Anda di halaman 1dari 3

Faktor ideologi PEMBERONTAKAN PKI MADIUN 

Latar belakang 

Awal mula meletusnya peristiwa pemberontakan PKI dilatarbelakangi oleh kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi Tentara (RERA)
yang dimulai pada tanggal 27 Februari 1948. Kebijakan RERA bertujuan untuk mengurangi jumlah angkatan bersenjata dan
mengurangi anggaran di bidang militer. RERA dikeluarkan setelah Indonesia mengalami kerugian dalam perjanjian Renville
menghadapi Belanda. Dalam pelaksanaannya, telah terjadinya gejolak dikalangan kiri yang menganggap kebijakan RERA sangat
merugikan bagi Indonesia karena dapat mengurangi tingkatan kekuatan militer yang dimiliki. 

Pada tanggal 10 Agustus 1948, Musso yang baru saja pulang dari Uni Soviet, mengajak FDR untuk bekerjasama dengan PKI. Rencana
pemberontakan di Madiun ini sebenarnya tidak disepakati oleh beberapa tokoh PKI, tapi didukung barisan kelompok kiri lainnya
dengan rencana untuk menguasai daerah - daerah yang dianggap strategis di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Dari bulan Juli hingga September 1948, terjadi beberapa pembunuhan serta penculikan terhadap golongan kiri dan angkatan darat.
Pemerintah pusat segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan memerintahkan TNI untuk memulihkan
keamanan di Surakarta dan tidak terlibat adu domba yang ada. Operasi ini dipimpin Kolonel Gatot Subroto.

Tujuan dan Akhir 

Terdapat 5 tujuan atau rencana FDR/PKI di peristiwa Madiun 1948 :

- Pasukan PKI dibawah kepimpinan Musso akan ditempatkan di lokasi strategis.

- Tempat untuk bergerilya adalah Madiun

- Terdapat tentara-tentara ilegal yang terlibat 

- Akan merencanakan demonstrasi dalam skala besar hingga menggunakan kekerasan. 

Pada tanggal 18 september 1948 secara resmi kelompok warok dari ponorogo menentang pemerintahan RI di Yogyakarta. Dipimpin
Musso PKI dan FDR berhasil menguasai Madiun  dan mendeklarasikan “Republik Soviet Indonesia”. Atas peristiwa tersebut
membuat pemerintah RI mengambil pada 20 September 1948 mengambil tindakan operasi untuk menumpas kisruh di Madiun
dibawah komando Kolonel A.H. Nasution. Pada tanggal 30 September 1948, Musso tewas tertembak di Ponorogo sedangkan Amir
Syarifuddin tertangkap di Grobogan dan dijatuhi hukuman mati.

Faktor kepentingan Pemberontakan Republik Maluku Selatan

Latar Belakang Pemberontakan Republik Maluku Selatan

Hasil dari Konferensi Meja Bundar atau KMB menghasilkan lima point utama yaitu

 Belanda mengakui pedaulatan Republik Indonesia Serikat.


 Diputuskannya beberapa persetujuan pokok dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.
 Penyelesaian masalah Irian Barat.
 Pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat atau APRIS dan membubarkan tentara kerajaan Hindia Belanda
atau Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL) dan dimasukan kedalam APRIS.
 Kerajaan Belanda dan Indonesia membentuk Uni Indonesia-Belanda.
 Indonesia haru membayar hutang ke Belanda dari tahun 1942.

Dari hasil KMB tersebut point ke empat yang membuat para tentara KNIL di Indonesia menjadi khawatir akan pembubaran dan
mantan tentara KNIL ini tidak ingin bergabung dengan APRIS. Akhirnya para mantan tentara KNIL ini meminta tolong ke Dr. Christian
Robert Steven Soumokil yang merupakan mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur untuk membantu melawan tentara APRIS di
Negara Indonesia Timur atau NIT. Akhirnya Dr. Soumokil bersama mantan tentara KNIL melakukan perlawanan dan menghasut
rakyat untuk membentuk negara sendiri lepas dari NIT dan Indonesia.

Pemberontakan Republik Maluku Selatan atau RMS

Pada 25 April 1950, Dr. Soumokil memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan atau RMS dan menetapkan Ambon
menjadi Ibu Kota RMS. Proklamasi ini didukung penuh oleh mantan tentara KNIL dan rakyat yang pro Belanda mendukung
proklamasi tersebut. Sejak saat itu RMS melakukan propaganda untuk menghasut rakyat untuk gabung sama RMS dan bagi rakyat
yang menolak akan dihukum penjara.
Penumpasan Pemberontakan RMS

Untuk menyelesaikan pemberontakan RMS, pemerintah Indonesia mengirim dr. Leimena ke Maluku pada 29 April 1950 untuk
melakukan negosiasi damai. Namun, kedatangan dr. Leimena ditolak oleh Dr. Soumokil. Akbat penolakan perundingan damai
tersebut, pemerintah Indonesia melakukan Gerakan Operasi Militer atau GOM pada 14 Juli 1950 yang dipimpin oleh Kolonel A.E.
Kawilarang.

Pemberontak RMS memusatkan kekuatannya di Pulau Seram dan Ambon, mereka juga menguasai perairan didaerah Maluku
Tengah. Pemberotak RMS juga menghancurkan dan memblokade kapal-kapal milik pemerintah Indonesia. APRIS pada 28 September
1950 melakukan serangan untuk merebut kota Ambon dan serangan tersebut berhasil dilakukan.

Setelah dikuasainya Maluku oleh APRIS, sisa pemberontak RMS bersama Dr. Soumokil melarikan diri ke Pulau Seram. Pasukan RMS
yang tersisa terus melakukan pemberontakan hingga pada 2 Desember 1963, Dr. Soumokil berhasil ditangkap dan diberikan
hukuman mati pada 12 April 1966.

Faktor sistem pemerintahan PRRI/Permesta

Latar Belakang Pemberontakan

Setelah kembalinya RIS kebentuk NKRI, keadaan Indonesia masih belum stabil karena adanya pergolakan didaerah-daerah seperti di
Sumatera dan Sulawesi. Faktor pemberontakan di Sulawesi karena kesenjangan dana bantuan dari pemerintah pusat dan kalau di
Sumatera karena konflik Angkatan Darat. Konflik Angkatan Darat tersebut terjadi karena adanya pengurangan jumlah pasukan di
Divisi Banteng yang ada di Sumatera.

Jalannya Pemberontakan

Bentuk protes yang dilakukan oleh Dewan Banteng adalah memutus hubungan dengan pemerintah pusat dan membentuk struktur
pemerintahan daerah. Oleh sebab itu Divisi Banteng yang berada di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein
membentuk dewan-dewan yang bertugas mengumpulkan aspirasi rakyat. Dewan-dewan tersebut bernama Dewan Gajah di
Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatera Selatan. Di Sulawesi juga terdapat dewan yang bernama Dewan Manguni. Akhirnya
dewan-dewan yang terbentuk ini melakukan pemberontakan di Sumatera dan Sulawesi.

Pemberontakan PRRI/Permesta

Pemberontakan di Sulawesi diberi nama Perjuangan Rakyat Semesta atau Permesta yang dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual yang
diproklamasikan pada 2 maret 1957 yang ditandatangani oleh 51 tokoh masyarakat di Indonesia Timur.

Lalu, pemberontakan di Sumatera terjadi pada 10 Februari 1958, yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Huseinn yang menyampaikan
sebuah ultimatum bahwa Kabinet Juanda harus mengembalikan mandate ke Presiden Soekarno lalu memerintahkan Mohammad
Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk mendirikan Kabinet Nasional.

Pemerintah merespon dengan memberhentikan Letkol Ahmad Husein , setelah diberhentikan Letkol Ahmad Husein
memproklamasikan pendirian Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI pada 15 Februari 1958. Diwaktu bersamaan
PRRI mendapat dukungan dari Permesta maka bersatulah pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi.

Penumpasan Pemberontakan PRRI/Permesta

Penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta pemerintah menggunakan kekuatan militer. Di Sumatera pemerintah mengirim
pasukan dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani. Operasi militer ini diberinama Operasi 17 Agutus. Operasi ini berhasil mempersempit
pergerakan pasukan PRRI. Pemerintah lewat Jenderal A.H Nasution melakukan diplomasi untuk mengajak PRRI menyerah dan
kembali ke NKRI. Diplomasi dari A.H Nasution berhasil meyakinkan Letkol Ahmad Husein dan bersama pasukannya untuk
menyerahkan diri ke pemerintah.

Lalu, pemberontakan Permesta juga dilakukan dengan cara militer yang mengirim Letkol Rukmintoo untuk memimpin Operasi
Merdeka pada bulan April 1958. Penumpasan Permesta menghadapi tantangan yang sulit karena persenjataan yang lengkap dan
saat operasi militer dilakukan terdapat bukti keterlibatan pihak asing. Tentara Indonesia menembak jatuh sebuah pesawat yang
pilotnya bernama Allan Pope yang merupakan intelijen Amerika Serikat. Akhirnya di pada 1961, para pemimpin gerakan Permesta
menyerahkan diri ke NKRI lalu diberikan sebuah pengampunan.

Anda mungkin juga menyukai