Anda di halaman 1dari 9

A.

Latar Belakang dan Tujuan Pemberontakan Republik Maluku Selatan


(RMS)
Sejak masa kemerdekaan sampai sekarang sebagian daerah di Indonesia pernah
mengalami gangguan keamanan. Gangguan itu ada yang dapat diselesaikan oleh aparat
keamanan/pemerintah daerah setempat, tetapi ada pula yang harus diselesaikan oleh bantuan
aparat keamanan yang datang dari daerah lain (di BKO kan) ataupun bantuan dikirim dari
pemerintah pusat.
Gangguan itu baik kecil maupun besar seperti antara lain pemberontakan PKI Komunis
Muso di Madiun, pemberontakan DI/TII Kartosuwirjo di Jawa Barat, pemberontakan DI/TII
Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan, pemberontakan DI/TII Daud Bereureh di Aceh, Gerakan
Negara Papua Merdeka di Irian Jaya (Papua) Pemberontakan PRRI di Sumatera Barat,
Pemberontakan Permesta di Sulawesi, Pemberontakan RMS di Maluku dan seterusnya.
Pada tanggal 25 April 1950, Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan oleh
sekelompok orang mantan prajurit KNIL dan masyarakat Pro-Belanda yang di antaranya ialah
Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur.
Pemberontakan RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak hanya ingin memisahkan diri dari
Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara sendiri yang terpisah dari wilayah
RIS. Pada awalnya, Soumokil, salah seorang mantan jaksa agung NIT ini, juga pernah terlibat
dalam pemberontakan Andi Azis. Akan tetapi, setelah upayanya untuk melarikan diri, akhirnya
dia berhasil meloloskan diri dan pergi ke Maluku. Selain itu, Soumokil juga dapat memindahkan
anggota KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makasar ke Ambon.
Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan
untuk melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum
diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang
beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara
Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil
mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara itu,
sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang
buruk oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan
berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden dan Albert
Wairisal sebagai Perdana Menteri.
Pada tanggal 27 April 1950 Dr.J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai Wakil Presiden RMS
untuk daerah luar negeri dan berkedudukan di Den Haang, Belanda, dan pada 3 Mei 1950,
Soumokil menggantikan Munuhutu sebagai Presiden Rakyat Maluku Selatan. Pada tanggal 9
Mei, dibentuk sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS) dan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson
diangkat sebagai panglima tertinggi di angkatan perang tersebut.
1. Awal Mula Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Pada tanggal 20 April tahun 1950, diajukannya mosi tidak percaya terhadap
parlemen NIT sehingga mendorong kabinet NIT untuk meletakan jabatannya dan akhirnya
kabinet NIT dibubarkan dan bergabung ke dalam wilayah NKRI. Kegagalan pemberontakan
yang di lakukan oleh Andi Abdoel Azis (Andi Azis) menyebabkan berakhirnya Negara Indonesia
Timur. Akan tetapi Soumokil bersama para anggotanya tidak akan menyerah untuk melepaskan
Maluku Tengah dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indoneisa. Bahkan dalam perundingan
yang berlangsung di Ambon dengan pemuka KNIL beserta Ir. Manusaman, ia mengusulkan
supaya daerah Maluku Selatan dijadikan sebagai daerah yang merdeka, dan bila perlu seluruh
anggota dewan yang berada di daerah Maluku Selatan dibunuh. Namun, usul tersebut ditolak
karena anggota dewan justru mengusulkan supaya yang melakukan proklamasi kemerdekaan di
Maluku Selatan tersebut adalah Kepala Daerah Maluku Selatan, yaitu J. Manuhutu. Akhirnya, J.
Manuhutu terpaksa hadir pada rapat kedua di bawah ancaman senjata.

2. Upaya Penumpasan Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)


Terbentuknya RMS secara jelas mengancam kesatuan Indonesia yang saat itu sedang
dalam proses kembali ke NKRI. Oleh sebab itu, beberapa upaya dilakukan oleh pemerintah
untuk membujuk RMS kembali dan bergabung dengan NKRI. Beberapa upaya tersebut
diantaranya seperti:

- Upaya Damai dan Berunding


Tindakan atau upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang pertama dilakukan adalah dengan
upaya damai. Pada tanggal 27 April 1950, pemerintah mengirimkan Dr. J. Leimena dan
rombongan ke Ambon untuk menyampaikan permintaan berdamai kepada RMS. Tidak hanya
untuk berdamai saja, tetapi juga untuk membujuk RMS untuk tetap bergabung dengan NKRI.
Sayangnya langkah damai yang diambil pemerintah di tolak oleh Soumokil dengan mengirimkan
surat berisi penolakan untuk damai dan berunding. Ditambah lagi, Soumokil justru meminta
bantuan dan juga pengakuan dari negara lain seperti Belanda, Amerika Serikat, hingga juga
komisi PBB untuk Indonesia.

- Blokade Laut
Ketika upaya damai dan berunding ditolak mentah-mentah oleh Soumokil, pemerintah Indonesia
kemudian merencanakan untuk melakukan blokade laut. Upaya ini bertujuan untuk memaksa
pihak RMS agar bersedia untuk berunding. Blokade laut sendiri dilakukan pada 18 Mei hingga
14 Juli 1950 dengan melakukan pengawasan di semua perairan Maluku dan juga penghancuran
terhadap kapal-kapal pemberontak. Sayangnya upaya kedua ini juga belum berhasil memaksa
Soumokil untuk bersedia berunding dengan pemerintah Indonesia. Oleh sebab itulah
direncanakan untuk melakukan upaya atau langkah yang ketiga, yaitu ekspedisi atau operasi
militer.
- Ekspedisi atau Operasi Militer
Ketika kedua upaya sebelumnya masih tidak berhasil dan bahkan ditolak mentah-metah oleh
Soumokil, pemerintah kemudian memutuskan untuk melakukan ekspedisi militer dibawah
kepemimpinan Kolonel Kawilarang seorang panglima Indonesia Timur. Operasi militer tersebut
dikenal sebagai Gerakan Operasi Militer IV atau GOM IV untuk memberantas pemberontakan
RMS. Operasi militer ini berhasil menguasai Ambon pada awal November 1950, tetapi konflik
di Seram masih tetap berlanjut hingga Desember 1963. Hingga kemudian pemimpin RMS,
Soumokil, berhasil di tangkap pada 12 Desember 1963 dan dihadapkan pada Mahkamah Luar
Biasa di Jakarta. Dimana kemudian menghasilkan keputusan bahwa Soumokil dijatuhi hukuman
mati.
Tidak hanya berhenti di ketiga upaya tersebut saja, namun pemerintahan RI dibawah
kepemimpinan Soekarno-Hatta juga mengultimatum semua aktivis RMS yang memproklamirkan
berdirinya Republik Maluku Selatan atau RMS untuk segera menyerahkan diri kepada
pemerintah RI. Sehingga semua aktivis tersebut berhasil ditangkap oleh pasukan militer yang
dikirimkan pemerintah Indonesia dari pulau Jawa.
Beberapa tokoh dari pimpinan sipil dan militer RMS yang tertangkap akhirnya dimajukan
ke meja hijau. Pada tanggal 8 Juni 1955, hakim menjatuhi sanksi hukuman tehadap :
1. J.H Munhutu, Presiden RMS di Hukum selama 4 Tahun.
2. Albert Wairisal, menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 5 Tahun.
3. D.J Gasper, menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri di jatuhi hukuman 4 ½ Tahun.
4. J.B Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun.
5. G.G.H Apituley, menjabat sebagai Menteri Keuangan di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun.
6. Ibrahim Oharilla, menjabat sebagai Menteri Pangan di jatuhi hukuman selama 4 ½ Tahun.
7. J.S.H Norimarna, menjabat sebagai Menteri Kemakmuran di jatuhi hukuman selama 5 ½.
Tahun.
8. D.Z Pessuwariza, menjabat sebagai Menteri Penerangan di jatuhi hukuman selama 5 ½ Tahun.
9. Dr. T.A Pattirajawane, menjabat sebagai Menteri Kesehatan di jatuhi hukuman selama 3
Tahun.
10. F.H Pieters, menjabat sebagai Menteri Perhubungan di jatuhi hukuman selama 4 Tahun.
11. T. Nussy, menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS di jatuhi hukuman selama 7 tahun.
12. D.J Samson, menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS di jatuhi hukuman selama
10 Tahun.
Sementara itu, Dr. Soumokil, pada masa itu ia masih bertahan di hutan-hutan yang berada
di pulau Seram sampai akhirnya ditangkap pada tanggal 2 Desember 1963. Pada Tahun 1964,
Soumokil dimajukan ke meja hijau. Selama persidangan Soumokil berlangsung, meskipun ia
bisa berbahasa Indonesia, namun pada saat itu ia selalu memakai Bahasa Belanda, sehingga pada
saat persidangan di mulai, hakim mengutus seorang penerjemah untuk membantu persidangan
Soumokil. Akhirnya pada tanggal 24 April 1964, Soumokil akhirnya dijatuhi hukuman mati.
Eksekusi pun dilaksanakan pada tanggal 12 April 1966 dan berlangsung di Pulau Obi yang
berada di wilayah kepulauan Seribu di sebelah Utara Kota Jakarta.
Sepeninggal Soumokil, sejak saat itu RMS berdiri di pengasingan di Negeri Belanda.
Pengganti Soumokil adalah Johan Manusama. Ia menjadi presiden RMS pada tahun 1966-1992,
selanjutnya digantikan oleh Frans Tutuhatunewa sampai tahun 2010 dan kemudian digantikan
oleh John Wattilete.

3. Dampak dari Pemberontakan RMS di Maluku


Berhasilnya pemerintah Indonesia menghentikan RMS merupakan salah satu upaya besar
pemerintah untuk kembali pada NKRI. Pemberontakan RMS sendiri merupakan salah satu
contoh ancaman terhadap NKRI yang menyebabkan beberapa dampak, baik dampak positif
maupun dampak negatif. Beberapa dampak tersebut diantaranya seperti :

1. Dampak positif
Adanya pemberontakan RMS pastinya membuat masyarakat, terutama masyarakat Maluku
kembali sadar akan pentingnya kesatuan bangsa. Selain itu, diterapkannya kembali penghargaan
dan juga pengembalian pedoman atau orientasi adat istiadat serta budaya Maluku pada
masyarakat setempat. Dimana kondisi tersebut juga menyadarkan masyarakat Maluku akan
pentingnya dan kokohnya adat istiadat dan juga kebudayaan Maluku itu sendiri.

2. Dampak Negatif
Dibandingkan dengan dampak positif, RMS lebih banyak memberikan dampak negatif
terutama bagi negara Indonesia. Beberapa dampak tersebut diantaranya seperti :

- Jatuhnya korban jiwa dan kerusakan materiil


Dampak yang sangat jelas terlihat dari adanya pemberontakan RMS adalah banyaknya korban
jiwa yang berjatuhan dan juga adanya kerusakan materiil. Pemberontakan yang terjadi
menimbulkan kericuhan dan juga ancaman tidak hanya bagi kestabilan Indonesia saja, tetapi juga
menimbulkan ancaman bagi masyarakat. Banyaknya korban yang yang ditimbulkan baik dari
anggota RMS maupun dari pihak pemerintah Indonesia pastinya menjadi dampak yang negatif,
belum lagi dengan banyaknya fasilitas negara maupun masyarakat yang menjadi rusak pula.

- Hubungan antar kelompok di Maluku terganggu


Berdirinya RMS dan terjadinya pemberontakan juga menyebabkan hubungan antar kelompok di
Maluku terganggu, terutama bagi kelompok pendukung RMS dan kelompok pendukung NKRI.
RMS menimbulkan berbagai contoh konflik sosial dalam masyarakt di wilayah Maluku, keadaan
tersebut juga menyebabkan masyarakat bingung akan status kewarganegaraan mereka, sehingga
hubungan antar anggota masyarakat juga terganggu.

- Mengancam stabilitas NKRI


Seluruh pemberontakan atau gerakan sparatisme secara jelas menyebabkan timbulnya ancaman
bagi stabilitas NKRI, termasuk juga dengan terbentuknya RMS. Terbentuknya RMS memberikan
ancaman dan juga rasa ketidaknyamanan bagi wilayah Indonesia, dimana pada masa itu sedang
dalam proses kembali dari RIS ke NKRI. Oleh sebab itu, pemerintah melakukan beberapa upaya
menjaga keutuhan NKRI untuk menghentikan pemberontakan yang terjadi agar dapat
menciptakan keamanan, kenyamanan, serta kestabilan NKRI.

- Migrasi besar-besaran ke Belanda


Berhasilnya pemberontakan RMS dihentikan menyebabkan adanya migrasi besar-besaran oleh
pada mantan serdadu KNIL dan juga para pendukung RMS ke Belanda. Seperti yang telah
disampaikan sebelumnya, mereka bahkan juga membentuk pemerintahan dalam pengasingan di
Belanda. Di Belanda sendiri, mereka ditempatkan pada kamp-kamp dan perumahan yang
terpencil. Tidak hanya itu, mereka juga diisolasikan dari masyarakat Belanda pada umumnya,
karena pemerintah Belanda tidak mendukung pemberontakan RMS kembali setelah proses
pemberontakan RMS tersebut gagal.

- Hubungan Indonesia dan Belanda terganggu


Berpindahnya pemerintahan RMS ke Belanda, dan juga adanya anggapan bahwa Belanda juga
ikut andil dalam pembentukan serta pemberontakan RMS kemudian menyebabkan pengaruh
pada hubungan antara Indonesia dan Belanda, terutama pada masa itu. Bahkan sempat adanya
percobaan pembunuhan terhadap duta besar Indonesia, kemudian juga semakin memperburuk
hubungan antara Indonesia dengan Belanda.

- Terjadinya aksi terorisme di Belanda


RMS juga menyebabkan adanya aksi terorisme di Belanda, dimana kondisi tersebut merupakan
suatu reaksi dari RMS terhadap pemerintah Belanda yang tidak mau membantu RMS. Beberapa
aksi terorisme yang sempat dilakukan seperti, percobaan pembunuhan duta besar Indonesia di
Belanda tahun 1970, penyanderaan di gedung provinsi di Assen tahun 1978, dan lain sebagainya.
Beberapa aksi teroris tersebut juga ikut memperburuk hubungan Indonesia dengan Belanda.

- Memberikan dampak berkelanjutan


Selain beberapa dampak diatas, pembentukan dan pemberontakan RMS juga menyebabkan
adanya dampak secara berkelanjutan. Beberapa dampak tersebut seperti masih adanya
pendukung RMS yang tidak ingin bergabung dengan NKRI, bahkan pada tahun 2002 terjadi
pengibaran bendera RMS di wilayah Indonesia, tepatnya di wilayah Maluku. Kejadian tersebut
tentunya mengganggu dan juga mengancam persatuan NKRI, yang kemudian menyebabkan 23
oang ditangkap oleh aparat kepolisian Indonesia. Bahkan tidak hanya berhenti disitu saja,
pengibaran bendera RMS di Maluku terus berlanjut hingga tahun 2004, hingga menyebabkan
adanya penangkapan dan juga konflik yang terjadi antara aktivis RMS dengan NKRI.
KESIMPULAN

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) ) merupakan sebuah gerakan sparatisme yang
bertujuan bukan hanya ingin memisahkan diri dari NIT melainkan untuk membentuk Negara
sendiri terpisah dari RIS. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipimpin oleh
Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil (mantan jaksa agung NIT Namun oleh Pemerintah
Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS
ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di
pengasingan, Belanda.

DAFTAR PUSTAKA

Internet
LAMPIRAN

Bendera Republik Maluku Selatan


sebelum tahun 2011

Bendera Republik Maluku Selatan


setelah tahun 2011

Lambang Republik Maluku Selatan


Dr. Christian Soumokil J.H Manuhutu

Dr. Leimena Alex Kawilarang


LAPORAN MATERI
PERJUANGAN MENGHADAPI ANCAMAN DISENTEGRASI BANGSA
( Pemberontakan Republik Maluku Selatan )

Disusun oleh :
Nama : Elma Okta Dwina
: Inna Dwi Iswanti
: Kharisma Ocktaviani
: Tantri Nurwenda
: Tedi Yuda Iskandar. P
Kelompok :6
Kelas : XII MIPA 3

SMA NEGERI 1 JALANCAGAK


TAHUN AJARAN 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai