Anda di halaman 1dari 37

PERJUANGAN MENGHADAPI

ANCAMAN DISINTEGRASI
BANGSA
Kelompok 1 XIIMIPA 4:
Ahmad Alviansyah
Ilham Alifa Azagi
Indah Putri Hasian
Nurhadini Husna
Sista Anugrah Pertiwi
Wayan Satria Nugraha Putra
Disintegrasi adalah keadaan tidak
bersatu padu yang menghilangnya
keutuhan atau persatuan serta
menyebabkan perpecahan. Sedangkan
Disintegrasi Bangsa yaitu perpecahan
atau hilangnya persatuan suatu bangsa
yang mengakibatkan perpecahan. Secara
umum pernyebab disintegrasi bangsa
adalah karena rasa tidak puas dan
ketidakadilan masyarakat terhadap
pemerintahan yang mengakibatkan
pemborantakan atau separatisme
GERAKAN DARUL
ISLAM/TENTARA ISLAM
INDONESIA
1. DI/TII
Latar Belakang dan Tujuan Pemberontakan DI/TII
Gerakan ini awalnya bernama NII (Negara Islam
Indonesia). Bertujuan untuk menjadikan Republik
Indonesia sebagai sebuah Negara yang menerapkan
dasar Agama Islam sebagai dasar Negara. Dalam
proklamasinya tertulis bahwa Hukum yang berlaku
di Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam.
Dalam perkembangannya, Negara Islam Indonesia ini
menyebar sampai ke beberapa wilayah yang berada
di Negara Indonesia terutama Jawa Barat, Jawa
Tengah, Kalimantan Selatan, Aceh, dan Sulawesi
Selatan.
Pemberontakan DI/TII Jawa Barat
Saat terjadi perjanjian Renville antara RI dan Belanda tahun
1948, yang mewajibkan untuk mengosongkan wilayah
gerilya di Jabar, S.M Kartosuwiryo menolak karena sejak
masih aktif melawan Belanda untuk kemerdekaan, ia
bercita-cita mendirikan negara Islam. Bersama pasukannya
yang berjumlah 2000 orang yang disebut Hizbullah dan
Sabillah ia tetap tinggal di Jabar. Pada saat itu terjadi Vakum
of Power karena hijrahnya TNI Siliwangi ke daerah Jateng.
Keadaan ini sangat dimanfaatkan oleh S.M Kartosuwiryo
untuk menggantikan peran TNI Siliwangi dalam melakukan
perlawanan bersenjata dengan Belanda. Hal ini menarik
simpati rakyat. Untuk itu dia melakukan rapat dengan para
pengikutnya. Rapat /Konferensi ini dilaksanakan pada bulan
Maret 1948 di Cipeundeuy, Tasikmalaya, Jabar.
Hasil konferensi tersebut, yaitu :
1) Mengadakan persiapan membentuk
Negara Islam Indonesia (NII)
2) Membentuk Tentata Islam Indonesia (TII)
3) Membentuk Majelis Islam yang dikepalai
seorang imam, yaitu S.M Kartosuwiryo
4)Majelis tersebut harus merupakan sebuah
pemerintahan Islam sementara di Jabar
yang harus ditaati oleh seluruh umat islam
di daerah tersebut.
Untuk menumpas gerakan DI/TII dilakukan
Operasi Militer. Operasi dilakukan tanggal
27 Agustus 1949. Operasi ini
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
Dipimpin oleh Amir Fatah. Meliputi Brebes, Pekalongan,
dan Tegal. Proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia
(NII) di Jawa Tengah ini berlangsung tanggal 23 Agustus
1949 dan menyatakan bagian dari NII di Jawa Barat.
Untuk menumpas petualangan gerakan DI/TII di Jawa
Tengah, pemerintah membentuk Komando operasi yang
diberi nama Gerakan Banteng Negara (GBN) pada bulan
Januari 1950 di bawah pimpinan Kolonel Sarbini, Letkol M.
Bahrum, dan Letkol Ahmad Yani. Namun, operasi militer
yang dilancarkan ini tidak membawa hasil, karena
kedudukan DI/TII semakin kuat yang disebabkan adanya
kalangan militer resmi yang bergabung dngan kaum
pemberontak, antara lain :
Para pemberontak dari Angkatan Umat Islam (AUI)
pimpinan Kyai Mohammad Mahfudz Abdurahman
( Romo Pusat/ Kyai Somalangu).
Para pemberontak dari Batalyon 426 Kudus dan
Magelang yang menggabungkan diri pada bulan
Desember 1952.
Komandan Brigade Pragolo dari divisi Diponegoro
mengambil langkah untuk menumpas gerakan tersebut.
Untuk tugas ini , panglima operasi membentuk pasukan
khusus Benteng Raiders dengan mengerahkan satuan-
satuan kavaleri, zeni, artileri, dan AURI. Dengan
operasi-operasi tersebut akhirnya DI/TII di Jawa Tengah
dapat ditumpaskan pada awal tahun 1952.
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan
10 Oktober 1950 Ibnu Hajar memproklamasikan
berdirinya DI/TII Kalsel. Untuk memperkuat
kedudukannya, Ibnu Hajar membentuk kesatuan
komando yang dinamakan Kesatuan Rakyat Tertindas
dan melakukan pengacauan serta terror kepada rakyat
Banjarmasin.
Ketika upaya damai dilakukan, pemerintah berhasil
mengajak Ibnu Hajar dan kawan-kawan menghentikan
pemberontakan dan kembali dalam kesatuan TNI.
Namun, setelah bergabung dan mendapatkan
persenjataan kembali akhirnya Ibnu Hajar kembali
melakukan pemberontakan. Kemudian, pemerintah
melakukan operasi militer dengan mengirim kesatuan-
kesatuan TNI siap tempur.
Pada tahun 1959, Ibnu Hajar dapat dibekuk dan diajukan
ke Mahkamah Militer untuk diadili. Tanggal 22 Maret
1965 dia di hukum mati.
Pemberontakan DI/TII di Aceh
Tokoh gerakan Di/TII di Aceh adalah Daud
Beureuh. latarbelakang terjadinya gerakan DI/TII di
Aceh bermula dari diubahnya status Daerah
Istimewa Aceh menjadi sebuah keresidenan dari
Provinsi Sumatra Utara.
Oleh karena itu mereka menuntut kepada pemerintah
pusat agar Aceh dijadikan sebuah provinsi. Tuntutan
ini ditolak oleh pemerintah pusat. Daud Beureuh dan
kawan-kawan merasa pemerintah tidak menghargai
jerih payah rakyat Aceh semasa kemerdekaan.
Maka pada tanggal 20 September 1955,
Daud Beureuh memproklamasikan
berdirinya NII. Dan segera menguasai
daerah-daerah penting di Aceh.
Untuk menghentikan petualangan DI/TII tersebut,
pemerintah menjalankan operasi militer. Namun,
karena kuatnya pengaruh Daud Beureuh, operasi
militer tidak membuahkan hasil yang
memuaskan. Oleh karena itu pemerintah kembali
melakukan upaya baru, yaitu diplomasi dan
musyawarah.
Panglima Kodam I/ Iskandar Muda Kolonel
Mohammad Yasin memprakarsai Musyawarah
Kerukunan Rakyat Aceh, yang mempertemukan Daud
Beureuh, tokoh-tokoh ulama Aceh, dan pemerintah.
Dari musyawarah itu, Daud Beureuh menyadari
kesalahannya. Dengan demikian berakhirlah
pemberontakan Di/TII di Aceh.
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan yang di
pimpin oleh Kahar Muzakar, Penyebab utama
terjadinya gerakan DI/TII ini adalah hasrat yang kuat
untuk menempatkan laskar-laskar rakyat di Sulawesi
Selatan ke dalam APRIS (Angkatan Perang Republik
Indonesia) dan cita-citanya untuk menjadi pemimpin
APRIS di Sulawesi Selatan. Padahal dulu Kahar
Muzakar sangat aktif berjuang dalam kemerdekaan dan
berjasa sebagi komandan TRI Persiapan Resimen
Hasanudin. Namun, setelah perang selesai, dia
ditugaskan untuk memimpin laskar-laskar rakyat di
Sulawesi Selatan dan membentuk KGSS (Komando
Gerilya Sulawesi Selatan).
Dalam memenuhi hasratnya itu, Kahar Muzakar pada
tanggal 30 April 1950 mengirim surat kepada pemerintah
pusat yang intinya meminta agar semua pasukan KGSS
digabungkan dalam lingkungan APRIS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat) dengan nama Brigade
Hasanudin. Karena tidak memenuhi syarat untuk menjadi
anggota-anggota APRIS maka permintaannya di tolak.
Untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak
diinginkan akibat dari permohonan Kahar Muzakar tersebut,
pemerintah dan pemimpin APRIS mengeluarkan
kebijaksanaan dengan memasukkan semua anggota KGSS
ke dalam Korp Cadangan Militer dan Kahar Muzakar pun
diberi pangkat sebagai Letnan Kolonel. Namun, ternyata hal
itu tidak diterima oleh Kahar Muzakar.
Tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muzakar bersama anak
buahnya melarikan diri ke dalam hutan dengan
membawa persenjataan militer. Pada tahun 1952, ia
memproklamasikan berdirinya NII di Sulawesi Selatan.
Pemerintah memutuskan untuk menumpas
pemberontakan itu. Berkat upaya yang gigih dari TNI,
akhirnya pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar
dapat ditembak mati. Di samping itu , oranng kedua
dari Kahar Muzakar yaitu Gerungan, pada bulan Juli
1965 berhasil ditangkap. Dengan ini maka berakhirlah
Di/TII di Sulawesi Selatan
PEMBERONTAKAN
PKI MADIUN 1948
(MADIUN AFFAIR
1948)
Pemberontakan PKI disebut juga Madiun Affairs, adalah
konflik kekerasan yang terjadi di Madiun, Jawa
Tengah. Terjadi pada tanggal 18 September Desember
1948, dengan melakukan aksi pembunuhan dan
penculikan secara besar-besaran pada setiap golongan
yang dianggap musuh. Latar Belakang Peristiwa ini
dimulai dengan di proklamasikannya negara Soviet
Republik Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di
Madiun oleh Muso.
Tokoh
a) Muso, ketua Partai Komunis Indonesia,
b) Amir Syarifudin, Perdana Meteri ke-2,
c) Kolonel Soengkono, Pemimpin Divisi I, dan
d) Kolonel Gatot Soebroto, Pemimpin Divisi II.
Kelompok ini seringkali melakukan aksi-aksinya
antara lain :
1.Melancarkan propaganda anti pemerintah.
2. Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi
para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di
Delanggu Klaten.
3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya
dalam bentrok senjata di Solo 2 Juli 1948, Komandan
Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba
terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh
pejuang 1945 Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.

Gerakan PKI ini mencapai pucaknya pada tanggal 18


September 1948. PKI dibawah pimpinan Muso dan
Amir Syarifuddin melancarkan pemberontakan yang
dipusatkan di Madiun dan sekitarnya. Banyak pejabat
pemerintah dan tokoh agama diculik dan dibunuh
secara sadis. Mereka dibantai oleh orang-orang PKI di
soco Gorang Gareng (Magetan) dan Kresek (Madiun).
(Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia) DAN
Perjuangan Rakyat Semesta
(PERMESTA)
Pemberontakan Andi Aziz
Di Makasar terjadi masalah seperti di Bandung, bekas KNIL
menolak pasukan APRIS dan menghalangi datangnya TNI ke
Makassar yang dipimpin oleh Kapten Andi Aziz yang
merupakan perwira KNIL yang baru diterima ke dalam APRIS.
Pada atanggal 30 Maret ia bersama dengan pasukan KNIL
yang lain menggabungkan diri ke dalam APRIS dihadapan
Letkol A.J Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium
Indonesia Timur. Pada waktu itu keadaan Makasar tidak
tenang karena rakyat yg anti federal mengadakan
demonstrasi sebagai desakan agar NIT secepatnya
bergabung dengan RI. Sedangkan sebagian dari mereka
setuju dengan system federal juga mengadakan
demonstrasi, sehingga ketegangan mulai bertambah.
Pada jam 5 pagi 5 April 1950 Andi Aziz dan pasukannya
menyerang markas TNI di Makasar. Dalam waktu singkat
kota Makasar berhasil dikuasai oleh gerombolan penyerbu
karena kurangnya asukan dari TNI. Beberapa orang TNI
ditawan dan Kolonel A.J Mokoginta ditawan.
Pada tanggal 5 April Perdana Menteri NIT Ir. P.D.
Diapari mengundurkan diri karena tidak setuju
dengan tindakan Andi Aziz.
Selain itu pemerintah RIS mengeluarkan ultimatum
pada tanggal 8 April yang menginstruksikan agar
Andi Aziz dalam waktu 4x24 jam atang melaporkan
diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya dan menyerahkan senjata-senjata
dan juga tawanannya.
Pada tanggal 26 April pasukan ekspedisi di bawah
Kolonel Kawilarang sampai di Sulawesi Selatan.
Bentrokan senjata masih terjadi dan pada tanggal 8
Agustus pihak KL-KNIL minta berunding dan
perundingan diadakan antara Jendral Scheffelar dari
KL-KNIL dengan Kolonel Kawilarang. Hasil dari
perundingan ini adalah bahwa kedua belah pihak
setuju dihentikannya tembak menembak dan dalam
waktu dua hari pasukan KL-KNIL akan meninggalkan
REPUBLIK
MALUKU
SELATAN (RMS)
Pemberontakan Republik Maluku
Selatan (RMS)
Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang
dipimpin oleh Mr. Dr.Christian Robert Steven
Soumokil(mantan jaksa agung NIT) merupakan
sebuah gerakan sparatisme yang bertujuan untuk
membentuk Negara sendiri. Pada waktu keadaan di
Ambon sedang kacau karena banyak anggota KNIL
yang bergabung dengan TNI, hal tersebut tidak
disukai oleh Belanda karena RI akan menjadi lebih
kuat. Untuk mencegah hal tersebut maka Belanda
mulai menghasut dan menyebarkan desas- desus
yang buruk tentang TNI dan RI. Keadaan ini sangat
menguntungkan Saumokil dan pada tanggal 25 April
1950 dia memproklamasikan berdirinya Republik
Maluku Selatan.
Ketika pemerintah RIS pada tanggal 17
Agustus 1950 menjadi Negara kesatuan RI,
RMS belum bisa ditumpas seluruhnya. Salah
satu tokoh dari TNI yaitu Letnan Kolonel
Slamet Riyadi gugur dalam pertempuran
sewaktu menyerang benteng Victoria di
Ambon. Operasi APRIS dilakukan dari pulau
ke pulau dan menghancurkan pasukan RMS.
Serdadu-serdadu RMS melarikan diri ke
hutan hutan dan pada bulan Desember
1963 Maluku dapat diamankan kembali
setelah Dr. Saumokil tertangkap. Dan
wilayah Maluku pulih kembali.
PRRI (Pemerintah
Revolusioner Republik
Indonesia)
1. Latar Belakang
PRRI berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin
Prawiranegara sebagai pejabat presiden. Permesta
(Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya
mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan
bersama itu disebut PRRI/Permesta.
Pemberontakan PRRI dan Permesta terjadi karena adanya
ketidakpuasan beberapa daerah di Sumatra dan Sulawesi
terhadap alokasi biaya pembangunan dari pemerintah pusat.
Ketidakpuasan tersebut didukung oleh beberapa panglima
militer. Selanjutnya mereka membentuk dewan-dewan
militer daerah, seperti :
-Dewan Banteng di Sumatra Barat dipimpin oleh
Kolonel Achmad Husein dibentuk pada 20
Desember 1956
-Dewan Gajah di Medan dipimpin oleh
Kolonel Maludin Simbolon, Panglima Tentara
dan Teritorium I (TTI) pada tanggal 22
Desember 1956.
-Dewan Garuda di Sumatra Selatan dipimpin
oleh Letkol Barlian.
Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein
menuntut agar Kabinet Djuanda
mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24
jam, dan menyerahkan mandatnya kepada
presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak
pemerintah pusat. Lalu pemerintah
bertindak tegas dengan memecat secara
tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon,
Zulkifli Lubis, dan Dahlan.
Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958
KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam
Sumatra Tengah dan selanjutnya
menempatkan langsung di bawah KSAD
Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad
Hussein memproklamasikan berdirinya
Agar semakin tidak membahayakan negara, pemerintah
melancarkan operasi militer untuk menumpas PRRI.
Berikut ini operasi militer tersebut.
1. Operasi 17 Agustus dipimpin Kolonel Ahmad Yani
untuk wilayah Sumatra Tengah. Selain untuk
menghancurkan kaum sparatis, operasi ini juga
dimaksudkan untuk mencegah agar gerakan tidak
meluas, serta mencegah turut campurnya kekuatan
asing.
2. Operasi Tegas dipimpin Letkol Kaharudin
Nasution. Tugasnya mengamankan Riau, dengan
pertimbangan mengamankan instalasi minyak asing
di daerah tersebut dan mencegah campur tangan asing
dengan dalih menyelamatkan negara dan miliknya.
3. Operasi Saptamarga untuk mengamankan daerah
Akhirnya pimpinan PRRI menyerah satu per
satu. Misalnya Ahmad Hussein tanggal 29 Mei
1961 melaporkan diri beserta pasukannya, dan
diikuti yang lain. Dengan demikian
pemberontakan PRRI dapat dipadamkan.
G30 S/PKI
Gerakan 30
September Partai
Komunis Indonesia
A. SEJARAH DAN KRONOLOGIS PERISTIWA G
30 S/PKI
Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30
S PKI adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal
30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer
Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh
dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai
usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai
Komunis Indonesia. Sebelumnya, pada tahun 1948 PKI
sudah pernah mengadakan pemberontakan di Madiun.
Pemberontakan tersebut dipelopori oleh Amir
Syarifuddin dan Muso. Sebenarnya Partai Komunis
Indonesia (PKI) sudah lama melakukan perlawanan dan
pemberontakan terhadap Indonesia.
Kelompok ini bersikeras untuk mengganti dasar negara
Republik Indonesia, yakni Pancasila menjadi negara
yang berdasar asas komunis. Namun, melalui
demokrasi terpimpin kiprah PKI kembali bersinar.
Terlebih lagi dengan adanya ajaran dari presiden
Soekarno tentang Nasakom (Nasional, Agama,
Komunis) yang sangat menguntungkan PKI karena
menempatkannya sebagai bagian yang sah dalam
politik Indonesia.
Menjelang terjadinya G30SPKI yang secara fisik
dilakukan dengan kekuatan militer dipimpin Letnan
Kolonel Untung mulai bergerak dinihari 1Oktober 1965
untuk melakukan serangkaian penculikan dan
pembunuhan terhadap enam perwira tinggi dan seorang
perwira pertama dari AD
Para korban dibawa ke Lubang Buaya(sebelah selatan pangkalan udara utama
Halim Perdana Kusuma). Lalu dimasukkan ke sumur tua dan ditimbun dengan
sampah dan tanah.
1.Letnan Jenderal Ahmad Yani
2.Mayjen Haryono Mas Tirtodarmo
3.Mayjen R.Suprapto
4.Mayjen Suwondo Parman
5.Brigjen Donald Izacus Panjaitan
6.Brigjen Sutoyo Siswomiharjo
7.Letnan Satu Pierre Andreas Tendean.
Sementara itu, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil
meloloskan diri dari penculikan. Akan tetapi, putrinya Ade
Irma Suryani terluka parah karena tembakan penculik dan
akhirnya meninggal di rumah sakit. Pada waktu bersamaan
G30SPKI mencoba untuk mengadakan perebutan kekuasaan
di Yogyakarta, Solo, Wonogiri, Semarang. Berikut kronologis
penumpasan G30SPKI.
1. Tanggal 1 Oktober 1965
Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi
dapat direbut kembali oleh pasukan RPKAD.
2. Tanggal 2 Oktober 1965
Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD
di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo
atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pukul 12.00
siang, seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai
oleh TNI AD.
3. Tanggal 3 Oktober 1965
Pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I
Santoso berhasil menguasai daerah Lubang
Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI AD
dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi
Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI,
tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan
bahwa para perwira TNI AD tersebut dibawah ke
4. Tanggal 4 Oktober 1965
Penggalian Sumur Lubang Buaya dengan disaksikan
pimpinan sementara TNI AD Mayjen Soeharto. Jenazah
para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua
tersebut terlihat adanya kerusakan fisik yang sedemikian
rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa
Indonesia betapa kejamnya siksaan yang mereka alami
sebelum wafat.
5. Tanggal 5 Oktober 1965
Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI
AD tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar
Angkatan Darat.
6. Tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah
yang diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira
TNI AD tersebut ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi.
Berikut Rangkuman dari Pemberontakan
yang Mengancam Disintegrasi Bangsa

RANGKUMAN.docx

Anda mungkin juga menyukai