Anda di halaman 1dari 101

hasiat Obat

1. Orthosiphonis Folium sebagai diuretikum.


2. Hexamine sebagai antiseptikum saluran kemih.

asar Teori
Sediaan farmasi solutio (larutan) terdapat dua macam yaitu larutan soral dan
larutan topikal. beberapa contoh dari larutan oral yaitu potiones, elixir, mixture,
sirup, netralisasi, saturasi, dan potio effervecent. sedangkan beberapa contoh
dari larutan topikal yaitu collyrium, tetes mata, tetes mulut, tetes hidung dan
gargarisma.
Saturasi adalah obat minum yang membuat dengan mereaksikan asam dengan
basa akan tetapi gas yang terjadi ditahan dalam wadah sehingga larutan jenuh
dengan gas. sedangkan netralisasi adalh obat minum yang dibuat dengan
mencampurkan bagian asam dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan
bersifat netral.
Asam sitrat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 10,1%
C6H8O7.H2O. pemerian hablur tidak berwarna ataupun serbuk putih, tidak
berbau, rasa sangat asam, agak higroskopis, merapuh dalam udara kering dan
panas.
Kelarutannya larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam 1,5 bagian etanol
(95%) P, sukar larut dalam eter P. Identifikasi larutan dalam air bereaksi asam,
jika dinetralkan menunjukkan reaksi sitrat yang tertera pada reaksi identifikasi.
Natrium Karbonat mengandung tridak kurang dari 99,5% Na2CO3 dihitung
terhadap anhidrat. pemeriannya hablur tidak berwarna atau serbukhablur putih.
kelarutannya mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih.
identifikasi larutan 10% b/b bereaksi alkalis kuat terhadap larutan fenolftalein
P.B menunjukkan reaksi natrium dan karbonat yang tertera pada reaksi
identifikasi.

1.TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan saturasi
11.DASAR TEORI
Saturasi adalah obat munum yang dibuat dengan mereaksikan asam dengan
basa tetapi gas yang terjadi ditahan didalam wadah sehingga wadah jenuh
dengan gas.Saturasi merupakan obat caur yang prinsipnya larutan yang jenuh
dengan CO2.CO2 berfungsi sebagai corrigens.
Saturasi tidak dapat disimpan dalam waktu lama karena akan memper CO2
hilang .Sehingga tidak memenuhi syarat saturasi lagi.Pada saturasi larutan
tersebut dijenuhkan dengan CO2 pada pembuatan larutan secara saturasi harus
dibuat dengan keadaan dingin dan tadak boleh dikocok.
Pada obat seperti effervesent apabils dimasukan kedalam air akan membentuk
CO2 karena reaksi kimia dari 2 unsur dalam tablet karbonat bereaksi dengan
asanm organik .Bahan obat yang biasanya dicampurkan pada kedua unsur
tersebut adalah yang larut dalam air.
Untuk pembuatannya:
1.Komponen basa dilarutkan dalam 2/3 bagian air.Misalnya natrium bicarbonat
digerus lalu dituang kedalam botol .
2.Komponen asam dilarutkan dalam 1/3 bagian air
3. 2/3 bagian asam masuk kedalam basa dan gas dibuang seluruhnya.Sisa asam
dituang hayi-hati lewar tepi botol.Segera ditutup dengan gabus sehingga gas
tertahan.

111.ALAT DAN BAHAN


*ALAT
-Botol kaca 60 ml
-Mortir dan stamper
-Gelas ukur
-Gabus
-Benang
*BAHAN
-Asam sitrat
-Na Bicarbonat
-Sacharum
-Ekstrak teh
-Aqua

1V.CARA KERJA

1. Menyiapkan alat dan bahan


2. Timbang semua bahan sesuai aturan
3. Sacharum dilarutkan dengan aqua(sebaiknya dengan air hangat)
4. Masukan Na bicarbonat
5. Tambahkan ektrak teh
6. Asam sitrat dilarutkan dengan aqua
7. Masukan larutan kedalam botol lalu pelan-pelan masukan larutan asam
sitrat lewat tepi botol
8. Tutup botol dengan gabus lalu ikat dengan benang
9. Beri etiket

1X.PEMBAHASAN
Praktikum ini membuat sediaan satirasi,Saturasi adalah sediaan yang dibuat
dengan mereaksikan asam dengan basa tetapi gas yang terbentuk ditahan didalam
wadah sehingga larutan jenuh dengan gas.
Gas CO2 carbondioksida umumnya digunakan untuk pengobatan ,menjadi
stabilitas obat dan kadang-kadang dimasukan untuk menyegarkan rasa minuman
.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk sediaan saturasi dan potio
effervesent adalah :
1.Diberikan dalam botol yang kuat ,berisi kira-kira setengah bagian dan tertutup
dengan gabus/karet yang rapat .Kemudian diikat dengan rampagneknep.
2.Tidak boleh mengandung bahan obat yang tidak larut .Karena tidak boleh
dikocok .Pengocokan dapat menyebabkan botol pecah karena botol berisi gas
dalam jumlah besar.
Sediaan yang serupa dengan saturasi adalah netralisasi dan effervesent
.Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan mencampurkan bagian asam
dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan bersifat netral.
Pada praktikum kali ini ,untuk perbandingan basa dan asamnya adalah 1/3
komponen asan 2/3 komponen basa.Komponen bahan asamnya adalah asam
sitrat dan komponen bahan basanya Na bicarbonat , Sacharum dan ekstrak teh
.Untuk pembuatan asam sitrat dilarutkan dengan aqua kemudian dilarutkan
dengan aqua,lalu ditambahkan Na bicarbonat dan tambahkan ekstrak teh .larutan
basa tersebut lalu dimasukan dalam botol .Lalu tuangkan larutan assa, pelan-
pelan kedalam botol melalui tepi botol.Setelah asam dimasukan,kemudian
ditutup dengan gabus dan diikat dengan benang jagung .Apabila botol
dikocok kemudian tali putus,dan gabus beserta isinya akan menyembur berarti
sediaan saturasi tersebut jadi .
Prisip kerjanya asam masuk basa ,hal ini karena BJ asam lebih besar dibanding
BJ basa, sehingga apabila asam dimasukan kedalam basa maka akan mencampur
sendiri tanpa perlu dikocok .
X.KESIMPULAN
Sediaan ini berfungsi untuk menyegarkan tubuh.

III. Pembahasan
Pada praktikum pembuatan infusa, daun kumis kucing mempunyai bagian
yang keras sebanyak 0,5 % bagian. Mula – mula kumis kucing digunting –
gunting terlebih dahulu baru kemudian ditimbang. Alasan mengapa kumis kucing
digunting terlebih dahulu, agar mempercepat zat aktif pada tanaman deuritik,
karena dengan memotong kita telah merusak dinding selulosanya. Pada Daun
kumis kucing tersebut mengandung kadar kalium (boorsma) yang cukup tinggi.
Ia juga mengandung glikosida orthosiphonin. Setelah itu dilakukan penimbangan
daun kumis kucing sebanyak 500 mg, karena dilakukan 2 kali jadi yang ditimbang
yaitu sebanyak 1 gram. Setelah itu dilakukan pemanasan pada air sebanyak 100
ml di dalam panci dimasukkan daun kumis kucing tersebut hingga suhunya
mencapai 90o. setelah itu diangkat dan dilakukan penyaringan dalam keadaan
panas, kecuali infusa yang mengandung minyak atsiri disaring dalam keadaan
dingin. Jika terdapat tanaman yang mengandung lendir, tidak diperbolehkan
untuk melakukan penyaringan. Lalu dimasukkan ke dalam botol, dan siap untuk
diberikan kepada pasien.
Pada umumnya kumis kucing dipergunakan dalama bentuk simplisia
sesuai dengan khasiat fitoterapi yang tercantum dalam Materia Madika Indonesia
yakni sebagai obat untuk memperlancar pengeluaran air seni. Diketahui juga
bahwa khasiat dari daun kumis kucing itu sendiri adalah sebagai Diuretikum dan
manfaat lainnya yang telah diteliti adalah untuk mengobati infeksi kandung
kemih, kencing manis, tekanan darah tinggi, rematik, menghancurkan batu
ginjal dan menurunkan kadar kolesterol.

III. Daftar Pustaka

Anief, Mohammad. 2003. Farmasetika. UGM Press : Yogyakarta.

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan: Jakarta.


Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Anggota IKAPI: Jakarta.

Syarifudin, Arief. 2009. Sediaan Obat. (Online). Diakses pada 01 April 2011

Tjay, T.H. dan Kirana Rardja. 2007. Obat-Obat Penting. PT Elex Media Komputendo:
Jakarta.
Santoso, S. 1993. Perkembangan Obat Tradisional Dalam Ilmu Kedokteran di Indonesia
dan Upaya Pengembangannya Sebagai Obat Alternatif, Jakarta: FKUI.
Hariana, H.Arief.. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Dalimartha Setiawan, 2003, ATLAS Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 2, Trubus
Agriwidya, hal. 126-130
anonym, 1980, Materi Medika Indonesia, Jilid 4, DEPKES RI, hal 85-91.

11.

Etiket :
Warna : Putih
Signa : 3 kali sehari 1 sendok makan
Label :
Pembahasan :
Praktikum pembuatan infusa Orthosiphonis Folium. Simplisia yang dipakai
adalah Orthosiphonis Folium kering. Karena simplisa kering maka air yang
dibutuhkan ditambah 2 kali bobot simplisia kering. Penambahan air berguna
untuk mengganti air sel yang hilang. Orthosiphonis Folium dihaluskan terlebih
dahulu untuk menambah luas permukaan. Penambahan luas permukaan
menambah bidang kontak pelarut dengan simplisia sehingga memepercepat
pelarutan. Karena pada laboratorium tidak tersedia ayakan no 5 dan 8 maka
ukuran serbuk Orthosiphonis Folium dikira- kira 2 - 3,35 mm.
Setelah dihaluskan serbuk simplisia siap untuk disari. Pada pembuatan infusa
penyarian dipakai air panas pada suhu 90 derajat Celcius. Sebuk simplisia
dimasukkan ke dalam panci infus yang telah berisi air panas bersuhu 90 derajat
Celcius. Pada suhu ini zat aktif masih stabil dan proses penyarian paling
maksimal. Proses penyarian berlangsung 15 menit sambil sesekali diaduk. Bila
lebih dari 15 menit dikhawattirkan zat aktif akan rusak oleh pemanasan. Infusa
merupakan penyarian yang umum dilakukan untuk menyari zat kandungan aktif
yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan metode ini
menghasilkan sari/ekstrak yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan
kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan
lebih dari 24 jam.
Infuse diserkai sewaktu masih panas melalui kain flannel. Untuk mencukupi
kekurangan air, ditambahkan air mendidih melalui ampasnya. Infus ditunggu
sampai dingin kemudian dimasukkan botol.
Khasiat Fitoterapi yang tercantum dalam Materia Madika Indonesia yakni
sebagai obat untuk memperlancar pengeluaran air seni. Diketahui juga bahwa
khasiat dari daun kumis kucing itu sendiri adalah sebagai diuretikum dan
manfaat lainnya yang telah diteliti adalah untuk mengobati infeksi kandung
kemih, kencing manis, tekanan darah tinggi, rematik, menghancurkan batu ginjal
dan menurunkan kadar kolesterol.

Kesimpulan :
Resep diatas berkhasiat untuk gangguan saluran kemih dan kencing batu.

Daftar Pustaka :

1. Anief, Moh, 1991, Ilmu Meracik Obat, Gajah Mada University Press :
Yogyakarta.
2. Anonim, 2015, Farmakope Indonesia edisi V, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta.
3. Anonim, 1980, Materi Medika Indonesia, Jilid 4, DEPKES RI : Jakarta
4. http://nunuunuruul.blogspot.co.id/2013/01/v-behaviorurldefaultvmlo.htm

May
30

Formula Saturasi
R/ Vitamin C 1000 mg
Natrii bicarbonas 3,6 g
Acidum citricum 3g
Sukrosa 12 g
Na-Benzoate 0,075 g
Essens jeruk q.s.
Madu 1g
Aquadest ad 150 mL
1.1 Uraian Masing-masing Bahan
A. Vitamin C
- Nama lain : acidum ascorbicum, asam askorbat
- Struktur kimia : C6H8O6 (Depkes RI, 1979)
- Berat Molekul : 176,13 g/mol (Depkes RI, 1979)
: Bentuk berupa serbuk atau hablur, warna putih atau agak kuning, rasa asam, tidak
berbau (Depkes RI, 1979)
: Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%) P; praktis tidak larut
dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam benzen P (Depkes RI, 1979)
: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya (Depkes RI, 1979)
: ± 1900 C (Depkes RI, 1979)
- pH : 2,1 – 2,6 (Rowe, et al., 2006)
s : Asam askorbat inkompatibilitas dengan basa, ion logam berat bahan
pengoksidasi, methenamine, dan salicylamide sodium nitrit dan dapat mengurangi intensitas
warna zat warna (Rowe, et al., 2006).

B. Sukrosa
Nama lain : sukrosa, beet sugar (Depkes RI, 1995)
: C12H22O17
: 342,30 g/mol
: Bentuk kristal bening, warna putih, rasa manis, tidak berbau (Depkes RI, 1995)
: sedikit larut dalam kloroform, mudah larut dalam 400 bagian etanol, ½ bagian air (Depkes
RI, 1995)
: dalam wadah tertutup baik, sejuk, dan kering (Depkes RI, 1995)
: 1860C (Rowe, et al., 2006)
: 3,5-5,5 (Rowe, et al., 2006)
:-
C. Asam Sitrat
: Acidum Citricum (Depkes RI, 1979)
: C6H8O7.H2O
- Berat Molekul : 210,14 g/mol
: Bentuk hablur tidak berwarna atau serbuk putih, berwarna
putih, rasa asam dan tidak berbau (Depkes RI, 1979)
: Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam 1,5 bagian etanol dan sukar larut
eter (Depkes RI, 1979).
: Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979)
: 90º C
- pH : 3,8-5,6 (Rowe, et al., 2006)
- Inkompatibilitas : -
D. Natrium Bicarbonat
: Natrii Bicarbonas (Depkes RI, 1995)
: Na2(CO3)2.H2O (Depkes RI, 1995)
- Berat Molekul : 124,00 g/mol (Depkes RI, 1995)
: Bentuk hablur warna putih, tidak berbau (Depkes RI, 1995)
Kelarutan : Mudah larut air dan air mendidih (Depkes RI, 1995).
: Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995)
: 270º C (Depkes RI, 1995).
: antara 6 - 7,5 (Rowe, et al., 2006)
s : -
E. Natrium Benzoat
: Natrii Benzoas atau Natrium Benzenekarboksilat (Depkes RI, 1979)
a : C7H5NaO2
- Berat Molekul : 144,11 g/mol
: Bentuk hablur warna putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau (Depkes RI,
1979)
: larut dalam 2 bagian air dan 90 bagian etanol (Depkes RI, 1979).
: Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979)
: 270º C.
: antara 2,5 – 4,0 (Rowe, et al., 2006)
- Inkompatibilitas : -
F. Madu
: Dextrosa (Depkes RI, 1995)
: C6H12O6 (Rowe, et al., 2006)
l : 180,18 g/mol (Rowe, et al., 2006)
: Bentuk larutan kental berwarna kuning, berbau khas berasa manis (Rowe, et al.,
2006).
: Memiliki kelarutan dalam sebanyak 6% (Rowe, et al., 2006).
: Dalam wadah tertutup baik (Rowe, et al., 2006)
: 160º C (Rowe, et al., 2006).
: 7 (Rowe, et al., 2006).
- Inkompatibilitas : -
G. Perasa Jeruk
: Citrus essens
- Struktur Kimia : -
- Berat Molekul : -
: Bentuk hablur, berbau khas dan berasa asam.
- Kelarutan : -
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
- Titik Lebur : -
- pH : -
- Inkompatibilitas : -
H. Aquadest
- Nama lain : Aquadestilata, air suling
- Struktur Kimia : H2O
- Berat Molekul : -
: Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau (Depkes RI, 1995)
- Kelarutan : -
: Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat (Depkes RI, 1995).
- Titik Lebur : -
- pH : 5-7
- Inkompatibilitas : -
1.2 Fungsi Masing-masing Bahan
- Vitamin C berfungsi sebagai bahan aktif yang digunakan untuk menjaga daya tahan tubuh
- Sukrosa berfungsi sebagai pemberi rasa manis.
- Natrium bikarbonat berfungsi sebagai bagian basa untuk memberi sensasi sejuk saat diminum
saat pelepasan gas CO2
- Asam sitrat berfungsi sebagai bagian asam karena lebih stabil bila direaksikan dengan natrium
bikarbonat dibandingkan bahan asam lain.
- Natrium benzoat berfungsi sebagai pengawet untuk mencegah tumbuhnya mikroba.
- Madu berfungsi sebagai antioksidan dan penambah rasa manis.
- Essens jeruk berfungsi sebagai pengaroma jeruk.
- Aquadest berfungsi sebagai pelarut untuk melarutkan semua bahan
Diposting 30th May 2013 oleh Kuro Usagi
0

Tambahkan komentar

Kuropedia

 Klasik
 Kartu Lipat
 Majalah
 Mozaik
 Bilah Sisi
 Cuplikan
 Kronologis

1.

Dec

19
PENGUKURAN PARAMETER
RHEOLOGI DENGAN VISKOMETER
BROOKFIELD
DOWNLOAD FULL ARTICLE

COPY TEXT

PENGUKURAN PARAMETER RHEOLOGI DENGAN VISKOMETER


BROOKFIELD

A. TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami kegunaan parameter


rheology, memahami kaidah dasar, prinsip kerja dan spesifikasi pengukuran
parameter rheology dengan viscometer brookfield serta memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi pengukuran parameter rheology dengan viscometer
brookfield.

B. DASAR TEORI

Viskositas adalah ukuran resistensi zat cair untuk mengalir. Makin besar
resistensi
suatuzat cair untuk mengalir semakin besar pula viskositasnya. Rheologi ad
alah ilmu yangmempelajari sifat aliran zat cair atau deformasi zat padat
Viskositas mula-mula diselidiki oleh Newton, yaitu dengan
mensimulasikan zat cair dalam bentuk tumpukan kartu seperti pada gambar
berikut :
Zat cair diasumsikan terdiri dari lapisan -lapisan molekul yang sejajar
satu sama lain.Lapisan terbawah tetap diam, sedangkan lapisan di atasnya
bergerak dengan kecepatan konstan, sehingga setiap lapisan akan
b e r g e r a k d e n g a n k e c e p a t a n ya n g b e r b a n d i n g l a n g s u n g d e n g a n
jaraknya terhadap lapisan terbawah yang tetap. Perbedaan kecepatan dv antara
dua lapisan yangdipisahkan dengan jarak dx adalah dv/dx atau kecepatan
geser (rate of share). Sedangkan gayasatuan luas yang dibutuhkan
untuk mengalirkanzat cair tersebut adalah F/A atau tekanan
geser (shearing stress) (Kusuma dkk, 2009).

Hampir seluruh sistem dispersi termasuk sediaan-sediaan farmasi yang


berbentuk emulsi,suspense, dan sediaan setengah padat tidak mengikuti hukum
Newton. Viskosita cairan semacamini bervariasi pada setiap kecepatan geser,
sehingga untuk mengetahui sifat alirannya dilakukan pengukuran pada beberapa
kecepatan geser. Untuk menentukan viskositasnya dipe rgunakan
viskositas meter rotasi Stormer. Berdasarkan grafik sifat alirannya
(rheogram), cairan non Newtonterbagi dalam dua kelompok, yaitu :

1. Cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi waktu. Kelompok ini terbagi
atas tiga jenis, yakni :

a) Aliran plastik

b) Aliran pseudoplastik

c) Aliran dilatan
2. Cairan yang sifat alirannya dipengaruhi oleh waktu. Kelompok ini terbagi atas
tiga jenis, yakni :

a) Tiksotropik

b) Antitiksotropik

c) Rheopeksi

(Kusuma dkk, 2009).

A. Aliran Plastik

Cairan yang mempunyai aliran plastik tidak akan mengalir


sebelum suatu gaya tertentuterlampaui. Gaya tersebut adalahyield value
atau f . Pada tekanan di bawah yield value, cairantersebut berlaku
sebagai bahan elastis. Sedangkan di atas harga tersebut, alirannya
mengikutihukum Newton (Kusuma dkk, 2009).

dv/dx

Rheogram aliran plastik

B. Aliran Pseudoplastik

Viskositas cairan pseudoplastik akan menurun denga


n m e n i n g k a t n ya k e c e p a t a n g e s e r . Berbeda dengan aliran plastik,

yield value tidak dijumpai. Oleh karena kurva tidak menunjukkanbagian


yang linier, maka cairan pseudoplastik tidak mempunyai harga viskositas
absolut. Contohcairan yang memiliki sifat aliran pseudoplastik : dispersi
cair tragakan, natrium alginate, CMC-Na, dan metil
selulosa (Kusuma dkk, 2009).
Rheogram aliran pseudoplastik

C. Aliran Dilatan

Viskositas cairan dilatan meningkat dengan meningginya kecepat


an geser, karena terjadi peningkatan volume antar partikel sehingga
pembawa tidak lagi mencukupi. (Kusuma dkk, 2009).

Rheogram aliran dilatan

Pada cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi waktu, apabil


a tekanan geser dihilangkan, sistem akan segera kembali
ke kondisi semula. Oleh karena itu, kurva menaik danmenurun
akan berhimpit. Pada cairan yang sifat alirannya dipengaruhi
waktu, apabila tekanan geser diturunkan, cairan tidak mengikuti
kecepatan geser semula sehingga kurva menaik dan menurun
tidak berhimpitan. Akibatnya terbentuk suatu celah yang
dinamakan hyteresis loop (Kusuma dkk, 2009).

D. Aliaran Tiksotropik

Pada aliran tiksotropik, kurva menurun berada di sebelah


kiri kurva menaik. Fenomena ini umumnya dijumpai pada zat
yang mempunyai aliran plastik dan pseudoplastik. Kondisi ini
disebabkan karena terjadinya perubahan struktur yang tidak
segera kembali ke keadaan semulapada saat tekanan geser
diturunkan. Sifat aliran semacam ini umumnya terjadi pada
partikelasimetrik (misalnya polimer) yang memiliki banyak titik
kontak d a n t e r s u s u n m e m b e n t u k jaringan tiga dimensi. Pada
keadaan diam, sistem akan membentuk gel dan bila diberi
tekanan geser, gel akan berubah menjadi sol (Kusuma dkk, 2009).

Rheogram aliran Tiksotropik

E. Aliran Rheopeksi

Pada aliran rheopeksi, kurva menurun berada di sebelah kanan


kurva menaik. Hal ini terjadikarena pengocokan perlahan dan teratur
akan mempercepat pemadatan suatu sistem dilatan. Bentuk
keseimbangan aliran rheopeksi adalah gel (Kusuma dkk, 2009).

Rheogram aliran rheopeksi

F. Aliran Antitiksotropik

Bila dilakukan pengukuran dengan penambahan dan


p e n u r u n a n t e k a n a n g e s e r s e c a r a berulang-ulang pada sistem
ini akan diperoleh suatu viskosita yang terus bertambah sampai
akhirnya suatu saat akan konstan (Kusuma dkk, 2009).

Rheogram aliran antitiksotropik

VISKOSIMETER

1. Viskosimeter Satu Titik Viskosimeter ini bekerja pada titik


kecepatan geser, sehingga hanya dihasilkan satu titik pada rheogram.
Ekstrapolasi dari titik tersebut ke titik nol akan menghasilkan
garislurus. Alat ini hanya dapat digunakan untuk menentukan
viskositas cairan Newton.Yang termasuk dalam jenis ini misalnya
viskosimeter kapiler, bola jatuh, penetrometer,plate plastometer ,dll.

2. Viskosimeter Banyak Titik Dengan viskosimeter ini dapat


dilakukan pengukuran pada beberapa harga kecepatangeser sehingga
diperoleh rheogram yang sempurna. Viskosimeter jenis ini dapat
jugadigunakan baik untuk menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton
maupun nonNewton. Yang termasuk ke dalam jenis viskosimeter ini adalah
viskosimeter rotasi tipeStormer, Brookfield, Rotovico, dll

(Kusuma dkk, 2009).

Penetrometer

Viskometer bola jatuh

Viskometer kapiler
Viskometer Brookfield

Viskometer stormer

(Kusuma dkk, 2009).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah :

1. Viscometer brookfield

2. Beker glass

3. Batang pengaduk

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah :

1. Sediaan krim warna kuning

2. Sediaan sirup warna merah

D. PROSEDUR KERJA

1. Menentukan Viscometer dan Sifat Alir Sediaan

a. Letakkan viscometer pada posisi yang benar dengan mengatur letak


gelembung udara tepat ditengah lingkaran.

b. Pilihlah spindle yang sesuai dengan viskositas bahan yang diperiksa

c. Masukkan spindle kedalam sediaan, hubungkan dengan rotor

d. Turunkan posisi spindle beserta rotornya sampai batas tanda tercelup pada
spindle

e. Siapkan rpn yang dikehendaki, mulailah dari rpm yang paling rendah
f. Tekan rem dan nyalakan putaran rotor. Lepaskan rem perlahan, biarkan
samapai mencapai 3-5 kali putaran

g. Tekan rem pada saat penunjuk tampak pada piringan. Matikan rotor dengan
rem yang tetap ditekan. Baca skala pada piringan, catat lalu lepaskan rem

h. Lakukan hal yang sama dengan menaikkan besarnya rpm

2. Menentukan penngaruh lama pengadukan terhadap viscometer sediaan

a. Berdasarkan pada data percobaan cara kerja 1, pilihlah salah satu rpm yang
hasil pembacaan skalanya mendekati 100

b. Dengan nomor spindle yang sama dan rpm yang sesuai dilakukan
pengamatan pengaruh lama pengadukan terhadap viskositas. Lama
pengadukan yang dilakukan bervariasi

c. Hitung lamanya pengadukan sejak awal percobaan

3. Menentukan pengaruh temperatur terhadap viskositas sediaan

a. Berdasarkan pada data percobaan cara kerja 1, pilihlah salah satu harga rpm
yang hasil pembacaan skalanya mendekati 100

b. Dengan nomor spindle yang sama dan rpm yang dibuat konstan (3-5
putaran spindle) dilakukan pengamatan pegaruh perubahan temperatur
terhadap viskositas. Temperatur yang digunakan bervariasi dimana
perubahan temperatur diperoleh dengan peningkatan pemanasan

E. DATA DAN HASIL PENGAMATAN


1. Penentuan Viskositas dan Sifat Alir Sediaan Sirup Merah

%
Hasil Kesalahan
Tipe No. Faktor
rpm Pembacaan Viskositas
Viskometer Spindle Spindle
Skala

LV 6 2 50 9 450 11,111 %
LV 12 2 25 11 275 9,091 %
LV 30 2 10 25 250 4%
LV 60 2 5 52,5 262,5 1,890 %

2. Penentuan Viskositas dan Sifat Alir Sediaan Lotion Marina

%
Hasil Kesalahan
Tipe No. Faktor
rpm Pembacaan Viskositas
Viskometer Spindle Spindle
Skala

LV 6 4 1000 24 24000 4,167 %


LV 12 4 500 31,5 15750 3,17 %
LV 30 4 200 49 9800 2,041 %
LV 60 4 100 62 6200 1,1613 %

3. Penentuan Sifat Tiksotropi Sediaan Lotion Marina

Tipe rpm No. Faktor Waktu Hasil Viskositas


Viskometer Spindle Spindle Pembacaan
Skala
LV 30 4 200 1 48,5 9700
LV 30 4 200 5 48 9600
LV 30 4 200 10 51,5 10300
LV 30 4 200 15 47,5 9500
LV 30 4 200 20 45,5 9100

4. Penentuan Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas Sediaan Sirup


Merah

Tipe No. Faktor Temperatur Hasil Viskositas


Viskometer rpm Spindle Spindle o
( C) Pembacaan
Skala
LV 60 2 5 30 53,5 267,5
LV 60 2 5 35 40,5 202,5
LV 60 2 5 40 28,5 142,5
LV 60 2 5 45 21,5 107,5
LV 60 2 5 50 16 80

5. Kurva rpm vs Hasil Pembacaan Skala


6. Kurva Waktu vs Viskositas Sediaan Lotion Marina
7. Kurva 1/T vs log Viskpsitas Sediaan Sirup Merah

F. PEMBAHASAN

Dalam percobaan kali ini, akan dibahas tentang pengukuran parameter


rheologi dengan menggunakan viscometer brookfield. Rheologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang aliran zat cair. Dimana manfaat dari percobaan rheologi ini
yaitu dapat diterapkan dalam bidang farmasi dalam menganalisa dari produk
farmasi seperti emulsi, pasta, suppositoria, krim obat dan lotion. Prinsip kerja dari
viscometer brookfield ini yaitu putaran spindle, putaran yang dihasilkan dari
tarikan kental, sistem diukur dengan pegas atau sensor dalam pemutar ke rotor.
Manfaat dari pengukuran parameter rheologi dengan menggunakan viscometer
brookfield yaitu untuk mengetahui besarnya hambatan yang dialami oleh spindle
yang berputar di dalam sampel yang diperiksa sebagai akibat pemberian lau
geser.

Dari percobaan yang telah dilakukan untuk penentuan viskositas dan sifat
alir sediaan sirup merah didapatkan viskositas pada 6 rpm adalah 450 poise, 12
rpm mempunyai viskositas 275 poise, 30 rpm mempunyai viskositas 250 poise,
dan 60 rom memiliki viskositas 262,5 poise. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa viskositas yang di dapat tidak stabil, seharusnya semakin
besar ilai rpmnya maka viskositasnya semakin kecil. Perbedaan ini atau tidak
stabilnya viskositas karena kurang telitinya praktikan membaca hasil pembacaan
skala.

Percobaan pada penentuan viskositas dan sifat alir sediaan lotion Marina
di dapatkan viskositas pada 6 rpm adalah 24000 poise, 12 rpm memiliki
viskositas 15750 poise, 30 rpm memiliki viskositas 9800 poise dan 60 rpm
memiliki viskositas 6200 poise. Dan hasil yang di dapatkan sesuai dengan teori,
yaitu semakin besar rpmnya maka viskositasnya semakin kecil.

Percobaan pada penentuan sifat tiksotropi sediaan lotion Marina di


dapatkan viskositas pada 30 rpm dengan waktu 1,5,10,15 dan 20 menit secara
berturut-turut adalah 9700, 9600, 10300, 9500 dan 9100b poise. Dari hasil
tersebut data yang salah yaitu pada 30 rpm dengan waktu 10 menit. Hal ini teradi
karena, tidak tepatnya perhitungan waktu yang dilakkukan, sehingga
menyebabkan hasil pembacaan skala yang salah. Dalam teori menyebutkan
bahwa semakin lama waktunya maka semakin kecil viskositasnya.

Percobaan pada penentuan pengaruh temperatur terhadap viskositas


sediaan sirup merah yaitu di dapatkan viskositas dengan 60 rpm dalam suhu 30,
35, 40, 45 dan 50 secara berturut-turut adalah 267,5 ; 202,5 ; 142,5 ; 107,5 dan
90 poise. Dari hasil tersebut menyatakan bahwa hasilnya sesuai dengan teori
yaitu semakin besar suhu maka semakin kecil viskositasnya.

Spindle yang digunakan untuk sirup merah yaitu spindle nomor 2 dengan
tipe viscometer LV. Sedangkan spindle yang digunakan untuk lotion Marina
menggunakan spindle nomor 4. Perbedaan spindle ini dikarenakan semakin
kental larutannya maka semakin besar nomor spindle yang digunakan/

Dari percobaan yang telah dilakukan, viscometer brookfield mengikuti


aliran non newton dan digunakan untuk mengukur viskositas dengan konsentrasi
yang sangat kental dibandingkan dengan konsentrasi cairan yang menggunakan
viscometer ostwald.

G. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang didapatkan dalam percobaan ini yaitu :

1. mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran parameter rheologi


dengan menggunakan viscometer brookfield. Semakain besar suhu yang
digunakan semakin kecil viskositasnya. Semakain lama waktu yang diperlukan
spindle untuk memutar atau mengaduk sampel semakin kecil pula
viskositasnya dan semakin besar rpmnya maka semakain kecil juga
viskositasnya.

2. Mempelaari rheologi untuk menganalisis produk farmasi seperti emulsi, pasta,


suppositoria, krim obat, kosmetik dan cream.

3. Prinsip kerja dari viscometer brookfield yaitu putaran spindlenya, dimana


putaran yang dihasilkan yaitu dari tarikan kental, sistem diukur dengan pegas
atau sensor dalam pemutaran ke rotor.

H. DAFTAR PUSTAKA

Itwainati, F. 2011. Rheologi

http://farmasiforyou.wordpress.com

diakses pada tanggal 13 Oktober 2011

Jessika. 2011. Sifat Fisika Pangan dan Hasil Pertanian

http://jesikasiyanselina.blogspot.com

diakses pada tanggal 13 Oktober 2011


Kusuma, A., dkk. 2009. Laporan Praktikum Farmasi Fisika Viskositas dan
Rheologi (Non Newton)

http://www.scribd.com/doc/49672770/Viskosita-dan-Rheologi-oggix

diakses pada tanggal 14 Oktober 2011

Martin, dkk. 1990. Farmasi Fisika Edisi 3 Jilid 2. UI Press. Yogyakarta.

I. DISKUSI

Prinsip kerja viscometer brookfield yaitu dengan mengamati besarnya


hambatan yang dialami oleh spindle yang berputar di dalam sampel yang
diperiksa sebagai akibat pemberian lau geser. Cara menentukan indeks tiksotropi
yaitu pilihlah salah satu rpm yang hasil pembacaan skalanya mendekati 100.
Kemudian dengan nomor spindle yang sama dan rpm yang sesuai dilakukan
pengamatan pengaruh lama pengadukan terhadap viskositas. Lama pengadukan
yang dilakukan bervariasi dan hitung lamanya pengadukan sejak awal percobaan.
Sifat alir dilatan yaitu
viskositas cairan dilatan meningkat dengan meningginya kecepatan
geser, karena terjadi peningkatan volume antar partikel sehingga pembawa tidak
lagi mencukupi. Sedangkan sifat alir tiksotropi umumnya terjadi pada
partikel asimetrik (misalnya polimer) yang memiliki banyak titik
kontak d a n t e r s u s u n m e m b e n t u k jaringan tiga dimensi. Pada
keadaan diam, sistem akan membentuk gel dan bila diberi tekanan
geser, gel akan berubah menjadi sol.

Diposting 19th December 2014 oleh Kuro Usagi

Tambahkan komentar
2.

Dec

14

MIKROMERITIKA
DOWNLOAD FILE

MIKROMERITIKA

A. Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah

1. Mampu dan terampil menggunakan mikroskopik optic untuk menetukan


ukuran partikel dan distribusinya.
2. Memahami dan mampu menghitung parameter yang berhubungan
dengan bentuk dan ukuran partikel.

B. Dasar teori

Mikromeritika adalah ilmu dan tekhnologi mengenai partikel kecil.


Pengetahuan dan kontrol dari ukuran partikel penting dalam ilmu farmasi dan material.
Ukuran dan juga luas permukaan partikel, dapat berhubungan dengan sifat fisik, sifat
kimia dan sifat-sifat farmakologi dari obat-obatan. Secara klinis, ukuran partikel obat
dapat mempengaruhi pelepasan dari bentuk sediaan yang diberikan secara oral,
parenteral, rektal dan topikal. Formulasi yang baik dari suspensi, emulsi dan tablet, baik
stabilitas fisika dan respon farmakologi juga tergantung pada ukuran partikel yang ada
dalam produk ( Indra, 2009 ).
Mikromeritik adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan ukuran partikel.
Dimensi partikel serbuk dapat ditentukan menurut sifatnya seperti : luas
permukaan, volume, daerah proyeksi, atau kecepatan sedimentasinya. Partikel
biasanya bersifat heterogen. Penentuan distribusi ukuran partikel dilakukan
pada sediaan yang berupa sistem dispersi atau sediaan yang memiliki syarat
mengenai keberadaan partikel dengan ukuran tertentu. Sediaan dengan sistem
dispersi contohnya adalah suspensi, sedangkan sediaan yang dipersyaratkan
keberadaan partikel dengan ukuran tertentu contohnya adalah salep
mata. Untuk sediaan suspensi, penentuan distribusi ukuran partikel bukanlah
syarat resmi (bukan persyaratan yang ditetapkan oleh kompendia/Farmakope).
Berdasarkan buku Pharmaceutical Dosage Forms, Dispersed System, Vol.2,
ukuran dan distribusi ukuran partikel ini penting dalam formulasi untuk
menghasilkan suspensi yang stabil secara fisik. Untuk sediaan salep mata, yang
ditentukan bukan distribusi ukuran partikel, tetapi jumlah partikel (partikel
logam) yang ada dalam salep mata. Cukup jelas mengapa jumlah partikel dalam
salep mata harus ditentukan, mengingat penggunaannya untuk mata, organ yang
sangat sensitif. Jumlah partikel berukuran 50 μm atau lebih besar tidak melebihi
persyaratan yang telah ditetapkan. Persyaratan ini merupakan persyaratan resmi
karena tercantum dalam Farmakope Indonesia IV ( Rosadora, 2011).

Metode-metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel


adalah :

1. Mikroskopi Optik
Menurut metode mikroskopis, suatu emulsi atau suspensi, diencerkan
atau tidak diencerkan, dinaikkan pada suatu slide dan ditempatkan pada pentas
mekanik. Di bawah mikroskop tersebut, pada tempat di mana partikel terlihat,
diletakkan mikrometer untuk memperlihatkan ukuran partikel tersebut.
Pemandangan dalam mikroskop dapat diproyeksikan ke sebuah layar di mana
partikel-partikel tersebut lebih mudah diukur, atau pemotretan bisa dilakukan
dari slide yang sudah disiapkan dan diproyeksikan ke layar untuk diukur.
Kerugian dari metode ini adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dari
dua dimensi dari partikel tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada
perkiraan yang bisa diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel
dengan memakai metode ini. Tambahan lagi, jumlah partikel yang harus
dihitung (sekitar 300-500) agar mendapatkan suatu perkiraan yang baik dari
distribusi , menjadikan metode tersebut memakan waktu dan jelimet. Namun
demikian pengujian mikroskopis dari suatu sampel harus selalu dilaksanakan,
bahkan jika digunakan metode analisis ukuran partikel lainnya, karena adanya
gumpalan dan partikel-partikel lebih dari satu komponen seringkali bisa
dideteksi dengan metode ini :

2. Pengayakan
Suatu metode yang paling sederhana, tetapi relatif lama dari
penentuan ukuran partikel adalah metode analisis ayakan. Di sini penentunya
adalah pengukuran geometrik partikel. Sampel diayak melalui sebuah susunan
menurut meningginya lebarnya jala ayakan penguji yang disusun ke atas.
Bahan yang akan diayak dibawa pada ayakan teratas dengan lebar jala paling
besar. Partikel, yang ukurannya lebih kecil daripada lebar jala yang dijumpai,
berjatuhan melewatinya. Mereka membentuk bahan halus (lolos). Partikel
yang tinggal kembali pada ayakan, membentuk bahan kasar. Setelah suatu
waktu ayakan tertentu (pada penimbangan 40-150 g setelah kira-kira 9 menit)
ditentukan melalui penimbangan, persentase mana dari jumlah yang telah
ditimbang ditahan kembali pada setiap ayakan.

3. Dengan cara sedimentasi


Cara ini pada prinsipnya menggunakan rumus sedimentasi Stocks.

Dasar untuk metode ini adalah Aturan Stokes:

t
h


(ρ- ρo)g
18 η

d=√
Metode yang digunakan dalam penentuan partikel cara sedimentasi ini adalah
metode pipet, metode hidrometer dan metode malance.(1). Partikel dari serbuk
obat mungkin berbentuk sangat kasar dengan ukuran kurang lebih 10.000
mikron atau 10 milimikron atau mungkin juga sangat halus mencapai ukuran
koloidal, 1 mikron atau lebih kecil. Agar ukuran partikel serbuk ini
mempunyai standar, maka USP menggunakan suatu batasan dengan istilah
“very coarse, coarse, moderately coarse, fine and very fine”, yang
dihubungkan dengan bagian serbuk yang mempu melalui lubang-lubang
ayakan yang telah distandarisasi yang berbeda-beda ukurannya, pada suatu
periode waktu tertentu ketika diadakan pengadukan dan biasanya pada alat
pengaduk ayakan secara mekanis (Martin, 1990).

C. ALAT DAN BAHAN


Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :
1. Amilum Manihot
2. Aquadest
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah :
1. Mikroskop optic
2. Micrometer okuler dan objektif
3. Gelas objek dan penutup.

D. PROSEDUR KERJA
1. Mengkalibrasi micrometer okuler terhadap objektif
a. Micrometer okuler yang akan dikalibrasi dipasang di dalam lensa okuler
b. Micrometer objektif dipasang di bawah lensa objektif
c. Skala 0,0 pada micrometer objektif dihimpitkan hingga segaris dengan
salah satu skala pada skala okuler
d. Sejumlah skala pada skala objektif yang segaris dengan jumlah skala
pada skala okuler kemudian dicatat. Dilakukan 3 kali kalibrasi.
e. Micrometer objektif dilepas.
2. Membuat preparat
a. Amprotob + aquadesr di aduk ad homogeny.
b. Teteskan pada gelas objek.
3. Mengamati ukuran partikel sebanyak 250 kali.
4. Mencatat ukuran partikel terbesar dan terkecil untuk membuat interval
kelas.
5. Menghitung parameter mikromeritikanya.

E. DATA DAN HASIL PENGAMATAN


1. Hasil kalibrasi skala okuler dengan menggunakan skala objektif
Standar 1 skala objektif = 10 μm
5 skala okuler = 5 skala objektif
5 skala okuler = 5 skala objektif
5 skala okuler = 5 skala objektif
5 skala okuler = 5 skala objektif
1 skala okuler = 1 skala objektif
= 10 μm
2. Hasil pengamatan ukuran partikel dengan skala okuler ( 250 data )
Ukuran partikel dengan skala okuler
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 10 30 30 20 20 40 20 30 10 20
2 20 20 30 20 10 10 20 20 30 30
3 30 20 20 20 20 30 10 20 40 30
4 20 20 10 20 10 10 10 10 10 20
5 30 10 20 40 20 10 30 10 10 20
6 30 20 20 30 10 10 10 10 10 10
7 10 30 10 10 20 10 20 20 30 10
8 20 30 30 10 20 20 10 20 20 10
9 10 40 30 20 40 40 20 20 20 40
10 10 10 20 10 30 30 20 10 20 30
11 10 20 40 30 20 10 30 10 20 30
12 10 30 10 10 10 20 30 10 20 10
13 30 20 30 20 20 20 20 30 30 30
14 20 20 20 20 10 10 20 30 20 20
15 10 20 20 10 10 20 20 30 20 30
16 20 10 10 10 20 10 10 20 10 10
17 30 30 20 20 10 10 20 20 40 10
18 10 10 20 10 40 30 30 10 20 20
19 20 20 30 30 20 20 10 30 40 10
20 20 30 30 30 20 10 20 20 10 30
21 10 10 30 20 20 20 10 20 20 10
22 30 40 40 40 10 10 30 10 10 30
23 40 10 30 20 20 10 10 20 20 20
24 10 10 40 20 30 40 30 30 30 20
25 20 30 20 10 20 30 20 30 10 20

Ukuran terkecil = 10 μm

Ukuran terbesar = 40 μm

Banyaknya kelas = 4

Lebar interval = 10

3. Hasil perhitungan parameter mikromeritika



Rentang Partikel
Diameter Mean tiap (nd) (nd2) (nd3) (nd4)
(μm) Rentan
g (n)
1 – 10 5 83 415 2075 10375 51875
11 – 20 15 95 1425 21375 320625 4809375
21 – 30 25 56 1400 35000 875000 21875000
31 - 40 35 16 560 19600 686000 24010000
Jumlah ∑n= ∑nd ∑nd2= ∑ nd3= ∑ nd4=
250 =38 78050 1.892.0 50.
00 00 746.250

A. dln= = = 15,2
B. dsn = = = 17,669
C. dvn = = = 19,633
D. dsl = = = 20,539
E. dvs = = = 24,241
F. dvw = = = 26,821

G. PEMBAHASAN
Praktiukum kali ini berjudul Mikromeritika yang bertujuan agar
praktikan mampu dan terampil menggunakan mikroskopi optic untuk
menentukan ukuran partikel dan distribusinya serta praktikan dapat memahami
dan mampu menghitung parameter yang berhubungan dengan bentuk dan
ukuran partikel. Metode yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah
metode mikroskopis. Partikel yang diukur merupakan partikel dari dari serbuk
amprotob yang sudah dilarutkan dengan aquadest, sehingga ukuran rata-rata
partikel cukup besar daripada ukuran partikel dari suatu larutan murni seperti
NaOH. Dalam dunia farmasi, sediaan yang berhubungan dengan percobaan ini
adalah suspense, emulsi, kapsul dan serbuk.
Keuntungan dari penggunaan metode mikroskopis ini adalah dapat
mendeteksi adanya gumpalan dari partikel-partikellebih dari komponen sampel.
Akan tetapi metode mikroskopis ini juga memiliki kerugian yang diantaranya
adalah garis tengah yang diperoleh hanya dari dua dimensi dari partikel yaitu
dimensi panjang dan lebar. Kita tidak dapat memperkirakan bagaimana
mengetahui ketebalan dari partikel. Selain itu kita juga harus menghitung
jumlah partikel yang sangat banyak ( 250 – 500 )agar memperoleh hasil yang
agus dan baik dari distribusinya, sehingga membutuhkan waktu yang lama
untuk mengamatinya.
Pengukuran partikel dilakukan dengan mengukur garis tengah atau diameter
yang ekivalen sehingga akan didapatkan ukuran partikelnya. Ukuran partikel yang
didapat sangat bervariasi dan diperlukan kurva distribusinya untuk dapat menetukan
ukuran rata-rata partikel. Untuk membuat kurva distribusi diperlukan rentang dan mean
serta jumlahnya yang kemudian akan dibuat grafik dan membuat kurva sehingga dapat
menentukan ukuran rata-rata partikel.
Cara kerja pada percobaan ini adalah dengan membuat larutan amprotob
dengan aquadest secukupnya. Kemudian larutan tadi dipipet dan diletakkan di
atas kaca objek dan setelah itu mengamati ukuran partikelnya. Amprotob
biasanya digunakan sebagai zat tambahan atau pengisi pada sediaan obat. Sifat
amprotob adalah mudah larut didalam air dan memiliki ukuran partikel yang
besar karena tersuspensi dalam aquadest sehingga mudah untuk mengamatinya
pada skala yang telah ditentukan. Cara mengkalibrasi yaitu dengan melepaskan
micrometer okuler pada lensa okuler dan dipasang micrometer objektif di
bawah lensa objektif. Setelah itu disejajarkan skala 0,0 mikrometer objektif
dengan salah satu skala pada micrometer okuler. Setelah di dapat hitung skala
1,0 okuler terhadap partikel. Dalam hal ini didapatkan kesejajaran pada skala
5,0 sehingga untuk skala 1okulernya adalah 10 μm. Pada pengkalibrasian
micrometer ini dilakukan 3 kali replikasi.
Dari hasil percobaan dan perhitungan yang telah kami lakukan, maka di
dapatkan hasil dari 250 kali pengamatan yaitu ∑nd sebesar 3800, ∑nd2 sebesar
79.050, ∑ nd3 sebesar 1.892.000, ∑ nd4 sebesar 50.746.250. setelah di dapatkan
hasil perhitungan di atas maka di hitung lagi untuk mencari beberapa
mikromeritiknya sehingga di dapatkan hasil sebagai berikut ; parameter ukuran
panjang adalah 15,2 μm , parameter ukuran luas permukaan adalah 17,669 μm,
parameter ukuran volume adalah 19,663 μm, parameter ukuran panjang dengan
frekuensi panjang adalah 20,539 μm, parameter ukuran panjang terhadap luas
permukaan adalah 24,241 μm dan parameter ukuran panjang terhadap berat
adalah 26,821 μm. Dari hasil perhitungan ini diperoleh parameter terbesar
ditunjukkan oleh pengukuran parameter ukuran panjang terhadap berat
sedangkan parameter terkecil ditunjukkan oleh pengukuran parameter ukuran
panjang. Frekuensi yang sering muncul pada data yang kami ujikan ini adalah
15. Grafik ini menunjukkan diameter partikel yang sering muncul. Grafik
menggambarkan kurva histogram antara ukuran partikel (μm) terhadap
distribusi frekuensi. Kurva distribusi frekuensi didapat dengan cara memplotkan
jumlah partikel rata-rata.

H. KESIMPULAN DAN SARAN


7.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang di dapat dari percobaan ini adalah :
1. Ukuran partikel dari zat yang sama sangat bervariasi
2. Mikromeritika adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk dan
ukuran partikel.
3. Metode pada percobaan ini adalah metode mikroskopis.

7.2 Saran
Sebaiknya tempat untuk melakukan penelitian dengan mikroskop tidak
terlalu jauh dengan tempat kami praktikum. Serta diharapkan kepada
asisten agar lebih mengawasi praktikan saat praktikum berlangsung.

I. DAFTAR PUSTAKA
Dora, Rosa. 2011. Distribusi ukuran partikel.

http://rosadora.blogspot.com/2011/01/distribusi-
ukuranpartikel.html#ixzz1g8rcyz6Y

Indra. 2009. Cara penentuan ukuran partikel.

http://grace107.blogspot.com/2011/01/cara-penentuan-ukuran-
partikel.html

Martin,A.dkk.1993. Farmasi Fisik.Universitas Indonesia. Jakarta.

J. DISKUSI
Pertanyaan :
1. Apa kegunaan pengukuran partikel pada sediaan suspense atau emulsi?
2. Apa keuntungan dan kerugian penentuan ukuran partikel menggunakan
mikroskopi?
3. Jelaskan dengan singkat prinsif pengukuran partikel dengan beberapa
metode yang ada di pustaka

Jawab :

1. Gunanya pengukuran partikel pada sediaan suspense dan emulsi adalah


untuk menghomogenkan sediaan padat senelum dijadikan emulsi ataupun
suspense agar tidak terjadinya gumpalan-gumpalan dari partikel itu.
2. Keuntungan dari penggunaan metode mikroskopis ini adalah dapat
mendeteksi adanya gumpalan dari partikel-partikel lebih dari komponen
sampel. Kerugian dari penggunaan metode ini diantaranya adalah garis
tengah yang diperoleh hanya dari dua dimensi dari partikel yaitu dimensi
panjang dan lebar. Kita tidak dapat memperkirakan bagaimana
mengetahui ketebalan dari partikel. Selain itu kita juga harus menghitung
jumlah partikel yang sangat banyak (250 – 500) agar memperoleh hasil yang
agus dan baik dari distribusinya, sehingga membutuhkan waktu yang lama
untuk mengamatinya.
3. Metode-metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel adalah
:
Mikroskopi Optik

Menurut metode mikroskopis, suatu emulsi atau suspensi, diencerkan atau


tidak diencerkan, dinaikkan pada suatu slide dan ditempatkan pada pentas
mekanik. Di bawah mikroskop tersebut, pada tempat di mana partikel
terlihat, diletakkan mikrometer untuk memperlihatkan ukuran partikel
tersebut. Pemandangan dalam mikroskop dapat diproyeksikan ke sebuah
layar di mana partikel-partikel tersebut lebih mudah diukur, atau
pemotretan bisa dilakukan dari slide yang sudah disiapkan dan
diproyeksikan ke layar untuk diukur. Kerugian dari metode ini adalah
bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dari dua dimensi dari partikel
tersebut, yaitu dimensi panjang dan lebar. Tidak ada perkiraan yang bisa
diperoleh untuk mengetahui ketebalan dari partikel dengan memakai
metode ini. Tambahan lagi, jumlah partikel yang harus dihitung (sekitar
300-500) agar mendapatkan suatu perkiraan yang baik dari distribusi ,
menjadikan metode tersebut memakan waktu dan jelimet. Namun demikian
pengujian mikroskopis dari suatu sampel harus selalu dilaksanakan, bahkan
jika digunakan metode analisis ukuran partikel lainnya, karena adanya
gumpalan dan partikel-partikel lebih dari satu komponen seringkali bisa
dideteksi dengan metode ini :

Pengayakan

Suatu metode yang paling sederhana, tetapi relatif lama dari


penentuan ukuran partikel adalah metode analisis ayakan. Di sini
penentunya adalah pengukuran geometrik partikel. Sampel diayak melalui
sebuah susunan menurut meningginya lebarnya jala ayakan penguji yang
disusun ke atas. Bahan yang akan diayak dibawa pada ayakan teratas
dengan lebar jala paling besar. Partikel, yang ukurannya lebih kecil
daripada lebar jala yang dijumpai, berjatuhan melewatinya.
Mereka membentuk bahan halus (lolos). Partikel yang tinggal kembali
pada ayakan, membentuk bahan kasar. Setelah suatu waktu ayakan tertentu
(pada penimbangan 40-150 g setelah kira-kira 9 menit) ditentukan melalui
penimbangan, persentase mana dari jumlah yang telah ditimbang ditahan
kembali pada setiap ayakan.

Dengan cara sedimentasi

Cara ini pada prinsipnya menggunakan rumus sedimentasi Stocks.

Metode yang digunakan dalam penentuan partikel cara sedimentasi ini


adalah metode pipet, metode hidrometer dan metode malance.(1). Partikel
dari serbuk obat mungkin berbentuk sangat kasar dengan ukuran kurang
lebih 10.000 mikron atau 10 milimikron atau mungkin juga sangat halus
mencapai ukuran koloidal, 1 mikron atau lebih kecil. Agar ukuran partikel
serbuk ini mempunyai standar, maka USP menggunakan suatu batasan
dengan istilah “very coarse, coarse, moderately coarse, fine and very fine”,
yang dihubungkan dengan bagian serbuk yang mempu melalui lubang-
lubang ayakan yang telah distandarisasi yang berbeda-beda ukurannya,
pada suatu periode waktu tertentu ketika diadakan pengadukan dan
biasanya pada alat pengaduk ayakan secara mekanis

Diposting 14th December 2014 oleh Kuro Usagi

Tambahkan komentar

3.

Dec

PENGARUH PERUBAHAN PH
TERHADAP STABILITAS KIMIA
BAHAN OBAT
DOWNLOAD FILE
PENGARUH PERUBAHAN PH TERHADAP STABILITAS KIMIA BAHAN
OBAT

A. TUJUAN
1. Memahami peran katalis dalam proses pruraian suatu bahan obat dalam
bentuk larutan
2. Membedakan proses dekomposisi yang terjadi apakah katalisa asam-
basa umum atau katalisa asam-basa spesifik
B. DASAR TEORI
Terjadinya dekomposisi obat akibat hidrolisis atau solvolisis dari sediaan
farmasi cair adalah adalah hal yang umum terjadi karena kelembaban atau pelarut yang
digunakan. Gugus-gugus fungsional tertentu memudahkan terjadinya reaksi tersebut.
Telah dipelajari berbagai metode untuk meningkatkan stabilitas bahan farmasi yang
mengalami penguraian dengan jalan hidrolisis. Faktor-faktor yang dapat
dipertimbankan salah satunya adalah pH. pH adalah suatu ukuran keasaman suatu air
(larutan). Pengertian pH dalam aplikasinya berbeda-beda. (Parrot,1970).

Laju reaksi dalam larutan berair sangat mudah dipengaruhi oleh adanya pH
sebagai akibat adanya proses katalisis. Untuk mengetahui pengaruh pH maka faktor-
faktor lainnya yang berpengaruh seperti suhu, kekuatan ionik dan komposisi pelarut
harus dibuat tetap. Pengaruh pH dapat diketahui dari bentuk profil pH laju degradasi
dari hubungan antara antara pH dan log k tanpa pengaruh dapar. Dari profil tersebut
dapat diketahui pH yang stabil, katalisis reaksi dan persamaan laju reaksi hipotetiknya
yang memberikan informasi praktis stabilitas suatu obat (Connors et al, 1986).

Terkadang profil pH laju degradasi mengikuti bentuk Sigmoid (S). bentuk ini
terjadi jika obat mengalami disosiasi asam basa 1 kali. Keuntungan profil log k Vs k
dalam bentuk sigmoid ini adalah bahwa plot log k Vs pH dapat berubah menjadi bentuk
sebaliknya (Connors et al, 1986). Bentuk parabola memiliki dua titik infleksi yang
terjadi karena asam basa mengalami disosiasi 2 kali. Seperti bentuk sigmoid, bentuk ini
bisa terjadi dari kombinasi bentuk parabola dengan bentuk V pada profil pH laju
degradasi yang sama (Connors et al, 1986).
Tiga bentuk profil pH laju degradasi yang dikenal yaitu bentuk V, bentuk
Sigmoid (S) dan bentuk Parabola (bell shape) atau kombinasi dari bentuk tersebut.
Bentuk profil yang dihasilkan tergantung pada sifat-sifat zat dan reaksi yang terjadi.
Bentuk V terjadi bila obat bersifat tak terionkan. Keuntungan dari profil log k Vs pH
dalam bentuk V adalah dapat digunakan pada pH rendah maupun tinggi ketika reaksi
di katalisis oleh asam dan basa (Connors et al, 1986).

Jika memungkinkan secara fisiologis, larutan obat harus diformulasikan sedikit


mungkin ke pH stabilitas optimumnya. Jika penguraian hidrolisis obatnya terkatalisis
asam dan basa umum, yaitu penguraian terkatalisis oleh bagian asam dan basa dari
garam dapar disamping H+ dan OH- , konsentrasi dapar harus dibuat minimum
(Lachman, et al., 1986).

Parasetamol merupakan kristal putih, tidak berbau atau serbuk kristalin dengan
rasa pahit. Jarak lebur 169oC-172oC. Kelarutannya adalah 1 gram dapat larut kira-kira
70 ml air pada suhu 25oC, 1 g larut dalam 20 ml air mendidih, dalam 70 ml alkohol,
dalam 13 ml aseton, dalam 50 ml kloroform, , dalam 40 ml gliserin dan dalam 9 ml
propilenglikol. Tidak larut dalam benzen dan eter dan larut dalam alkali hidroksida.
Larutan jenuh mempunyai pH kira-kira 6 dan pKa 9,51. Parasetamol merupakan
senyawa yang sangat stabil dalam larutan air. Profil laju pH menunjukkan katalis asam
spesifik dengan stabilitas maksimumnya pada jarak pH 5 sampai 7. Senyawa farmasi
yang mengandung gugus amida dapat mengalami hidrolisis dengan cara yang serupa
dengan senyawa jenis ester. Pengganti asam dan alkohol yang terbentuk pada hidrolisis
ester, pemecahan hidrolisis amida menghasilkan asam dan amida. Langkah penentu laju
reaksi pada reaksi yang terkatalisis ion hidroksida adalah serangan nukleofilik oleh ion
hidroksida. Mekanisme hidrolisis asam pada amida memerlukan substituen yang efek
Jalur utama degradasi yang menyebabkan asetaminofen tidak stabil adalah peristiwa
hidrolisis yang memecah parasetamol menjadi p- aminofenol dan asam asetat
(Connors,et al.,1986).

C. ALAT DAN BAHAN

1. Alat yang digunakan :

- Botol timbang
- Kaca arloji

- Gelas ukur

- Pipet volume

- Batang pengaduk

- Beker glass

- Labu ukur

- Corong

- Spektrofotometer

2. Bahan yang digunakan :

- Paracetamol

-As. Sitrat. 1 H2O

- NaOH

- Metanol

- Na. Sitrat

- Aquadest

D. PROSEDUR KERJA

1. Pembuatan dapar sitrat pH 4 dengan kapasitas dapar 0,01 sebanyak


200mL

a. Timbang asam sitrat sebanyak 1,22 gr, larutkan kedalam


aquadest secukupnya
b. Timbang NaOH 0,584 gr, larutkan kedalam aquadest
secukupnya

c. Campur kedua larutan tersebut dalam beker glass dan


ditambahkan aquadest ad volume 200 mL lalu aduk sampai
homogen

2. Pembuatan dapar sitrat pH 6 dengan kapasitas dapar 0,01 sebanyak


200mL

a. Timbang asam sitrat sebanyak 0,63 gr, larutkan kedalam


aquadest secukupnya

b. Timbang NaOH 0,384 gr, larutkan kedalam aquadest


secukupnya

c. Campur kedua larutan tersebut dalam beker glass dan


ditambahkan aquadest ad volume 200 mL lalu aduk sampai
homogen

3. Pembuatan dapar sitrat pH 8 dengan kapasitas dapar 0,01 sebanyak


200mL

a. Timbang asam sitrat sebanyak 0,184 gr, larutkan kedalam


aquadest secukupnya

b. Timbang NaOH 04,312 gr, larutkan kedalam aquadest


secukupnya

c. Campur kedua larutan tersebut dalam beker glass dan


ditambahkan aquadest ad volume 200 mL lalu aduk sampai
homogen

4. Pembuatan larutan PCT 10 bpj masing-masing pada pH 4, 6, dan 8.


a. Timbang PCT sebanyak 50 mg, masukkan kedalam labu ukur
100 mL. Tambahkan sedikit larutan dapar sitrat 6 secukupnya.
b. larutan dapar sitrat pH 6 kedalam labu ukur hingga volume 100
mL, kocok hingga Homogen.

c. Pipet 1 mL larutan diatas, masukkan kedalam labu ukur 50 mL.

d. Tambahkan dapar sitrat pH 6 hingga volume 50 mL kocok


hingga homogen.

e. Lakukan langkah a-d untuk larutan dapar sitrat pH 4 dan pH 8.

5. Pengamatan absorbansi larutan PCT 10 bpj pada waktu t= 0 menit dan


t= 30 menit dengan spektrofotometer vis.
a. Amati panjang gelombang maksimum dan maksimum dan
absorbansi larutan rifamfisin 10 bpj denga pH 6 pada t= 0 menit.

b. Amati absorbansi larutan PCT 10 bpj dengan pH 4 dan pH 8


pada t= 0 dan panjang gelombang maksimum hasil pengamatan
langkah a.

c. Amati absorbansi larutan PCT 10 bpj dengan pH 4, 6, 8 pada t=


30 menit menggunkan panjang gelombang maksimum tadi.

E. DATA DAN HASIL PENGAMATAN

E.1 Perhitungan pembuatan dapar sitrat PH 4,6 dan 8

Dapar Sitrat pH 4,0

Dapar sitrat pH 4,0 0,01 sebanyak 200 mL


pKa 1 = 3,128 Ka = anti log - pKa
pKa 2 = 4,761 [H3O]+ = anti log – pH
pKa 3 = 6,396

(1,73 x 10-5) (10-4)
(1,73 x 10-5) (10-4)2

β = 2,303 X C X

0,01 = 2,303 X C X

C =

= 0,034 mol/L

 pH = pKa + log
4 = pKa + log
-0,761 = log

antilog -0,761 =

0,173 =

[G] = 0,173 [A]

 C = [A] + [G]
0,034 = [A] + 0,173 [A]

[A] = 0,029 mol/L

 [G] = 0,173 [A]


= (0,173) (0,029)
[G] = 5,017 x 10-3 mol/L

 Volume Dapar = 200 mL


= 0,2 L
 Mol Asam = 0,029 mol/L X 0,2 L
= 5,8 x 10-3 mol
 Berat Asam = 5,8 x 10-3 X BM
= (5,8 x 10-3) (210,14)
= 1,22 gr
 Mol Basa = 2 X [C] + [G] X 0,2
= 2 X (0,034) + (5,017 X 10-3) (0,2)
= 0,0146 mol
 Berat Basa = 0,0146 X 40
= 0,584 gr
Dapar Sitrat pH 6,0

Dapar sitrat pH 6,0 0,01 sebanyak 200 mL


pKa 3 = 6,396
Ka = antilog pKa
= antilog -6,396
= 4,02 x 10-7
[H3O]+ = antilog –pH
= antilog -6
= 10-6

(4,02 x 10-7) (10-6)


(4,02 x 10-7) (10-6)2

β = 2,303 X C X

0,01 = 2,303 X C X

0,01 = (2,303) C X (0,204)

C =

= 0,021 mol/L

 pH = pKa + log
6 = 6,39 + log
-0,0396 = log
antilog -0,0396 =

0,401 =

[G] = 0,401 [A]

 C = [A] + [G]
0,021 = [A] + 0,401 [A]

[A] = 0,015 mol/L

 [G] = 0,401 [A]


= (0,401) (0,015)
[G] = 6,015 x 10-3 mol/L

 Volume Dapar = 200 mL


= 0,2 L
 Mol Asam = 0,015 mol/L X 0,2 L
= 3 x 10-3 mol
 Berat Asam = 3 x 10-3 X BM
= (3 x 10-3) (210,14)
= 0,530 gr
 Mol Basa = 2 X [C] + [G] X 0,2
= 2 X (0,021) + (6,015 X 10-3) (0,2)
= 9,603 x 10-3 mol
 Berat Basa = 9,603 x 10-3 X 40
= 0,384 gr
Dapar Sitrat pH 8,0

Dapar sitrat pH 8,0 0,01 sebanyak 200 mL


pKa 3 = 6,396
Ka = antilog pKa
= antilog -6,396
= 4,02 x 10-7
[H3O]+ = antilog –pH
= antilog -8
= 10-8

(4,02 x 10-7) (10-8)


(4,02 x 10-7) (10-8)2

β = 2,303 X C X

0,01 = 2,303 X C X

C =

= 0,181 mol/L

 pH = pKa + log
8 = 6,396 + log
antilog 1,604 =

40,179 =

[G] = 40,179 [A]

 C = [A] + [G]
0,181 = [A] + 40,179 [A]

[A] = 4,395 x 10-3 mol/L

 [G] = 40,179 [A]


= (40,179) (4,395 x 10-3)
[G] = 0,177 mol/L

 Volume Dapar = 200 mL


= 0,2 L
 Mol Asam = 4,395 x 10-3 mol/L X 0,2 L
= 8,79 x 10-4 mol
 Berat Asam = 8,79 x 10-4 X BM
= (8,79 x 10-4) (210,14)
= 0,184 gr
 Mol Basa = 2 X [C] + [G] X 0,2
= 2 X (0,181) + (0,177) (0,2)
= 0,108 mol
 Berat Basa = 0,108 X 40
= 4,312 gr

E.2 Hasil penimbangan asam sitrat, NaOH dan Na. Sitrat pH 4

Berat gelas arloji + As. Sitrat = 23,69 gr

Berat gelas arloji = 22,47 gr

Berat As. Sitrat = 1,22 gr

Berat gelas arloji + NaOH = 23,05 gr

Berat gelas arloji = 22,47 gr

Berat NaOH = 0,58 gr

E.3 Hasil penimbangan asam sitrat, NaOH dan Na. Sitrat pH 6

Berat gelas arloji + As. Sitrat = 21,36 gr

Berat gelas arloji = 20,73 gr

Berat As. Sitrat = 0,63 gr


Berat gelas arloji + NaOH = 21,14 gr

Berat gelas arloji = 20,73 gr

Berat NaOH = 0,38 gr

E.4 Hasil penimbangan asam sitrat, NaOH dan Na. Sitrat pH 8

Berat gelas arloji + As. Sitrat = 20,914gr

Berat gelas arloji = 20,73 gr

Berat As. Sitrat = 0,184 gr

Berat gelas arloji + NaOH = 25,042gr

Berat gelas arloji = 20,73 gr

Berat NaOH = 4,312 gr

E.5 Pengamatan panjang gelombang maksimum dan absorbansi


larutan

Panjang Absorbansi
gelombang pH pH
t= 0 menit t= 30 menit
6
243 4 0,638 0,610
243 6 0,641 0,625
243 8 0,65 0,563

E.6 Hasil perhitungan kadar larutan

A. Perhitungan kadar PCT pH=4

A=0,638 (t=0 menit)


y=0,05783x + 0,0476
0,638=0,05783x + 0,0476
x=
C=10,6ppm
logC=1,025
A=0,610 (t=30 menit)
y=0,058x + 0,023
0,610=0,058x + 0,023
x=
C=10,12ppm
logC=1,005
B. Perhitungan Kadar PCT pH=6

A=0,641 (t=0 menit)


y=0,058x + 0,023
0,641=0,058x + 0,023
x= 6
C=10,66ppm
logC=1,028
A=0,6215 (t=30 menit)
y=0,058x + 0,023
0,6215=0,058x + 0,023
x=
C=10,31ppm
logC=1,014
C. Perhitungan kadar PCT pH=8
A=0,65 (t=0 menit)
y=0,058x + 0,023
0,65=0,058x + 0,023
x=
C=10,81ppm
logC=1,034
A=0,563 (t=30 menit)
y=0,058x + 0,023
0,563=0,058x + 0,023
x=
C=9,310ppm
logC=0,969
Tabel1. Tabel hasil perhitungan

C Log C
PH
t0 t20 t0 t30

4 10,6 10,12 1,025 1,005

6 10,66 10,32 1,028 1,014

8 10,81 9,31 1,034 0,969

E.7 Hasil Perhitungan Tetapan Laju Peruraian

A. Laju peruraian PH 4

Y = 6x + a
= 6,667 x 10-4 + 1,025
Slope = -6,667 x 10-4
Slope =
-6,667 x 10-4 =
-1,535x10-3 = -k
Log k = -2,818

t1/2 =
=
= 450 menit
B. Laju peruraian PH 6
Y = 6x + a
= 4,67x10-4 + 1,028
Slope = -4,67 x 10-4
Slope =
-4,67x10-4 =
-4,912x10-3 = -k
Log k = -2,309

t1/2 =
=
= 644,050 menit

C. Laju peruraian PH8


Y = 6x + a
= 2,133x10-3 + 1,034
Slope = -2,133x10-3
Slope =
2,133x10-3 =
-4,912x10-3 = -k
Log k = -2,309

t1/2 =
=
= 141,083 menit

F. PEMBAHASAN

Bahan obat yang digunakan pada percobaan ini adalah Ripamfisin,


namun karena tidak tersedia di Laboratorium maka bahan obat diganti dengan
parasetamol. Parasetamol merupakan obat golongan analgetik yang banyak
digunakan karena ketersedian obat ini juga mudah didapatkan. Parasetamol
berupa serbuk hablur putih, tidak berbau dan rasanya agak pahit. Parasetamol
memiliki kelarutan 1 gram larut dalam 70 ml air pada suhu kisaran 25°C,
dimana senyawa ini sangat stabil dalam larutan air.

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah parasetamol,


dimana parasetamol ini digunakan sebagai bahan obat yang akan diuji
stabilitasnya terhadap pH, yang kedua asam sitrat digunakan untuk membuat
dapar yang bersifat asam sedangkan NaOH sebagai dapar bersifat basa karena
dapar digunakan sebagai katalis, aquadest sebgai pelarut bahan obat. Larutan
dapar ini digunakan untuk pengenceran, karena kita menggunakan larutan
parasetamol dengan 10ppm, dikarenakan mengukur absorbansi dengan
menggunakan sektrovotometer vis atau tak tampak, alat ini tidak dapat
membaca saat larutan pekat, oleh karena itu menggunakan 10ppm. Kemudin
larutan didiamkan dari 0 menit dan 30 menit, dimana perlakuan ini bertujuan
untuk mengetahui kestabilan obat dengan pH asam, mendekati netral dan basa.
Dapar yang digunakan pada pH 6,8 dan 4. Prinsip kerja spektrovotometer
adalah dengan menggunakan blanko atau dinolkan terlebih dahulu untuk
mengukur panjang gelombangnya. Kemudian baru dapat digunakan untuk
membaca absorbansinya.

Percobaan ini didapatkan hasil. Pertama dilakukan, menghitung bobot


asam dan basa yang nanti akan digunakan utuk membuat dapar dengan pH 4,6
dan pH 8. Pada pH4 diperlukan 1,22gr asam dan 0,584 gr basa. pH 6 diperlukan
0,63 gr asam dan 0,384 gr basa. pH 8 diperlukan 0,184 gr asam dan 4,312 gr
basa. Dari penimbangan tersebut, dibuat dapar dan kemudian diencerkan hingga
memperoleh 10ppm. Hasil pembacaan absorbsinya, diperoleh ada pH 4, 0 menit
senilai 0,638 dan paada t=30 menit sebesar 0,610. Pada pH 6 berturut-turut pada
0 menit dan 30 menit yaitu 0,641 dan 0,6215. Terakhir pasa pH 8 pada 0 menit
sebesar 0,65 dan pada 30 menit sebear 0,563. Dari hasil pembacaan ini
didapatkan persamaan yakni pada pH 4, y=-6,667x + 1,025. pH 6, y=-4,67 .10-
7
x +1,028 dan pH 8, y=-2,133.10-3x + 1,034.

Dengan persamaan tersebut, dapat ditentukan kadar parasetamol dari 0 menit


dan 30 menit. Kita dapat mengetahui pada pH berapa parasetamol dapat stabil.
Parasetamol dapat dikatakan stabil apabila kadar yang didapat tidak jauh
berbeda dari kadar awal yaitu 10ppm. Diperoleh kadar dari pH 4 t=0 menit dan
30 menit yaitu 10,6ppm. pH 6 bernilai 10,66ppm pada 0 menit dan 10,31ppm
pada t=30 menit. Terakhir pada pH 8 pada t=0 bernilai 10,81ppm dan t=30 menit
0,969ppm. Secara teoritis kadar yang diperoleh tidak boleh melebihi kadar awal
yakni 10ppm. Namun pada percobaan ini, kadar yang diperoleh rata-rata lebih
dari 10ppm. Kesalahan ini mungkin terjadi pada saat pengenceran,
penimbangan atau bahkan pembacaan absorbsi yang kurang ketelitian. Dengan
persamaan yang sama, dapat juga mengetahui wajtu paruh parasetamol daru
berbagai pH, dari pH 4,68 diperoleh waktu paruh berturut turut yaitu 450 menit,
644,050 menit dan 141,083 menit. Persamaan tersebut juga dapat membedakan
pengaruh stabilitas kimia parasetamol tersebut. Stabilitas yang dipengaruhi oleh
katalisa asam-basa spesifik akan membentuk kurva huruf V sedangkan jika
stabilitas dipengaruhi oleh katalisa asam-basa umum gambar kurva berupa garis
lurus.

Berdasarkan praktikum ini, stabilitas parasetamol ini dipengaruhi


katalisa asam basa spesifik. Aplikasi percobaan ini pada kehidupan dunia
farmasi adalah dapat menentukan waktu paruh obat, waktu yang digunakan dan
masa kadaluarsa obat. Selain itu dapat mengetahui kadar-kadar pada suasana
tertentu.

G KESIMPULAN DAN SARAN

G.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan ini adalah :

1. Katalis yang digunakan pada percobaan ini adalah dapar sitrat


yang berfungsi sebagai katalis dalam proses peruraian bahan
obat yang digunakan untuk mempercepat laju reaksi pada obat
2. Proses dekomposisi stabilitas kimia paracetamol pada
percobaan ini termasuk katalisa asam basa spesifik
G.2 Saran
Hendaknya dalam praktikum, alat-alat penunjang dan yang
diperlukan harus dalam keadaan baik agar tidak terjadi kesalahan dalam
menentukan kadar paracetamol dan membaca suasana yag digunakan
sebagai dapar

H. DAFTAR PUSTAKA

Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J. 1986. Chemical Stability of
Pharmaceutical. John Willey and Sons. New York.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta.

Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.

Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L.1986. Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi ketiga. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Parrot, N.1970. Pharmaceutical Technology. Burgers Publishing Company.


Minneapolis.

Riyadi. 2009. Macam Spektrofotometer dan Perbedaannya.

http://wahyuriyadi.blogspot.com/2009/07/macam-spektrofotometer
dan-perbedaannya.html

Diakses tanggal 12 Desember 2011


I. DISKUSI

1. Bagaimana mekanisme reaksi dekomposisi bahan percobaan ysng terjadi karena


perubahan pH?
Jawab : Laju reaksi dalam larutan berair sangat mudah dipengaruhi oleh adanya pH
sebagai akibat adanya proses katalisis. Untuk mengetahui pengaruh pH maka faktor-
faktor lainnya yang berpengaruh seperti suhu, kekuatan ionik dan komposisi pelarut
harus dibuat tetap. Pengaruh pH dapat diketahui dari bentuk profil pH laju degradasi
dari hubungan antara antara pH dan log k tanpa pengaruh dapar. Dari profil tersebut
dapat diketahui pH yang stabil, katalisis reaksi dan persamaan laju reaksi hipotetiknya
yang memberikan informasi praktis stabilitas suatu obat. Tiga bentuk profil pH laju
degradasi yang dikenal yaitu bentuk V, bentuk Sigmoid (S) dan bentuk Parabola (bell
shape) atau kombinasi dari bentuk tersebut. Bentuk profil yang dihasilkan tergantung
pada sifat-sifat zat dan reaksi yang terjadi. Bentuk V terjadi bila obat bersifat tak
terionkan. Keuntungan dari profil log k Vs pH dalam bentuk V adalah dapat digunakan
pada pH rendah maupun tinggi ketika reaksi di katalisis oleh asam dan basa. Terkadang
profil pH laju degradasi mengikuti bentuk Sigmoid (S). Bentuk ini terjadi jika obat
mengalami disosiasi asam basa 1 kali. Keuntungan profil log k Vs k dalam bentuk
sigmoid ini adalah bahwa plot log k Vs pH dapat berubah menjadi bentuk sebaliknya.
Bentuk parabola memiliki dua titik infleksi yang terjadi karena asam basa mengalami
disosiasi 2 kali. Seperti bentuk sigmoid, bentuk ini bisa terjadi dari kombinasi bentuk
parabola dengan bentuk V pada profil pH laju degradasi yang sama (Connors et al,
1986).

Jalur utama degradasi yang menyebabkan asetaminofen tidak stabil adalah peristiwa
hidrolisis yang memecah parasetamol menjadi p-aminofenol dan asam asetat (Connors
et al, 1986).
NHCOCH3 NH2

+ H2O → + CH3COOH

OH OH

2. Bagaimana cara kerja katalis dalam meningkatkan laju suatu reaksi?


Jawab : katalis bekerja dengan cara bergabung dengan reaktan yang disebut substrat
dan membentuk suatu zat antara, yang disebut kompleks, yang kemudian terurai
membentuk kataklis dan menghasilkan produk. Dengan cara demikian, katalis
menurunkan energi aktivasi dengan mengubah mekanisme proses sehingga
kecepatannya menjadi bertambah. Selain itu katalis juga dapat bekerja dengan
menghasilkan radikal bebas seperti CH3, yang akan mengadakan reaksi berantai yang
cepat. Reaksi berantai adalah reaksi yang terdiri dari serangkaian reaksi yang
melibatkan atom bebas atau radikal yang berperan sebagai zat antara. Reaksi rantai
dimulai dengan tahap pendahuluan (inisiasi) dan berakhir dengan pemutusan rantai
(terminasi). Katalis/negatif atau inhibitor sering berperan sebagai zat pemutus rantai
pada reaksi yang demikian. “Zat antiknock” berperan sabagai inhibitor pada reaksi
eksplosif seperti pembakaran bahan bakar mobil (Martin et al, 1986).

3. Mengapa pada pH tertentu suatu larutan bahan obat dapat memiliki stabilitas optimal?
Jawab : Karena pada pH tersebut konsentrasi H+ dan OH- keduanya rendah hanya k0
yang penting dan reaksi tersebut terjadi dengan katalisis pelarut. Artinya pada pH
tersebut katalisa asam-basa tidak terlalu berpengaruh (k1[H+] dan k2[OH-] mempunyai
nilai kecil), sehingga katalisis pelarut berkerja sendirian. Akibatnya laju penguraian
bahan suatu obat menjadi lambat. Oleh karena itu stabilitasnya menjadi optimal.
4. Bagaimana pengaruh asam-basa umum dan asam-basa spesifik terhadap stabilitas
kimia bahan obat?
Jawab : larutan sejumlah obat mengalami percepatan penguraian pada penambahan
asam atau basa. Jika larutan obat di dapar, penguraian tidak akan dipengaruhi oleh
perubahan konsentrasi asam atau basa yang berarti, sehingga reaksi diperkirakan
dikatalis oleh ion hidrogen atau hidroksil. Bila hukum laju reaksi untuk penguraian
yang dipercepat ini mengandung bagian yang melibatkan konsentrasi ion hidrogen atau
hidroksil, reaksi yang demikian disebut katalisis asam-basa spesifik. Sebagai contoh
dari katilisis asam-basa spesifik, kita dapat memperhatikan ketergantungan hidroksil
ester terhadap pH larutan. Dalam larutan asam, kita dapat menganggap hidrolisis ini
bergantung pada kesetimbangan awal antara ester dan ion hidrogen, diikuti oleh reaksi
yang menentukan laju reaksi dengan air (Martin et al, 1984).

5. Bagaimana cara membedakan suatu hasil percobaan stabilitas kimia bahan obat
tersebut dipengaruhi oleh katalisa asam-basa umum atau asam-basa spesifik?
Jawab : Pada stabilitas kimia bahan obat yang dipengaruhi oleh katilis asam-basa
spesifik hukum laju reaksi penguraiannnya hanya mengandung bagian yang
melibatkan ion hidrogen dan ion hidroksil. Contohnya, dapat diperhatikan
ketergantungan hidroksil ester terhadap pH larutan dalam larutan asam, dapat dianggap
hidrolisis ini bergantung pada kesetimbangan awal antara ester dan ion hidrogen, diikuti
oleh reaksi yang menentukan laju reaksi denagn air.
S + H+ ↔ SH+
SH+ + R → P
Skema reaksi umum ini menganggap bahwa hasil reaksi P pada reaksi hidrolisis ini
tidak bergabung kembali membentuk ester.

Sedangkan pada katalis asam-basa umum, pada efek pH terhadap laju reaksi sering
terjadi kemungkinan reaksinya dikatalisis oleh satu atau beberapa komponen penyusun
dapar tergantung pada apakah katalis tersebut asam atau basa. Misalnya pada hidrolisis
antibiotik streptozotosin, laju reaksi dalam dapar fosfat lebih besar daripada laju reaksi
yang diharapkan untuk katalisa basa spesifik (Martin et al, 1984).
Diposting 6th December 2014 oleh Kuro Usagi

0
Tambahkan komentar

4.

May

30

Formula Saturasi

R/ Vitamin C 1000 mg

Natrii bicarbonas 3,6 g


Acidum citricum 3g
Sukrosa 12 g
Na-Benzoate 0,075 g
Essens jeruk q.s.
Madu 1g
Aquadest ad 150 mL
1.1 Uraian Masing-masing Bahan
A. Vitamin C
- Nama lain : acidum ascorbicum, asam askorbat
- Struktur kimia : C6H8O6 (Depkes RI, 1979)
- Berat Molekul : 176,13 g/mol (Depkes RI, 1979)
- Pemerian : Bentuk berupa serbuk atau hablur, warna
putih atau agak kuning, rasa asam, tidak
berbau (Depkes RI, 1979)
- Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam
etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam
kloroform P, dalam eter P dan dalam
benzen P (Depkes RI, 1979)
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya (Depkes RI, 1979)
- Titik lebur : ± 1900 C (Depkes RI, 1979)
- pH : 2,1 – 2,6 (Rowe, et al., 2006)
- Inkompatibilitas : Asam askorbat inkompatibilitas dengan basa,
ion logam berat bahan pengoksidasi,
methenamine, dan salicylamide sodium
nitrit dan dapat mengurangi intensitas
warna zat warna (Rowe, et al., 2006).

B. Sukrosa
- Nama lain : sukrosa, beet sugar (Depkes RI,
1995)

- Struktur kimia : C12H22O17


- Berat Molekul : 342,30 g/mol
- Pemerian : Bentuk kristal bening, warna putih, rasa manis,
tidak berbau (Depkes RI, 1995)
- Kelarutan : sedikit larut dalam kloroform, mudah larut dalam
400 bagian etanol, ½ bagian air (Depkes
RI, 1995)
- Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, sejuk, dan kering
(Depkes RI, 1995)
- Titik lebur : 1860C (Rowe, et al., 2006)
- pH : 3,5-5,5 (Rowe, et al., 2006)
- Inkompatibilitas :-
C. Asam Sitrat
- Nama lain : Acidum Citricum (Depkes RI, 1979)
- Struktur Kimia : C6H8O7.H2O
- Berat Molekul : 210,14 g/mol
- Pemerian : Bentuk hablur tidak berwarna atau serbuk
putih, berwarna putih, rasa asam dan tidak
berbau (Depkes RI, 1979)
- Kelarutan : Larut dalam kurang dari 1 bagian air dan
dalam 1,5 bagian etanol dan sukar larut
eter (Depkes RI, 1979).
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979)
- Titik Lebur : 90º C
- pH : 3,8-5,6 (Rowe, et al., 2006)
- Inkompatibilitas : -
D. Natrium Bicarbonat
- Nama lain : Natrii Bicarbonas (Depkes RI, 1995)
- Struktur Kimia : Na2(CO3)2.H2O (Depkes RI, 1995)
- Berat Molekul : 124,00 g/mol (Depkes RI, 1995)
- Pemerian : Bentuk hablur warna putih, tidak berbau (Depkes
RI, 1995)
- Kelarutan : Mudah larut air dan air
mendidih (Depkes RI, 1995).
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995)
- Titik Lebur : 270º C (Depkes RI, 1995).
- pH : antara 6 - 7,5 (Rowe, et al., 2006)
- Inkompatibilitas : -
E. Natrium Benzoat
- Nama lain : Natrii Benzoas atau Natrium Benzenekarboksilat
(Depkes RI, 1979)
- Struktur Kimia : C7H5NaO2
- Berat Molekul : 144,11 g/mol
- Pemerian : Bentuk hablur warna putih, tidak berbau
atau hampir tidak berbau (Depkes RI,
1979)
- Kelarutan : larut dalam 2 bagian air dan 90 bagian
etanol (Depkes RI, 1979).
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979)
- Titik Lebur : 270º C.
- pH : antara 2,5 – 4,0 (Rowe, et al., 2006)
- Inkompatibilitas : -
F. Madu
- Nama lain : Dextrosa (Depkes RI, 1995)
- Struktur Kimia : C6H12O6 (Rowe, et al., 2006)
- Berat Molekul : 180,18 g/mol (Rowe, et al., 2006)
- Pemerian : Bentuk larutan kental berwarna kuning,
berbau khas berasa manis (Rowe, et al.,
2006).
- Kelarutan : Memiliki kelarutan dalam sebanyak 6% (Rowe,
et al., 2006).
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Rowe, et al., 2006)
- Titik Lebur : 160º C (Rowe, et al., 2006).
- pH : 7 (Rowe, et al., 2006).
- Inkompatibilitas : -
G. Perasa Jeruk
- Nama lain : Citrus essens
- Struktur Kimia : -
- Berat Molekul : -
- Pemerian : Bentuk hablur, berbau khas dan berasa asam.
- Kelarutan : -
- Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
- Titik Lebur : -
- pH : -
- Inkompatibilitas : -
H. Aquadest
- Nama lain : Aquadestilata, air suling
- Struktur Kimia : H2O
- Berat Molekul : -
- Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau
(Depkes RI, 1995)
- Kelarutan : -
- Penyimpanan : Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat
(Depkes RI, 1995).
- Titik Lebur : -
- pH : 5-7
- Inkompatibilitas : -
1.2 Fungsi Masing-masing Bahan
- Vitamin C berfungsi sebagai bahan aktif yang digunakan untuk menjaga
daya tahan tubuh
- Sukrosa berfungsi sebagai pemberi rasa manis.
- Natrium bikarbonat berfungsi sebagai bagian basa untuk memberi sensasi
sejuk saat diminum saat pelepasan gas CO2
- Asam sitrat berfungsi sebagai bagian asam karena lebih stabil bila
direaksikan dengan natrium bikarbonat dibandingkan bahan asam lain.
- Natrium benzoat berfungsi sebagai pengawet untuk mencegah tumbuhnya
mikroba.
- Madu berfungsi sebagai antioksidan dan penambah rasa manis.
- Essens jeruk berfungsi sebagai pengaroma jeruk.
- Aquadest berfungsi sebagai pelarut untuk melarutkan semua bahan
Diposting 30th May 2013 oleh Kuro Usagi

Tambahkan komentar

5.

Oct

24

Iodo Iodimetri
DOWNLOAD TEXT

Copy Artikel

PERCOBAAN V

IODOMETRI-IODIMETRI

(PENETAPAN KADAR ANTALGIN DENGAN


METODE IODOMETRI-IODIMETRI)

I. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari praktikum ini, yaitu untuk memahami prinsip-prinsip metode


iodometri-iodimetri dan menetapkan kadar antalgin secara metode iodimetri.

II. TEORI RINGKAS

II.1 Dasar Teori

Definisi dari analisis kualitatif adalah pemeriksaan kimiawi tentang


jenis-jenis unsur atau ion terdapat dalam suatu zat tunggal atau campuran
beberapa zat. Setelah sifat dasar penyusun-penyusun dari suatu contoh itu
dipastikan, seringkali analisis itu kemudian diminta menetapkan banyaknya
tiap komponen atau komponen – komponen khusus yang ada di dalamnya.
Penetapan semacam ini terletak didaerah analisis kuantitatif (Bassett,
1994).

Istilah oksidasi mengacu kepada setiap perubahan kimia dimana


terjadi kenaikkan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan
hilangnya elektron, sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator
adalah senyawa dimana atom yang mengalami penurunan bilangan
oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang mengalami kenaikkan
bilangan oksidasi. Oksidasi reduksi harus selalu berlangsung bersama dan
saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu
kepada suatu senyawa tidak kepada atomnya saja. Jika suatu reagen
berperan baik sebagai reduktor dan oksidator, maka dikatakan zat tersebut
mengalami autooksidasi atau disproporsionasi (Khopkar, 2002).

Titrasi – titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara


titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri
untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator
yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering
digunakan. Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara,
yaitu titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri)
(Rohman, 2007).

Iodometri atau iodimetri merupakan titrasi-titrasi yang menyangkut


reaksi :

I2 + 2e 2I-

Titrasi langsung yang disebut iodimetri, larutan baku I2 dipakai sebagai


titrat atau titran untuk mengoksidasi analat, cara ini jarang dipakai sebab
iodium sendiri merupakan oksidator lemah. Titrasi tidak langsung yang
disebut iodometri, KI digunakan sebagai reduktor untuk mereduksi analat
sehingga terbentuk I2 bebas, I2 bebas ini dititrasi oleh larutan baku Na2S2O3.
Cara ini dapat digunakan untuk menganalisis hampir semua oksidator yang
kuat sehingga lebih sering digunakan daripada iodimetri (Harjadi, 1993).

Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida


merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik
iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida
digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Beberapa zat merupakan
pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan
iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi
banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion
iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Dengan adanya
kelebihan ion iodida yang ditambahkan pada pereaksi oksidasi yang
ditentukan, yaitu dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi
dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1986).

Kelarutan iodium rendah dalam air maka larutannya dibuat dengan


menambahkan KI berlebihan, sehingga terjadi reaksi berikut :

I2 + I- I3- K= = 7 x 102

Tetapan kesetimbangan proses pembentukan kompleks ini tidak begitu


besar, sehingga kelebihan ion iodida dapat menggeser reaksi ke arah kanan,
akibatnya dalam larutan itu iodium berada dalam bentuk ion tri-iodida I3-
(Svehla, 1979).

Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi


dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung
(iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam
reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:

I2(solid) 2e 2I-

Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan
adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang
akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat,
ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau
dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan
berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:

I2(aq) + I- I3-

karena iod mudah larut dalam larutan iodida, reaksi sel setengah itu lebih
baik ditulis sebagai:

I3- + 2e 3I-

Potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-
iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium
permanganat, kalium dikromat, dan serium (IV) sulfat (Bassett, 1994).

Zat-zat pereduksi yang kuat (zat – zat potensial reduksi yang jauh
lebih rendah), seperti timah (II) klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan
natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam
larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen trivalen,
atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan
dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam. Pada kondisi ini, potensial
reduksi adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum
(Bassett, 1994).
Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih
biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir
bereaksi sebagai zat pereduksi, dan oksidan akan direduksi secara
kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan
dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi,
biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994).

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat


bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu
atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut – pelarut sebagai karbon
tetraklorida atau kloroform dan kadang – kadang hal ini digunakan untuk
mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu
larutan (dispersi koloidal) kanji karena warna biru tua dari kompleks kanji
– iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan
lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan akan
lebih besar lagi dengan adanya ion iodida (Anonim1, 2007).

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses


iodometrik adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk
sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi
dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan
standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang
lama (Day & Underwood,1986).

Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam


dititrasi dengan natrium thiosulfat maka:

I3- + 2S2O32-  3I- + S4O62-

Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk
sebagai berikut : S2O32- + I3-  S2O3I- + 2I- yang mana berjalan terus
menjadi: S2O3I- + S2O32- S4O62- +I3- Reaksi berlangsung baik dibawah
pH = 5,0 (Khopkar, 2002).
II.2 Uraian Bahan

II.2.1. Aqua (Anonim, 1979)

a. Nama resmi : Aqua destilata.

b. Nama lain : Air suling.

c. Struktur kimia :

d. Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna,


tidak berbau, tidak memiliki rasa.

e. Kelarutan :-

f. Khasiat : Pelarut.

g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

II.2.2. H2SO4 (Anonim, 1979)

a. Nama resmi : Acidum sulfuricum.

b. Nama lain : Asam sulfat.

c. Struktur kimia : H2SO4

d. Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak ber-

warna; jika ditambahkan ke dalam air menimbul-

kan panas.

e. Kelarutan :-

f. Khasiat : Zat tambahan.


g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

II.2.3.HCl (Anonim, 1979)

a. Nama resmi : Acidum hydrochloridum.

b. Nama lain : Asam klorida.

c. Struktur kimia :

d. Pemerian : Cairan; tidak berwarna; berasap, bau merangsang.

Jika diencerkan dengan 2 bagian air, baud an asap

Hilang.

e. Kelarutan :-

f. Khasiat : Zat tambahan.

g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

II.2.3.Iodium (Anonim, 1979)

a. Nama resmi : Iodium.

b. Nama lain : Iodium.

c. Struktur kimia :I

d. Pemerian : Keping atau butir, berat, mengkilat, seperti

Logam, hitam kelabu, bau khas.

e. Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 3600 bagian air, dalam

13 bagian etanol (95%) P, dalam lebih kurang 80


bagian gliserol P dan dalam lebih kurang 4 bagian
karbondisulfa P; larut dalam kloroform P dan dalam
karbontetraklorida P.
f. Khasiat : Antiseptikum ekstern; antijamur.

g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

II.2.5.Kalium Iodida (Anonim, 1979)

a. Nama resmi : Kalii Iodidum.

b. Nama lain : Kalium iodida.

c. Struktur kimia : K — I

d. Pemerian : Hablur heksahedral; transparan atau tidak opak,

berwarna dan putih; atau serbuk butiran putih,

higroskopik.

e. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah

larut dalam air mendidih, larut dalam etanol

(95%) P; mudah larut dalam gliserol P.

f. Khasiat : Antijamur.

g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

II.2.6.NaHCO3 (Anonim, 1979)

a. Nama resmi : Natrii Subcarbonas

b. Nama lain : Natrium subkarbonat, Natrium


Bikarbonat

c. Struktur kimia :
d. Pemerian : Serbuk putih atau hablur monoklin kecil, buram,

tidak berbau, rasa asin.

e. Kelarutan : Larut dalam 11 bagian air, praktis tidak larut

dalam etanol (95%) P.

f. Khasiat : Antasidum

g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

II.2.7.Antalgin (Anonim, 1979)

a. Nama resmi : Methampyronum.

b. Nama
lain : Metampiron.

c. Struktur kimia :
c. Pemerian : Serbuk hablur, putih/putih kekuningan.

d. Kelarutan :-

e. Khasiat : Analgetikum, Antipiretikum.

f. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

II.3 Prinsip Reaksi

II.3.1 Penetapan Kadar

a. Pembuatan baku primer KIO3

KIO3(ℓ) + H2O (aq) KIO3 (aq) + H2O (aq)

b. Pembakuan baku sekunder natrium thiosulfat

2NaS2O3 + I2 2NaI + Na2S4I6

4I2 + S2O32- + 5 H2O 8I- + 2SO2I2- + 10H+

IO3- + 5I + 6H+ 3I2 + 3H2O

( Khopkar,2008 )

c. Pembakuan baku tersier iodium dengan larutan natrium thiosulfat

I3- + S2O32- 3I- + S4O62-

S2O32- + I3 S2O3I- + 2I-

S2O3 I- + S2O32- S4O6I2- + I-

( Khopkar, 2008 )

d. Penetapan kadar antalgin


H2O + I2

H2O + I-
I2 I+ + I-

I+ + HCl I Cl- + H+

Cl + HCl I Cl2- + H+

I+ + 2 HCl I Cl2- + 2 H+

(Gandjar, 2007 )

II.2 Reaksi Indikasi

I2 + Amylum I2. Amylum

I2 Amylum + 2S2O32- 2I- + Amylum + S4O62-

( Khopkar, 2008 ).

III. ALAT DAN BAHAN

III.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah

1. Buret dan perlengkapannya

2. Bekker glass

3. Erlenmeyer

4. Labu ukur

5. Pipet tetes

6. Pipet volume

7. Pro pipet

8. Timbangan analitik
III.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah

1. Aqua destillata

2. Indikator amylum

3. KI 10%

4. Larutan H2SO4

5. Larutan HCl 0,02 N

6. Larutan iodium 0,1 N

7. Larutan KIO3

8. Larutan Kanji

9. Larutan Na2S2O3

10. Sampel Antalgin

IV. CARA KERJA

IV. 1 Pembuatan Larutan Baku Primer KIO3

1. Meninmbang baku primer KIO3 3,6084 gram dalam timbangan analitik.

2. Memasukkan baku primer KIO3 dalam beker glass dan mengaduknya


ad larut.

3. Memindahkan ke labu ukur 1 L sampai tanda batas.

IV. 2 Pembakuan Larutan Baku Na2S2O3 dengan KIO3


1. Memipet 10 ml larutan KIO3.

2. Menambahkan 10 ml larutan KI 10%

3. Menambahkan 3 ml H2SO4 2 N.

4. Menitrasi dengan Na2S2O3 ad warna berubah menjadi kuning pucat.

5. Menambahkan 2 ml indikator amylum, menitrasi lagi dengan Na2S2O3


sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna
(menitrasi secara perlahan, mengocok kuat-kuat).

6. Melakukan titrasi minimal 3x pengulangan.

IV. 3 Pembakuan Larutan Iodium dengan Na2S2O3

1. Memipet 10 ml larutan iodium.

2. Menambahkan 40 ml aquadest, mengocok sampai homogen.

3. Menitrasi dengan Na2S2O3 ad warna kuning pucat.

4. Menambahkan 2 ml indikator amylum, menitrasi lagi dengan Na2S2O3


sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna
(menitrasi secara perlahan, mengocok kuat-kuat).

5. Melakukan titrasi minimal 3x pengulangan.

IV. 4 Penetapan Kadar Antalgin dengan Larutan I2

1. Menimbang Antalgin dalam timbangan sebanyak 694,4 mg.

2. Menambahkan 5 ml aquadest, mengaduk hingga larut.

3. Menambahkan 5 ml HCl 0,02 N.

4. Menambahkan 2 ml indikator amylum.


5. menitrasi dengan larutan iodium ad terjadi perubahan warna dari biru
menjadi tidak berwarna.

6. melakukan titrasi minimal 3x pengulangan

V. HASIL DAN PERHITUNGAN

V.1 Data Hasil Percobaan

Tabel 1. Pembakuan Baku tersier iodium dengan baku


sekunder Na2S2O3

Titrasi
Reaksi V Na2S2O3
ke-
10 ml iodium + 40 ml aquades
 kuning pucat + 2 ml indikator V1 = 5,3 ml
1
amylum  biru tua  tak V2 = 0,4 ml
berwarna
10 ml iodium + 40 ml aquades
 kuning pucat + 2 ml indikator V1 = 5,3 ml
2
amylum  biru tua  tak V2 = 0,7 ml
berwarna
3 10 ml iodium + 40 ml aquades
 kuning pucat + 2 ml indikator V1 = 5,5 ml
amylum  biru tua  tak V2 = 0,5 ml
berwarna

Tabel 2. Hasil Pengamatan Penetapan Kadar Antalgin dengan iodium

Titrasi
Reaksi VNaOH
ke-
0,7151 g antalgin + 4 ml
aquades + 5 ml Hcl 0,02 N + 4
1 9,1 ml
ml indikator amilum  warna
tetesan merah
0,7151 g antalgin + 4 ml
aquades + 5 ml Hcl 0,02 N + 4
2 9,4 ml
ml indikator amilum  warna
tetesan merah
3 0,7151 g antalgin + 4 ml
aquades + 5 ml Hcl 0,02 N + 4 8,9 ml
ml indikator amilum  warna
tetesan merah

V.2 Perhitungan

V.2.1 Normalitas Baku Primer KIO3

Diket : Berat KIO3 = 3,6084 g

V pelarut = 1000 ml

BM KIO3 = 214 g/mol

Ekuivalen =6

Jawab : N KIO3 = (g/M) x (1000/V) x E

= (3,6084/214) x (1000/1000) x 6

= 0,1014 N

V.2.2 Normalitas Baku Sekunder Na2S2O3

N Na2S2O3 = 0,1001 N
V.2.3 Normalitas Baku tersier (iodium)

Diket : NNa2S2O3 = 0,1001 N

Vtitran 1 = 5,7 ml

Vtitran 2 = 6,0 ml

Vtitran 3 = 5,55 ml

Ditanyakan : Niodium

Penyelesaian :

I. Titrasi 1

N . V(titran) = N . V (analit)

0,1001 N . 5,7 ml = N . 10 ml

N = 0,0571 N

II. Titrasi 2

N . V(titran) = N . V (analit)

0,1001 N . 6 ml = N . 10 ml

N = 0,0601 N

III. Titrasi 3
N . V(titran) = N . V (analit)

0,1001 N . 5,55 ml = N . 10 ml

N = 0,0556 N

Normalitas iodium rata-rata = 0,0571 N


+ 0,0601 N + 0,0556

= 0,0576 N

Jadi, Normalitas yang dipakai adalah :

V1 = 5,7 = 0,0571 N

V3 = 5,55 = 0,0556 N

Normalitas iodium rata-rata = 0,0571 N + 0,0556 N

= 0,0564 N

V.2.4 Penetapan kadar Antalgin

Diket : N I2 = 0,0564 N

BM antalgin = 351,37 g/mol

Valensi =2

Berat sampel = 715,1 mg

V I2(1) = 9,1 ml

V I2(2) = 9,4 ml

V I2(3) = 8,9 ml
Ditanyakan : % Kadar Antalgin

Penyelesaian :

I. Kadar %(1) =

= 12,6082 %

II. Kadar %(2) =

= 13,0259 %

III. Kadar %(3) =

= 12,3331 %

% kadar rata-rata yang digunakan dari data I dan III :


% kadar rata-rata antalgin =

= 12,4707 %

VI. PEMBAHASAN

Pada percobaan iodometri ini bertujuan untuk mengetahui prinsip –


prinsip dasar metode iodimetri dan mentapkan kadar antalgin dengan metode
iodimetri. Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat. Pada saat reaksi oksidasi
iodium akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi :

I2 + 2e 2 I-

Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial


reduksi yang lebih kecil dibanding iodium . Sedangkan iodometri merupakan
titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang
mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium – iodidia
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator.
Pada percobaan ini bertujuan untuk pembakuan larutan digunakan dengan
metode iodometri sedangkan untuk penetapan kada dilakukan dengan metode
iodimetri (titrasi langsung). Untuk pembakuan larutan baku sekunder Na2S2O3
dengan KIO3 dan pembakuan larutan baku sekunder I2 dengan larutan baku
sekunder Na2S2O3 yang telah dibakukan sebelumnya. Untuk pembuatan larutan
baku primer KIO3 dilakukan dengan menimbang KIO3 yang berbentuk kristal
sebanyak 3,6084 g lalu dilarutkan dalam aquades sampai 1000 ml. Dari
pengenceran tersebut didapat nilai normalitas Dari KIO3 yang digunakan , dan
dari perhitungan diperoleh KIO3 yaitu sebesar 0.1014 N. Sedangkan metode
iodimetri dilakukan dengan penetapan kadar antalgin dengan menggunakan
larutan baku sekunder I2 sebagai titran. Titrasi secara iodimetri merupakan titrasi
secara langsung, artinya sampel yang akan dianalisis langsung dititrasi dengan
titran. Sedangkan untuk iodometri dengan menitrasi sampel dengan titran
berlebih, kemudian menambahkan indikator, lalu menitrasinya sampai akhir
titrasi.

Prosedur pertama yang dilakukan adalah pembuatan larutan KIO3. Untuk


pembuatan baku primer KIO3 dilakukan seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Kemudian dilakukan pembakuan larutan baku sekunder Na2S2O3
atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan baku primer KIO3 yang telah
dibuat sebelumnya. Pembakuan dilakukan secara iodometri dalam suasana
H2SO4. Pemberian H2SO4 dimaksudkan untuk menyuasanakan larutan dalam
suasana asam, sehingga dapat memperkuat daya oksidasi iodium dan
mempercepat berlangsungnya reaksi perubahan warna yang terjadi menjadi
kuning pucat, kemudian ditambahkan indikator amilum dan warnanya pun
menjadi biru tua. Perubahan warna diakibatkan amilum yang ada berikatan
dengan iodium dan membentuk komplek amilum – iodida yang berwarna biru.
Kemudian ditirasi hingga tak berwarna. Pada saat itu titik akhir titrasi tercapai
dari 3 kali percobaan yang dilakukan, diperoleh volume titrasi yang diperlukan
yaitu sebesar 5,7 ml ; 6 ml ; 5,55 ml. Dari perhitungan diperoleh normalitas dari
masing-masing penitrasian yaitu sebesar 0,0571 N dan 0,0556 N, dari kedua nilai
tersebut diambil nilai normalitas rata-rata sebesar 0,0564 N, dan digunakan
sebesar normalitas Na2S2O3.
Setelah Natrium tiosulfat dibakukan maka bisa digunakan untuk
membakukan larutan I2. Perlu dingat dalam buret maupun yang berada didalam
erlenmeyer harus ditutup dengan aluminium foil untuk menghindari terjadinya
oksidasi oleh udara dengan katalis cahaya. Oleh karena iodium adalah oksidator
yang kuat, terjadi penurunan kadar larutan selama penyimpanan disebabkan
reaksinya dengan air yang dikatalis cahaya dan dapat dioksidasi oleh oksigen dari
udara menjadi iodium. Maka dari itu larutan iodium perlu sering dibekukan.

I2 + H2O IO- + I- + 2H+

4I- + O2 + 4H+ 2I2+

Perhitungan volume titrasi dirata-ratakan dengan titrasi sebelumnya.

Iodium yang telah dibakukan siap digunakan untuk penetapan kadar


antalgin. Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri karena antakgin
memiliki potensial oksidasi yang lebih rendah dibandingkan sistem iodium
iodida. Untuk proses ini dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 715,1
mg dan melarutkannya kedalam 4 ml aquadest. Penambahab aquadest bertujuan
agar tidak terjadi reaksi redoks antara air dengan larutan iodium. Lalu
ditambahkan 5 ml HCl 0,02 N untuk menimbulkan suasana asam, sehingga dapat
bereakasi dengan iodium. Pada larutan ditambahkan indikator amilum.
Penambahan indikator amilum ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan
titik akhir titrasi, kepekatan ini juga dipengaruhi oleh suasana asam yang
diciptakan oleh asam klorida. Setelah itu ditirasi dengan iodium sehingga terjadi
perubahan warna tetesan merah. Pada titrasi ini v1 = 9,1 ; V2 = 9,4 ; V3 = 8,9.
Melalui perhitungan dengan rumus :

Didapat kadar titrasi untuk V1 = 12,6082 % ; V2 = 13,0259 % ; V3 = 12,3331%.


Untuk kadar rata-rata hanya memakai V1 dan V3 karena nilainya tidak terlalu jauh,
hasil rata-rata adalah 12,4707%.
Hasil kadar tidak 100% karena kesalahan praktikan dalam pengerjaan,
aluminium foil yang digunakan untuk menutupi mulut erlenmeyer saat menitrasi
semakin lama semakin besar kemungkinan terjadinya oksidai yang berdampak
pada waktuy akhir titrasi menjadi lebih cepat, dan pada penitrasian iodometri dan
iosimetri pada pengocokan sambil dititrasi tidak boleh terputus – putus harus
kontinyu.
VII. PENUTUP

VII.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini, yaitu:

1. Penetapan kadar antalgin menggunakan iodimetri dan pembakuan


larutan standar natrium tiosulfat dan iodium menggunakan iodometri.

2. Penetapan normalitas (pembakuan) larutan baku sekunder


menggunakan metode iodometri karena direaksikan dengan ion I- dan
KIO3

3. Kadar antalgin setelah ditetapkan dengan menggunakan larutan baku


iodium 0,0564 N adalah 12,4707%

4. Normalitas Iodium sebesar 0,0564 N

5. Normalitas Na2S2O3 sebesar 0,1001 N

6. Normalitas KIO3 sebesar 0,0619 N.

VII.2 SARAN

Saran yang dapat diberikan oleh praktikan pada percobaan ini adalah
bahan yang digunakan untuk praktikum sebaiknya benar-benar dipersiapkan
sehingga tidak terjadi kekurangan bahan saat praktikum sedang
berlangsung. Kepada praktikan diharap antri dalam mengambil bahan,dan
agar alat-alat praktikum diperbanyak juga diatur dengan rapi sehingga
memudahkan praktikan dalam bekerja dan dapat lebih menghemat waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta.

Anonim1, 2007. Iodo/iodimetri.

http://imamsamodra.files.wordpress.com/2008/02/microsoft-
word- iodo/iodimetri.pdf

Diakses tanggal 10 Desember 2008

Bassett, J, dkk., 1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Day, R.A & Underwood, A. L., 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.

Gandjar, I. G, 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT. Gramedia, Jakarta.

Khopkar, S. M., 2002, Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta.

Khopkar, S. M., 2008, Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta.

Rohman, Abdul, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
ENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang membutuhkan kesegaran jasmani dam beraktivitas. Olehnya itu, kita dianjurkan
untuk berolah raga pasling kurang dua kali dalam seminggu. Olah raga memiliki sangat bermanfaat
untuk kesehatan sistem kardiovaskuler.
Seseorang yang sehat dan fit akan dapat melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa kelelahan yang
berarti. Ia masih mempunyai cadangan tenaga yang cukup untuk suatu kegiatan ekstra seperti
berolahraga dan rekreasi. Sehat dalam arti umum adalah dengan cara menjaga makanan agar cukup
gizi dan menjaga kebersihan sehari-hari. Kebersihan ini meliputi kebersihan diri sendiri, misalnya
mandi, berpakaian, dan lain-lain.

Kadang-kadang dalam kehidupan sehari-hari kita membandingkan bagaimana kesanggupan kita


melakukan aktivitas dengan orang lain. Misalnya ketika menaiki gedung dengan tangga bersama
teman, ada yang merasa sangat lelah dan adapula yang terlihat biasa saja. Hal ini dipengaruhi oleh
kebugaran jasmani setiap orang. Orang yang sering berolahraga, tubuhnya akan terbiasa atau
beradaptasi sehingga ketika melakukan aktivitas yang berat cadangan kekuatannya lebih banyak
dibandingkan dengan yang jarang berolah raga. Selain itu, orang yang rajin berolah raga juga memiliki
kerja jantung yang baik dan berujung pada lebih rendahnya tekanan darah dibanding yang jarang
berolah raga.(1)

Oleh karena itu dalam percobaan ini, kita akan mempelajari bagaimana pengaruh aktivitas
terhadap kerja jantung dan perubahan fisiologis. Untuk menentukan kesanggupan badan kita dalam
melakukan suatu aktivitas maka dilakukan tes harvard. Tes ini bertujuan untuk menentukan indeks
kesanggupan badan untuk melakukan kerja, di sini kita menilai kebugaran dan kemampuan untuk
pulih dari kerja berat.

B. Tujuan

Tujuan percobaan yaitu menentukan kesanggupan badan untuk melakukan suatu kerja
(menentukan kapasitas kerja).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tes Harvard

Tes Harvard adalah salah satu jenis tes stress jantung untuk mendeteksi dan atau mendiagnosa
kelainan kardivaskuler. Tes ini juga salah satu ukuran yang bagus bagi kebugaran, dan kemampuan
untuk pulih dari olahraga berat. Semakin cepat jantung kembali normal maka semakin bugar
tubuhnya.(2)

Otot dibagi kedalam tiga kelompok utama menurut fungsi kontraksi dan hasil gerakan dari seluruh
bagian tubuh. Pengelompokannya adalah sebagai berikut :

a) Otot rangka (otot lurik) terdapat pada sistem skelet ,memberikan pengontrolan pergerakan,
mempertahankan postur tubuh dan menghasilkan panas.
b) Otot visceral (otot polos) terdapat pada saluran pencernaan, saluran perkemihan, pembuluh
darah. Otot-otot ini mendapat rangsangan dari saraf otonom berkontraksi diluar kesadaran.
c) Otot cardiak hanya terdapat pada jantung, berkontraksi diluar pengendalian
Seperti halnya tulang, Otot juga mempunyai beberapa fungsi, antara lain :
1. Untuk menggerakkan skelet
2. Untuk menghasilkan panas
3. Untuk mempertahankan sikap badan
B. Jaringan Otot

Jaringan otot bertanggung jawab untuk sebagian besar interaksi kita dengan dunia luar. Fungsi-
fungsi ini termasuk bergerak, berbicara, dan sejumlah tindakan sehari-hari lainnya. Namun tidak kalah
penting, adalah internal fungsi otot. Internal fungsi otot adalah pompa darah kita dan mengatur
alirannya, makanan kita bergerak karena sedang dicerna dan menyebabkan pembuangan limbah, dan
berfungsi sebagai pengatur kritis berbagai proses internal. (3 :138)

Jaringan otot memiliki karakteristik yang unik mengenai konstraktilitas, ekstensibilitas, elastisitas,
dan iritabilitas. Karena otot bersifat elastis maka dalam bekerja, otot-otot ini berpasangan namun
memiliki aksi yang berlawanan; ketika satu otot berkontraksi (penggerak yang utama) maka yang lain
akan mengendor (antagonis). Gerakan terjadi karena otot menarik tulang yang berfungsi sebagai
tangkai dan persendian bekerja sebagai engsel. Kekuatan setiap gerakan atau kontraksi tergantung
pada panjang asli dari serabut-serabut, jumlah serabut yang diaktifkan oleh sistem syaraf dan keadaan
metabolik otot.(4)

C. Faktor-Faktor yang Berperan pada Kegiatan Otot Bertahap


1. Pengaruh Denervasi
Pada hewan atau manusia yang hidup, otot rangka yang normal tidak berkontraksi kecuali
sebagai respons terhadap rangsang saraf motoriknya. Kerusakan persarafan ini menimbulkan
atropi ototdan juga menyebabkan kepekaan otot yang abnormal serta meningkatkan
kepekaan otot yang abnormal serta meningkatkan kepekaan otot terhadap asetilkolin yang
beredar dalam darah.

2. Unit motorik
Oleh karena setiap akson neuron motor spinal, yang mempersarafi otot rangka, bercabang-
cabang untuk mempersarafi kelompok-kelompok serat otot, jumlah terkecil otot yang dapat
berkontraksi sebagai respons terhadap perangsangan oleh satu motor neuron bukan satu
serat otot melainkan seluruh serta otot yang dipersarafi neuron tersebut.

3. Elektromiografi
Penggiatan unit motorik dapat dipelajari dengan elektromiografi, proses perekaman kegiatan
listrik otot pada osiloskop sinar katoda.

4. Faktor-Faktor yang Berperan pada Kegiatan Otot Bertahap


Otot rangka manusia saat istirahat, kalaupun ada, hanya sedikit ada sedikit kegiatan spontan.
Pada kegiatan volunter minimal, sejumlah kecil unit motorik terbangkit, dan dengan
meningkatnya kegiatan volunter makin banyak unit motorik yang terbangkit.

5. Kekuatan Otot Rangka


Otot rangka manusia dapat menahan 3-4 kg tegangan per cm2 potongan melintang. Nilai itu
kira-kira sama dengan yang diperoleh pada berbagai hewan percobaan dan tampaknya sama
pada semua spesies mamalia. Oleh karena otot manusia banyak yang potongan melintangnya
reatif besar, tegangan yang dihasilkannya dapat sangat besar.

6. Mekanik tubuh
Gerakan tubuh secara keseluruhan diatur berdasarkan pemanfaatan prinsip-prinsip fisiologi.
Misalnya, otot-otot tubuh melekat pada tubuh dengan panjang awal yang sama dengan atau
mendekati panjang istirahatnya, pada saat otot akan mengawali kontraksinya.

7. Penyakit otot
Mutasi kode-kode genetik untuk berbagai komponen dari kompleks distrofin glikoprotein
menyebabkan distrofi otot, suatu sindroma yang ditandai oleh kelemahan otot progresif.
Sebagian besar dari bentuk penyakit ini menimbulkan kecatatan berat dan berakhir fatal.

8. Perkembangan Otot
Perlu diingat bahwa telah terjadi kemajuan yang sangat berarti dalam pengetahuan mengenai
pengendalian genetik terhadap perkembangan otot beberapa tahun terakhir ini. Miogenin
merupakan faktor transkripsi yang utama pada proses ini. Miogenin merangsang fibroblas
menjadi sel-sel otot, dan ketika mencit yang dibuat menjadi homozigot untuk gen miogenin
mutant dilahirkan, mereka mati karena ketiadaan otot, termasuk otot-otot yang perlu untuk
pernapasan.(5 : 72)

D. Mekanisme Umum Kontraksi Otot


Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan tahap-tahap berikut.
1. Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf motorik sampai ke ujungnya pada serabut
otot.
2. Di setiap ujung, saraf menyekresi subtansi neurotransmitter, yaitu asetilkolin, dalam jumlah
sedikit.
3. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serabut otot untuk membuka banyak kanal
“asetilkolin” melalui molekul-molekul protein yang terapung pada membran.
4. Terbukanya kanal asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion natrium untuk berdifusi ke
bagian dalam membran serabut otot. Peristiwa ini menimbulkan suatu potensial aksi pada
membran.
5. Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serabut orot dengan cara yang sama seperti
potensial aksi berjalan di sepanjang membran serabut saraf.
6. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran otot dan banyak aliran listrik potensial
aksi mengalir melalui pusat serabut otot. Di sini, potensial aksi menyebabkan retikulum
sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium, yang telah tersimpan di dalam retikulum
ini.
7. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin, yang
menyebabkan kedua filamen tersebut bergeser satu sama lain, dan menghasilkan proses
kontraksi.
8. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum sarkoplasma
oleh pompa membran Ca++, dan ion-ion ini tetap disimpan dalam retikulum sampai potensial
aksti otot yang baru datang lagi, pengeluran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan
kontaksi terhenti.(6:74)

Ada tiga jenis kerja otot yaitu :

a) Kerja dinamis positif, yang membuat otot-otot yang terlibat untuk bergantian berkontraksi dan
relaksasi (misalnya, menaiki bukit).
b) Kerja dinamis negatif, yang membuat otot-otot yang terlibat untuk bergantian memperpanjang
istirahat sementara (istirahat kerja) dan berkontraksi tanpa beban (misalnya, menuruni bukit).
c) Kerja statis postural, yang membuat otot terus menerus kontraksi (misalnya, berdiri tegak).

Banyak kegiatan melibatkan kombinasi dari dua atau tiga jenis pekerjaan otot. Efek kerja mekanik
diarahkan diproduksi di aktivitas otot dinamis, tapi tidak dalam pekerjaan murni postural. Dalam kasus
terakhir, gaya x jarak = 0. Namun, energi kimia masih digunakan dan benar-benar berubah menjadi
bentuk panas disebut pemeliharaan panas (kekuatan otot kali durasi kerja postural).(7 : 74)

E. Hubungan Aktivitas Kerja dengan Perubahan Kardiovaskuler

Adaptasi fisiologik terhadap kerja fisik dapat dibagi dalam adaptasi akut dan kronik. Adaptasi akut
merupakan penyesuaian tubuh yang terjadi pada saat kerja dilakukan dan adaptasi kronik merupakan
hasil perubahan pada tubuh oleh suatu periode program latihan fisik. Adanya kerja fisik berarti
terdapat suatu pembebanan bagi tubuh dan hal ini akan mengakibatkan teijadinya mekanisme
penyesuaian dari alat/organ tubuh bergantung kepada usia, suhu lingkungan, berat ringan beban,
lamanya, cara melakukan dan jumlah organ yang terlibat selama kerja fisik tersebut.

Fungsi utama sistem kardiovaskuler selama kerja fisik adalah menghantar darah ke jaringan yang
aktip termasuk oksigen dan nutrien, dan mengangkut produk metabolit dari jaringan tersebut ke alat
ekskresi. Untuk melakukan tugas tersebutbeberapa parameter tubuh mengalami perubahan, antara
lain :

1) Frekuensi Denyut Jantung


Frekuensi denyut jantung merupakan parameter sederhana dan mudah diukur dan cukup
informatip untuk faal kardiovaskuler. Pada keadaan istirahat frekuensi denyut jantungberkisar
antara 60 - 80 per menit. