Anda di halaman 1dari 26

Pemberontakan-pemberontakan di Indonesia

13 Sep Pasca Proklamasi Kemerdekaan, perjuangan bangsa Indonesia belum selesai dan sangat berat. Mengapa? Sebab kita menghadapi dua musuh dalam perjuangan. Di satu sisi harus berjuang mempertahankan kemerdekaan. Sementara disisi lain harus menghadapi tindakan makar dari gerakan separatis. Apa saja gerakan sparatis di Indonesia? A. Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948 Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh? Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya,pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta. Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah. Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa pun. Dalam kondisi bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.

B. Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) (DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat) Berdasarkan Perundingan Renville, kekuatan militer Republik Indonesia harus meninggalkan wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda. TNI harus mengungsi ke daerah Jawa Tengah yang dikuasai Republik Indonesia. Tidak semua komponen bangsa menaati isi Perjanjian Renville yang dirasakan sangat merugikan bangsa Indonesia. Salah satunya adalah S.M. Kartosuwiryo beserta para pendukungnya. Pada tanggal 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Tentara dan pendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan Darul Islam yang didirikan oleh Kartosuwiryo mempunyai pengaruh yang cukup luas. Pengaruhnya sampai ke Aceh yang dipimpin Daud Beureueh, Jawa Tengah (Brebes, Tegal) yang dipimpin Amir Fatah dan Kyai Somolangu (Kebumen), Kalimantan Selatan dipimpin Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan dengan tokohnya Kahar Muzakar. C. Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut. a. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein. b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan. c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian. d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual. Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD. Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara. D. Pemberontakan Permesta Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Tanggal 17 Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.

a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat. b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah. c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan. d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado. e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara. f. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo. g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai. Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian, pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961. E. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) adalah sebuah organisasi (yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan supaya daerah Aceh atau yang sekarang secara resmi disebut Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang sekarang bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia. Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Marti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator. Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM. Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Daud, menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan secara formal. F. Gerakan Separatis Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965 DN. Aidit Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk

memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut aksi sepihak. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugastugas berikut. a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI. b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya. c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya. Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI. a. Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan (konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat. b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk Dewan Jenderal yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno. c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya Dewan Jenderal. d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain. e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai. Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30 September 1965 dini hari, atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat. G. Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), Andi Azis, dan Republik Maluku Selatan (RMS) Dr. Soumokil Pada masa pemerintahan RIS, muncul pemberontakan-pemberontakan yang mengguncang stabilitas politik dalam negeri. Pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), pemberontakan Andi Azis, dan Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS). H. Republik Maluku Selatan (RMS) Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap

sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda. Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu. RMS di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007 beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April 2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat. Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh. Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan Manusama, pemimpin kedua Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 25 april 2009. Kini John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda. Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan, seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tkdak bisa berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS, para pendukung RMS membentuk apa yang disebut Pemerintahan RMS di pengasingan. Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan kepada Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di Belanda dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para aktifis RMS di Belanda. Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan karena pemerintah Belanda menarik dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan teror ini dilakukan karena pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan sepenuh hati memberikan dukungan sejak mula. Di antara kegiatan yang di lansir Press Belanda sabagai teror, adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70 warga sipil di gedung pemerintah Belanda di AssenWassenaar.

Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok sempalan RMS, seperti kelompok Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah kereta api dan menyandera 38 penumpangnya di tahun 1975. Ada juga kelompok sempalan yang tidak dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100 orang di sebuah sekolah dan di saat yang sama juga menyandera 50 orang di sebuah kereta api. Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku. Beberapa aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai sekarang tidak ada penjelasan resmi mengenai sebab dan aktor dibalik kerusuhan Ambon. Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi. Sebagian yang mencoba melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat. Pada saat ini (30 Juni 2007) insiden ini sedang diselidiki. Beberapa hasil investigasi menunjukkan bahwa RMS masih eksis dan mempunyai Presiden Transisi bernama Simon Saiya. Beberapa elemen RMS yang dianggap penting ditahan di kantor Densus 88 Anti Teror. I. Organisasi Papua Merdeka (OPM) Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi yang sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil dengan nama Irian Jaya. . OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan bagian Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia lainnya. Penyatuan wilayah ini ke dalam NKRI sejak tahun 1969 merupakan buah perjanjian antara Belanda dengan Indonesia dimana pihak Belanda menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini dikuasainya kepada bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia. Perjanjian tersebut oleh OPM dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada yang lain. Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM yang lain, Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang Fajar dan memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat. Namun republik ini berumur pendek karena segera ditumpas oleh militer Indonesia dibawah perintah Presiden Soeharto. Tahun 1982 Dewan Revolusioner OPM didirikan dimana tujuan dewan tersebut adalah untuk menggalang dukungan masyarakat internasional untuk mendukung kemerdekaan wilayah

tersebut. Mereka mencari dukungan antara lain melalui PBB, GNB, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN latar belakang pemerontakan biasanya diawali dari ketidakpuasan masyarakat daerah atas kebijakan pemerintah yang dirasa kurang adil. Oleh karena itu, saya berharap kepada pemerintah, agar lebih memperhatikan daerah2 yang yang selama ini terabaikan sehingga kedepannya tidak ada lagi pemberontakan terhadap pemerintah, karena nyawa rakyat indonesia lebih berharga daripada intrik-intrik poltik yang hanya menguntungkan sebagian orang yang berkuasa.

LAHIRNYA NASIONALISME DI INDONESIA


26 Jul

A.

FAKTOR PENDORONG LAHIRNYA NASIONALISME INDONESIA

Kata nasionalisme berasal dari kata Nation yang berati bangsa. Dalam bahasa Latin kata Nation berati kelahiran kembali, suku kemudian bangsa. Bangsa adalah sekelompok manusia yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat untuk bersatu karena adanya persamaan nasib, cita-cita dan kepentingan bersama. Menurut Han Kohn adalah suatu paham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu harus diserakan kepada negara dan bangsa. Bangkitnya nasionalisme Indonesia didorong oleh faktor intern dan ekstern. 1. Faktor Intern Faktor-faktor intern yang menyebabkan lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut. a. Kejayaan Bangsa Indonesia sebelum Kedatangan Bangsa Barat Sebelum kedatangan bangsa Barat, di wilayah Nusantara sudah berdiri kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya, Mataram dan Majapahit. Kejayaan masa lampau itu menjadi sumber inspirasi untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. b. Penderitaan Rakyat akibat Politik Drainage(Pengerukan Kekayaan) Politik drainage itu mencapai puncaknya ketika diterapkan sistem tanam paksa yang dilanjutkan dengan sistem ekonomi liberal. c. Adanya Diskriminasi Rasial Diskriminasi merupakan hal menonjol yang diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda dalam kehidupan sosial pada awal abad ke-20. Dalam bidang pemerintahan, tidak semua jabatan tersedia bagi kaum pribumi. d. Munculnya Golongan Terpelajar Pada awal ke-20, pendidikan mendapatkan perhatian yang lebih baik dari pemerintah kolonial. Hal itu sejalan dengan diterapkannya politik etis. Melalui penguasaan bahasa asing yang diajarkan di sekolah-sekolah modern, mereka dapat mempelajari berbagai ide-ide dan paham-

paham baru yang berkembang di Barat, seperti ide tentang HAM, liberalisme, nasionalisme, dan demokrasi. 2. Faktor Ekstern Lahir dan berkembangnya nasionalisme Indonesia juga didorong oleh faktor-faktor ekstern, antara lain berikut ini. a. Kemenangan Jepang terhadap Rusia (1904-1905) Kemenangan Jepang dalam Perang Rusia-Jepang telah berhasil mengguncangkan dunia. Kemenangan Jepang tersebut berhasil menggugah kesadaran bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk melawan penjajahan bangsa-bangsa kulit putih. b. Kebangkitan Nasionalisme Negara-Negara Asia-Afrika Kebangkitan nasional bangsa-bangsa Asia-Afrika memberikan dorongan kuat bagi bangsa Indonesia untuk bangkit melawan penindasan pemerintahan kolonial. Revolusi Tiongkok (1911) dan pementukan partai Kuomintang oleh Sun Yan Set yang berhasil menjadikan Cina sebagai negara mereka pada tahun (1912). c. Masuknya Paham-Paham Baru Paham-paham baru seperti liberalisme, demokrasi dan nasionalisme muncul setelah terjadinya Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis. Hubungan antara Asia dan Eropa menyebabkan paham-paham itu menyebar dari Eropa ke Asia, termasuk ke Indonesia. B. ORGANISASI-ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA 1. Boedi Oetomo Dengan semangat hendak meningkatkan semangat masyarakat, Mas Ngabehi Wahidin Soediro Husodo, seorang doktor jawa dan termasuk seorang priayi, tahun 1906-1907 melakukan kempanye di kalangan priayi di Pulau Jawa. Pada akhir 1907, Wahidin bertemu dengan Soetomo, pelajar STOVIA di Batavia. Pertemuan tersebut berhasil mendorong didirikannya organisasi yang diberi nama Boedi Oetomo pada hari rabu tanggal 20 Mei 1908 di Batavia. Soetomo kemudian ditunjuk sebagai ketuanya. Tanggal berdirinya Boedi Oetomo hingga saat ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. 2. Sarekat Islam Pada akhir 1911, Haji Samanhudi di Solo menghimpun para pengusaha batik di dalam sebuah organisasi yang bercorak agama dan ekonomi, yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI). Setahun kemudian pada bulan November 1912 nama SDI diganti menjadi Sarekat Islam (SI) dengan ketuanya Haji Oemar Said Cokroaminoto, sedangkan Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaannya menjadi luas, bukan hanya dari kalangan pedagang. Apabila dilihat dari anggaran dasarnya, tujuan pendirian Sarekat Islam adalah sebagai berikut. A. Mengembangkan jiwa dagang. B. Memberikan bantuan kepada anggota-anggota yang kesulitan. C. Memajukan pengajaran dan semua. D. Menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam. Aktivitas SI lebih mengutamakan politik tidak disetujui oleh sebagian besar anggotanya. Mereka menginginkan SI memperhatikan masalah-masalah keagamaan. Dalam kondisi itu SI memutuskan untuk bekerja sama dengan pemerintahan kolonial dan berganti nama menjadi Partai Sarikat Islam. Sehubungan dengan meluasnya semangat persatuan dan Sumpah Pemuda, nama tersebut diubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) pada tahun 1930 dengan

ketuanya Haji Agus Salim. 3. Indische Partij Indische Partij berdiri di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Organisasi ini juga dimaksudkan sebagai pengganti Indische Bond. Sebagai organisasi kaum Indonesia dan Eropa yang didirikan pada tahun 1898. Ketiga tokoh pendiri Indische Partij dikenal dengan Tiga Serangkai, yaitu Douwes Dekker (Danudirdja Setiabudi), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Indische Partij merupakan pergerakan nasional yang bersifat politik murni dengan semangat nasionalisme modern. Indische Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang luas menuju kemerdekaan Indonesia. Indonesia dianggap sebagai National Home bagi semua orang, baik penduduk bumi putera maupun keturunan Belanda, Cina, dan Arab, yang mengaku Indonesia sebagai tanah air dan kebangsaannya. Paham ini pada waktu itu dikenal sebagai Indisch Nasionalisme, yang selanjutnya melalui perhimpunan Indonesia dan PNI, diubah menjadi Indonesische Nationalisme atau Nasional Indonesia. Hal itulah yang menyatakan bahwa Indische Partij sebagai partai politik pertama di Indonesia. 4. Perhimpunan Indonesia Perhimpunan Indonesia didirikan pada tahun 1908 oleh orang-orang Indonesia yang berada di Belanda, antara lain Sutan Kasayangan dan R.N Noto Suroto. Mula-mula organisasi itu bernama Indische Vereeniging. Akan tetapi sejak berakhirnya Perang Dunia I perasaan anti kolonialisme dan imperialisme di kalangan pemimpin-pemimpin Indische Vereeniging semakin menonjol. Pada tahun 1922, Indische Vereeniging berubah menjadi Indonesische Vereeniging. Sejak tahun 1925, selain nama dalam bahasa Belanda juga digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu Perhimpunan Indonesia. Oleh karena itu, semakin tegas bahwa PI bergerak dalam bidang politik. Dalam kalangan pergerakan nasional di Indonesia, pengaruh PI cukup besar. Beberapa organisasi pergerakan nasional mulai lahir karena mendapatkan inspirasi dari PI, seperti Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926, Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) tahun 1927. 5. Partai Komunis Indonesia Ketika Sosial Democratische Arbeiderspartij (SDAP) di Belanda pada tahun 1918 mengumumkan dirinya menjadi Partai Komunis Belanda (CPN), para anggota ISDV dari golongan Eropa mengusulkan mengikuti jejak itu. Oleh karena itu, pada tanggal 23 Mei 1920 diubah lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Di dalam susunan pengurus baru terbentuk tertera antara lain Semaun sebagai ketua, Darsono sebagai wakil ketua, Bergsma sebagai sekretaris, Dekker sebagai bendahara, serta Baars dan Sugono sebagai anggota pengurus. PKI tumbuh menjadi partai politik dengah jumlah yang sangat besar. Akan tetapi karena jumlah anggotanya intinya kecil, partai itu kurang dapat mengontrol dan menanamkan disiplin kepada anggotanya. Setelah berhasil menempatkan dirinya sebagai partai besar, PKI merasa sudah kuat untuk melakukan pemberontakan pada tahun 1926. Hampir sepuluh tahun kemudian, Komitern mengirimkan seorang tokoh komunis kembali ke Indonesia. Tokoh tersebut ialah Musso yang pada bulan April 1935 mendarat di Surabaya. Dengan bantuan Joko Sujono, Pamuji, dan Achmad Sumadi, ia membentuk yang diberi nama PKI Ilegal. Kegiatan utama kaum komunis kemudian disalurkan melalui Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) dengan tokoh utamanya Amir Syarifudin. 6. Partai Nasional Indonesia Partai Nasional Indonesia (PNI) dibentuk di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 dengan tokoh-

tokohnya Ir. Soekarno, Iskaq, Budiarto, Cipto Mangunkusumo, Tilaar, Soedjadi, dan Soenaryo. Dalam pengurus besar PNI, Ir. Soekarno ditunjuk sebagai ketua, Iskaq sebagai sekretaris/bendahara, dan Dr. Samsi sebagai komisaris. Sementara itu dalam perekrutan anggota disebutkan bahwa mantan anggota PKI tidak diperkenankan menjadi anggota PNI, juga pegawai negeri yang memungkinkan berperan sebagai mata-mata pemerintah kolonial. Ada dua macam cara yang dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri dan pengaruhnya di dalam masyarakat, yaitu: a. Usaha ke dalam: Usaha-usaha terhadap lingkungan sendiri, antara lain mengadakan kursuskursus, mendirikan sekolah-sekolah dan bank-bank. b. Usaha ke luar: Dengan memeperkuat opini publik terhadap tujuan PNI, antara lain melalui rapat-rapat umum dan menerbitkan surat kabar Benteng Priangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia. Peningkatan kegiatan rapat-rapat umum di cabang-cabang sejak bulan Mei 1929 menimbulkan suasana yang tegang. Pemerintah kolonial Belanda lebih banyak melakukan pengawasan secara tegas terhadap kegiata-kegiatan PNI yang dianggap membahayakan keamanan dan ketertiban. Sering kali polisi menghentikan pidato karena dianggap telah menghasut rakyat. Akhirnya pemerintah Hindia Belanda beranggapan bahwa tiba saatnya untuk melakukan tindakan terhadap PNI. Bahkan Gubernur Jenderal de Graef telah mendapatkan tekanan dari konservatif Belanda yang tergabung dalam Vanderlansche Club untuk bertindak tegas karena mereka berkeyakinan bahwa PNI melanjutkan taktik PKI. C. Upaya-Upaya Menggalang Persatuan 1. Pembentukan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) Di kalangan pemimpin pergerakan nasional muncul gagasan untuk membentuk gabungan (fusi) dari partai-partai politik yang ada. Tujuannya untuk memperkuat dan mempersatukan tindakantindakan dalam menghadapi pemerintah kolonial. Usaha itu dirintis oleh Sarekat Islam, Muhammadiyah, Jong Islamiten Bond, Pasundan, Persatuan Minahasa, Sarekat Ambon dan Sarekat Madura. Pada bulan September 1926 berhasil dibentuk Komite Persatuan Indonesia. Akan tetapi, usaha tersebut tidak berhasil dengan baik sehingga tidak satu pun organisasi gabungan (fusi) yang dihasilkan. Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diadakan sidang di Bandung yang dihadiri oleh wakil-wakil dari PNI, Algemeene Studieclub, PSI (Partai sarekat Islam), Boedi Oetomo, Pasundan, Sarekat Sumatra, Kaum Betawi, dan Indinesische studieclib. Sidang tersebut memutuskan untuk membentuk (PPPKI) dengan tujuan sebagai berikut. Sebagai suatu alat organisasi yang tetap dari federasi itu, dibentuklah dewan pertimbangan yang terdiri atas seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan wakil partai-partai yang bergabung. Dr. Soetomo dari Studieclub sebagai Ketua Majelis Pertimbangan dan Ir. Anwari dari PNI sebagai sekretaris. 2. Gerakan Pemuda 1. Gerakan Pemuda Kedaerahan Trikoro Dharmo merupakan organisasi pemuda kedaerahaan pertama di Indonesia. Trikoro Dharmo didirikan di Gedung Stovia pada tanggal 7 Maret 1915 oleh pemuda-pemuda Jawa, seperti Satiman, Kadarman, Sumardi, Jaksodipuro (Wongsonegoro), Sarwono, dan Mawardi. Trikoro Dharmo berarti tiga tujuan mulia, yaitu Sakti, Budi dan Bhakti.

Kenggotaan Trikoro Dharmo pada mulanya hanya terbatas pada kalangan pemuda dari Jawa dan Madura. Akan tetapi, diperluas dengan semboyannya Jawa Raya yang meliputi Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok. Pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta berdiri organisasi Jong Sumatranen Bond. Tokoh-tokoh nasional yang pernah menjadi anggota Jong Sumatranen Bond, antara lain Moh.Hatta, Moh.Yamin, M. Tasil, Bahder Djohan, dan Abu Hanifah. Jong Minahasa berdiri pada tanggal 5 Januari 1918 di Manado dengan tokohnya A.J.H.W.Kawilarang dan V.Adam. Jong Celebes dengan tokoh-tokohnya Arnold Monomutu, Waworuntu, dan Magdalena Mokoginta. Jong Ambon berdiri pula pada tanggal 1 Juni 1923 di Jakarta. Dengan semangat kedaerahaannya itu, pada kongres Trikoro Dharmo di Solo tanggal 12 Juni 1918 nama trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Kegiatan Jong Java masih tetap bergerak dalam bidang sosial budaya. Pada kongres kelima bulan Mei 1922 di Solo dan kongres luar biasa Desember 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak akan mencampuri masalah politik. Anggota Jong Java hanya diperbolehkan terjun dalam dunia politik setelah mereka tamat belajar. 2. Kongres Pemuda Indonesia 1. Kongres Pemuda I Keinginan untuk bersatu seperti yang didengung-dengungkan oleh Perhimpunan Indonesia (PI) dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) telah tertanam dalam sanubari pemudapemuda Indonesia. Untuk itu, pada tanggal 30 April-2 Mei 1926 di Jakarta diadakan kongres pemuda Indonesia yang pertama. Dalam kongres itu dilakukan beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia bersatu. Disampaikan pula tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan yang harus tumbuh di atas kepentingan golongan, bangsa dan agama. Selanjutnya juga dibicarakan tentang kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak dikemudian hari. Para mahasiswa Jakarta dalam kongres tersebut juga membicarakan tentang upaya mempersatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda menjadi satu badan gabumgan (fusi). Walaupun pembicaraan mengenai fusi tidak membuahkan hasil yang memuaskan, kongres itu telah memperkuat cita-cita Indonesia bersatu. 2. Kongres Pemuda II Kongres Pemuda II diadakan dua tahun setelah Kongres Pemuda Indonesia pertama, tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres itu dihadiri oleh wakil-wakil dari perkumpulanperkumpulan pemuda ketika itu diantara lain Pemuda Sumatera, Pemuda Indonesia, Jong Bataksche Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten Bond, Jong Java, Jong Ambon dan Jong Celebes. PPPI yang memimpin kongres ini sengaja mengarahkan kongres pada terjadinya fusi organisasi-organisasi pemuda. Susunan panitia Kongres Pemuda II yang sudah terbentuk sejak bulan Juni 1928 adalah sebagai berikut. Ketua : Sugondo Joyopuspito dari PPPI Wakil ketua : Joko Marsaid dari Jong Java Sekretaris : Moh. Yamin dari Jong Sumatranen Bond Bendahara : Amir Syarifuddin dari Jong Bataksche Bond Pembantu I : Johan Moh. Cai dari Jong Islamiten Bond Pembantu II : Koco Sungkono dari Pemuda Indonesia Pembantu III : Senduk dari Jong Cilebes Pembantu IV : J. Leimena dari Jong Ambon Pembantu V : Rohyani dari Pemuda Kaum Betawi Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928. persidangan yang

dilaksanakan sebanyak tiga kali di antaranya membahas persatuan dan kebangsaan Indonesia, pendidikan, serta pergerakan kepanduan. Kongres tersebut berhasil mengambil keputusan yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda sebagai berikut. Rumusan tersebut dibuat oleh sekretaris panitia, Moh. Yamin dan dibacakan oleh ketua kongres, Sugondo Joyopuspito, secara hikmat di depan kongres. Selanjutnya diperdengarkan lagu Indonesia Raya yang diciptakan dan dibawakan oleh W.R. Supratman dengan gesekan biola. Peristiwa bersejarah itu merupakan hasil kerja keras para pemuda pelajar Indonesia. Dengan tiga butir Sumpah Pemuda itu, setiap organisasi pemuda kedaerahan secara konsekuen meleburkan diri kedalam satu wadah yang telah disepakati bersama, yaitu Indonesia Muda. D. Berkembangnya Taktik Moderat dan Kooperatif dalam Perkembangan Nasional Berkembangnya taktik moderat dan kooperatif dalam pergerakan nasional Indonesia disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Krisis ekonomi (malaise) yang terjadi sejak tahun 1921 dan berulang pada akhir tahun 1929. Bahkan, pada awal tahun 1930-an krisis ekonomi itu tidak kunjung reda. 2. Kebijakan keras pemerintahan Gubernur Jenderal de Jonge menyebabkan kaum pergerakan, terutama golongan nonkooperatif, sangat menderita. Setiap gerakan yang radikal atau revolusioner akan ditindas dengan alasan bahwa pemerintah kolonial bertanggung jawab atas keadaan di Hindia Belanda. 3. Pada tahun 1930-an, kaum pergerakan nasional terutama yang berada di Eropa menyaksikan bahwa perkembangan paham fasisme dan Naziisme mengancam kedudukan negara-negara demokrasi. Demikian pula Jepang sebagai negara fasis di Asia telah melakukan ekspansinya ke wilayah Pasifik sehingga ada yang mendekatkan kaum nasionalis dengan penguasa kolonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme. Kesadaran itu muncul pertama kali di kalangan Perhimpunan Indoesia yang terlebih dahulu telah melakukan taktik kooperatif. a. Partindo (1931) Pada kongres luar biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan pendukung PNI. Sartono dan pendukungnya membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30 April 1931. Asas dan tujuan serta garis-garis perjuangan PNI masih diteruskan oleh Partindo. Selanjutnya dilakukan upaya menghimpun kembali anggota-anggota PNI yang tercerai-cerai sehingga pada tahun 1931 berhasih dibentuk 12 cabang. Kemudian berkembang menjadi 24 cabang dengan anggota sebanyak 7.000 orang. Penangkapan kembali Ir. Soekarno pada tanggal 1 Agustus 1933 melemahkan Partindo. Bung Karno diasingkan ke Ende, Flores, pada tahun 1934. karena alasan kesehatan, Bung Karno kemudihan dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938 dan pada tahun 1942 dipindahkan kepadang karena adanya serbuan Jepang ke Indonesia. Tanpa Ir. Soekarno, Partindo mengalami kemunduran. Partindo keluar dari PPPKI agar PPPKI tidak terhalang geraknya karena adanya larangan untuk mengadakan rapat. Dalam menghadapi keadaan yang sulit itu, untuk kedua kalinya Sartono membubarkan Partindo juga tanpa dukungan penuh dari anggotanya. b. PNI Baru (1931) Pada bulan Desember 1931, membentuk Pendidikan Nasional Indonesia(PNI Baru). Mula-mula Sutan Syahir dipilih sebagai ketuanya. Moh. Hatta kemudian dipilih sebagai ketua pada tahun 1932 setelah kembali dari Belanda. Organisasi-organisasi tersebut tetap sama-sama

menggunakan taktik perjuangan non-kooperatif dalam mencapai kemerdekaan politik. Adapun perbedaan antara PNI Baru dengan Partindo adalah sebagai berikut: - PPPKI oleh PNI Baru dianggap sebagai persatean bukan persatuan karena anggotaanggotanya memiliki ideologi yang berbeda-beda. Sementara itu, Partindo menganggap PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang kuat daripada mereka berjuang sendiri-sendiri. - Dalam upaya mencapai kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik dan sosial. Partindo lebih mengandalkan organisasi masa dengan aksi-aksi masa untuk mencapai kemerdekaan. Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat dalam mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan penyuluhan koperasi. Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya yang nonkooperatif dianggap oleh pemerintah kolonial membahayakan. Oleh karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sutan Syahir, Maskun, Burhanuddin, Murwoto, dan Bondan ditangkap pemerintah kolonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul, Papua. Kemudian dipindahkan ke Banda Neira pada tahun 1936 dan akhirnya ke Sukabumi pada tahun 1942. Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif saja yang dibiarkan hidup oleh pemerintah kolonial Belanda. c. Parindra (1935) Pada bulan Desember 1935 di Solo diadakan kongres yang menghasilkan penggabungan Boedi Oetomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dan melahirkan Partai Indonesia Raya (Parindra). R. Soetomo terpilih sebagai ketua Parindra dengan Surabaya sebagai pusatnya. Tujuannya adalah mencapai Indonesia raya dan mulia. Tokoh-tokoh terkemuka Parindra lainnya ialah Moh. Husni Thamrin dan Sukarjo Wiryopranoto. Parindra berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil dengan cara mendirikan Rukun Tani, membentuk serikat-serikat pekerja, menganjurkan Swadesi, dan mendirikan Bank Nasional Indonesia. Perjuangan Parindra dalam Volksraad berlangsung hingga akhir penjajahan Belanda. Dalam hal ini terkenal kegigihan Moh. Husni Thamrin dengan membentuk Fraksi Nasional dan GAPI yang berhasil memaksa pemerintah kolonial melakukan beberapa perubahan, seperti memakai bahasa Indonesia dalam siding Volksraad dan mengganti istilah Inlander menjadi Indonesier. d. Gerindo Setelah Partindo dibubarkan pada tahun 1936, banyak anggotanya kehilangan wadah perjuangan. Sementara itu, Parindra yang cenderung kooperatif dianggap kurang sesuai. Oleh karena itu, pada bulan Mei 1937 di Jakarta dibentuk Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Tokoh-tokohnya yang terkenal ialah A.K.Gani, Moh. Yamin, Amir Syarifuddin, Sarino Mangunsarkoro, Nyono, Prawoto, Sartono, dan Wilopo. Gerindo bertujuan mencapai Indonesia merdeka, tetapi dengan asas-asas yang kooperatif. Dalam bidang politik, Gerindo menuntut adanya parlemen yang bertanggung jawab kepada rakyat dalam bidang ekonomi dibentuk Penuntut Ekonomi Rakyat Indonesia (Peri) yang bertujuan mengumpulkan modal dengan kekuatan kaum buruh dan tani berdasarkan asas nasional-demokrasi-koperasi. Dalam bidang sosial diperjungkan persamaan hak dan kewajiban di dalam masyarakat. Oleh karena itu, Gerindo menerima anggota dari kalangan orang Indo, peranakan Cina, dan Arab. e. Petisi Sutardjo Pada tanggal 15 Juli 1936, Sutardjo Kartohadikusumo selaku Persatuan Pegawai Bestuur (PPB) dalam Volkstraad mengajukan usul yang kemudian dikenal dengan petisi Sutardjo. Petisi

tersebut berisi permintaan kepada pemerintah kolonial agar diselenggarakan musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk merencanakan suatu perubahan dalam waktu 10 tahun mendatang, yaitu pemberian status otonom kepada rakyat Indonesia meskipun tetap dalam lingkungan kerajaan Belanda. Sebelum Indonesia dapat berdiri sendiri, Sutardjo mengusulkan untuk mengambil langkahlangkah memperbaiki keadaan Indonesia, antara lain sebagai berikut: a. Volksraad dijadikan parlemen yang sesungguhnya b. Direktur departemen diberikan tanggung jawab c. Dibentuk Dewan Kerajaan (rijksraad) sebagai badan tertinggi antara Belanda dan Indonesia yang anggota-anggotanya merupakan wakil-wakil kedua belah pihak d. Penduduk Indonesia adalah orang-orang yang karena kelahiran, asal-usul dan cita-citanya memihak Indonesia. Petisi itu juga ditandatangani oleh I.J. Kasimo, Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung dan Kwo Kwat Tiong. Sebagian besar dari partai-partai dan tokoh-tokoh pergerakan juga mendukung Petisi Sutardjo. Setelah mendapatkan dukungan mayoritas anggota Volksraad, petisi itu kemudian disampaikan kepada pemerintah kerajaan dan Parlemen Belanda. Golongan yang tidak setuju adalah golongan konservatif dan para pengusaha perkebunan, termasuk kelompok Vanderlandche Club (VC) menganggap petisi itu terlalu prematur dan menganggap bahwa secara ekonomi dan sosial Hindia Belanda (Indonesia) belum cukup untuk dapat berdiri sendiri. Selain itu dipermasalahkan pula tentang dapat dipertahankannya kesatuan wilayah Nusantara dalam lingkungan Pax Nederlandica karena pada kenyataannya kondisi politik Hindia Belanda belum mantap. Pada tanggal 16 November 1938, pemerintah Belanda memberikan jawaban bahwa petisi itu ditolak dengan alasan-alasan sebagai berikut. - Perkembangan politik Indonesia belum cukup matang untuk memerintah sendiri sehingga petisi itu dipandang masih terlalu prematur. Dipertanyakan juga tentang kependudukan golongan minoritas dalam struktur politik yang baru nanti. - Tuntutan otonomi dipandang sebagai hal yang tidak alamiah karena pertumbuhan ekonomi, sosial dan politik belum memadai. Meskipun petisi tersebut ditolak, pemerintah kolonial mulai melaksanakan perubahan pemerintah pada tahun 1938. Pemerintah membentuk provinsi-provinsi di luar Jawa dengan gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat, sedangkan Dewan Provinsi bertugas mengatur rumah tangga daerah. f. Perjuangan GAPI Indonesia Berparlemen Penolakan petisi Sutardjo mendorong munculnya gerakan menuju kesatuan nasional, kesatuan aksi dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Gerakan itu kemudian menjelma menjadi Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Pembentukan GAPI dipelopori oleh M.H. Thamrin dari Parindra. Pelaksanaan program GAPI secara kongret mulai terwujud dalam rapatnya pada tanggal 4 Juli 1939. Dalam rapat itu diputuskan untuk mengadakan Kongres Rakyat Indonesia yang akan memperjuangkan penentuan nasib sendiri serta persatuan dan kesatuan Indonesia. Namun, sebelum aksi dapat dilancarkan secara besar-besaran, pada tanggal 9 Septamber 1939 terdengar kabar bahwa Perang Dunia II telah berkobar. Oleh karena itu, dalam pernyataan pada tanggal 19 September 1939, GAPI menyerukan agar dalam keadaan penuh bahaya dapat dibina hubungan kerja sama yang sebaik-baiknya antara Belanda dan Indonesia.

Aksi pertama GAPI terselenggara dengan mengadakan rapat umum di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1939. Pada pertengahan Desember 1939 diselenggarakan rapat umum di beberapa tempat. Dengan semboyan Indonesia Berparlemen dalam setiap aksinya GAPI mendesak pemerintah agar membentuk parlemen yang dipilih dan dari rakyat sebagai pengganti Volksraad dan dengan pemerimtahan yang bertanggung jawab kepada parlemen tersebut. Untuk itu, kepalakepala departemen harus digantikan menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen. Tanggapan pemerintah kolonial Belanda baru dikeluarkan pada tanggal 10 Februari 1940 melalui menteri jajahan Welter yang menyatakan bahwa perkembangan dalam bidang jasmani dan rohani akan memerlukan tanggung jawab dalam bidang ketatanegaraan. Sudah barang tentu hak-hak ketatanegaraan memerlukan tanggung jawab dari para pemimpin. Tanggung jawab ini hanya dapat dipikul apabila rakyat telah memahami kebijaksanaan politik. Selama pemerintah Belanda bertanggung jawab atas kebijakan politik di Hindia Belanda, tidak mungkin didirikan parlemen Indonesia yang mengambil alih tanggung jawab tersebut. Tentu saja penolakan itu menimbulkan kekecewaan, tetapi GAPI masih meneruskan perjuangannya. Dalam rapat tanggal 23 Februari 1940, GAPI menganjurkan pendirian Panitia Parlemen Indonesia sebagai tindak lanjut aksi Indonesia Berparlemen. Akan tetapi, kesempatan bergerak bagi GAPI sudah tidak ada lagi. Pada awal Mei 1940, Belanda diduduki oleh Jerman sehingga Perang Dunia II telah berkobar di Negeri Belanda. Meskipun negerinya sudah diduduki oleh Jerman, tetapi Belanda tidak mau mundur setapak pun dari bumi Indonesia. Sikap pemerintah Belanda yang konservatif itu tidak mengurangi loyalitas rakyat Indonesia terhadap Belanda, bahkan ada keinginan umum untuk bekerja sama dalam menghadapi perang itu. Sebagai imbalan dari kesetiaan bangsa Indonesia tersebut, Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menjanjikan perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Akan tetapi, gagasan mengenai perubahan itu harus disimpan dahulu hingga perang selesai. Pada tanggal 10 Mei 1941 dalam pidatonya, Ratu Wilhelmina menyatakan kesediaannya untuk mempertimbangkan suatu penyesuaian ketatanegaraan Belanda terhadap keadaan yang berubah serta menentukan kedudukan daerah seberangdalam struktur Kerajaan Belanda. Akan tetapi, masalah itu pun ditunda hingga Perang Dunia II selesai. Usulan pembentukan milisi pribumi yang berdasarkan kewajiban warga negara untuk mempertahankan negerinya juga ditolak oleh pemerintah kolonial dengan alasan bahwa perang modern lebih memerlukan angkatan perang yang professional. Sikap menunda itu pun diperlihatkan Belanda pada saat dilontarkan Piagam Atlantik (Atlantic Charter) oleh Perdana Menteri Inggris Woodrow Wilson dan Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt yang menjamin hak setiap bangsa untuk memilh bentuk pemerintahannya sendiri. Satu-satunya hasil dari berbagai upaya kaum pergerakan melalui Dewan Rakyat adalah pembentuka Komisi Vismen (Commissie-Visman) pada bulan Maret 1941. Komisi tersebut bertugas meneliti keinginan, cita-cita, serta pendapat yang ada pada berbagai golongan masyarakat mengenai perbaikan pemerintahan. Hasilnya diumumkan pada bulan Desember 1941 yang menyatakan bahwa penduduk sangat puas dengan pemerintah Belanda.

PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945


21 Feb

A. PEMBENTUKAN BPUPKI

Pada tahun 1944 Saipan jatuh ke tangan Sekutu. Demikian halnya dengan pasukan Jepang di Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Kepulauan Marshall, dipukul mundur oleh pasukan Sekutu. Dengan demikian seluruh garis pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur dan bayangbayang kekalahan Jepang mulai nampak. Selanjutnya Jepang mengalami serangan udara di kota Ambon, Makasar, Menado dan Surabaya. Bahkan pasukan Sekutu telah mendarat di daerahdaerah minyak seperti Tarakan dan Balikpapan. Dalam situasi kritis tersebut, pada tanggal 1 maret 1945 Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan pemerintah pendudukan Jepang di Jawa, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi Cosakai). Pembentukan badan ini bertujuan untuk menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. Pengangkatan pengurus ini diumumkan pada tanggal 29 April 1945. dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat diangkat sebagai ketua (Kaico). Sedangkan yang duduk sebagai Ketua Muda (Fuku Kaico) pertama dijabat oleh seorang Jepang, Shucokan Cirebon yang bernama Icibangase. R.P. Suroso diangkat sebagai Kepala Sekretariat dengan dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo. B. SIDANG-SIDANG BPUPKI Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkan upacara peresmian Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan bertempat di gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri), Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri pula oleh dua pejabat Jepang, yaitu : Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Ketujuh yang bermarkas di Singapura dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas yang baru). Pada kesempatan itu dikibarkan bendera Jepang, Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang disusul dengan pengibaran bendera Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa itu membangkitkan semangat para anggota dalam usaha mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Sidang BPUPKI Persidangan BPUPKI untuk merumuskan Undang-undang Dasar diawali dengan pembahasan mengenai persoalan dasar bagi Negara Indonesia Merdeka. Untuk itulah pada kata pembukaannya, ketua BPUPKI, dr. Radjiman Wediodiningrat meminta pandangan para anggota mengenai dasar Negara Indonesia merdeka tersebut. Tokoh yang pertama kali mendapatkan kesempatan untuk mengutarakan rumusan Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah

Mr. Muh. Yamin. Pada hari pertama persidangan pertama tanggal 29 Mei 1945, Muh. Yamin mengemukakan lima Azas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia sebagai berikut : 1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ke-Tuhanan; 4. Peri Kerakyatan; 5. Kesejahteraan Rakyat. Dua hari kemudian pada tanggal 31 Mei 1945 Prof. Dr. Mr. Supomo mengajukan Dasar Negara Indonesia Merdeka adalah sebagai berikut : 1. persatuan 2. kekeluargaan 3. keseimbangan 4. musyawarah 5. keadilan sosial Keesokan harinya pada tanggal 1 Juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan pertama itu. Pada kesempatan itulah Ir. Sukarno mengemukakan pidatonya yang kemudian dikenal sebagai Lahirnya Pancasila. Keistimewaan pidato Ir. Sukarno adalah selain berisi pandangan mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka, juga berisi usulan mengenai nama bagi dasar negara, yaitu : Pancasila, Trisila, atau Ekasila. Selanjutnya sidang memilih nama Pancasila sebagai nama dasar negara. Lima dasar negara yang diusulkan oleh Ir. Sukarno adalah sebagai berikut : 1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan; 3. Mufakat atau demokrasi 4. Kesejahteraan sosial; 5. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

Persidangan pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945. Sidang tersebut belum menghasilkan keputusan akhir mengenai Dasar Negara Indonesia Merdeka. Selanjutnya diadakan masa reses selama satu bulan lebih. Pada tanggal 22 Juni 1945 BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang beranggotakan 9 orang. Oleh karena itu panitia ini juga disebut sebagai Panitia Sembilan. Anggota-anggota Panitia Sembilan ini adalah sebagai berikut : 1. Ir. Sukarno 2. Drs. Moh. Hatta 3. Muh. Yamin 4. Mr. Ahmad Subardjo 5. Mr. A.A. Maramis 6. Abdulkadir Muzakkir 7. K.H. Wachid Hasyim 8. K.H. Agus Salim 9. Abikusno Tjokrosujoso. Musyawarah dari Panitia Sembilan ini kemudian menghasilkan suatu rumusan yang menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan Negara Indonesia Merdeka. Oleh Muh.Yamin rumusan itu diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Rumusan draft dasar negara Indonesia Merdeka itu adalah : 1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; 2. (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas Rencana Undang-undang Dasar, termasuk soal pembukaan atau preambule-nya oleh sebuah Panitia Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Sukarno dan beranggotakan 21 orang. Pada tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-

undang Dasar dengan suara bulat menyetujui isi preambule (pembukaan) yang diambil dari Piagam Jakarta. Selanjutnya panitia tersebut membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar yang diketuai Prof. Dr. Mr. Supomo dengan anggotanya Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim dan Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini kemudian disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari Husein Djajadiningrat, Agus Salim dan Supomo. Persidangan kedua BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rangka menerima laporan Panitia Perancang Undang-undang Dasar. Ir. Sukarno selaku ketua panitia melaporkan tiga hasil, yaitu : 1. 2. 3. Pernyataan Indonesia Merdeka; Pembukaan Undang-undang Dasar; Undang-undang Dasar (batang tubuh);

C. AKTIVITAS GOLONGAN MUDA Angkatan Moeda Indonesia dan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia Sebelum BPUPKI dibentuk di Bandung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda Seluruh Jawa yang diprakarsai Angkatan Moeda Indonesia. Organisasi itu sebenarnya dibentuk atas inisitaif Jepang pada pertengahan 1944, akan tetapi kemudian berkembang menjadi suatu pergerakan pemuda yang anti-Jepang. Kongres pemuda itu dihadiri oleh lebih 100 utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa diantaranya Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto serta sejumlah mahasiswa Ika Daigaku Jakarta. Kongres menghimbau para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan yang bukan hadiah Jepang. Setelah tiga hari berlangsung kongres akhirnya memutuskan dua buah resolusi, yaitu: 1. semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu pimpinan nasional. 2. dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia. Walaupun demikian kongres pun akhirnya menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang dalam usaha mencapai kemerdekaan. Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti utusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad untuk menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal. Untuk itulah pada tanggal 3 Juni 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di Jakarta untuk membentuk suatu panitia khusus yang diketuai oleh B.M. Diah, dengan anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif Thajeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, P. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi.

Pertemuan semacam itu diadakan lagi pada tanggal 15 Juni 1945, yang menghasilkan pembentukan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia. Dalam prakteknya kegiatan organisasi itu banyak dikendalikan oleh para pemuda dari Asrama Menteng 31. Tujuan dari gerakan itu, seperti yang tercantum di dalam surat kabar Asia Raja pada pertengahan bulan Juni 1945, menunjukkan sifat gerakan yang lebih radikal sebagai berikut : 1. mencapai persatuan kompak di antara seluruh golongan masyarakat Indonesia;

2. menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat; 3. membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;

4. mempersatukan Indonesia bahu-membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud untuk mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri. Gerakan Rakyat Baroe Gerakan Rakyat Baroe dibentuk berdasarkan hasil sidang ke-8 Cuo Sangi In yang mengusulkan berdirinya suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada tanah air dan semangat perang. Pembentukan badan ini diperkenankan oleh Saiko Shikikan yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano pada tanggal 2 juli 1945. Susunan pengurus pusat organisasi ini terdiri dari 80 orang. Anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa Jepang, golongan Cina, golongan Arab dan golongan peranakan Eropa. Tokoh-tokoh pemuda radikal seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna diikutsertakan dalam organisasi tersebut. Tujuan pemerintah Jepang mengangkat wakil-wakil golongan muda di dalam organisasi itu adalah agar pemerintah Jepang dapat mengawasi kegiatan-kegiatan mereka. Sumobuco Mayor Jenderal Nishimura menegaskan bahwa setiap pemuda yang tergabung di dalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseikanbu (pemerintah militer Jepang) dan mereka harus bekerja dibawah pengawasan pejabat-pejabat pemerintah. Dengan demikian berarti kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, sehingga timbullah rasa tidak puas. Oleh karena itulah, tatkala Gerakan Rakyat Baroe ini diresmikan pada tanggal 28 Juli 1945, tidak seorang pun pemuda radikal yang bersedia memduduki kursi yang telah disediakan. Sehingga nampak semakin tajam perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan pembentukan negara Indonesia Merdeka. D. PEMBENTUKAN PPKI Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pemerintah pendudukan Jepang membentuk PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai). Sebanyak 21 anggota PPKI yang terpilih tidak hanya terbatas pada wakil-wakil dari Jawa yang berada di bawah pemerintahan Tentara Keenambelas, tetapi juga dari berbagai pulau, yaitu : 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, seorang dari Kalimantan, seorang dari Sunda Kecil (Nusatenggara),

seorang dari Maluku dan seorang lagi dari golongan penduduk Cina. Ir. Sukarno ditunjuk sebagai ketua PPKI dan Drs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketuanya. Sedangkan Mr. Ahmad Subardjo ditunjuk sebagai penasehatnya. Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa para anggota PPKI tidak hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Keenambelas, akan tetapi oleh Jenderal Besar Terauci sendiri yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia Tenggara. Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga tokoh Pergerakan Nasional, yaitu Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat. Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju markas besar Terauci di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan di Dalat pada tanggal 12 Agustus 1945 Jenderal Besar Terauci menyampaikan kepada ketiga tokoh itu bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapannya selesai oleh PPKI. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Ketika ketiga tokoh itu berangkat kembali menuju Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang telah dibom atom oleh Sekutu di kota Hirosima dan Nagasaki. Bahkan Uni Soviet mengingkari janjinya dan menyatakan perang terhadap Jepang seraya melakukan penyerbuan ke Manchuria. Dengan demikian dapat diramalkan bahwa kekalahan Jepang akan segera terjadi. Keesokan harinya, pada tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno-Hatta tiba kembali di tanah air. Dengan bangganya Ir. Sukarno berkata : Sewaktu-waktu kita dapat merdeka; soalnya hanya tergantung kepada saya dan kemauan rakyat memperbarui tekadnya meneruskan perang suci Dai Tao ini. Kalau dahulu saya berkata Sebelum jagung berbuah, Indonesia akan merdeka : sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka, sebelum jagung berbuah. Perkataan itu menunjukkan bahwa Ir. Sukarno pada saat itu belum mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. E. PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA GOLONGAN TUA DAN GOLONGAN MUDA Berita tentang kekalahan Jepang, diketahui oleh sebagian golongan muda melalui radio siaran luar negeri. Pada malam harinya Sutan syahrir menyampaikan berita itu kepada Moh. Hatta. Syahrir juga menanyakan mengenai kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut. Moh. Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada Gunseikanbu. Setelah yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, Moh. Hatta mengambil keputusan untuk segera mengundang anggota PPKI. Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat dilaksanakan pada tanggal 15 agustus 1945, pukul 20.30 waktu Jawa. Rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilkan keputusan kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantungkan pada orang dan negara lain. Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus diputuskan dan sebaliknya diharapkan diadakan perundingan dengan golongan muda agar mereka diikutsertakan dalam pernyataan proklamasi.

Keputusan rapat itu disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul 22.30 waktu Jawa kepada Ir. Sukarno di rumahnya, Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Kedua utusan tersebut segera menyampaikan keputusan golongan muda agar Ir. Sukarno segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana yang disertai ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika Ir. Sukarno tidak menyatakan proklamasi keesokan harinya telah menimbulkan ketegangan. Ir. Sukarno marah dan berkata Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu dan sudahilah nyawa saya malam ini juga, jangan menunggu sampai besok. Saya tidak bisa melepaskan tanggungjawab saya sebagai ketua PPKI. Karena itu saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok. Ketegangan itu juga disaksikan oleh golongan tua lainnya seperti : Drs. Moh. Hatta, dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Iwa Kusumasumantri. Dalam diskusi antara Darwis dan Wikana, Moh. Hatta berkata, Dan kami pun tak dapat ditariktarik atau didesak supaya mesti juga mengumumkan proklamasi itu. Kecuali jiak Saudarasaudara memang sudah siap dan sanggup memproklamasikan. Cobalah! Saya pun ingin melihat kesanggupan Saudara-saudara ! Utusan itu pun menjawab Kalau begitu pendirian Saudarasaudara berdua, baiklah ! Dan kami pemuda-pemuda tidak dapat menanggung sesuatu, jika besok siang proklamasi belum juga diumumkan. Kami pemuda-pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan yang saudara kehendaki itu! F. PERISTIWA RENGASDENGKLOK Sekitar pukul 12.00 kedua utusan meninggalkan halaman rumah Ir. Sukarno dengan diliputi perasaan kesal memikirkan sikap dan perkataan sukarno-Hatta. Sesampainya mereka di tempat rapat, mereka melaporkan semuanya. Menanggapi hal itu kembali golongan muda mengadakan rapat dini hari tanggal 16 Agustus 1945 di asrama Baperpi, Jalan Cikini 71, Jakarta. Selain dihadiri oleh para pemuda yang mengikuti rapat sebelumnya, rapat ini juga dihadiri juga oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr. Muwardi dari Barisan Pelopor dan Shudanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu. Rapat ini membuat keputusan menyingkirkan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dari segala pengaruh Jepang. Untuk menghindari kecurigaan dari pihak Jepang, Shudanco Singgih mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut. Rencana ini berjalan lancar karena mendapatkan dukungan perlengkapan Tentara PETA dari Cudanco Latief Hendraningrat yang pada saat itu sedang menggantikan Daidanco Kasman Singodimedjo yang sedang bertugas ke Bandung. Maka pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 waktu Jawa sekelompok pemuda membawa Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota menuju Rengasdengklok, sebuah kota kawedanan di pantai utara Kabupaten Karawang. Alasan yang mereka kemukakan ialah bahwa keadaan di kota sangat genting, sehingga keamanan Sukarno-Hatta di dalam kota sangat dikhawatirkan. Tempat yang dituju merupakan kedudukan sebuah cudan (kompi) tentara PETA Rengasdengklok dengan komandannya Cudanco Subeno. Sehari penuh Sukarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Kewibawaan yang besar dari kedua tokoh ini membuat para pemuda segan untuk melakukan penekanan lebih jauh. Namun dalam suatu pembicaraan berdua dengan Ir. Sukarno, Shudanco Singgih beranggapan Sukarno bersedia untuk menyatakan proklamasi segera setelah kembali ke Jakarta. Oleh karena itulah Singgih

pada tengah hari itu kembali ke Jakarta untuk menyampaikan rencana proklamasi kepada kawankawannya. Sementara itu di Jakarta para anggota PPKI yang diundang rapat pada tanggal 16 agustus memenuhi undangannya dan berkumpul di gedung Pejambon 2. Akan tetapi rapat itu tidak dapat dihadiri oleh pengundangnya Sukarno-Hatta yang sedang berada di Rengasdengklok. Oleh karena itu mereka merasa heran. Satu-satu jalan untuk mengetahui mereka adalah melalui Wikana salah satu utusan yang bersitegang dengan Sukarno-Hatta malam harinya. Oleh karena itulah Mr. Ahmad Subardjo mendekati Wikana. Selanjutnya antara kedua tokoh golongan tua dan tokoh golongan muda itu tercapai kesepakatan bahwa Proklamasi Kemerdekaan harus dilaksanakan di Jakarta. Karena adanya kesepakatan itu, maka Jusuf Kunto dari golongan muda bersedia mengantarkan Mr. Ahmad Subardjo bersama sekretarisnya, Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok. Rombongan ini tiba pada pukul 18.00 waktu Jawa. Selanjutnya Ahmad Subardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawa bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada keesokan harinya tanggal 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan adanya jaminan itu, maka komandan kompi PETA Rengasdengklok, Cudanco Subeno bersedia melepaskan Ir. Sukarno dan Drs. Moh Hatta kembali ke Jakarta. G. PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI Rombongan tiba kembali di Jakarta pada pukul 23.30 waktu Jawa. Setelah Sukarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing rombongan kemudian menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta (sekarang Perpustakaan Nasional). Hal itu juga disebabkan Laksamana Tadashi Maeda telah menyampaikan kepada Ahmad Subardjo (sebagai salah satu pekerja di kantor Laksamana Maeda) bahwa ia menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Sebelum mereka memulai merumuskan naskah proklamasi, terlebih dahulu Sukarno dan Hatta menemui Somubuco (Kepala Pemerintahan Umum) Mayor Jenderal Nishimura, untuk menjajagi sikapnya mengenai Proklamasi Kemerdekaan. Mereka ditemani oleh Laksamana Maeda, Shigetada Nishijima dan Tomegoro Yoshizumi serta Miyoshi sebagai penterjemah. Pertemuan itu tidak mencapai kata sepakat. Nishimura menegaskan bahwa garis kebijakan Panglima Tentara Keenambelas di Jawa adalah dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi merubah status quo (status politik Indonesia). Sejak tengah hari sebelumnya tentara Jepang semata-mata sudah merupakan alat Sekutu dan diharuskan tunduk kepada sekutu. Berdasarkan garis kebijakan itu Nishimura melarang Sukarno-Hatta untuk mengadakan rapat PPKI dalam rangka proklamasi kemerdekaan. Sampailah Sukarno-Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi membicarakan kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Akhirnya mereka hanya mengharapkan pihak Jepang tidak menghalang-halangi pelaksanaan proklamasi yang akan dilaksanakan oleh rakyat Indonesia sendiri. Maka mereka kembali ke rumah Laksamana Maeda. Sebagai tuan rumah Maeda mengundurkan diri ke lantai dua. Sedangkan di ruang makan, naskah proklamasi dirumuskan oleh tiga tokoh golongan tua, yaitu : Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo. Peristiwa ini disaksikan oleh Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura, bersama dengan tiga orang tokoh pemuda lainnya, yaitu : Sukarni, Mbah Diro dan B.M. Diah.

Sementara itu tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan muda maupun golongan tua menunggu di serambi muka. Ir. Sukarno yang menuliskan konsep naskah proklamasi, sedangkan Drs. Moh. Hatta dan Mr Ahmad Subardjo menyumbangkan pikiran secara lisan. Kalimat pertama dari naskah proklamasi merupakan saran dari Mr. Ahmad Subardjo yang diambil dari rumusan BPUPKI. Sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran dari Drs. Moh. Hatta. Hal itu disebabkan menurut beliau perlu adanya tambahan pernyataan pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty). Sehingga naskah proklamasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Proklamasi Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja Djakarta, 17 8 05 Wakil-2 bangsa Indonesia, Pada pukul 04.30 waktu Jawa konsep naskah proklamasi selesai disusun. Selanjutnya mereka menuju ke serambi muka menemui para hadirin yang menunggu. Ir. Sukarno memulai membuka pertemuan dengan membacakan naskah proklamasi yang masih merupakan konsep tersebut. Ir. Sukarno meminta kepada semua hadirin untuk menandatangani naskah proklamasi selaku wakilwakil bangsa Indonesia. Pendapat itu diperkuat oleh Moh. Hatta dengan mengambil contoh naskah Declaration of Independence dari Amerika Serikat. Usulan tersebut ditentang oleh tokoh-tokoh pemuda. Karena mereka beranggapan bahwa sebagian tokoh-tokoh tua yang hadir adalah budak-budak Jepang. Selanjutnya Sukarni, salah satu tokoh golongan muda, mengusulkan agar yang menandatangani naskah proklamasi cukup Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Setelah usulan Sukarni itu disetujui, maka Ir. Sukarno meminta kepada Sajuti Melik untuk mengetik naskah tulisan tangan Sukarno tersebut, dengan disertai perubahan-perubahan yang telah disepakati. Ada tiga perubahan yang terdapat pada naskah ketikan Sajuti Melik, yaitu : kata tempoh diganti tempo, sedangkan kata wakil-wakil bangsa Indonesia diganti dengan Atas nama bangsa Indonesia. Perubahan juga dilakukan dalam cara menuliskan tanggal, yaitu Djakarta, 17-8-05 menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Sehingga naskah proklamasi ketikan Sajuti Melik itu, adalah sebagai berikut : PROKLAMASI Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselengarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia, Soekarno/Hatta (tandatangan Sukarno) (tandatangan Hatta) Selanjutnya timbul persoalan dimanakah proklamasi akan diselenggarakan. Sukarni mengusulkan bahwa Lapangan Ikada (sekarang bagian tenggara lapangan Monumen Nasional) telah dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi. Namun Ir. Sukarno menganggap lapangan Ikada adalah salah satu lapangan umum yang dapat menimbulkan bentrokan antara rakyat dengan pihak militer Jepang. Oleh karena itu Bung Karno mengusulkan agar upacara proklamasi dilaksanakan di rumahnya, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 dan disetujui oleh para hadirin. H. PELAKSANAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945 Pada pukul 05.00 waktu Jawa tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin Indonesia dari golongan tua dan golongan muda keluar dari rumah Laksamana Maeda. Mereka pulang ke rumah masingmasing setelah berhasil merumuskan naskah proklamasi. Mereka telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan pada pukul 10.30 waktu Jawa atau pukul 10.00 WIB sekarang. Sebelum pulang Bung Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di kantor berita dan pers, utamanya B.M. Diah untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya ke seluruh dunia. Pagi hari itu, rumah Ir. Sukarno dipadati oleh sejumlah massa pemuda yang berbaris dengan tertib. Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan proklamasi, dr. Muwardi (Kepala Keamanan Ir. Sukarno) meminta kepada Cudanco Latief Hendraningrat untuk menugaskan anak buahnya berjaga-jaga di sekitar rumah Ir. Sukarno. Sedangkan Wakil Walikota Suwirjo memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk mempersiapkan pengeras suara. Untuk itu Mr. Wilopo dan Nyonopranowo pergi ke rumah Gunawan pemilik toko radio Satria di Jl. Salemba Tengah 24, untuk meminjam mikrofon dan pengeras suara. Sudiro yang pada waktu itu juga merangkap sebagai sekretaris Ir. Sukarno memerintahkan kepada S. Suhud (Komandan Pengawal Rumah Ir. Sukarno) untuk menyiapkan tiang bendera. Suhud kemudian mencari sebatang bambu di belakang rumah. Bendera yang akan dikibarkan sudah dipersiapkan oleh Nyonya Fatmawati. Menjelang pukul 10.30 para pemimpin bangsa Indonesia telah berdatangan ke Jalan Pegangsaan Timur. Diantara mereka nampak Mr. A.A. Maramis, Ki Hajar Dewantara, Sam Ratulangi, K.H. Mas Mansur, Mr. Sartono, M. Tabrani, A.G. Pringgodigdo dan sebagainya. Adapun susunan acara yang telah dipersiapkan adalah sebagai berikut: Pertama, Pembacaan Proklamasi;

Kedua, Pengibaran Bendera Merah Putih; Ketiga, Sambutan Walikota Suwirjo dan Muwardi. Lima menit sebelum acara dimulai, Bung Hatta datang dengan berpakaian putih-putih. Setelah semuanya siap, Latief Hendraningrat memberikan aba-aba kepada seluruh barisan pemuda dan mereka pun kemudian berdiri tegak dengan sikap sempurna. Selanjutnya Latif mempersilahkan kepada Ir. Sukarno dan Moh. Hatta. Dengan suara yang mantap Bung Karno mengucapkan pidato pendahuluan singkat yang dilanjutkan dengan pembacaan teks proklamasi. Acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. S. Suhud mengambil bendera dari atas baki yang telah disediakan dan mengikatkannya pada tali dengan bantuan Cudanco Latif Hendraningrat. Bendera dinaikkan perlahan-lahan. Tanpa dikomando para hadirin spontan menyanyikan Indonesia Raya. Acara selanjutnya adalah sambutan dari Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi. Berita proklamasi yang sudah meluas di seluruh Jakarta disebarkan ke seluruh Indonesia. Pagi hari itu juga, teks proklamsi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Berita Domei, Waidan B. Palenewen. Segera ia memerintahkan F. Wuz untuk menyiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz menyiarkan berita itu, masuklah orang Jepang ke ruangan radio. Dengan marah-marah orang Jepang itu memerintahkan agar penyiaran berita itu dihentikan. Tetapi Waidan memerintahkan kepada F. Wuz untuk terus menyiarkannya. Bahkan berita itu kemudian diulang setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran radio itu berhenti. Akibatnya, pucuk pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita itu. Dan pada hari Senin tanggal 20 Agustus 1945 pemancar itu disegel dan pegawainya dilarang masuk. Walaupun demikian para tokoh pemuda tidak kehilangan akal. Mereka membuat pemancar baru dengan bantuan beberapa orang tehnisi radio, seperti : Sukarman, Sutamto, Susilahardja dan Suhandar. Sedangkan alat-alat pemancar mereka ambil bagian-demi bagian dari kantor betita Domei, kemudian dibawa ke Jalan Menteng 31. Maka terciptalah pemancar baru di Jalan Menteng 31. Dari sinilah seterusnya berita proklamasi disiarkan. Selain lewat radio, berita proklamasi juga disiarkan lewat pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai