Pemberontakan di
Indonesia
Pemberontakan
DI/TII di Indonesia
Gerakan ini bertujuan menjadikan
Indonesia sebagai negara teokrasi
dengan agama Islam sebagai dasar
negara. Dalam proklamasinya bahwa
"Hukum yang berlaku dalam Negara
Islam Indonesia adalah Hukum Islam“.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Keinginan untuk membentuk negara Islam Jawa Barat dipimpin
oleh Sukarmaji Marijan Kartosuwiryo.
Awalnya, Kartosuwiryo memusatkan kegiatannya di Malangbong
dengan mendirikan Pesantren Sufah. Lalu, dibentuklah Hizbullah
dan Sabillah sebagai inti kekuatan pasukan.
Pada masa pendudukan Jepang dan setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia, Kartosuwiryo bergabung dengan partai
Masyumi. Pada Februari 1948, dia mengubah gerakannya dari
bentuk kepartaian menjadi kenegaraan
Pada 7 Agustus 1949 Kartosuwiryo secara resmi menyatakan
berdirinya Negara Islam Indonesia.
Operasi militer untuk menumpas DI/TII dimulai tanggal 27
Agustus 1949 dengan mempergunakan taktik pagar betis dan
Operasi Barathayuda.Pada tanggal 4 Juni 1962 dia berhasil
ditangkap di Gunung Geber, Majalaya, Tasikmalaya.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
Gerakan DI/TII di Jawa Tengah muncul di Tegal, dan Brebes
yang disebut Gerakan Majelis Islam. Gerakan Majelis Islam
dipimpin oleh Amir Fatah.
Di Kebumen muncul pemberontakan, yang disebut Angkatan
Umat Islam yang dipimpin oleh Mohammad Mahfudh
Abdulrahman (Kiai Somalangu).
Untuk menumpas DI/TII di Jawa Tengah dibentuklah
Komando Operasi Gerakan Banteng Negara dan Operasi
Guntur.Operasi untuk menghancurkan DI/TII di daerah GBN
dibentuklah pasukan khusus yang diberi nama Banteng
Raiders.DI/TII di Jawa Tengah dapat dipadamkan pada tahun
1954
Pemberontakan DI/TII di Aceh
Pemberontakan di Aceh dilatarbelakangi oleh soal otonomi
daerah, pertentangan antar golongan, dan tidak lancarnya
rehabilitasi dan modernisasi daerah.
Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureuh.
Daud Beureueh pernah memegang jabatan sebagai "Gubernur
Militer Daerah Istimewa Aceh" sewaktu agresi militer pertama
Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai Gubernur
Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan
menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun
militer. Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas Gubernur
Militer, Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut.
Untuk beberapa waktu lamanya Daud Beureuh dan pengikut-
pengikutnya dapat mengusai sebagian besar daerah Aceh
termasuk sejumlah kota.
Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh
memproklamasikan bahwa Aceh merupakan bagian "Negara
Islam Indonesia" dibawah pimpinan Imam Kartosuwiryo.
Sesudah bantuan datang dari Sumatera Utara dan Sumatera
Tengah, operasi pemulihan keamanan TNI segera dimulai.
Setelah didesak dari kota-kota besar, Daud Beureuh
meneruskan perlawanannya di hutan-hutan.
Penyelesaian terakhir Pemberontakan Daud Beureuh ini
dilakukan dengan suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat
Aceh" pada 17-28 Desember 1962 atas prakarsa Panglima
Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M. Jassin.
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi
Selatan
Gerakan DI/TII di Sulawesi selatan dipimpin oleh Kahar
Muzakar.
Sebab utama pemberontakan Kahar Muzakkar adalah
keinginan untuk menduduki salah satu jabatan dalam APRIS.
Dia adalah pemimpin laskar geriliya yang tergabung dalam
Komando Geriliya Sulawesi Selatan(KGSS). Sesuai
perkembangan keadaan, pemerintah akan merasionalisasi dan
menstrukturisasi TNI termasuk anggota KGSS dan yang
memenuhi syarat akan menjadi anggota APRIS. Namun Kahar
Muzakkar meminta agar semua anggota KGSS dimasukkan
APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin, tetapi pemerintah
tidak memenuhi tuntutan tersebut, sehingga Kahar Muzakkar
bersama anggotanya bergeriliya ke hutan.
Pada tahun 1952 Kahar Muzakkar menyatakan bahwa
Sulawesi Selatan merupakan bagian dari NII pimpinan
Kartosuwiryo.
Untuk mengatasi pemberontakan Kahar Muzakkar pemerintah
melancarkan gerakan militer ke seluruh Sulawesi Selatan.
Pada bulan Februari 1965, pemberontakan berhasil
dipadamkan setelah Kahar Muzakkar tertembak mati.
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan
Pemberontakan di Kalimantan disebabkan karena rasa tidak
puas terhadap pemerintah. Yang dihimpun oleh Letnan Dua
Ibnu Hajar dalam kesatuan yang disebut Kesatuan Rakyat
yang Tertindas.
Ibnu Hajar dan pasukannya melakukan pemberontakan
terhadap pemerintah dan menyatakan gerakannya sebagai
bagian dari DI/TII Kartosuwiryo.
Gerakan pemberontakan DI/TII di Kalimantan berhasil
ditumpas oleh TNI pada tahun 1959.
Pemberontakan
APRA di Jawa Barat
Kabinet ini dibentuk pada 31 Juli 1953 yang dipimpin oleh Perdana
Menteri Ali Sastroamijoyo dari PNI.
Program-program Kabinet Ali Sastroamijoyo adalah :
- Menyelesaikan masalah Irian Barat
- Meningkatkan keamanan dalam negeri terutama dalam menghadapi
DI/TII
- Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika
Di antara program tsb. Yang berhasil dilaksanakan dengan sukses adalah
Konferensi Asia-Afrika pada18-25 April 1955 di Bandung dan
menghasilkan Dasasila Bandung
Kabinet Ali jatuh pada bulan Juli 1955, karena perselisihan pendapat
antara TNI-AD dan pemerintah tentang tata cara pengangkatan Kepala
Staf AD.
KABINET BURHANUDIN HARAHAP
Kabint ini terbentuk pada tanggal 12 Agustus 1955 yang
dipimpin oleh Burhanuddin Harahap dari Masyumi.
Kabinet Burhanuddin Harahap mempunyai program kerja
mengembalikan kewibawaan moral pemerintah dalam hal ini
kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat. Selain itu, juga
akan dilaksanakan pemilihan umum, desentralisasi, masalah
inflasi, pemberantasan korupsi, dan perjuangan pengembalian
Irian Barat ke pangkuan RI.
Kabinet ini jatuh disebabkan karena ketidaksediaan presiden
menandatangani UU Pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Pada 3 Maret 1956, Burhanudin menyerahkan kembali
mandatnya kepada presiden.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO II