Anda di halaman 1dari 17

PEMBERONTAKAN PKI DI MADIUN 1948

A. Latar belakang dan Tujuan


Salah satu hal yang melatar belakangi terjadinya Pemberontakan PKI di Madiun
adalah adanya Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Di mana salah
satu isi perjanjian Renville adalah Wilayah Indonesia yang diakui Belanda
hanya ,Sumater, Jawa Tengah, dan Yogyakarta, dalam perjanjian tersebut tentu
Indonesia sangat dirugikan dan Belanda dianggap menjadi pihak yang paling
diuntungkan sehingga banyak sekali rakyat dan pemerintah menyalahkan Amir
Syarifuddin karena pada saat itu dia yang menjadi perwakilan Indonesia dalam
perjanjian Renville. Akibat dari kegagalan perjanjian tersebut Kabinet Amir
Syariffuddin di bubarkan dalam sistem pemerintahan parlementer, dengan
kemunduran Amir, presiden Soekarno menyuruh wakil presiden Drs.Moh.Hatta untuk
menggantikan Kabinet Amir Syarifuddin dan menyusun Kabinet Baru yaitu “Kabinet
Hatta” tanpa tanpa keikutsertaan golongan sosialis maupun golongan kiri
Amir Syarifuddin yang merasa kecewa akibat dijatuhkan dari posisi Perdana Menteri
Indonesia karena menandatangani hasil perjanjian Renville menempatkan dirinya
menjadi oposisi bagi Kabinet Hatta. Amir Syarifuddin mendirikan Front Demokrasi
Rakyat (FDR)
Amir Syarifuddin membentuk organisasi FDR (Front Demokrat Rakyat). FDR merupakan golongan yang menyatukan komunis dan golongan sosialis kiri. Pada bulan Februari 1948 Front Demokrasi Rakyat semakin kuat setelah
berkoalisi atau bergabung dengan Muso pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pembentukan FDR didukung juga oleh partai –partai politik lainnya, seperti:
1. Partai Sosialis Indonesia
2. Partai Komunis Indonesia
3. Pemuda Sosialis Indonesia
4. Partai Buruh Indonesia
5. Sarekat Buruh Perkebunan Republik Indonesia
partai yang tergabung dalam FDR memperkuat aksi yang dilakukan oleh Amir Syarifuddin dan kelompoknya untuk merebut kekuasaan kabinet pada sistem pemerintahan yang sedang berjalan pada waktu itu.

Tujuan Pemberontakan PKI Madiun adalah ingin menyusun Doktrin Baru PKI dengan nama “ Jalan Baru Untuk Indonesia ” dengan membentuk sistem pemerintahan Soviet Republik Indonesia di Madiun serta ingin mengganti
ideologi pancasila menjadi ideologi Komunis
AKSI-AKSI GERAKAN
Pada tanggal 18 September 1948, Muso bersama pimpinan PKI lainnya memproklamirkan berdirinya Soviet Republik Indonesia di Madiun

Pada 18 September pagi, sekelompok rakyat Purwodadi mengibarkan bendera merah dan Muso berangkat ke Madiun. Malam hari mereka tiba di Rejo Agung dekat Madiun dan menjumpai kenyataan bahwa organisasi PKI
telah melancarkan coup d'etat di Kota Madiun dan sekitarnya. Sejak saat itu revolusi komunis atau pemberontakan komunis sudah dimulai. Selain pengambilalihan kekuasan di Madiun, mereka juga merebut kota-kota dan ibu
kota karesidenan Madiun. Semua alat-alat pemerintah, militer dan sipil pada waktu itu lumpuh serta mampu dikuasai. Kaum komunis berambisi untuk memegang pimpinan pemerintahan dan mereka ingin mendirikan front
nasional. Kaum komunis beranggapan bawah dunia ini telah terpecah dua, yaitu blok kapitalis imperalis di bawah pimpinan Amerika Serikat dan blok anti imperalis di bawah Rusia. Karena perjuangan Indonesia anti
imperalis maka menurut kaum komunis, Indonesia harus berada di pihak Rusia.

ffpFFF
Keberhasilan FDR/PKI menguasai Madiun di susul dengan aksi penjarahan, penangkapan
sewenang-wenang terhadap musuh PKI. Mereka tidak segan-segan menembak, hingga berbagai
macam tindakan fasisme berlangsung sehingga membuat masyarakat Kota Madiun ketakutan.
Pada tahun 1948 itu para Ulama dan Kyai (Pimpinan Masyumi) dan PNI ditangkap dan
dibunuh. Orang-orang berpakaian Warok Ponorogo dengan senjata revolver dan kelewang
menembak atau membunuh orang-orang yang dianggap musuh PKI. Mayat-mayat pun
bergelimpangan di sepanjang jalan. Bendera merah putih dirobek diganti bendera merah
berlambang palu arit. Potret Soekarno diganti potret Moeso.

Tanggal 18 September 1948 pagi sebelum terbit fajar, sekitar 1.500 orang pasukan
FDR/PKI (700 orang di antaranya dari Kesatuan Pesindo pimpinan Mayor Pandjang Djoko
Prijono) bergerak ke pusat Kota Madiun.
Kesatuan CPM, TNI, Polisi, aparat pemerintahan sipil terkejut ketika diserang mendadak. Terjadi
perlawanan singkat di markas TNI, kantor CPM, kantor Polisi. Pasukan Pesindo bergerak cepat
menguasai tempat-tempat strategis di Madiun. Saat fajar terbit, Madiun sudah jatuh ke tangan
FDR/PKI. Sekitar 350 orang ditahan.
Di waktu yang sama, di Kota Magetan sekitar 1.000 orang pasukan FDR/PKI bergerak
menyerbu Kabupaten, kantor Komando Distrik Militer (Kodim), Kantor Onder Distrik Militer
(Koramil), Kantor Resort Polisi, rumah kepala pengadilan, dan kantor pemerintahan sipil di
Magetan.
Sama dengan penyerangan mendadak di Madiun, setelah menguasai Kota Magetan dan menawan
bupati, patih, sekretaris kabupaten, jaksa, ketua pengadilan, kapolres, komandan Kodim, dan
aparat Kabupaten Magetan, mereka juga menangkap dan membunuh tokoh-tokoh Masyumi dan
PNI di kampung-kampung, pesantren-pesantren, desa-desa.
Sama dengan di Madiun dan Magetan, aksi serangan FDR/PKI tidak hanya menleyapkan pejabat
pemerintah, tapi juga penduduk, terutama ulama-ulama ortodoks, santri dan mereka yang dikenal
karena kesalehannya kepada Islam: mereka itu ditembak, dibakar sampai mati, atau dicincang-
cincang.
Masjid dan madrasah dibakar, bahkan ulama dan santri-santrinya dikunci di dalam madrasah, lalu
madrasahnya dibakar. Tentu mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena ulama itu orang-orang tua
yang sudah ubanan, orang-orang dan anak-anak laki-laki yang baik yang tidak melawan. Setelah
itu, rumah-rumah pemeluk Islam dirampok dan dirusak.

Tindakan kejam FDR/PKI selama menjalankan aksi kudeta itu menyulut amarah Presiden
Soekarno yang mengecam tindakan tersebut dalam pidato yang berisi seruan bagi rakyat
Indonesia untuk menentukan nasib sendiri dengan memilih: “Ikut Muso dengan PKI-nya yang
akan membawa bangkrutnya cita-cita Indonesia merdeka-atau ikut Soekarno-Hatta, yang Insya
Allah dengan bantuan Tuhan akan memimpin Negara Republik Indonesia ke Indonesia yang
merdeka, tidak dijajah oleh negara apa pun juga.
Presiden Soekarno menyeru agar rakyat membantu alat pemerintah untuk memberantas semua
pemberontakan dan mengembalikan pemerintahan yang sah di daerah. Madiun harus lekas di
tangan kita kembali”.
Sejarah mencatat, bahwa antara tanggal 18-21 September 1948 gerakan makar FDR/PKI yang
dilakukan dengan sangat cepat itu tidak bisa dimaknai lain kecuali sebagai pemberontakan.
Sebab dalam tempo hanya tiga hari, FDR/PKI telah membunuh pejabat-pejabat negara baik
sipil maupun militer, tokoh masyarakat, tokoh politik, tokoh pendidikan, bahkan tokoh agama.
Upaya Penumpasan Pemberontakan PKI

Upaya pemerintah dalam menumpas gerakan / pemberontakan PKI di Madiun adalah


sebagai beriku :
1. Panglima Besar Jenderal Sudirman memerintahkan kepada Kolonel Gatot Subroto
(Panglima Divisi II Jawa Timur) dan Kolonel Sungkono (Panglima Divis Jawa Timur)
untuk melakukan Gerakan Operasi Militer (GOM) dengan mengerahkan kesatuan TNI
dan Polisi di wilayah masing-masing
2. Pemerintah melalui tentara nasional Indonesia akhirnya berhasil merebut kembali seluruh
kota Madiun pada tanggal 30 September Tahun 1948. Karena sudah terdesak, Musso
sebagai pemimpin gerakan pemberontakan PKI Madium akhirnya memutuskan melarikan
diri ke luar kota. Namun tentara dari pemerintah berhasil mengejar Muso hingga
kemudian ditembak. Sedangkan pemimpin lainnya yakni Amir Syarifuddin berhasil
ditangkap di hutan Ngrambe, Grobogan, daerah Puwadadi. Amir Syarifuddin  kemudian
dihukum mati oleh pemerintah Indonesia. Demikian akhir dari upaya pemerintah dalam
menumpas gerakan pemberontakan PKI Madiun.
TOKOH-TOKOH PKI MADIUN

MUNAWAR MUSO

MUNAWAR MUSO AMIR SYARIFUDDIN


KORBAN PEMBANTAIAN PKI
BUKTI KEKEJAMAN PKI DI MADIUN

Anda mungkin juga menyukai