Pemberontakan PKI-Musso di Madiun 18-30


September 1948. Bandung: Koperasi ilmu pengetahuan sosial, 2008

Dr. A.H. Nasution, Sedjarah Perdjuangan Nasional Indonesia, Jakarta:


Mega Book Store, 1966
Dimjati, Muhammad. Sedjarah Perdjuangan Indonesia, Widjaja, Jakarta:
Widjaja, 1951

Pemuda Indonesia dalam Dimensi Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta:


Sinar Bahagia 1984
Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan)

Usai pendudukan oleh Kekaisaran Jepang pada 1945, para


pemimpin khususnya yang berdomisili di Pulau Jawa menyatakan
kemerdekaan Indonesia. namun Tidak semua suku dan wilayah di
Indonesia langsung menerima dan bergabung dengan NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia). Kala itu banyak terjadi pemberontakan
dan Pemberontakan pribumi pertama yang terorganisasi muncul di
Maluku Selatan dengan bantuan Belanda, pemberontakan tersebut
biasa disebut Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan).
Latar Belakang Terjadinya Republik Maluku Selatan
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan
merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari
Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia
Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan
dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November
1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan,
Belanda.

Sejarah Pemberontakan Republik Maluku Selatan


Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-
orang bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr.
Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur yang kemudian
ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu. Pemerintah
Pusat yang mencoba menyelesaikan secara damai, mengirim tim yang diketuai
Dr. J. Leimena sebagai misi perdamaian ke Ambon. Tapi kemudian, misi yang
terdiri dari para politikus, pendeta, dokter dan wartawan, gagal dan pemerintah
pusat memutuskan untuk menumpas RMS, lewat kekuatan senjata. Dibentuklah
pasukan di bawah pimpinan Kolonel A.E. Kawilarang.
Pada 14 Juli 1950 Pasukan ekspedisi APRIS/TNI mulai menumpas pos-
pos penting RMS. Sementara, RMS yang memusatkan kekuatannya di Pulau
Seram dan Ambon, juga menguasai perairan laut Maluku Tengah, memblokade
dan menghancurkan kapal-kapal pemerintah. Pemberontakan ini berhasil
digagalkan secara tuntas pada bulan November 1950, sementara para pemimpin
RMS mengasingkan diri ke Belanda. Pada 1951 sekitar 4.000 orang Maluku
Selatan, tentara KNIL beserta keluarganya (jumlah keseluruhannya sekitar
12.500 orang), mengungsi ke Belanda, yang saat itu diyakini hanya untuk
sementara saja.
RMS di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29
Juni 2007 beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan
Presiden Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Pada
24 April 2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di
pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan
sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi
kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang
menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat. Tujuan politik
RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan memperjuangkan
RMS ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini
hubungan dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana
menteri RMS (bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan menjadi
daerah otonomi seperti Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah
meraih kemerdekaan penuh.

Tokoh-tokoh yang terlibat di dalam Pemberontakan Republik Maluku


Selatan (RMS)
Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof.
Johan Manusama, pemimpin kedua Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 25
april 2009. Kini John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Dr. Soumokil mengasingkan diri ke Pulau Seram. Ia ditangkap di Seram pada 2
Desember 1962, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer, dan
dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12 April 1966.
Peran Belanda dalam Pembentukan Republik Maluku Selatan
(RMS)
Oleh karena kemerdekaan RMS yang di Proklamirkan oleh sebagian
besar rakyat Maluku, pada tanggal 24 April 1950 di kota Ambon, ditentang oleh
Pemerintah RI dibawah pimpinan Sukarno - Hatta, maka Pemerintah RI meng-
ultimatum semua para aktifis RMS yang memproklamirkan berdirinya Republik
Maluku Selatan untuk menyerahkan diri kepadda pemerintah RI, sehingga
semua aktifis RMS itu ditangkapi oleh Pasukan2 Militer yang dikirim dari
Pulau Jawa.
Karena adanya penangkapan yang dilakukan oleh militer Pemerintah RI,
maka para pimpinan teras RMS tersebut, ber-inisiatif untuk menghindar
sementara ke Negeri Belanda, kepindahan para pimpinan RMS ini mendapat
bantuan sepenuhnya dari Pemerintah Belanda pada saat itu. Dengan adanya
kesediaan bantuan dari Pemerintah Belanda untuk mengangkut sebagian besar
rakyat Maluku dengan biaya sepenuhnya dari Pemerintah Belanda, maka
sebagian besar rakyat di Maluku yang beragama kristen, memilih dengan
kehendaknya sendiri untuk pindah ke Negeri Belanda. Pada waktu itu, Ada
lebih dari 15.000 rakyat Maluku yang memilih pindah ke negeri Belanda.

Pindahnya sebagian rakyat maluku ini, oleh Pemerintahan Sukarno-


Hatta, diissukan sebagai "PENGUNGSIAN PARA PENDUKUNG RMS", lalu
dengan dalih pemberontakan, pemerintah RI menangkapi para Menteri RMS
dan para aktifisnya, lalu mereka dipanjarakan dan diadili oleh pengadilan militer
RI, dengan hukuman berat bahkan dieksekusi Mati.
Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan
Pemerintahan, seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi
antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di
Ambon berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno
tidak bisa berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku,
sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan
semua jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah
RMS yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan
Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS, para pendukung RMS
membentuk apa yang disebut Pemerintahan RMS di pengasingan.
Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun
1978 terjadi peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS
melakukan serangan kepada Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap
kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di Belanda dikatakanlah peristiwa itu
sebagai teror yang dilakukan para aktifis RMS di Belanda. Ada yang
mengatakan serangan ini disebabkan karena pemerintah Belanda menarik
dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan teror ini
dilakukan karena pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan
sepenuh hati memberikan dukungan sejak mula. Di antara kegiatan yang di
lansir Press Belanda sabagai teror, adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS
menyandera 70 warga sipil di gedung pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar.
Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa
kelompok sempalan RMS, seperti kelompok Komando Bunuh Diri Maluku
Selatan yang dipercaya merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu dekat)
Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah kereta api dan
menyandera 38 penumpangnya di tahun 1975. Ada juga kelompok sempalan
yang tidak dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100 orang di sebuah
sekolah dan di saat yang sama juga menyandera 50 orang di sebuah kereta api.
Sejak tahun 80an hingga sekarang aktivitas teror seperti itu tidak pernah
dilakukan lagi.
Berakhirnya Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pemberontakan Republik Maluku Selatan sudah berakhir tetapi masih
ada beberapa orang yang masih mengakui RMS dan sampai detik ini RMS
masih tetap eksis dan mempunyai presiden transisi bernama Simon Saiya.
SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan Dari beberapa pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut : 1.Pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 terjadi
dikarenakan adanya beberapa faktor yang melatarbelakangi yakni faktor
ideologi karena PKI ingin menanamkan faham komunis di Indonesia. Faktor
politik yang terkait dengan kekuasaan, karena PKI ingin menguasai Indonesia
dan mendirikan negara komunis di Indonesia. Faktor sosial-ekonomi yang
berhubungan erat dengan massa (pengikut), PKI ingin memperoleh pengikut
sebanyak-banyaknya serta meraup keuntungan ekonomi untuk mendukung
terwujudnya visi-misi partai. 2.PKI melakukan pemberontakan di Madiun
dengan cara menggencarkan perampokan, kerusuhan, penculikan dan
pembunuhan. Sasaran pembunuhan PKI adalah tokoh-tokoh pemerintahan,
tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama. Namun PKI juga membunuh
siapa saja yang tidak menjadi pengikutnya dan bersikap kontra dengannya. 65
66 3.Dalam pemberantasan pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948,
Masyumi berperan sebagai informan bagi pasukan Siliwangi yang merupakan
pasukan kiriman dari pemerintah pusat. Secara fisik yang memberantas
pemberontak PKI adalah pasukan Siliwangi. Namun secara ideologi, Masyumi
lah yang memberantas PKI dan juga paham komunisme di Indonesia. Meskipun
pada saat itu juga terdapat organisasi lain yang membantu pasukan Siliwangi.
Tetapi siapa pun mereka (organisasi Islam), mereka tetap tercatat sebagai
anggota Masyumi karena pada tahun 1948 hanya partai Masyumi yang
dianggap sah oleh pemerintah. 4.Masyarakat Madiun merupakan masyarakat
yang abangan, sehingga mudah sekali dipengaruhi paham-paham baru dari luar.
Hal ini terbukti dari perolehan suara pada pemilu 1955 yang mana 50% dari
masyarakat Madiun lebih memilih partai yang bergenre non Islam. Sedangkan
implikasi politik yang terjadi pada umat Islam di Madiun menjadi lebih kuat
karena melihat motivasi dari Masyumi. Sayangnya ketertarikan masyarakat
Madiun pada partai politik Islam masih sangat kecil, sehingga partai politik
Islam di Madiun tidak mampu berkembang pesat karena faktor pengikut..

Anda mungkin juga menyukai