Anda di halaman 1dari 2

Pemberontakan Republik Maluku Selatan atau RMS adalah Gerakan separatis yang bertujuan ingin

memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (NIT) dan Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pemberontakan RMS diproklamirkan pada 25 April 1950 yang berlokasi di Ambon sebagai markas
pusat. Pulau-pulau terbesarnya adalah Seram, Ambon, dan Buru. RMS di Ambon dikalahkan oleh
militer Indonesia pada bulan November 1950, tetapi konflik di Seram masih berlanjut sampai
Desember 1963. Kekalahan di Ambon berujung pada pengungsian pemerintah RMS ke Seram,
kemudian mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di Belanda pada tahun 1966.

Tokoh yang mendirikan pemberontakan RMS adalah seorang mantan Jaksa Agung di Negara
Indonesia Timur, Bernama Dr. Christian Robert Steven Soumokil. Pemberontakan ini merupakan
kelanjutan dari pertentangan antar golongan uniritas dan federalis yang telah berkembang tahun
1946. Pemberontakan ini juga bagian dari pergolakan di Makassar sejak Pemberontakan Andi Aziz
pada awal 1950. Pemberontakan RMS dilatarbelakangi adanya keinginan mempertahankan Negara
federal.

Pada 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan
dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden, Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri dan para menteri
yang terdiri atas Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil, D.j. Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B
Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A. Nahlony, Dr. Th. Pattiradjawane, Ir. J.A. Manusama, dan Z.
Pesuwarissa. Pada 27 April 1950, Dr. J.P. Nikijuluw ditunjuk sebagai wakil Presiden RMS untuk daerah
Luar Negeri dan berkedudukan di Den Haag, Belanda. Pada 3 Mei 1950, Soumokil menggantikan
Manuhutu sebagai Presiden RMS. Pada 9 Mei 1950, dibentuk sebuah Angkatan Perang RMS (APRMS)
dengan Sersan Mayor KNIL, D.J Samson sebagai perwira tertinggi, Sersan Mayor Pattiwale sebagai
Kepala Staf dan anggota staf lainnya terdiri dari Sersan Mayor Kastanja, Sersan Mayor Aipassa dan
Sersan Mayor Pieter. Untuk sistem kepangkatannya mengikuti sistem dari KNIL (Koninklijke
Nederlands Indische Leger).

Berdirinya pemberontakan RMS dilatarbelakangi oleh kondisi situasi politik di Maluku yang sedang
tidak menentu, terutama setelah Konferensi Meja Bundar. Masa peralihan RIS menimbulkan
ketegangan dalam masyarakat Ambon.

Persoalan pemicu pemberontakan RMS ini bermula, dari pemikiran beberapa orang Ambon yang
berkuasa pada masa NIT. Hal tersebut, mengakibatkan masyarakat di Ambon mengalami
pertentangan sehingga terpecah menjadi dua kelompok, yakni kelompok republik yang berorientasi
pada nasionalisme Indonesia. Sementara di pihak lain, kelompok federalis atau pro-Belanda yang
tergabung dalam organisasi Gabungan Sembilan yang berorientasi mendukung kolonialisme Belanda,
seperti dikutip di buku Bahan Pembelajaran Sejarah Nasional Indonesia VI oleh Syarifuddin.

Pada 13 April 1950, Dr. Soumokil mengadakan rapat dengan berbagai pihak di Ambon. Pada tahun 23
April 1950, Dr. Soumokil menyelenggarakan rapat rahasia di Tulehu. Hasil dari rapat tersebut,
melahirkan sebuah gagasan untuk mendirikan Republik Maluku Selatan dan disepakati pula
pelaksanaan proklamasi Republik Maluku Selatan akan dilakukan oleh pemerintah
daerah.Pemerintah daerah yang ditunjuk untuk memproklamasikan Republik Maluku Selatan adalah
Kepala Daerah Maluku Selatan, J. Manuhutu. J. Manuhutu, dipaksa hadir dalam rapat rahasia Dr.
Soumokil. Di bawah tekanan pasukan KNIL, J. Manuhutu akhirnya menyetujui perintah terkait
proklamasi Republik Maluku Selatan.

Menindaklanjuti hal tersebut, pada 25 April 1950 pemerintahan Maluku Selatan mengikrarkan
proklamasi Republik Maluku Selatan. Selain itu, Dr. Soumokil menjabat sebagai Presiden RMS.
Menjelang waktu proklamasi, Dr. Soumokil sudah berhasil menghimpun kekuatan pasukan KNIL dan
pasukan Baret Hijau yang terlibat dalam pemberontakan Andi Aziz di Ambon. Sebenarnya Dr.
Soumokil ikut terlibat dalam pemberontakan Andi Aziz. Namun, ia berhasil kabur ke Maluku dan
memindahkan pasukan KNIL dari Makassar ke Ambon. Pemberontakan Andi Aziz dan pemberontakan
RMS memiliki kesamaan tujuan, yakni ketidakpuasan mereka terhadap proses kembalinya RIS ke
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Pemerintah mengutus Dr. J. Leimena untuk menyampaikan permintaan berdamai kepada RMS agar
tetap bergabung dengan NKRI. Tetapi, langkah pemerintah tersebut ditolak oleh Soumokil. Penolakan
ini membuat pemerintah Indonesia memutuskan untuk melaksanakan ekspedisi militer. Kolonel A.E.
Kawilarang dipilih sebagai pemimpin dalam melaksanakan ekspedisi militer tersebut. Beliau adalah
panglima tentara dan teritorium Indonesia Timur yang dirasa mengerti dan paham bagaimana
kondisi Indonesia di wilayah timur.

Akhirnya kota Ambon dapat dikuasai pada awal November 1950. Akan tetapi, ketika melakukan
perebutan Benteng Nieuw Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur. Namun, perjuangan gerilya
kecil-kecilan masih berlanjut di Pulau Seram sampai 1962. Setelah itu, pada tanggal 12 Desember
1963, Soumokil akhirnya dapat ditangkap dan kemudian dihadapkan pada Mahkamah Militer Luar
Biasa di Jakarta. Berdasarkan keputusan Mahkamah Militer Luar Biasa, Soumokil dijatuhi hukuman
mati. Pada akhirnya pemberontakan RMS berhasil dihentikan oleh pemerintah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai