Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil
yang berada di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut
juga dilakukan oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS,
menyerupai kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975
kelompok ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang kereta
api tersebut.
Pada tahun 2002, pada ketika peringatan proklamasi RMS yang ke-15
dilakukan, diadakan program pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari
kejadian ini, 23 orang ditangkap oleh pegawapemerintah kepolisian. Setelah
penangkapan penggagas tersebut dilakukan, mereka tidak mendapatkan
penangkapan tersebut alasannya dianggap tidak sesuai dengan hukum yang
berlaku. Selanjutnya mereka memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala
Kejaksaan Tinggi Maluku alasannya melaksanakan penangkapan dan penahanan
terhadap 15 orang yang diduga sebagai propokator dan pelaksana pengibaran
bendera RMS tersebut. Aksi pengibaran bendera tersebut terus dilakukan, dan
pada tahun 2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di
Kudamati. Akibat dari pengibaran bendera ini, sejumlah penggagas yang berada di
bawah naungan RMS ditangkap dan akhir dari penangkapan tersebut, terjadilah
sebuah konflik antara sejumlah penggagas RMS dengan Kelompok Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tidak cukup dengan agresi tersebut, Anggota RMS kembali menawarkan
keberadaannya kepada masyarakat Indonesia. Kali ini mereka tidak segan-segan
untuk meminta pengadilan negeri Den Haang untuk menuntut Presiden SBY
(Susilo Bambang Yudhoyono) dan menangkapnya atas kasus Hak Asasi Manusia
(HAM) yang dilakukan terhadap 93 penggagas RMS. Peristiwa paling parah
terjadi pada tahun 2007, dimana pada ketika itu, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono sedang menghadiri hari Keluarga Nasional yang berlangsung di
Ambon, Maluku. Ironisnya, pada ketika penari Cakalele masuk ke dalam
lapangan, mereka tidak tanggung-tanggung untuk mengibarkan bendera RMS di
hadapan presiden SBY.
M Iqbal S 2618