Anda di halaman 1dari 2

Pemberontakan RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak hanya ingin memisahkan diri

dari Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara sendiri yang terpisah dari
wilayah RIS.

1. Penyebab / Latar Belakang Pemberontakan RMS


Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan RMS memiliki kesamaan tujuan yaitu, mereka
tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI).
Benih Separatisme-pun akhirnya muncul. Para biokrat pemerintah daerah memprovokasi
masayarakat Ambon bahwa penggabungan wilayah Ambon ke NKRI akan menimbulkan
bahaya di kemudian hari sehingga seluruh masyarakat diingatkan untuk menghindari dan
waspada dari ancaman bahaya tersebut.

2. Tujuan Pemberontakan RMS di Maluku


Pemberontakan RMS yang didalangi oleh mantan jaksa agung NIT, Soumokil bertujuan untuk
melepaskan wilayah Maluku dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum
diproklamasikannya Republik Maluku Selatan (RMS), Gubernur Sembilan Serangkai yang
beranggotakan pasukan KNIL dan partai Timur Besar terlebih dahulu melakukan propaganda
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memisahkan wilayah Maluku dari Negara
Kesatuan RI. Di sisi lain, dalam menjelang proklamasi RMS, Soumokil telah berhasil
mengumpulkan kekuatan dari masyarakat yang berada di daerah Maluku Tengah. Sementara
itu, sekelompok orang yang menyatakan dukungannya terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia diancam dan dimasukkan ke penjara karena dukungannya terhadap NKRI dipandang
buruk oleh Soumokil. Dan pada tanggal 25 April 1950, para anggota RMS memproklamasikan
berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS), dengan J.H Manuhutu sebagai Presiden dan
Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri. Para menterinya terdiri atas Mr.Dr.C.R.S Soumokil,
D.j. Gasperz, J. Toule, S.J.H Norimarna, J.B Pattiradjawane, P.W Lokollo, H.F Pieter, A.
Nanlohy, Dr.Th. Pattiradjawane, Ir.J.A. Manusama, dan Z. Pesuwarissa.

3. Upaya Penumpasan Pemberontakan RMS di Maluku


Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini
dengan cara berdamai. Cara yang dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan
mengirim misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli Maluku,
yakni Dr. Leimena. Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil.
Selanjutnya misi perdamaian yang dikirim oleh pemerintah terdiri atas para
pendeta, politikus, dokter, wartawan pun tidak dapat bertemu langsung
dengan pengikut Soumokil.

Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil,


akhirnya pemerintah melakukan operasi militer untuk membersihkan gerakan
RMS dengan mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III yang
dipimpin oleh seorang kolonel bernama A.E Kawilarang, yang menjabat
sebagai Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Setelah pemerintah
membentuk sebuah operasi militer, penumpasan pemberontakan RMS pun
akhirnya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1950, dan pada tanggal 15 Juli 1950,
pemerintahan RMS mengumumkan bahwa Negara Republik Maluku Selatan
sedang dalam bahaya. Pada tanggal 28 September, pasukan militer yang
diutus untuk menumpas pemberontakan menyerbu ke daerah Ambon, dan
pada tanggal 3 November 1950, seluruh wilayah Ambon dapat dikuasai
termasuk benteng Nieuw Victoria yang akhirnya juga berhasil dikuasai oleh
pasukan militer tersebut.

Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini
membuat perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukan.
Pada tanggal 4 sampai 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, pusat
pemerintahan RMS beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram.
Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS
tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya
melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS kemudian mendirikan
sebuah organisasi di Belanda dengan pemerintahan di pengasingan
(Government In Exile).

4. Dampak dari Pemberontakan RMS di Maluku

Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang
berada di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut
juga dilakukan oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS,
seperti kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975
kelompok ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang
kereta api tersebut.

Pada tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan,
diadakan acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini,
23 orang ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah penangkapan aktivis
tersebut dilakukan, mereka tidak menerima penangkapan tersebut karena
dianggap tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya mereka
memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi
Maluku karena melakukan penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang
yang diduga sebagai propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS
tersebut. Aksi pengibaran bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun
2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat
dari pengibaran bendera ini, sejumlah aktivis yang berada di bawah naungan
RMS ditangkap dan akibat dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah
konflik antara sejumlah aktivis RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)

Anda mungkin juga menyukai