Pembentukan FDR didukung juga oleh partai –partai politik lainnya, seperti:
1. Partai Sosialis Indonesia
2. Partai Komunis Indonesia
3. Pemuda Sosialis Indonesia
4. Partai Buruh Indonesia
5. Sarekat Buruh Perkebunan Republik Indonesia
partai yang tergabung dalam FDR memperkuat aksi yang dilakukan oleh Amir Syarifuddin dan kelompoknya untuk merebut kekuasaan kabinet pada sistem pemerintahan yang sedang berjalan pada waktu itu.
Tujuan Pemberontakan PKI Madiun adalah ingin menyusun Doktrin Baru PKI dengan nama “ Jalan Baru Untuk Indonesia ” dengan membentuk sistem pemerintahan Soviet Republik Indonesia di Madiun serta ingin mengganti
ideologi pancasila menjadi ideologi Komunis
AKSI-AKSI GERAKAN
Pada tanggal 18 September 1948, Muso bersama pimpinan PKI lainnya memproklamirkan berdirinya Soviet Republik Indonesia di Madiun
Pada 18 September pagi, sekelompok rakyat Purwodadi mengibarkan bendera merah dan Muso berangkat ke Madiun. Malam hari mereka tiba di Rejo Agung dekat Madiun dan menjumpai kenyataan bahwa organisasi PKI
telah melancarkan coup d'etat di Kota Madiun dan sekitarnya. Sejak saat itu revolusi komunis atau pemberontakan komunis sudah dimulai. Selain pengambilalihan kekuasan di Madiun, mereka juga merebut kota-kota dan ibu
kota karesidenan Madiun. Semua alat-alat pemerintah, militer dan sipil pada waktu itu lumpuh serta mampu dikuasai. Kaum komunis berambisi untuk memegang pimpinan pemerintahan dan mereka ingin mendirikan front
nasional. Kaum komunis beranggapan bawah dunia ini telah terpecah dua, yaitu blok kapitalis imperalis di bawah pimpinan Amerika Serikat dan blok anti imperalis di bawah Rusia. Karena perjuangan Indonesia anti
imperalis maka menurut kaum komunis, Indonesia harus berada di pihak Rusia.
ffpFFF
Keberhasilan FDR/PKI menguasai Madiun di susul dengan aksi penjarahan, penangkapan
sewenang-wenang terhadap musuh PKI. Mereka tidak segan-segan menembak, hingga berbagai
macam tindakan fasisme berlangsung sehingga membuat masyarakat Kota Madiun ketakutan.
Pada tahun 1948 itu para Ulama dan Kyai (Pimpinan Masyumi) dan PNI ditangkap dan
dibunuh. Orang-orang berpakaian Warok Ponorogo dengan senjata revolver dan kelewang
menembak atau membunuh orang-orang yang dianggap musuh PKI. Mayat-mayat pun
bergelimpangan di sepanjang jalan. Bendera merah putih dirobek diganti bendera merah
berlambang palu arit. Potret Soekarno diganti potret Moeso.
Tanggal 18 September 1948 pagi sebelum terbit fajar, sekitar 1.500 orang pasukan
FDR/PKI (700 orang di antaranya dari Kesatuan Pesindo pimpinan Mayor Pandjang Djoko
Prijono) bergerak ke pusat Kota Madiun.
Kesatuan CPM, TNI, Polisi, aparat pemerintahan sipil terkejut ketika diserang mendadak. Terjadi
perlawanan singkat di markas TNI, kantor CPM, kantor Polisi. Pasukan Pesindo bergerak cepat
menguasai tempat-tempat strategis di Madiun. Saat fajar terbit, Madiun sudah jatuh ke tangan
FDR/PKI. Sekitar 350 orang ditahan.
Di waktu yang sama, di Kota Magetan sekitar 1.000 orang pasukan FDR/PKI bergerak
menyerbu Kabupaten, kantor Komando Distrik Militer (Kodim), Kantor Onder Distrik Militer
(Koramil), Kantor Resort Polisi, rumah kepala pengadilan, dan kantor pemerintahan sipil di
Magetan.
Sama dengan penyerangan mendadak di Madiun, setelah menguasai Kota Magetan dan menawan
bupati, patih, sekretaris kabupaten, jaksa, ketua pengadilan, kapolres, komandan Kodim, dan
aparat Kabupaten Magetan, mereka juga menangkap dan membunuh tokoh-tokoh Masyumi dan
PNI di kampung-kampung, pesantren-pesantren, desa-desa.
Sama dengan di Madiun dan Magetan, aksi serangan FDR/PKI tidak hanya menleyapkan pejabat
pemerintah, tapi juga penduduk, terutama ulama-ulama ortodoks, santri dan mereka yang dikenal
karena kesalehannya kepada Islam: mereka itu ditembak, dibakar sampai mati, atau dicincang-
cincang.
Masjid dan madrasah dibakar, bahkan ulama dan santri-santrinya dikunci di dalam madrasah, lalu
madrasahnya dibakar. Tentu mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena ulama itu orang-orang tua
yang sudah ubanan, orang-orang dan anak-anak laki-laki yang baik yang tidak melawan. Setelah
itu, rumah-rumah pemeluk Islam dirampok dan dirusak.
Tindakan kejam FDR/PKI selama menjalankan aksi kudeta itu menyulut amarah Presiden
Soekarno yang mengecam tindakan tersebut dalam pidato yang berisi seruan bagi rakyat
Indonesia untuk menentukan nasib sendiri dengan memilih: “Ikut Muso dengan PKI-nya yang
akan membawa bangkrutnya cita-cita Indonesia merdeka-atau ikut Soekarno-Hatta, yang Insya
Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin Negara Republik Indonesia ke Indonesia yang
merdeka, tidak dijajah oleh negara apa pun juga.
Presiden Soekarno menyeru agar rakyat membantu alat pemerintah untuk memberantas semua
pemberontakan dan mengembalikan pemerintahan yang sah di daerah. Madiun harus lekas di
tangan kita kembali”.
Sejarah mencatat, bahwa antara tanggal 18-21 September 1948 gerakan makar FDR/PKI yang
dilakukan dengan sangat cepat itu tidak bisa dimaknai lain kecuali sebagai pemberontakan.
Sebab dalam tempo hanya tiga hari, FDR/PKI telah membunuh pejabat-pejabat negara baik
sipil maupun militer, tokoh masyarakat, tokoh politik, tokoh pendidikan, bahkan tokoh agama.
Upaya Penumpasan Pemberontakan PKI
MUNAWAR MUSO