Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

PEMBERONTAKAN PKI DI MADIUN

NAMA KELOMPOK:
 TRIO ADI SAPUTRA ( )
 DWI STIAWAN ( )
 EDO AGUSTIANO ( )
 DIANA ALDA LINA (07)
 ISTIANA (15)

KELAS XII-MIPA 2
SMA NEGERI 3 BANGKALAN
TAHUN PELAJARAN 2016-2017
KONFLIK NEGARA
PEMBERONTAKAN PKI DI MADIUN

Peristiwa Madiun (atau Madiun Affairs) adalah sebuah konflik kekerasan yang tejadi di
Jawa Timur bulan September – Desember 1948. Peristiwa ini diawali dengan
diproklamasikannya negara Soviet Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di
Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh
Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifuddin.Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa
ini dinamakan Peristiwa Madiun (Madiun Affairs), dan tidak pernah disebut sebagai
pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai
dinamakan pemberontakan PKI.
Bersamaan dengan itu ter jadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun
yang tidak baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh
masyarakat dan agama.Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa
tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah
Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama) Tawaran bantuan dari Belanda
Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan
untuk menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah
Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan
segera memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap kekuatan
bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap,
tengah membangun kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah
cenderung berpihak kepada AS.

Faktor Penyebab terjadinya Pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun


Pemberontakan PKI terjadi akibat Persetujuan perjanjian Renville, sehingga
kabinet Amir Syarifuddin jatuh karena dianggap terlalu menguntungkan Belanda. Perjanjian
Renville dianggap tidak menjamin secara tegas kedudukan dan kelangsungan hidup Republik
Indonesia. Hasil perjanjian Renville membuat posisi indonesia bertambah sulit. Isi perjanjian
itu adalah sebagai berikut:
1. Wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis Van Mook), yaitu garis
khayal yang dibuat Van Mook sebagai batas wilayah kekuasaan Indonesia dan wilayah
kekuasaan Belanda.
2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai diserahkan kepada
Republik Indonesia Serikat yang akan segera dibentuk
3. RIS mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Kerajaan Belanda dalam Uni-Indonesia-
Belanda.
4. Republik Indonesia merupakan Bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5. Sebelum RIS terbentuk, Kerajaan Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya
kepada pemerintahan federal sementara.
Dengan disetujuinya perjanjian Renville maka wilayah Republik Indonesia
semakin berkurang dan semakin sempit, ditambah lagi dengan blokade ekonomi yang
dilakukan oleh Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 23 Januari 1948 Amir Syarifuddin
menyerahkan mandatnya kepada presiden Republik Indonesia. Presiden kemudian
menunujuk Moh. Hatta suntuk menyusun kabinet. Hatta menyusun kabinet tanpa campur
tangan golongan sayap kiri atau sosialis.
Setelah menyerahkan mandatnya kepada Pemerintah Repunlik Indonesia, Amir
Syarifuddin menjadi oposisi dari pemerintahankabinet Hatta. Ia menyusun kekuatan dalam
Font Demokrasi Rakyat (FDR), yang mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan
komunis. Mereka mengadakan pengancaman ekonomi dengan cara emnghasut kaum buruh
untuk melancarkan pemogokan di pabrik karung Delangu pada tanggal 5 juli 1948. Pada saat
FDr melakukan ofensif, tampillah Musso seorang tokoh PKI yang dikirim oleh pimpinan
gerakan komunis internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut pimpinan atas
negara Republik Indonesia dari tangan kaun nasionalis. Ia mengembangkan politik yang
diberi nama “jalan baru”. Sesuai dengan doktrin itu, ia melakukan fusi antara partai sosialis,
partai buruh dan lain-lain menjadi PKI. Ia bersama Amir Syarifuddin mengambil alih
pimpinan PKI itu. PKI melakukan provokasi terhadap kabinet Hattadan menuduh pimpinan
nasional pada waktu itu seolah olah bersikap kompromistis terhadap musuh.
Kabinet Hatta sekalipun mendapat serangan dari kaum komunis, tetap
melaksanakan program reorganisasi dan rasionalisasi. Sebagai langkah pertama untuk
melaksanakan Rasionalisasi dalam Angkatan Perang, dikeluarkan Penetapan Presiden No. 1
Tahun 1948 pada tanggal 2 Januari 1948 yang isinya antara lain:
1. Pembubaran Pucuk Pimpinan TNI dan Staf Gabungan Angkatan Perang
2. Pengangkatan untuk sementara Kepala Staf umum Angkatan Perang beserta Wakilnya
3. Mengangkat Jendral Sudirman menjadi Panglima Angkatan Perang Mobil
4. Pengangkatan Angkatan Staf Markas Besar Pertempuran
Program rasionalisasi ini mendapat tantangan hebat dari kaum komunis, karena
menimpa sebagian besar pasukan bersenjatanya. Tetapi politik ofensif musso itu tidak
menggoyahkan kabinet Hatta yang didukung oleh dua partai politik besar pada saat itu seperti
PNI dan masyumi.

Proses pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun tahun 1948


Usaha pertama yang dilakukan FDR/PKI adalah melakukan propaganda kepada
massa akan pentingnya Front Nasional, lewat Front Nasional dilakukan penggalangan
kekuatan revolusioner dari massa buruh, tani, dan kaum miskin lainnya dengan
memanfaatkan keresahan sosial yang ada. Setelah langkah tersebut, FDR/PKI akan berkoalisi
dengan tentara. Konsep tentara dimata FDR(PKI) harus memiliki konsep seperti tentara
merah di Uni Sovyet, tentara harus memiliki pengetahuan tentang politik dan dibimbing oleh
opsir-opsir politik, dan tentara harus berwatak anti penjajah. Tentara-tentara yang bergabung
kemudian, kebanyakan adalah tentara sakit hati yang terkena program Rasionalisasi dan
Reorganisasi kabinet Hatta dan kebetulan menemukan persamaan visi dengan FDR (PKI).
Pemberontakan PKI di Madiun tersebut dimulai pada jam 3.00 setelah terdengar
tembakan pestol tiga kali sebagai tanda dimulainya gerakan non parlementer oleh kesatuan
komunis yang disusul dengan gerakan perlucutan senjata, kemudian kesatuan PKI menduduki
tempat-tempat penting di kota Madiun, seperti Kantor Pos, Gedung Bank, Kantor Telepon,
dan Kantor Polisi. Lalu berlanjut dengan penguasaan kantor radio RRI dan Gelora Pemuda
sebagai alat bagi mereka untuk mengumumkan ke seluruh negeri tentang penguasaan kota
Madiun yang akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan akan
mendirikan Sovyet Republik Indonesia serta pembentukan Pemerintahan Front Nasional.
Proklamasi ini sendiri diucapkan oleh Supardi, tokoh FDR dari Pesindo dengan diiringi
pengibaran bendera merah. Dengan ini Madiun dan sekitarnya resmi dinyatakan sebagai
daerah yang terbebaskan. Puncak gerakan yang dilakukan PKI pada tanggal 18 september
1948 yaitu dengan pernyataan tokoh-tokoh PKI tentang berdirinya Sovyet Republik Indonesia
yang bertujuan mengganti dasar negara pancasila dengan Komunis. Yang menarik adalah
ketika Sovyet Republik Indonesia diproklamirkan Amir Syarifuddin dan Muso yang
selanjutnya di usung sebagai presiden dan wakil presiden malah berada di luar
Madiun.kesatuan-kesatuan yang telah dipersiapkan untuk melakukan pemberontakan tersebut
antara lain: kesatuan yang dipimpin oleh Sumartono (Pesindo). Pasukan Divisi VI Jawa
Timur dibawah pimpinan Kolonel Djokosujono dan Letkol Dahlan yang waktu Panglima
Divisinya ialah Kolonel Sungkono. Juga dari sebagian Divisi Panembahan Senopati yang
dipimpin oleh Letkol Suadi dan Letkol Sujoto. Dalam gerakan ini kesatuan PKI telah
melakukan pembunuhan terhadap dua orang pegawai pemerintah dan menangkap empat
orang militer. Perebutan kekuasaan ini berjalan lancar, kemudian mereka mengibarkan
bendera merah di depan Balai Kota. Pasukan-pasukan komunis yang dipimpin oleh
Sumarsono, Dahlan dan Djokosujono dengan cepat telah bergerak menguasai seluruh kota
Madiun, karena sebagian besar tentara di kota itu tidak mengadakan perlawanan. Disamping
itu pertahanan kota Madiun sebelumnya praktis sudah dikuasai oleh Pasukan Brigade 29.121
Perebutan kekuasaan tersebut pada jam 07.00 pagi telah berhasil sepenuhnya menguasai
Madiun.

