1. Pada awal kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalami kekacauan dalam bidang politik dan
ekonomi yang diakibatkan oleh beberapa faktor, terutama masih adanya campurtangan
Belanda yang berusaha untuk mengancurkan Republik Indonesia yang baru saja terbentuk.
2. Pada tanggal 27 Desember 1949 diadakan penandatanganan pengakuan kedaulatan,
sehingga Belanda secara resmi mengakui kedaulatan pemerintah RI. Upacara
penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan dilakukan pada tanggal 27 Desember 1949.
3. Dengan disetujuinya hasil-hasil Konferensi Meja Bundar pada tanggal 2 November 1949 di
Den Haag, maka terbentuklah negara Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS terdiri dari 16
negara bagian. Kepala negara RIS yang pertama adalah Ir. Soekarno dengan Perdana Menteri
Drs. Mohammad. Hatta. Ketua DPR RIS adalah Mr. Sartono.
4. Dalam waktu kurang dari setahun, pamor RIS di mata rakyat jatuh. Rakyat di negara-negara
bagian mengadakan demonstrasi untuk membubarkan RIS dan menuntut kembali ke dalam
NKRI. Faktor-faktor yang mengakibatkan RIS kembali ke Negara Republik Indonesia adalah:
Bentuk negara RIS tidak mendapatkan dukungan dari sebagian besar rakyat Indonesia,
Sebagian besar anggota-anggota Kabinet RIS adalah golongan nasionalis pendukung
Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Sistem negara federal oleh rakyat dianggap sebagai alat pihak Belanda untuk memcah
belah bangsa Indonesia supaya Belanda dapat berkuasa kembali di Indonesia,
Dasar pembentukan RIS sangat lemah,
RIS tidak didukung oleh ideology yang kuat,
Tujuan ketatanegaraan RIS tidak jelas,
Bentuk negara federal dianggap bertentangan dengan cita-cita sumpah pemuda dan
proklamasi Indonesia,
Bentuk negara federal bertentangan dengan Pancasila terutama sila ke tiga.
5. Ketika Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, UUD yang digunakan sebagai landasan
hukum Republik Indonesia bukan kembali UUD 1945, sebagaimana yang ditetapkan oleh
PPKI pada awal kemerdekaan, namun menggunakan UUD Sementara 1950 (UUDS 1950).
Sistem pemerintahan negara menurut UUD Sementara 1950 adalah sistem parlementer.
Artinya, kabinet disusun menurut perimbangan kekuatan kepartaian dalam parlemen dan
sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh wakil-wakil partai dalam parlemen. Presiden hanya
sebagai Kepala Negara yang merupakan lambang kesatuan saja, sedangkan Kepala
Pemerintahan dipegang oleh seorang Perdana Menteri. Hal ini dinamakan pula Demokrasi
Liberal, sehingga era ini dikenal sebagai zaman Demokrasi Liberal.
6. Pada masa pemerintahan demokrasi liberal, di tanah air muncul banyak partai. Partai-partai
tersebut antara lain PNI, Masyumi, NU, PKI, PSI, Murba, PSII, Partindo, Parkindo, dan Partai
Katolik. Sistem multi partai tersebut menimbulkan persaingan antargolongan. Persaingan itu
menjurus ke arah pertentangan golongan. Akibatnya, kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara menjadi terganggu, sehingga terjadi ketidakstabilan politik yang diwarnai
oleh jatuh bangunnya cabinet, yaitu:
Kabinet Natsir (6 September 1950 – 20 Maret 1951).
Kabinet Sukiman (26 April 1951 - Februari 1952).
Kabinet Wilopo (April 1952 - Juni 1953).
Kabinet Ali Sastroamijoyo I (Juli 1953 – Agustus 1955).
Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955- Maret 1956)
Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956 -Maret 1957).
Kabinet Juanda (Maret 1957 - Juli 1959).
7. Pada masa Demokrasi Liberal terjadi pemilihan umum pertama di Indonesia pada tahun
1955, Pelaksanaan pemilihan umum 1955 bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang
akan duduk dalam Parlemen dan Dewan Konstituante. Pemilu I yang diselenggarakan pada
tahun 1955 dilaksanakan dua tahap, yaitu:
tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau
Parlemen,
tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante (Dewan
Pembentuk Undang-Undang Dasar).
8. Tujuan Pemilu tahun 1955 adalah membentuk DPR dan Konstituante. Salah satu tugas
Konstituante adalah menyusun atau merumuskan Rancangan Undang-Undang Dasar
(Rancangan UUD) sebagai pengganti UUDS 1950. Dalam perkembangannya, para anggota
Konstituante terpecah menjadi dua kelompok utama, yaitu kelompok Islam dan kelompok
non Islam (nasionalis dan sosialis). Ternyata, antara kedua kelompok tersebut tidak pernah
tercapai kata sepakat mengenai isi Rancangan UUD. Dengan demikian, tidak mengherankan
apabila Konstituante, akhirnya gagal melaksanakan tugasnya. Untuk mengatasi permasalah
yang terjadi di dalam tubuh dewan konstituante, Soekarno dan TNI tampil untuk mengatasi
krisis yang sedang melanda Indonesia dengan mengeluarkan Dekrit Presiden tahun 1955,
yang berisi:
Pembubaran Konstituante.
Berlakunya UUD 1945.
Akan dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
9. Perkembangan ekonomi pada masa demokrasi liberal tidak menunjukkan arah yang stabil.
Anggaran pemerintah mengalami defisit. Defisit itu disebabkan antara lain oleh beberapa hal
berikut ini.
Pengeluaran pemerintah yang semakin meningkat karena tidak stabilnya situasi politik.
Pemerintah tidak berhasil meningkatkan produksi dengan menggunakan sumber-sumber
yang masih ada.
Politik keuangan dirancang di Belanda sebagai akibat dari politik kolonial Belanda. Kita
tidak diwarisi ahli-ahli ekonomi yang cukup.
10. Beberapa kebijakan yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi ekonomi pada masa
Demokrasi Liberal, adalah sebagai berikut:
Gunting Syafruddin
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Rencana Soemitro
Nasionalisasi De Javasche Bank Menjadi Bank Indonesia
Sistem Ali Baba
Devaluasi nilai mata uang
Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas)