dari Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara sendiri yang terpisah dari
wilayah RIS.
Dengan jatuhnya pasukan RMS yang berada di daerah Ambon, maka hal ini
membuat perlawanan yang dilakukan oleh pasukan RMS dapat ditaklukan.
Pada tanggal 4 sampai 5 Desember, melalui selat Haruku dan Saparua, pusat
pemerintahan RMS beserta Angkatan Perang RMS berpindah ke Pulau Seram.
Pada tahun 1952, J.H Munhutu yang tadinya menjabat sebagai presiden RMS
tertangkap di pulau Seram, Sementara itu sebagian pimpinan RMS lainnya
melarikan diri ke Negara Belanda. Setelah itu, RMS kemudian mendirikan
sebuah organisasi di Belanda dengan pemerintahan di pengasingan
(Government In Exile).
Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang
berada di gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran. Teror tersebut
juga dilakukan oleh beberapa kelompok yang berada di bawah pimpinan RMS,
seperti kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan. Dan pada tahun 1975
kelompok ini pernah merampas kereta api dan menyandera 38 penumpang
kereta api tersebut.
Pada tahun 2002, pada saat peringatan proklamasi RMS yang ke-15 dilakukan,
diadakan acara pengibaran bendera RMS di Maluku. Akibat dari kejadian ini,
23 orang ditangkap oleh aparat kepolisian. Setelah penangkapan aktivis
tersebut dilakukan, mereka tidak menerima penangkapan tersebut karena
dianggap tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya mereka
memperadilkan Gubernur Maluku beserta Kepala Kejaksaan Tinggi
Maluku karena melakukan penangkapan dan penahanan terhadap 15 orang
yang diduga sebagai propokator dan pelaksana pengibaran bendera RMS
tersebut. Aksi pengibaran bendera tersebut terus dilakukan, dan pada tahun
2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati. Akibat
dari pengibaran bendera ini, sejumlah aktivis yang berada di bawah naungan
RMS ditangkap dan akibat dari penangkapan tersebut, terjadilah sebuah
konflik antara sejumlah aktivis RMS dengan Kelompok Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)