Anda di halaman 1dari 29

PERISTIWA MADIUN

A. LATAR BELAKANG
1. SITUASI INDONESIA
Persetujuan Renville 17 Januari 1948 memicu krisis politik. PM Amir
Syarifuddin dan kabinetnya dianggap tidak becus. Akibat perundingan
tersebut wilayah Republik Indonesia semakin berkurang dan semakin sempit,
ditambah lagi dengan blokade yang dilakukan oleh Belanda. Oleh karena itu,
pada tanggal 23 Januari 1948, Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya
kepada Presiden Republik Indonesia ( Soekarno ). Presiden kemudian
menunjuk Moh. Hatta untuk menyusun kabinet. Hatta menyusun kabinet
tanpa campur tangan golongan sayap kiri atau sosialis.
Setelah menyerahkan mandatnya kepada Presiden, Amir Syarifuddin
mejadi oposisi dari kabinet yang dipimpin Hatta. untuk merebut kembali
kedudukannya, pada tanggal 28 Juni 1948, Amir Syarifuddin membentuk
Front Demokrasi Rakyat ( FDR ), yang mempersatukan semua golongan
sosialis kiri dan komunis. Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk
organisasi kaum petani dan buruh. Mereka mengadakan ancaman ekonomi
dengan menghasut kaum buruh untuk melancarkan pemogokan di pabrik
karung Delangu pada tanggal 5 Juli 1948. Sebulan sebelum FDR didirikan,
bersama Suripno, wakil Indonesia di Praha, Muso, kembali dari Moskow,
Rusia. Tanggal 11 Agustus 1948, Muso tiba di Yogyakarta dan segera
menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Kembalinya
Muso ke Indonesia memberikan doktrin baru bagi kekuatan komunis di
indonesia yang diberi nama Jalan Baru. Keadaan ini membuat Amir
Syarifuddin bersama dengan FDR-nya bersama dengan Partai Buruh
memutuskan untuk bergabung dengan Partai Komunis Indonesia ( PKI ).
Melalui kampanye politiknya, Muso mengecam kabinet Hatta.
Menurutnya, hanya PKI yang mampu menyelesaikan revolusi di Indonesia.
Meskipun banyak tantangan dan kecaman keras dari Muso yang didukung
oleh FDR, Hatta tetap melaksanakan programnya terutama Rekonstruksi dan
Rasionalisasi Angkatan Perang ( Rera ). Musso menentang karena dengan
program ini menyebabkan berkurangnya kader komunis di TNI.

1
2. SITUASI MADIUN

Sejak Muso kembali dari Uni Soviet kegiatan FDR di kendalikan oleh
PKI. Muso menganjurkan kepada partai yang tergabung dengan FDR untuk
meleburkan diri dalam PKI. Muso mengangkat Mr. Amir Syarifudin sebagai
sekretaris urusan pertahanan, dan mengangkat tokoh-tokoh lain sesuai
dengan tugas masing-masing.

Semua tokoh-tokoh yang telah dipilih oleh PKI, kemudian melakukan


pidato-pidato ke daerah-daerah, seperti di Yogyakarta, Solo, Sragen dan
Madiun, dalam orasinya mereka menggembar-gemborkan tentang janji-janji
PKI, dan juga dengan nada yang membakar emosi massa, bahkan berpidato
dengan nada mengancam kepada pegawai pemerintah dan tokoh yang
berasal dari luar PKI yang bertujuan untuk menjatuhkan wibawa pemerintah.

Di Madiun, partai-partai FDR sejak awal Revolusi merupakan kekuatan


yang paling kuat. FDR di Madiun dipimpin oleh Soemarsono, pemimpin
Pesindo dan ketua BKPRI. Menurut pendapat Soemarsono FDR mempunyai
pengaruh yang luar biasa. Jika dibandingkan dengan partai-partai lain di
Madiun dan dengan FDR di daerah-daerah lain. Karena itu pemimpin FDR di
Yogyakarta juga memutuskan untuk menggunakan Madiun sebagai basis,
seandainya mungkin terjadi sesuatu.
Madiun dipilih karena pada saat kekosongan pimpinan TNI di Jawa
Timur, orang-orang komunis menyadari adanya kesempatan untuk
melakukan pemindahan pasukan-pasukan PKI untuk mendekati Madiun.
Madiun memiliki wilayah yang strategis baik dari segi ekonomi, topologi
daerah dan militer terutama angkatan udara karena adanya lapangan udara
Iswahyudi. Banyak pabrik gula seperti, PG. Rejo Agung, PG. Kanigoro, PG.
Gorang-Gareng dan PG. Sedono dinilai memenuhi standard ekonomi. Adanya
bengkel kereta api yang letaknya dekat dengan PG. Rejo Agung dan lintasan
kereta api yang menghubungkan Surabaya-Jakarta ini juga memberikan nilai
lebih Kota Madiun. Topologi daerah yang diapit oleh dua gunung, Gunung
Wilis dan Gunung Pandan juga merupakan wilayah strategis bertahan dari
serangan dan melarikan diri. Selain itu, letak Madiun yang amat jauh dari ibu
kota, dan PKI menganggap bahwa Madiun kurang mendapat perhatian dari
pemerintahan di ibu kota yang sedang disibukkan oleh gencatan kolial

2
Belanda. Dengan begitu, PKI makin mudah untuk memporak-porandakan
pemerintahan Madiun dan menguasai nya sebagai basis mereka.

B. KRONOLOGI PERISTIWA MADIUN

1. KEDATANGAN

Pemberontakan PKI pertama kali dilakukan pada tahun 1926.


Kemudian dilanjutkan dengan Pemberontakan Madiun pada tahun 1948.
Tujuan PKI adalah mengkomuniskan Indonesia dengan mengorbankan para
ulama dan aparat negara. Pesawat amfibi Catalina itu mendarat di rawa-
rawa Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, pada
10 Agustus 1948. Pada masa itu, rawa-rawa luas di dekat bendungan
Niyama itu memang sering menjadi titik pendaratan pesawat yang membawa
tamu-tamu rahasia untuk Republik. Dua pria beriringan keluar dari pesawat.
Seorang pria belia berperawakan tinggi ramping ditemani seorang pria
setengah baya bertubuh gempal dengan wajah keras.

Yang lebih muda bernama Soeripno, Kepala Perwakilan Republik


Indonesia di Praha, Cekoslovakia. Adapun pria di belakangnya mengaku
bernama Soeparto, sekretaris pribadi Soeripno. Di tepi rawa-rawa,
sebuah mobil menanti. Mobil penjemput hari itu adalah milik pentolan
Pemuda Sosialis Indonesia, Soemadi Partoredjo. Tak lama berbasa-basi,
rombongan segera melaju pergi. Mereka mengarah ke Solo, Jawa
Tengah. Di sana, Gubernur Militer Wikana yakni seorang tokoh Partai
Komunis Indonesia terpandang, sudah bersiap menyambut dua tamu dari
jauh itu.

Setelah Perjanjian Renville ditandatangani di Indonesia, Pemimpin


Partai Komunis Uni Soviet bergegas meminta sebuah laporan dibuat
mengenai kondisi terakhir gerakan komunis di Nusantara. Hal ini
dikarenakan setahun sebelumnya, Moskow baru merilis garis perjuangan
baru yang berdasarkan teori yakni, kaum komunis dianjurkan mengambil
jarak dari kubu imperialis yang dimotori Amerika Serikat. Mereka khawatir
karena, Amir Syarifuddin yang dengan mudahnya menandatangani pakta
Renville di atas kapal Amerika yang berlabuh di Tanjung Priokyang
menimbulkan tanda tanya besar di Moskow.

3
Musso segera menyusun laporan. Namun, minimnya informasi tangan
pertama membuat analisisnya tidak akurat. Kepada pemimpin Partai Komunis
Uni Soviet, Musso membela Amir Syarifuddin. Musso menyebutkan bahwa hal
tersebut dilakukan sebagai taktik saja, untuk tidak menarik perhatian kaum
antikomunis. Ia bahkan menjamin posisi kelompok kiri dalam militer
Indonesia masih cukup kuat. Dalam hitungan hari, analisis Musso berhasil
dibantah habis. Pada 23 Januari 1948, sepekan setelah Renville
ditandatangani, Amir Syarifuddin dipaksa mundur dari kursi perdana menteri.
Posisi dua rival blok kiri yakni Masyumi dan Partai Nasional Indonesia, juga
menguat.

Kepala Divisi Asia Tenggara di Departemen Kebijakan Luar Negeri


Komisi Sentral Partai Komunis di Uni Soviet, Plishevsky, mengirim surat ke
Politbiro dan menegaskan bahwa taktik keliru PKI telah menyebabkan
berpindahnya kekuasaan di Indonesia kepada partai-partai kanan. Musso
merenungkan cukup lama kritik Partai Komunis Uni Soviet atas laporan yang
ia sebutkan sebagai taktik lama PKI sebelum akhirnya ia memutuskan untuk
mengambil sentral meluruskan garis perjuangan partainya.

2. PEMBERONTAKAN MADIUN

Peristiwa madiun ( Madiun Affairs ) adalah sebuah konflik kekerasan


atau situasi chaos yang terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember
1948. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya negara Soviet
Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh Muso,
seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri
Pertahanan saat itu, Amir Syarifuddin.
Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan
Peristiwa Madiun ( Madiun Affairs ), dan tidak pernah disebut sebagai
pemberontakan Partai Komunis Indonesia ( PKI ). Baru di era Orde Baru
peristiwa ini mulai dinamakan pemberontakan PKI.

Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat


yang ada di Madiun, baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan
ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama. Masih ada kontroversi
mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang

4
mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru
dan sebagian pelaku Orde Lama.

3. MELETUSNYA PERISTIWA MADIUN 1948


Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura
menawarkan bantuan untuk menumpas pemberontakan tersebut, namun
tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan
militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan segera
memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap
kekuatan bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk
Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun kekuatan untuk menghadapi
Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung berpihak kepada AS.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945,
muncul berbagai organisasi yang membina kader-kader, termasuk golongan
kiri dan golongan sosialis. Selain tergabung dalam Pesindo ( Pemuda Sosialis
Indonesia ), Partai Sosialis Indonesia ( PSI ) juga terdapat kelompok-
kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk diprakarsai oleh
Dayno, yang tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dalam kelompok diskusi
ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit dan Syam
Kamaruzzaman, melainkan juga dari kalangan militer dan beberapa
komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto (
Komandan Brigade III dan Divisi III ), Letkol Soeharto ( Komandan Brigade X
dan Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III dan menjadi
Presiden RI ), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief, dan
Kapten Untung Samsuri.
Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno ( Wakil Indonesia di Praha ),
Musso kembali dari Moskow, Rusia. Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di
Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis
Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan
Musso, antara lain Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok
diskusi Patuk, dan lain-lain.
Kemudian pada 21 Juli 1948 telah diadakan pertemuan rahasia di
hotel Huisje Hansje Sarangan, dekat Madiun yang dihadiri Soekarno, Hatta,
Sukiman, Menteri dalam negeri, Mohammad Roem ( anggota Masyumi ),
dan Kepala Polisi Sukanto. Sedangkan di pihak Amerika hadir Gerald Hopkins

5
( penasihat politik Presiden Truman ), Merle Cochran ( pengganti Graham
yang mewakili Amerika dalam Komisi Jasa Baik PBB ). Dalam pertemuan
Sarangan ( Perundingan Sarangan ) diberitakan bahwa Pemerintah Republik
Indonesia menyetujui Red Drive Proposal ( proposal pembasmian kelompok
merah ). Dengan bantuan Arturo Campbell, Sukanto berangkat ke Amerika
guna menerima bantuan untuk kepolisian RI. Campbell yang menyandang
gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat Jenderal Amerika di Jakarta,
sesungguhnya adalah anggota Central Intelligence Agency – CIA.
Aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi. Pada 7
September, terjadi penculikan misterius di dalam kota yang menimpa hampir
seluruh perwira dan beberapa prajurit brigade TLRI ( Tentara Laut Republik
Indonesia ) yang dipimpin oleh Kolonel Yadau. Hal serupa juga menimpa
empat perwira staf dari kesatuan marinir lain yang dipimpin oleh Letnal
Kolonel Suyoto. Dari bukti yang ada, tampaknya semua mengarah kepada
keterlibatan pasukan-pasukan dari Jawa Barat. Letnal Kolonel Suherman dari
TNI dan masyarakat ditunjuk memimpin penyelidikan, akan tetapi saat akan
memulai perjalanannya, ia juga tidak terlihat.
Tanggal 10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur RM Ario
Soerjo ( RM Suryo ) dan mobil 2 perwira polisi dicegat massa pengikut PKI di
Ngawi. Ketiga orang tersebut dibunuh dan mayatnya dibuang di dalam
hutan. Demikian juga dr. Muwardi dari golongan kiri, diculik dan dibunuh.
Tuduhan langsung dilontarkan, bahwa pihak lainlah yang melakukannya. Di
antara yang menjadi korban juga adalah Kol. Marhadi yang namanya
sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di tengah alun-alun Kota
Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun. Selain perwira TNI dan
perwira polisi, banyak juga pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun
dan sekitarnya yang diculik dan dibunuh.
Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI saat itu,
termasuk Wakil Presiden/Perdana Menteri Mohammad Hatta telah
dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan Partai Komunis
Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman, Presiden AS yang
mengeluarkan gagasan Domino Theory. Truman menyatakan, bahwa apabila
ada satu negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka negara-negara
tetangganya akan juga akan jatuh ke tangan komunis, seperti layaknya

6
dalam permainan kartu domino. Oleh karena itu, dia sangat gigih dalam
memerangi komunis di seluruh dunia.
Pada tanggal 17 September, rombongan Moeso tiba di Purwodadi.
Fotograf Antara melihat adanya perubahan-perubahan dalam jalannya rapat
umum. Untuk pertama kali terlihat banyaknya bendera merah dan umbul-
umbul dengan lambang palu dan arit. Rombongan juga untuk pertama kali
diiringi satu truk penuh dengan tentara bersenjata berat yang berangkat hari
itu. Ketika siang hari, rombongan sampai di Bojonegoro, datanglah berita
bahwa seorang kurir dari Madiun harus ditunggu, yang tiga jam kemudian
datang dengan membawa laporan. Maka mereka berangkat menuju Madiun.
Untuk menjamin keamanan sepasukan tentara dari Bojonegoro
diberangkatkan mendahului. Iring-iringan tentara itu sendiri menempuh
perjaalanan dengan kecepatan rendah, sehingga bisa saling berdekatan di
dalam perjalanan. Sesudah melewati Ngawi waktu sudah larut malam, tetapi
massa penyambut tetap dikerahkan, fotografer Antara melihat kesiagaan
militer tampak dipertinggi. Banyak orang berjalan dengan membawa bambu
runcing, dipimpin oleh sementara orang yang bersenjata api. Rombongan
tiba di Madiun lewat tengah malam dan melakukan perundingan di rumah
Soemarsono. Fotograf Antara yang kelelahan itu menikmati istirahat malam,
dan baru melapor ke kantor Antara setempat pada keesokan harinya.
Pemberontakan PKI di Madiun tersebut dimulai pukul 2.30 dini hari,
sementara para petani Rejo agung masih terlelap, ada beberapa lelaki di
rumah Soemarsono yang berdindingkan kayu. Soemarsono adalah Letkol
Laskar Tentara Masyarakat. Dengan penerangan lampu minyak, mereka
tampak bersenjata dan sibuk. Lalu dar der dor! Sabtu 18 September 1948
itu, dari desa kecil di tepi Madiun, mereka membuka hari dengan tembakan
pistol tiga kali. Dengan kekuatan seribu lima ratus orang, mereka
mengejutkan kesatuan-kesatuan Corps Polisi Militer dan Siliwangi sehingga
perlawanan hanya berlangsung beberapa jam. Tidak lama setelah fajar
menyingsing, Madiun jatuh di tangan PKI. Mereka berhasil merebut kota
setelah menyergap pasukan-pasukan pemerintah. Semua gedung vital dan
kantor pemerintahan diduduki. Markas staf pertahanan Jawa Timur, markas
CPM, serta tangsi polisi mereka rebut, dan senjata mereka ambil. Perwira-
perwira yang tidak pro PKI mereka tangkap. Sekitar 350 orang lawan
ditahan.

7
Koresponden Murba di Madiun, seperti dikutip Poeze, menulis
reportasenya dari kota itu bahwa para penyerang membawa emblem dengan
palu arit serta huruf WFYD-IUS ( organisasi komunis berselubung World
Federation of Democratic Youth-International Union of Students ). Serangan
mereka berhasil, kemudian disusul dengan penjarahan, kepanikan di
kalangan penduduk, penangkapan sewenang-wenang, tembak-menembak,
dan penyerbuan secara fasis. Bendera merah putih disobek dan diganti
dengan bendera palu arit, dan potret Sukarno diganti potret Musso.
Sabtu malam 18 September 1948, radio Gelora Pemuda Madiun
mengumumkan siaran yang menantang :
“Kita khawatir bahwa pemerintah kita menjadi fasis militeristis, yaitu karena
kekuasaan dipegang oleh satu orang, yang menjadi Wakil Presiden,
Perdana Menteri, dan Menteri Pertahanan. Mereka adalah pengkhianat-
pengkhianat negeri yang telah mengarahkan puluhan juta teman-teman
setanah air kepada Jepang yang kejam, sebagai romusha-romusha.
Persatuan adalah sangat perlu, tetai tak boleh mengakibatkan perbudakan.
Kita bertanya apakah tadinya tidak diadakan perundingan antara
pemerintah Yogya dan Belanda tentang pembasmian sayap kiri. Kita
sekarang mengetahui bahwa Belanda bekerja sama dengan Pemerintah
Republik untuk menjajah rakyat. Fasis dan kolaborator Hatta kini mencoba
mempergunakan Republik untuk menjajah kaum buruh dan kaum tani.
Madiun telah membangun untuk membasmi semua musuh revolusi, polisi
tentara dan tentara telah dilucuti senjatanya oleh rakyat. Kaum buruh dan
tani telah membentuk suatu pemerintah baru. Senjata kita akan
dipergunakan terus hingga seluruh Indonesia telah dimerdekakan. Saat
untuk revolusi telah tiba.”

Seorang pemuda, tutur Soe Hok Gie, yang menyaksikan perebutan


kekuasan tersebut menggambarkan keadaan kota saat itu :

“Setelah di pelosok-pelosok dan lorong-lorong jalan penuh dengan para


pemuda yang berpakaian kehitam-hitaman dengan sebagian ada yang
memakai sapu tangan merah di lehernya, plakat, dan poster. Demikian pula
pengumuman-pengumuman yang di bawahnya dengan tanda dan stempel:
“PEMERINTAH FRONT NASIONAL. Dengan adanya pengumuman-
pengumuman ini barulah saya mengerti bahwa kota Madiun yang tadinya
berbentuk PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA akhirnya menjadi
PEMERINTAH FRONT NASIONAL, sehingga orang sambil berbisik-bisik
mengatakan bahwa Kota Madiun telah jatuh ke tangan FDR ( PKI – red )
ada lagi yang mengatakan bahwa PKI semalam merebut kekuasaan
Negara.”

Setelah itu, datang petugas-petugas yang menamakan diri mereka


anggota Komite Front Nasional ke rumah-rumah penduduk. Mereka meminta
penduduk agar mau menjadi anggota Front Nasional. Setiap laki-laki dan
perempuan berusia 15 tahun ke atas boleh menjadi anggota tanpa

8
memandang aliran politik, kebangsaan, dan agama. Asalkan mereka
menyetujui Program Nasional. Iuran keanggotaannya cuma Rp0,10. Jika
tidak setuju, maka harus menanggung akibatnya. Anggota komite ini
mendatangi penduduk dengan granat, karaben, dan sten.
Jam 10 pagi, Radio Gelora Pemuda, RRI Madiun yang sudah di
tangan para pemberontak, menyiarkan :
“Sekarang sudah tiba saatnya untuk mengobarkan revolusi. Republik
berusaha menyerahkan bangsa dan tanah air Indonesia kepada Belanda.
Republik dengan Belanda bekerja sama untuk menindas bangsa Indonesia.
Kolaborator fasis Hatta memperalat Republik untuk menjajah kaum buruh
dan tani. Pemerintah Republik seluruhnya terdiri dari pengkhianat-
pengkhianat. Madiun sudah bangkit. Revolusi sudah dikobarkan. Kaum
buruh sudah melucuti polisi dan tentara Republik. Pemerintah buruh dan
tani yang baru sudah dibentuk. Mulai saat ini senjata kita tidak boleh
berhenti memuntahklan peluru sampai kemerdekaan, ketenteraman pulih di
negeri Indonesia tercinta.”
Soemarsono menyatakan gerakan itu upaya membela diri. Maraknya
penculikan dan penumpasan kawan-kawannya di Solo, membuat ia dan
kawan-kawannya di Madiun merasa tinggal tunggu giliran untuk dihabisi dan
diculik. Dua atau tiga hari sebelum peristiwa itu, Soemarsono bertemu
dengan Moesso dan Amir Sjarifoeddin di Kediri membicarakan masalah
situasi di Madiun dan perimbangan kekutan. Situasinya, kata Soemarsono,
tiga pemimpin Serikat Buruh Dalam Negeri diculik oleh pasukan gelap karena
mogok.
Dengan tumbangnya pemerintah di Madiun, PKI mencoba
membentuk pemerintahan baru atas dasar ide Musso tentang Front Nasional.
Pagi, 19 September, dibentuklah Front Nasional oleh SOBSI, PKI, Partai
Buruh, Partai Sosialis, Pesindo, Letkol Sumantri ( Wakil Teritorial ), Isdarto
( Wakil kepala daerah ), dan Walikota Purbo. Berikut susunan pemerintahan
Front Nasional :

Kepala Daerah Madiun : Abdoel Moetalib

Walikota Madiun : Soepardi

Ketua Komite Front Nasional : Harjono

Gubernur Militer : Soemarsono

Panglima militer : Djoko Soedjono

Pemerintah Front Nasional memberlakukan jam malam, dari pukul 9


malam sampai 5 pagi, di daerah-daerah yang direbut. Pemerintah Front

9
Nasional menyeru agar rakyat membantunya, terutama kelas buruh dan
mengancam akan mengambil tindakan keras terhadap pengganggu
keamanan. Penduduk juga dilarang mendengarkan siaran radio Republik
Indonesia. Hanya Radio Gelora Pemuda yang boleh didengar, sebagai usaha
monopoli penerangan. Pada tanggal 20 September terbit edisi perdana Front
Nasional sebagai terompet pemerintah baru, dalam suasana bebas dari
segala pengaruh reaksioner dan kontra revolusioner. Wikana dan Setiadji
mengharapkan kemenangan militer di Madiun bisa memberi kepastian pada
kemenangan politik agar bisa melanjutkan program nasional PKI, khususnya
program agraria. Telah disusun Pemerintah Front Nasional Daerah Madiun
yang mempersatukan dan menguasai lima kabupaten yaitu Madiun,
Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Perebutan kekuasaan secara
serentak oleh PKI dilakukan di kota-kota Keresidenan Madiun, di Ponorogo,
Magetan, Pacitan, Gorang-Gareng, dan lain-lain.

Pemerintahan Front Nasional dari segi eksekutif hampir tidak ada


yang dilakukan. Umurnya cuma 12 hari. Untuk memberikan wadah
kerakyatan, pemerintah Front Nasional melarang pemakaian
istilah paduka dan tuan, yang diganti dengan saudara, pak, dan bung.
Tindakan lainnya hanya penangkapan lawan-lawan politik.

Kini seluruh kota di Madiun sudah berada dalam penguasaan PKI.


Keadaan ini, kata Soemarsono, harus dilaporkan ke pemerintah pusat di
Yogyakarta, bahwa telah terjadi pertempuran, ada korban jatuh, asal usul
kejadiannya, dan meminta instruksi penyelesaian lebih lanjut. Wakil Walikota
Madiun, Soepardi lalu mengirim telegram ke Yogyakarta, menjelaskan
pelucutan senjata batalion Siliwangi dan Mobrig ole Brigade 29. Ia juga
menyampaikan keadaan Madiun aman terkendali.

Ketika pemerintah Front Nasional diproklamasikan, pimpinan-


pimpinan PKI kebanyakan tidak berada di Madiun. Musso, Amir, Setiadjid
sedang tur ke daerah-daerah. Musso sampai di Madiun 19 September pagi.
Di sana ia mendapati Pemerintah Front Nasional sudah dibentuk. Senang
ataupun tidak senang ia harus menghadapi pemerintah Republik Indonesia
yang kali ini ambil tindakan.

10
Sikap tegas pemerintah ditunjukkan oleh sidang kabinet tanggal 19
September yang memutuskan untuk menumpas pemberontakan PKI di
Madiun. Keputusannya antara lain,
“Peristiwa di Madiun yang digerakkan oleh FDR/PKI adalah suatu
pemberontakan terhadap pemerintah; memerintahkan Angkatan Perang
Bersenjata beserta alat-alat negara lainnya untuk memulihkan kekuasaan
Negara kepada keadaan biasa, memberikan kepada Jenderal Soedirman
dengan kuasa penuh untuk melakukan tugas pemulihan
keamanan/ketertiban ke keadaan biasa di Madiun dan daerah-daerah
lainnya, dan membasmi organisasi-organisasi politik, organisasi masa, dan
organisasi militer/bersenjata yang turut/mendukung/bersimpati kepada
kaum pemberontak PKI/Moesso.”

Jam 8 malam, laporan Soepardi dijawabi dengan pidato Presiden Sukarno :

“Kemarin pagi, Partai Komunis Moesso melakukan kudeta di Madiun dan


membentuk suatu pemerintahan Soviet di sana di bawah pimpinan Musso.
Mereka menganggap perebutan kekuasaan secara paksa ini sebagai suatu
langkah awal untuk merebut kekuasaan seluruh pemerintah republik
Indonesia. Dari kenyataan ini, jelaslah bahwa insiden-insiden yang terjadi di

Solo dan Madiun bukanlah insiden-insiden yang terpisah, tetapi merupakan


unsur-unsur pokok dari suatu pola aksi keseluruhan yang dirancang untuk
menggulingkan pemerintah Republik Indonesia… Rakyatku tercinta, atas
nama perjuangan kemerdekaan Indonesia, Sayameminta kalian pada saat
yang kritis, saat kalian dan saya sendiri sedang menghadapi ujian
terbesar untuk memilih antara mengikuti Moesso dan partai Komunisnya,
yang akan mengganggu terciptanya suatu negara Indonesia yang merdeka,
atau ikut Sukarno-Hatta yang dengan bantuan Allah SWT, akan menjadikan
Republik Indonesia suatu negara Indonesia merdeka yang tidak akan
dijajah oleh bangsa manapun juga. Dukunglah pemerintah, baktikan
dirimu sekuat tenaga untuk membantu organ-organ pemerintah dalam
berjuang melawan pemberontak dan mengembalikan pemerintah yang sah
di wilayah yang sedang bergolak. Madiun harus kembali ke tangan kita
secepat mungkin.”

Menteri Dalam Negeri, Soekiman menyeru seluruh umat Islam


supaya berdiri di belakang pemerintah Soekarno-Hatta. Sultan
Hamengkubuwono berpidato bahwa Kabinet Hatta kini sedang membangun
dan melakukan pembangunan, sedang Moeso hanya hendak merusak dan
menghancurkan. Ia menyeru agar rakyat membantu presiden dan wakil
presiden. Pidato Sultan ini memiliki pengaruh luas di kalangan masyarakat
Jawa. Sehingga pemerintah mendapat dukungan yang sangat kuat untuk
melawan PKI.
Selang satu setengah jam, Musso membalas lewat Radio Gelora
Pemuda Madiun :
“Pada 18 September 1948, penduduk Madiun merebut kekuasaan segera
dengan tangan mereka sendiri. Dengan demikian, penduduk Madiun sudah

11
menjalankan tugas mereka dalam revolusi nasional yang semestinya harus
dipimpin oleh rakyat dan bukan oleh golongan lain manapun. Dengan
menggunakan tuduhan-tuduhan dan bukti-bukti palsu, Sukarno menuding
FDR dan PKI Musso sebagai kaum pengacau. Apakah Sukarno sudah lupa
bahwa di Solo, dia memanfaatkan para pengkhianat Trotsky untuk meneror
dan menculik semua orang komunis? Apakah Sukarno sudah lupa bahwa ia
meningkatkan dan mendukung kejahatan–kejahatan Divisi Siliwangi dan
kaum teroris tersebut? Bukan Sukarno atau Hatta yang menentang
Belanda, Inggris, dan sekarang Amerika, tapi adalah rakyat Indonesia
sendiri. Oleh karena itu kejadian-kejadian di Madiun dan tempat-tempat
lain, adalah tanda bagi seluruh rakyat untuk merebut kekuasaan-kekuasaan
negara ke dalam tangan mereka sendiri. Inilah satu-satunya jaminan agar
Republik akan menjadi benar-benar berdaulat, dan mampu menghadapi
semua serangan dari dalam dan mampu membebaskan diri dari satelit-
satelit imperialis tersebut. Rakyat Indonesia diminta Sukarno untuk memilih
‘Sukarno atau Musso!’ Rakyat seharusnya menjawab ‘Sukarno-Hatta, budak
Jepang dan Amerika !Pengkhianat harus mati!’ Kami yakin rakyat akan
berkata: ‘Moesso selalu mengabdi pada rakyat Indonesia.”

Pada hari-hari pertama pemerintahan Front Nasional di Madiun,


Musso berbicara tentang perebutan kekuasaan negara oleh rakyat dari
tangan pemerintahan Soekarno-Hatta, wakil kaum borjuis nasional. Tanggal
21 September, Moesso mengumumkan langkah garis kerasnya :
“Kaum buruh harus dianjurkan untuk mogok umum dan kaum tani, pemuda,
wanita, dan prajurit yang progresif dan anti imperialis harus menentang
dengan senjata dalam tangan, Pemerintah Soekarno-Hatta yang sudah
terang-terangan menjadi pengkhianat rakyat dan menjadi agen-agen
kapitalisme serupa Chiang Kai Shek dan lain-lain. Rakyat Indonesia
seluruhnya, kaum buruh dan kaum tani, kaum pemuda dan wanita, kaum
prajurit progresif, Bersatulah. Lawanla pengkhianatnya penjual Romusha
Sukarno-Hatta. Perkara kita adalah perkara suci dan adil. Oleh karena itu
kita rakyat harus menang. Basmilah Soekarno-Hatta dan budak-budaknya.
Hanya inilah jaminan satu-satunya untuk memerdekakan dan
menyelamatkan negeri dan rakyat kita. Rakyat Indonesia seluruhnya.
Turutlah dan buktikan contoh-contoh yang telah dilakukan oleh rakyat di
daerah Madiun. Hidup Republik Kerakyatan kita. Merdeka dan menang
perang.”

Seruan PKI ini sayangnya hanya bergema di Madiun, dan Pati,


sebelah utara Solo. Di daerah-daerah lain tidak ada perlawanan rakyat dan
pemberontakan prajurit progresif. Buruh-buruh SOBSI juga tidak ikut mogok.
Klaim bahwa 35% prajurit-prajurit TNI yang terkena program ReRa
bergabung dengan pihak PKI tidak jadi kenyataan. PKI Bojonegoro, Banten,
Sumatera tidak ikut berontak. Mereka tetap setia pada Soekarno-Hatta.
Sementara itu pasukan-pasukan pemerintah mulai bergerak dari
pangkal awal penyerangannya. Dari arah barat, Brigade Sadikin dari Solo
menuju Tawangmangu, di lereng Gunung Lawu, sedangkan dari timur,

12
Brigade S mulai bergerak dari kedirim Trenggalekmenuju Madiun. Di Madiun,
pemerintah Front Nasional mulai mengubah sikap garis kerasnya ke garis
lunak. Kolonel Djoko Soedjono, pimpinan militer menegaskan bahwa
tindakan-tindakan PKI di Madiun bukanlah suatu pemberontakan terhadap
Soekarno-Hatta. Tindakan di madiun hanyalah koreksi dari para pemuda
revolusioner. Ia juga mengecam politik salah ReRa yang menempatkan
orang-orang reaksioner dan borjuis pada pucuk pimpinan tentara seperti
Nasoetion, Simatoepang, dan Djatikusumo. Selanjutnya ia melalui Radio
Gelora Pemuda Madiun pada tanggal 22 September 1948, mengundang
sejumlah komandan TNI untuk berkonferensi di Madiun. Ia mau
menunjukkan bahwa keadaan di Madiun aman dan tertib, serta
pemerintahan Front Nasional berjalan baik.
Sementara itu, gerakan penjepitan dari arah barat dan timur semakin
ketat. Serangan dari arah barat bergerak dengan cepat, tanpa mendapatkan
perlawanan pasukan PKI yang berarti. Sarangan, Walikukun, Magetan,
lapangan terbang Maospati, Gorang-Gareng direbut kembali oleh Batalion-
Batalion Siliwangi. Dari arah timur, Batalion Sunaryadi/Brigade S telah
merebut kembali kota-kota Nganjuk-Caruban-Saradan, dan di Poros selatan
Batalion Mujayin telah menguasai kembali Trenggalek, dan bergerak cepat ke
arah Ponorogo. Dari kota Madiun yang terkepung, Soemarsono menyatakan
bahwa tekanan dari dua arah mulai terasa sangat berat. Meski begitu,
mereka tetap bertekad melawan.Pada tanggal 23 September 1948, Amir
berpidato :
“Perjuangan yang sekarang sedang kita laksanakan di sini, tidak lebih dan
tidak kurang daripada suatu gerakan untuk mengoreksi evolusi dari revolusi
kita. Oleh karena itu, dasarnya tetap sama dan tidak pernah berubah.
Menurut pertimbangan kami, tinggal satu revolusi bersifat nasional, yang
dapat disebut revolusi kaum demokrat borjuis. Undang-undang Dasar kita
tetap yang satu itu, bendera kita tetap sama, yaitu merah putih, sementara
lagu kebangsaan kita tidak lain daripada Indonesia Raya.”

Pidato Amir ini disiarkan berulang-ulang, melalui Radio Gelora


Pemuda Madiun. Mendengar ini, Abu Hanifah, anggota pimpinan pusat
Masyumi sekaligus Jubir partai, merasa kasihan kepada Amir. Abu Hanifah
juga mengenang pribadi Moesso tatkala ia berkesempatan makan bersama
dengannya. Pernah Abu diundang makan siang oleh Amir ke rumahnya. Di
sana ternyata sudah ada Musso. Abu sempat berbincang-bincang dengan
Musso tanpa ditemani Amir. Musso mengatakan bahwa antara dia dan Abu

13
sebenarnya tidak banyak perbedaan. Menurutnya mereka sama-sama
mengabdi kepada rakyat, sedangkan kaum borjuis dan kapitalis mengisap
rakyat. Akan tetapi, Abu tidak setuju dengan pendapat Musso. Menurut Abu
dasar pengabdiannya dengan Musso berbeda. Abu menganggap pengabdian
itu harus berdasarkan satu moral, dan moral itu adalah keyakinan kepada
adanya Tuhan Yang Mahakuasa. Sedangkan Musso tidak memiliki keyakinan
kepada adanya Tuhan Yang Mahakuasa.
Esoknya, ketika pasukan TNI semakin mendekati Madiun,
Soemarsono, muncul dengan sikap yang lunak, jauh berbeda dengan
pernyataan-pernyataan revolusionernya ketika merebut Madiun. Dia
menyatakan :
“Dengan ini, secara resmi kami mengumumkan bahwa pemerintah kita tidak
pernah sampai pada keinginan untuk menciptakan suatu pemerintah
komunis atau Soviet, seperti yang sering dinyatakan oleh musuh kami.
Pemerintah Madiun adalah suatu pemerintahan rakyat tingkat wilayah, dan
dibentuk sebagai suatu bagian dari Republik Indonesia yang demokratis.
Tuduhan bahwa tujuan pergerakan kita yang dimulai di Madiun adalah
melenyapkan Republik, dengan ini dinyatakan palsu. Pergerakan ini hanya
dimaksudkan untuk membuat suatu koreksi sempurna terhadap tujuan-
tujuan politik Pemerintah Hatta dan para pemimpin lainnya yang bermaksud
memihak Belanda. Seluruh rakyat Indonesia dan seluruh prajurit harus
mendukung pergerakan ini jika mereka benar-benar tidak ingin menjadi
budak-budak imperialis lagi.”

Sayangnya nada baru PKI ini tidak mengubah keadaaan, terutama


untuk mendapatkan dukungan massa. Segala upaya mengerahkan kekuatan
rakyat untuk membantunya kurang berhasil.
Sementara itu tanggal 28 September 1948, pasukan PKI pimpinan
Djoko Soedjono mengundurkan diri dari Madiun tanpa melakukan
perlawanan. Awalnya mereka merencanakan untuk mempertahankan Madiun
mati-matian. Semboyan mereka Madiun harus menjadi Stalingrad kedua.
Tetapi rencana itu pupus ketika ternyata Brigade 29 Dachlan sudah
dilumpuhkan. Saat 29 September, sehari sebelum Siliwangi merebut Madiun,
satu pasukan ( berkekuatan tiga batalyon bersama tiga ribu orang ) dan
politisi meninggalkan kota dalam iring-iringan panjang. Untuk evakuasi ini,
dikerahkan banyak orang dan truk. Bagian yang bersenjata diorganisasi di
Barisan Tentara Rakyat dengan Djokosoejono sebagai komandan. Pimpinan
FDR yang ikut yaitu Moeso, Amir, Maroeto, Soeripno, Harjono. dan Sardjono.
Mula pertama FDR menuju arah dungus, di lereng Gunung Wilis, sembilan
kilometer dari Madiun, merupakan posisi yang kuat untuk bertahan. Dari

14
sana bisa meneruskan perjalanan lebih lanjut ke Kandangan, enam belas
kilometer dari Madiun, sebagai persiapan dalam menghadapi serangan
Belanda, di sini Amir menyimpan mesin dan senjata. Dungus kemudian
diserang oleh kesatuan Sabarudin, sebagai tindakan pembalasan karena FDR
mengeksekusi puluhan pimpinan politik dan TNI. Saat itu juga, pasukan FDR,
Moeso, Amir, Djokosoejono, dan Soemarsono, mengundurkan diri dan
meninggalkan persenjataan serta suplai mereka ( dokumen, senjata berat,
20 mobil, 500 kambing, 100 kuda, beras, mesin tulis, kertas, dan lain-lain ).
FDR mundur jauh ke selatan Ngebel. Empat hari di Ngebel dimanfaatkan
untuk membenahi organisasi, dengan mengangkat komisaris politik dan
membentuk bagian propaganda di tiap-tiap batalyon. Tetapi itu sia-sia.
Sebab mereka sendiri telah kehilangan kepercayaan dan dukungan dari
berbagai pihak yang membuat kedudukannya semakin terjepit. FDR di
Banten menolak aksi di Madiun, dan mengecapnya sebagai pengkhianat,
sehingga karena itu memutuskan hubungannya dengan pimpinan FDR.

C. AKHIR PERISTIWA MADIUN


Panglima Besar Sudirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa TNI
dapat menumpas pasukan-pasukan pendukung Musso dalam waktu 2 minggu.
Memang benar, kekuatan inti pasukan-pasukan pendukung Musso dapat
dihancurkan dalam waktu singkat.
Saat sore hari tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai
seluruhnya dan bendera merah putih dapat berkibar di Madiun. Sehari
sebelumnya kota ini sudah ditinggalkan oleh tokoh-tokoh tertinggi FDR dengan
para pengikut mereka yang bersenjata. Ekspedisi ini memakan korban di pihak
TNI 159 orang, di antara mereka 114 tewas dan 45 terluka, dari kekuatan
pasukan sebanyak lima ribu orang.
Saat itu, pasukan Republik yang datang dari arah timur dan pasukan yang
datang dari arah barat, bertemu di Hotel Merdeka di Madiun. Pada 30 Oktober
1948, Muso ditembak karena mengadakan perlawanan di Ponorogo. Kemudian
satu persatu pemimpin PKI dapat ditawan ataupun ditembak. Tanggal 28
November, Djoko Soedjono, Maroeto Daroesman, Sajogo dan kawan-kawannya
tertangkap oleh satuan-satuan TNI di Desa Priangan 10 km sebelah barat dari
Purwodadi. Dalam pengakuannya, Djoko Soedjono menyatakan bahwa ia
terpisah hanya 200 meter dari rombongan Amir. Dari keterangan ini TNI
mengambil kesimpulan bahwa rombongan Amir pasti berada di Purwodadi.

15
Pengejaran dalam bentuk operasi-operasi diintensifkan. Keesokan harinya dapat
dipastikan persembunyian Amir terletak di sekitar daerah Klambu. Pengepungan
dilakukan. Amir masih mencoba meloloskan diri lewat rawa-rawa dan hutan-
hutan. Amir, Soeripno, dan Harjo akhirnya berasil ditawan oleh Kompi Pasopati
pimpinan Kapten Ranoe. Oleh Kapten Ranoe para tawanan di bawa ke Babalan
untuk diserahkan kepada Batalion RA Kosasih/Brigade Siliwangi I. Praktis seluruh
pasukan PKI yang dipimpin oleh Djoko Soedjono dan Soemarsono menyerah di
hutan Klambu. Berakhirlah pemberontakan PKI, yang operasi penumpasannya
memakan waktu 72 hari, sejak dimulai dengan perebutan kekuasaan di Madiun
pada tanggal 19 September 1948, sampai pasukannya menyerah di Hutan
Klambu. Pada tanggal 19 Desember 1948, Amir dengan 11 pemimpin PKI
lainnya, yakni Soeripno, Maroeto Daroesman, Sardjono, Oei Gee Hwat, Arjono,
Djoko Soedjono, Soekarno, Katamhadi, Ronomarsono, dan D.Mangkoe menjalani
hukuman mati di Desa Ngalihan, Karanganyar Solo atas perintah Gubernur Militer
Solo, Kolonel Gatot Subroto.
D. TOKOH- TOKOH PERISTIWA MADIUN
1. MUSO
a. RIWAYAT HIDUP SINGKAT
Musso atau Paul Mussotte bernama lengkap Muso Manowar lahir
di Kediri, Jawa Timur tahun 1897. Ia adalah seorang tokoh
komunis Indonesia yang memimpin Partai Komunis Indonesia pada era
1920-an dan dilanjutkan pada Pemberontakan Madiun 1948. Musso
berasal dari keluarga berada dan hidupnya berkecukupan. Ayahnya, Mas
Martorejo adalah pegawai bank di Kecamatan Wates. Ibunya mengelola
kebun kelapa dan kebun mangga. Sedari kecil Musso rajin mengaji di
mushala di desanya. Pada usia 16 tahun Musso melanjutkan pendidikan
ke sekolah guru di Batavia. Di Batavia Musso diangkat anak oleh G.A.J.
Hazeu. Musso juga bertemu Alimin Prawirodirdjo yang nantinya menjadi
pentolan PKI. Setamatnya sekolah guru Musso kuliah di kampus
pertanian di Buitenzorg ( Bogor ). Sewaktu di Surabaya, Musso kos di
rumah Tjokroaminoto dan bertemu dengan H.J.F.M. Sneevliet. Ketika
Tjokroaminoto mendirikan Sarekat Islam pada 1912, Musso aktif di
dalamnya. Musso juga aktif di ISDV bentukan Sneevliet yang menjadi
cikal bakal Partai Komunis Indonesia. Musso adalah pengikut Stalin dan
anggota Internasional Komunis di Moskwa. Pada 1925 beberapa

16
pemimpin PKI membuat rencana untuk menghidupkan kembali partai ini
pada tahun 1926, meskipun ditentang oleh beberapa pemimpin PKI yang
lain seperti Tan Malaka. Pada 11 Agustus 1948 Musso kembali dari Uni
Soviet ke Indonesia lewat Yogyakarta.
Tanggal 5 September 1948 dia memberikan pidato yang
menganjurkan agar Indonesia merapat kepada Uni Soviet.
Pemberontakan terjadi di Madiun ketika beberapa militan PKI menolak
dilucuti. Tanggal 30 September 1948, Madiun direbut oleh TNI dari Divisi
Siliwangi. Setelah Madiun direbut tentara, Musso, Amir Sjarifuddin, dan
pentolan PKI lain melarikan diri ke Ponorogo. Musso berselisih dengan
Amir dan memisahkan diri ke arah selatan dengan dikawal dua orang,
sementara Amir melanjutkan ke Pacitan. Dalam kejar-kejaran terjadi
saling tembak dan Musso tertembak saat bersembunyi di sebuah kamar
mandi. Muso wafat pada 31 Oktober 1948 saat mencoba melarikan diri
dari kejaran TNI.
b. PERANAN DALAM PERISTIWA MADIUN
Muso memiliki beberapa peranan penting dalam peristiwa madiun,
yaitu :
 Sebagai pemimpin PKI
Musso adalah salah satu pemimpin PKI di awal 1920-an. Dia
adalah pengikut Stalin dan anggota dari Internasional Komunis
di Moskwa. Pada tahun 1925, beberapa orang pemimpin PKI membuat
rencana untuk menghidupkan kembali partai ini pada tahun 1926,
meskipun ditentang oleh beberapa pemimpin PKI yang lain seperti Tan
Malaka.
Pada 1926, Musso menuju Singapura dimana dia menerima
perintah langsung dari Moskwa untuk melakukan pemberontakan
kepada penjajah Belanda. Musso dan pemimpin PKI lainnya, Alimin,
kemudian berkunjung ke Moskwa, bertemu dengan Stalin, dan
menerima perintah untuk membatalkan pemberontakan dan membatasi
kegiatan partai menjadi dalam bentuk agitasi dan propaganda dalam
perlawananan nasional. Akan tetapi, pikiran Musso berkata lain.
Pada November 1926, terjadi beberapa pemberontakan PKI di
beberapa kota termasuk Batavia, tetapi pemberontakan itu dapat
dipatahkan penjajah Belanda. Musso dan Alimin ditangkap. Setelah
keluar dari penjara Musso pergi ke Moskwa, tetapi kembali ke Indonesia

17
tahun 1935 untuk memaksakan barisan populer yang dipimpin 7
anggota Kongres Komintern. Akan tetapi, dia dipaksa meninggalkan
Indonesia dan kembali ke Uni Soviet pada tahun 1936.
 Memproklamasikan pemerintahan soviet di Indonesia

Pada 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya


pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya
dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI
dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk menumpas
pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal
ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar
Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa
Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan
pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
2. AMIR SYARIFUDDIN
a. RIWAYAT HIDUP SINGKAT
Amir Syarifuddin Harahap dilahirkan di Medan, Sumatera Utara,
pada tanggal 27 April 1907. Ayahnya, Djamin Baginda Soripada Harahap,
adalah seorang kepala adat dari Pasar Matanggor, Padang Lawas dan
seorang jaksa di Medan. Ibunya bernama Basunu Siregar keturunan
Batak-Melayu. Amir Syarifuddin bersekolah di ELS ( setingkat SD ) di
Medan. Dia tamat dari ELS tahun 1921. Pada tahun 1926, dia diajak oleh
sepupunya, Todung Sutan Gunung Mulia - pendiri penerbit Kristen BPK
Gunung Mulia, untuk melanjutkan studi ke Leiden, Belanda.
Saat berada di Belanda, Amir dan Todung tinggal di rumah Dirk
Smink, seorang guru Kristen Calvinis. Setelah beberapa waktu berada di
Belanda, Amir mulai tertarik dengan ajaran Kristen dan dengan tekun dia
mempelajari ajaran-ajaran Kristen. Setelah itu, dia memutuskan untuk
bertobat dan minta dibaptis di Indonesia. Saat di Belanda, Amir juga aktif
berorganisasi. Organisasi pertama yang dia ikuti adalah Perhimpunan
Siswa Gymnasium, Haarlem. Sementara untuk menumbuhkan imannya,
dia cukup sering bergabung dalam diskusi-diskusi Kelompok Kristen.
Berbekal dari pengalamannya ini, dia memelopori lahirnya Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia ( GMKI ) setelah dia kembali di Indonesia.

18
Amir adalah seorang orator yang berwawasan luas dan memiliki selera
humor tinggi.
Pada September 1927, Amir kembali menginjakkan kaki di
Indonesia karena masalah keluarga, padahal pendidikannya di Belanda
belum tamat. Setelah berada di Indonesia, Amir mendaftarkan diri di
Sekolah Hukum di Batavia. Selama mengambil studi di tempat itu, Amir
tinggal berpindah-pindah, ia pernah menumpang di tempat Todung,
asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw, dan Mr. Muhammad Yamin.
Semakin dewasa, Amir semakin banyak berkecimpung dalam
dunia politik. Dia mendirikan Partai Indonesia ( Partindo ) dan Gerakan
Rakyat Indonesia ( Gerindo ). Selain pintar berorasi, Amir juga pintar
dalam hal kepenulisan. Dia sempat menjadi penulis dan redaktur
Poedjangga Baroe ( Sebuah majalah sastra Indonesia yang didirikan
Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sutan Takdir Alisjahbana ( terbit bulan
Juli 1933 - Februari 1942 ). Pada tahun 1928-1930 dia menjadi pemimpin
redaksi majalah Perhimpunan Pemoeda Pelajar Indonesia ( PPPI ). Dalam
media massa, Amir menggunakan nama samaran Massa Actie. Bersama
sejumlah orang Kristen, Amir juga pernah menerbitkan Boekoe
Peringatan Hari Djadi Isa Al-Maseh.
Sebelum Jepang menyerang Hindia Belanda, Amir mengikuti garis
Komunis Internasional agar kelompok sayap kiri ( kelompok yang
biasanya dihubungkan dengan aliran sosialis atau demokrasi sosial, yang
didasari komunisme maupun filsafat marxisme, namun menolak bila
mereka dihubungkan dengan komunisme atau dengan anarkisme )
menggalang aliansi dengan kekuatan kapitalis untuk menghancurkan
Fasisme. Oleh karena hal ini, anggota-anggota kabinet Gubernur
Jenderal memanggilnya, dan menggalang semua kekuatan antifasis
untuk bekerja sama dengan dinas rahasia Belanda dalam menghadapi
serbuan Jepang.
Pada Januari 1943, ia tertangkap fasis Jepang karena dituduh
memimpin gerakan bawah tanah, yang dibiayai Van der Plas ( Belanda ).
Amir mendapatkan eksekusi hukuman mati dari Jepang, namun dengan
intervensi Ir. Soekarno, hukuman itu batal dilakukan. Bersama Sanusi
Pane dan temannya sesama etnis Batak, Amir mendirikan organisasi
yang disebut Jong Batak. Amir dan teman-temannya membangun

19
semangat baru bagi pemuda Tanah Batak. Sebelum diangkat menjadi
perdana menteri ( 3 Juli 1947–29 Januari 1948 ), Amir ditunjuk untuk
menjabat Menteri Pertahanan dari Partai Sosialis dalam Kabinet Sjahrier
( 12 Maret 1946 ). Dia juga pernah ditunjuk sebagai wakil bangsa
Indonesia dalam perjanjian Renville.
Pada 19 Desember 1948, Amir menghembuskan napas terakhir.
Penguburannya tidak dilakukan dengan tanda kehormatan apa pun.
Bahkan, di atas pusaranya tidak dituliskan namanya. Hal ini terjadi
karena dia dianggap sebagai salah satu antek PKI. Dia dikuburkan di
Desa Ngaliyan, Karanganyar, Jawa Tengah. Dia tidak menerima tanda
jasa dan keluarganya juga tidak mendapat santunan apa pun. Namun, 2
tahun setelah meninggal, tepatnya pada 15 November 1950, atas
perintah Presiden Soekarno, pusaranya digali kembali dan dilakukan
proses identifikasi. Setelah itu, diadakan serah terima kerangka
kepada keluarga dan dimakamkan kembali.
b. PERANAN DALAM PERISTIWA MADIUN
Amir Syarifuddin memiliki beberapa peranan penting dalam
peristiwa madiun, yaitu :
 Mempelopori FDR ( Front Demokrasi Rakyat )
Pada tanggal 28 Juni tahun 1948 Amir Syarifuddin membentuk
Front Demokrasi Rakyat untuk memperkuat basis massa, Front
Demokrasi Rakyat membentuk organisasi kaum petani dan buruh.
Selain itu dengan memancing bentrokan dengan menghasut buruh.
Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu
( Jawa Tengah ) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 11 Agustus
1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan Front Demokrasi Rakyat
segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi,
maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI
banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta. Oleh PKI daerah
Surakarta dijadikan daerah kacau ( wildwest ). Sementara Madiun
dijadikan basis gerilya.
FDR atau Front Demokrasi Rakyat ialah suatu organisasi politik
berhaluan kiri yang dibentuk di kota Madiun. Organisasi yang dipimpin
dan dipelopori oleh Mr. Amir Syarifuddin ini bertujuan untuk
memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari

20
serangan Belanda pada masa revolusi. Tetapi di samping itu, Front
Demokrasi Rakyat pernah pula menjadi oposisi dari kabinet Hatta dan
bahkan pernah mengadakan perlawanan terhadap pemerintah
Indonesia. Perlawanan tersebut dikenal dengan Peristiwa Madiun pada
tahun 1948.
Memimpin Pemberontakan PKI
Orde Baru menempatkan Amir Sjarifuddin pada bagian kelam
sejarah bangsa Indonesia. Ia dituduh sebagai penyebab kegagalan
Republik Indonesia dalam Perundingan Renville, yang menyebabkan
kerugian lebih besar dari Persetujuan Linggarjati. Amir disebut sebagai
salah satu pemimpin pemberontakan PKI di Madiun pada 19
September 1948. Dikatakan pula, PKI yang dipimpin oleh Amir
menggantikan bendera Merah Putih dengan bendera Palu-Arit dan
melakukan pembunuhan terhadap kyai-kyai dan para santri di
Madiun.

E. JEJAK PERISTIWA MADIUN


1. PATUNG KOLONEL MARHADI
Monumen Kolonel Marhadi adalah monumen bersejarah yang
merupakan peninggalan dan sebagai saksi atas Peristiwa Madiun. Monumen
Kolonel Marhadi terletak di sebelah selatan alun – alun kota Madiun.
Monumen Kolonel Marhadi berbentuk patung, dibuat dari perunggu dengan
landasan dari beton dan marmer.
Monumen ini diresmikan pada tanggal 17 Februari tahun 1973 oleh
bapak Mayor Jenderal TNI Soengkono. Nama monumen ini diambil dari nama
salah satu prajurit TNI yang berperan dalam peristiwa PKI tahun 1948 yang
bernama Kolonel Inf Marhadi.
Kolonel Marhadi merupakan prajurit TNI berpangkat tinggi dari Staf
Pertahanan Djawa Timur ( SPDT ) yang menjadi salah satu korban sekaligus
saksi mata bersama Kiai. R. Kartidjo, yang pernah menjabat sebagai ketua
DPD RI. Kolonel Marhadi dan rekan-rekannya membela warga yang ada di
sekitar Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun kala itu agar
tidak ada lagi pembantaian dan pembunuhan yang sadis dan berakhir tragis.
Ia juga membela agar tidak ada lagi partai komunis di Indonesia.

21
Semangat yang membara membuat Kolonel Marhadi dan rekan-
rekannya berjuang mati-matian mengalahkan PKI. Berbagai usaha-usaha
sudah dirancang dan dibuat sedemikian rupa. Banyak usaha yang berhasil
diwujudkan, dan banyak juga yang mengalami kegagalan. Tetapi, meski
begitu Kolonel Marhadi dan rekan-rekannya tidak patah semangat. Semua itu
dilakukan tanpa rasa pamrih dan berjuang hingga titik darah penghabisan.
Melihat banyaknya usaha yang dilakukan, PKI sangat marah dan
merasa terganggu dengan aksi yang dilakukan Kolonel Marhadi bersama
rekan-rekannya. Lalu, ia dan rekan-rekannya ditangkap dan diculik oleh PKI
di sekitar Desa Kresek selama berminggu-minggu. Akhirnya Kolonel Marhadi
bersama dengan rekan-rekannya berhasil melarikan diri dari tawanan PKI.
Saat ia bersama rekan-rekannya bersembunyi dan menyelamatkan diri
dari tawanan PKI, mereka berhasil ditangkap kembali. Lalu, diasingkan dan
disekap di rumah-rumah warga yang berada di sekitar Desa Kresek,
Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun. Akhirnya Kolonel Marhadi bersama
rekan-rekannya berhasil dibunuh dan ditembak hingga meninggal dunia.
Sebagai bentuk rasa hormat terhadap jasa-jasa beliau, maka
pemerintah kota Madiun membangun patung besar yang ada di area alun-
alun kota Madiun. Dengan memakai seragam militer lengkap, tangan
kanannya menunjuk kearah selatan tepat di Pasar Sleko yang jauhnya kira-
kira 2 km. Patung tersebut sering disebut juga monumen Kolonel Marhadi.
Pemerintah Madiun juga menjadikan namanya sebagai sebagai salah satu
nama jalan di kota Madiun.
Sosok Kolonel Marhadi yang patut dicontoh dan dapat dijadikan
motivasi hidup untuk terus membela dan berjuang mati-matian demi bangsa
dan Negara Indonesia. Meski banyaknya rintangan dan juga cobaan yang
dilalui, tetapi semangat, kerja keras, usaha serta tekad yang bulat akan
membuat sesuatu yang tidak mungkin, menjadi sesuatu yang mungkin.

2. MONUMEN MASTRIP
Monumen Mastrip yang menggambarkan patung Moeljadi dibangun
atas nama teman-teman seperjuangan TRIP Jawa Timur tepat pada
peringatan Hari Pahlawan, 10 Nopember 1985. Lalu, tepatnya pada tanggal
10 Nopember 2015, Pemerintah kota Madiun ( Pemkot ) membenahi
infrastruktur bangunan Monumen Mastrip Eks. TNI Brigade 17 Detasemen 1
Tentara Republik Indonesia Pelajar ( TRIP ) Jawa Timur yang terwakili

22
dengan keberadaan patung Moeljadi di Jalan Mastrip, Kelurahan Klegen,
Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun.
TRIP ( Tentara Republik Indonesia Pelajar ) adalah kumpulan pelajar
dengan usia sangat muda ( belasan tahun ) yang berani mengorbankan jiwa
raganya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kegagahan dan
jiwa patriotisme mereka sudah teruji dalam setiap pertempuran melawan
kaum penjajah yang akan merongrong kemerdekaan Indonesia. Bahkan
tentara Inggris yang menjadi pemenang perang dunia ke 2 pun dibuat
kewalahan menghadapi kiprah para pelajar dalam pertempuran heroik di
depan Gedung Internatio.
Markas TRIP Komando I bertempat di gedung SMP Negeri 2 Madiun.
Sesuai dengan tujuan dari TRIP, disamping bertempur melawan penjajah
juga mengutamakan belajar. Untuk itu SMP dan SMA pertahanan yang
didirikan oleh TRIP di Mojokerto dilanjutkan lagi di Madiun. Di kota Madiun
cita-cita TRIP sebagai pelajar pejuang diteruskan dalam ikatan TRIP Jawa
Timur. Semasa perang Kemerdekaan anggota TRIP mendapatkan sebutan
“ mas " dari masyarakat, karena jika dipanggil “ pak ” masih sangat muda
dan belum pantas, tetapi jika dipanggil ” nak ” mereka sudah berani
mengangkat senjata melawan kaum penjajah. Dan itu menunjukan bahwa
mereka bukanlah anak-anak lagi, meskipun rata-rata usia mereka antara 12
hingga 20 tahun. Sehingga sesuai budaya Jawa yang menjaga kesopanan
dalam pergaulan, maka disebutlah anggota TRIP dengan panggilan Mas.
Sampai sekarang dikenal dengan sebutan MasTRIP, jadi jelaslah bahwa
“ mas ” bukan merupakan singkatan tapi panggilan akrab masyarakat kepada
para anggota pasukan TRIP.
Kasi Pemeliharaan Jalan Dinas Pekerja Umum ( DPU ) Kota Madiun
akan merenovasi infrastruktur bangunan Monumen Mastrip yang dilakukan
bersamaan dengan proyek renovasi trotoar jalan Mastrip Madiun. Bangunan
patung Moeljadi dahulu tertutup oleh daun-daun dan dahan pepohonan yang
berada di sekitar Monumen Mastrip. Sehingga tampak kotor, lingkungan
disekitar monumen pun menjadi kumuh, dan tidak terawat.
DPU Kota Madiun merenovasi infrastruktur bangunan Monumen
Mastrip tanpa mengubah bentuk patung Moeljadi dan batu prasasti.
Pemerintah Kota Madiun hanya ingin menata bagian depan patung agar bisa
dijadikan ruang terbuka yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan masyarakat.

23
Karena Monumen Mastrip letaknya juga dekat dengan Stadion Wilis yang
kerap menjadi pusat kegiatan masyarakat. Monumen Mastrip dicat ulang dan
dirapikan kembali agar dapat dikenal sebagai salah satu ikon di Kota Madiun.
Monumen tersebut dibangun sebagai bentuk rasa hormat dan untuk
mengenang jasa-jasa beberapa pasukan TRIP yang gugur, seperti :
 Moeljadi
 Soetopo
 Soemadi
 Djoewito
 Joewono
 Soegito
 Ngadino
Mereka semua membela bangsa dan Negara dari PKI yang kejam.
Mereka berjuang mati-matian agar banyak diantara warga Madiun yang tidak
menjadi korban dari keganasan PKI. Jangan kira tokoh-tokoh pahlawan
yang gugur dalam melawan PKI ( anggota TRIP ) Jawa Timur tersebut itu
gugur dalam peperangan melawan tentara kolonial sebagaimana banyak
kisah kepahlawanan di kota lain. Tetapi kenyataannya mereka tewas dalam
konflik internal bangsa yang disebut sebagai pemberontakan keganasan PKI
Madiun, September tahun 1948 ( G/30SPKI ).
Sekarang ini, Monumen Mastrip menjadi lebih dikenal oleh banyak
masyarakat Madiun sebagai pengingat adanya peristiwa pemberontakan
G/30SPKI Madiun yang banyak memakan korban. Sebagai generasi penerus
bangsa, kita harus mencontoh semangat para tokoh-tokoh pahlawan yang
sudah gugur mendahului kita. Selain itu, kita juga harus tetap menjaga
kebersihan lingkungan yang berada di sekitar Monumen Mastrip, agar tetap
sedap dipandang mata.

3. MONUMEN KRESEK
Monumen Kresek, adalah monumen bersejarah yang merupakan
peninggalan dan sebagai saksi atas Peristiwa Madiun. Lokasi peninggalan
sejarah dengan luas 2 hektar ini, berada 8 km ke arah timur dari kota
Madiun, tepatnya berada di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten
Madiun, Jawa Timur, dan terdiri dari monumen dan relief peninggalan
sejarah tentang keganasan PKI pada tahun 1948 di Madiun.

24
Untuk mengenang peristiwa tersebut, dibangunlah Monumen sejarah
yang diresmikan oleh H. Sularso – Gubernur Jawa Timur pada tahun 1991.
Monumen ini dibangun sekitar tahun 1987 dengan menghabiskan waktu 4
tahun dan selesai pada tahun 1991. Adapun, tujuan didirikannya monumen
ini adalah sebagai penghormatan terhadap para korban kekejaman PKI
sejarah tentang keganasan PKI yang terjadi di Madiun pada tahun 1948 serta
mengenang korban korban akibat keganasan PKI pada tahun 1948. Adapun
fasilitas wisata yang ada di tempat ini, antara lain, pendopo tempat istirahat,
taman tanaman langka dan dilengkapi pula areal parkir.
Di dekat monumen ini juga terdapat prasasti batu yang mengukir
nama nama prajurit TNI dan pamong desa yang gugur dalam pertempuran
melawan PKI di desa kresek maupun karena dibantai oleh PKI. Kolonel Inf
Marhadi adalah prajurit TNI berpangkat tertinggi yang gugur dalam
pertempuran desa Kresek, namanya lalu diabadikan menjadi salah satu nama
jalan di Kota Madiun dan didirikan pula patungnya di alun alun kota Madiun
sebagai bentuk penghormatan. Menurut warga setempat area monumen
kresek dahulu adalah bekas rumah warga yang dijadikan PKI sebagai ajang
pembantaian, warga sekitar dikurung di dalam rumah tersebut lalu rumah
tersebut tersebut dibakar bersama warga yang ada di dalamnya. Di sebelah
utara monumen kresek terdapat monumen kecil yang terbuat dari batu kali
yang mengukir nama-nama prajurit TNI dan para pamong desa yang
dibantai oleh PKI. Berikut informasi sejarah Madiun yang terdapat di
Monumen Kresek :
 Bangunan Monumen Kresek merupakan monumen yang menggambarkan
keganasan PKI ( Partai Komunis Indonesia ) di Madiun pada 1948
menjadikan peristiwa pembantaian dan pemberontakan, yang dibangun
dari tahun 1987 selesai tahun 1991 di atas tanah seluas 3,3 ha terletak 8
km ke arah timur Kota Madiun, tepatnya di Desa Kresek, Kecamatan
Wungu, Kabupaten Madiun.
 Bangunan patung paling atas adalah Patung Muso membawa pedang yang
ingin memenggal kepala seorang kiai. Patung ini menggambarkan adegan
seorang pria bertubuh besar, kumis tebal, dan bermuka bengis sedang
mengayunkan pedangnya ke leher seorang kiai yang sedang berlutut. Kiai
ini terlihat mengenakan sarung, surban dan kopyah. Kiai ini dikenal
dengan nama Husen. Kiai Husen adalah seorang kiai yang arif dan

25
bijaksana, beliau sebagai anggota DPRD Kabupaten Madiun pada 1948.
Patung ini jelas sekali ingin menunjukkan bagaimana seorang pemuka
agama ( Islam ) yang akan dipancung dengan kejinya oleh seorang
gembong PKI berwajah garang. Adegan ini berkaitan erat dengan isu
pembunuhan pimpinan-pimpinan pondok pesantren oleh kelompok PKI
karena tidak mau mendukung ideologi komunis yang diusungnya.
 Di sebelah barat bangunan Patung Muso ada bangunan relief yang
menggambarkan proses pemberontakan yang dilakukan oleh PKI sekaligus
penumpasannya. Penumpasan terhadap PKI dilakukan oleh Divisi Siliwangi
dipimpin oleh Kolonel Sadikin dan Divisi Jawa Timur ( Jatim ) dipimpin
oleh Kolonel Sungkono.
 Di sebelah timur bangunan patung Muso ada bangunan Patung Anak-Anak
Korban PKI yang menuntut belas kepada Pemerintah RI agar menumpas
kegiatan PKI di Kota Madiun.
 Di depan pintu masuk sebelah selatan kita akan melihat sebuah dinding
sepanjang dua meter yang bertuliskan nama-nama (lengkap dengan
jabatannya kala itu) korban keganasan PKI yang berjumlah 17 orang,
lengkap dengan patung mayat-mayat bergelimpangan disampingnya. Hal
ini tentu saja dimaksudkan untuk menunjukkan kepada masyarakat atau
pengunjung khususnya tentang betapa kejamnya PKI yang telah
membantai 17 orang tersebut. Namun kalau pemerintah mau konsisten,
pemerintah (orde baru) sebenarnya juga harus membangun dinding yang
mungkin panjangnya akan mencapai ratusan meter untuk menuliskan
nama-nama ribuan simpatisan PKI (banyak dari mereka yang sebenarnya
tidak tahu apa-apa) yang juga menjadi korban keganasan tentara dan
rakyat yang anti-komunis, lengkap dengan tanah puluhan meter persegi
untuk membangun replika mayat-mayat yang berserakan.
 Undak-undak masuk monumen Kresek menunjukkan tanggal 17-8-1994
sebagai hari Kemerdekaan RI.
 Di depan prasasti ukiran nama-nama korban juga terdapat sumur tempat
pembuangan korban keganasan PKI yang telah tertutup dan dibuat relief
korban-korban di atasnya.
 Pendapa di area Monumen Kresek merupakan bekas rumah
penduduk/warga yang dijadikan Markas PKI sebagai ajang pembantaian
para korban keganasan PKI.

26
Monumen bersejarah ini merupakan peninggalan dan sebagai saksi
atas Peristiwa Madiun. Monumen ini merupakan monumen yang didesain dan
dibangun untuk meninggalkan kenangan atas peristiwa berdarah dengan
terjadinya penyerbuan Desa Kresek oleh pergerakan dengan paham politik
ekstrim untuk memberikan efek politis dan perubahan ideologi politik di
tingkat pemerintahan pusat. Namun hal ini berdampak panjang dan
menyakitkan bagi penduduk yang mengalami, baik sebagai pelaku maupun
korban. Bagi para korban, hilangnya nyawa anggota keluarga mereka
menyisakan dendam dan kesedihan yang amat mendalam, sedangkan bagi
pelaku menanggung dosa dan anggapan buruk yang parahnya ditanggung
juga oleh anak keturunanya.
Monumen Kresek merupakan kenangan pahit yang ditimbulkan oleh
PKI yang tidak boleh terlupakan dan harus diingat oleh generasi muda
bangsa dalam memperjuangkan tegaknya Pancasila dan UUD 1945. Di
samping sebagai pengenalan anak sekolah untuk mengenang kejadian waktu
itu, Monumen Kresek sekarang dijadikan objek wisata yang banyak
dikunjungi masyarakat sebagai tempat rekreasi dan telah dilengkapi dengan
berbagai fasilitas seperti mainan anak, balai pertemuan/pendapa dan kios
masakan kuliner.

4. MONUMEN SOCO
Monumen Soco Kota Megetan, merupakan salah satu obyek wisata
sejarah yang berada di kabupaten yang bermotto MITRA ( Magetan, indah,
tertib, rapi, dan aman ) ini. Di mana tempat wisata ini merupakan tempat
terjadinya tragedi berdarah dari keganasan pemberontakan PKI tahun 1948.
Tempat wisata sejarah ini berada di Desa Soco Kecamatan Bendo, 200 meter
sebelah selatan lanud Iswahjudi Maospati atau kurang lebih 15 km arah
timur dari pusat kota Kabupaten Magetan. Salah satu saksi yang ada di
monumen ini adalah berupa gerbong Kereta Api Kertopati. Dan dua sumur
tempat pembuangan 108 mayat-mayat yang dibantai oleh PKI. Gerbong ini
digunakan untuk mengangkut para korban keganasan PKI, yang terjadi di
Madiun. Sebuah saksi bisu yang juga mencerminkan kisah nan mengiriskan
hati ini akan membuat kita mengingat dan mengimajinasi masa lampau.
Soco adalah sebuah desa kecil yang terletak hanya beberapa ratus
meter di sebelah selatan lapangan udara Iswahyudi. Desa Soco termasuk
dalam wilayah Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan. Dalam peristiwa

27
berdarah pemberotakan PKI tahun 1948, Soco memiliki sejarah tersendiri. Di
desa inilah terdapat sebuah sumur tua yang dijadikan tempat pembantaian
oleh PKI. Ratusan korban pembunuhan keji yang dilakukan PKI ditimbun jadi
satu di lubang sumur yang tak lebih dari satu meter persegi itu.
Letak Soco yang strategis dan dekat dengan lapangan udara dan
dipenuhi tegalan yang banyak sumurnya, menjadikan kawasan itu layak
dijadikan tempat pembantaian. Apalagi desa ini juga dilewati rel kereta lori
pengangkut tebu ke Pabrik Gula Glodok, Pabrik Gula Kanigoro dan juga
Pabrik Gula Gorang-gareng. Gerbong kereta lori dari Pabrik Gula Gorang-
gareng itulah yang dijadikan kendaraan mengangkut para tawanan untuk
dibantai di sumur tua di tengah tegalan Desa Soco.
Di sumur tua Desa Soco ditemukan tak kurang dari 108 jenazah
korban kebiadaban PKI. Sebanyak 78 orang diantaranya dapat dikenali,
sementara sisanya tidak dikenal. Sumur-sumur tua yang tak terpakai di desa
Soco memang dirancang oleh PKI sebagai tempat pembantaian massal
sebelum melakukan pemberontakan. Beberapa nama korban yang menjadi
korban pembantaian di Desa Soco adalah Bupati Magetan Sudibjo, Jaksa R
Moerti, Muhammad Suhud ( ayah mantan Ketua DPR/MPR, Kharis Suhud ),
Kapten Sumarno dan beberapa pejabat pemerintah serta tokoh masyarakat
setempat termasuk KH Soelaiman Zuhdi Affandi, pimpinan Pondok Pesantren
ath-Thohirin Mojopurno, Magetan.
Di Soco sendiri terdapat dua buah lubang utama yang dijadikan
tempat pembantaian. Kedua sumur tua itu terletak tidak jauh dari rel kereta
lori pengangkut tebu. Para tawanan yang disekap di Pabrik Gula Rejosari
diangkut secara bergiliran untuk dibantai di Desa Soco. Selain membantai
para tawanan di sumur Soco, PKI juga membawa tawanan dari jalur kereta
yang sama ke arah Desa Cigrok. Kini, desa Cigrok dikenal dengan nama Desa
Kenongo Mulyo.
Terungkapnya sumur Soco sebagai tempat pembantaian PKI bermula
dari igauan salah seorang anggota PKI yang turut membantai korban. Selang
seratus hari setelah pembantaian di sumur tua itu, anggota PKI ini mengigau
dan mengaku ikut membantai para tawanan. Setelah diselidiki dan
diinterogasi, akhirnya dia menunjukkan letak sumur tersebut. Sekalipun letak
sumur telah ditemukan, namun penggalian jenazah tidak dilakukan pada saat

28
itu juga, tapi beberapa tahun kemudian. Hal ini disebabkan oleh kesibukan
pemerintah RI dalam melawan agresi Belanda yang kedua.
Sekitar awal tahun 1950-an, barulah sumur tua desa Soco digali.
Salah seorang penggali sumur bernama Pangat menuturkan, penggalian
sumur dilakukan tidak dari atas, namun dari dua arah samping sumur untuk
memudahkan pengangkatan dan tidak merusak jenazah. Penggali sumur
dibagi dalam dua kelompok yang masing-masing terdiri dari enam orang.
Menurut Pangat, mayat-mayat yang dia gali pada waktu itu sudah
dalam keadaan hancur lebur seperti tape ketela. Daging dan kulit jenazah
hanya menempel sedikit diantara tulang-belulang. Di kedalaman sumur yang
sekitar dua belas meter, regu pertama menemukan 78 mayat, sementara
regu kedua menemukan 30 mayat. Semua jenazah dihitung hanya
berdasarkan tengkorak kepala, karena tubuh para korban telah bercampur-
aduk sedemikian rupa. Di samping sumur Tua Soco, di Madiun juga terdapat
sumur tua lainnya sebagai kuburan missal yakni; Sumur Tua desa Bangsri,
Sumur Tua Di Desa Cigrok, dan Sumur Tua Desa
Kresek yang juga dibangun Monumen diatasnya. Monumen Soco ini
diresmikan oleh Ketua DPR RI Muhammad. Khasir Suhud pada tahun 1989.

29

Anda mungkin juga menyukai