Akhir dari Konflik yang terjadi di Madiun pada tahun 1948


Pemberontakan PKI yang terjadi di Madiun mendorong Pemerintah Republik
Indonesia untuk melakukan tindak tegas. Presiden Soekarno memusatkan seluruh kekuasaan
negara berada ditangannya. Ketika terdengar berita di Madiun terjadi perebutankekuasaan
yang dilakukan oleh PKI Musso, maka dengan segera pemerintah mengadakan Sidang
Kabinet Lengkap pada tanggal 19 September 1948 yang diketuai oleh Presiden Soekarno.
Hasil sidang tersebut mengambilkeputusan antara lain ;
 Bahwa Peristiwa Madiun yang digerakan oleh FDR/PKI adalah suatu pemberontakan
terhadap Pemerintah dan mengadakan instruksi kepada alat-alat Negara dan Angkatan
Perang untuk memulihkan keamanan Negara.
 Memberikan kuasa penuh kepada Jendral Sudirman untuk melaksanakan tugas
pemulihan keamanan dan ketertiban kepada keadaan biasa di Madiun dan daerah-
daerah lainnya.
Setelah presiden memberi perintah kepada Angkatan Perang untuk segera
mengembalikan keamanan dengan segera diadakan penangkapan terhadap orang-orang yang
membahayakan negara dan diadakan penggerebegan tempat-tempat yang dianggap perlu.
Supaya dapat melaksanakan tugas dengan baik, Markas Besar Angkatan Perang segera
menetapkan dan mengangkat Kolonel Sungkono Panglima Divisi VI Jawa Timur sebagai
Panglima Pertahanan Jawa Timur yang mendapat tugas menggerakan pasukan dari arah
timur. Karesidenan Madiun untuk menumpas Pemberontakan PKI Musso dan mengamankan
kembali seluruh Jawa Timur dari anasir pemberontak. Setelah mendapat perintah tersebut
Kolonel Sungkono segera memerintahkan Brigade Surachmad bergerak menuju Madiun.
Pasukan tersebut dipimpin oleh Mayor Jonosewojo yang terdiri atas Batalyon Sabirin
Muchtar bergerak menuju Trenggalek terus ke Ponorogo, Batalyon Gabungan Pimpinan
Mayor Sabaruddin bergerak melalui Sawahan menuju Dungus dan Madiun, Batalyon
Sunarjadi bergerak melalui Tawangmangu, Sarangan, Plaosan bergerak Divisi Siliwangi yang
dipimpin oleh Letnan Kolonel Sadikin.
Untuk tugas operasi ini Divisi Siliwangi mengerahkan kekuatan 8 Batalyon, yaitu :
Batalyon Achmad Wiaranatakusumah, Batalyon Lukas yang menggantikan Batalyon Umar,
Batalyon Daeng, Batalyon Nasuhi, Batalyon Kusno Utomo, Letkol Kusno Utomo memegang
dua batalyon dan menjabat sebagai Kepala Staf Brigade, Batalyon Sambas, yang kemudian
diganti oleh Batalyon Darsono, Batalyon A. Kosasih, Batalyon Kemal Idris. Di samping itu
juga Pasukan Panembahan Senopati yang dipimpin oleh Letkol Slamet Ryadi, Pasukan
Tentara Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi dan Pasukanpasukan dari Banyumas
yang dipimpin oleh Mayor Surono.Batalyon Kemal Idris dan Batalyon A. Kosasih yang
didatangkan dari Yogyakarta bergerak ke Utara dengan tujuan Pati. Batalyon Daeng bergeruk
ke Utara dengan tujuan Cepu, Blora, Batalyon Nasuhi dan Batalyon Achmad
Wiranatakusumah bergerak ke Selatan dengan tujuan Wonogiri dan Pacitan. Batalyon
Darsono dan Batalyon Lukas bergerak ke Madiun. Sedangkan Pasukan Panembahan Senopati
bergerak ke Utara, Pasukan Tentara Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi bergerak ke
Timur menuju Madiun melalui Sarangan.
Musso yang melarikan diri ke daerah Ponorogo tertembak mati pada tanggal 31
Oktober 1948 oleh Brigade S yang dipimpin oleh Kapten Sunandar sewaktu melakukan
patroli. Sedangkan Pada tanggal 20 Nopember 1948 pasukan Amir menuju Tambakromo,
sebelah Timur Kayen sebelah Selatan Pati. Mereka terdiri dari kurang lebih 500 orang, ada
yang beserta keluarga mereka. Keadaan mereka sangat menyedihkan. Banyak diantara
mereka yang ingin melarikan diri, tetapi rakyat selalu siap menangkap mereka. Banyak mayat
pemberontak diketemukan karena sakit, atau kelaparan. akhirnya Amir menyerahkan diri
beserta pasukannya pada tanggal 29 Nopember, saat mereka menyeberangi Sungai Lusi
menuju ke desa Klambu, antara Klampok dan Bringin (7 Km dari Purwodadi). Pasukan TNI
mengadakan taktik menggiring ke titik buntu yang mematikan. Taktik ini ternyata berhasil,
karena pasukan pemberontak terjepit di daerah rawa-rawa. Mereka dikepung oleh kesatuan-
kesatuan TNI, akhirnya Amir menyerahkan diri beserta pasukannya.
Gerakan Operasi Militer yang dialncarkan oleh pasukan yang taat kepada pemerintah
RI berjalan dengan singkat. Dalam 12 hari Madiun dapat dikuasai kembali, teaptnya tanggal
30 September 1948 jam 16.15. setelah Madiun dapat direbut kembali oleh pasukan-pasukan
TNI, maka jam 17.30 sore keamanan telah terjamin kembali, dan tiap-tiap rumah telah
berkibar bendera Merah Putih.

Anda mungkin juga menyukai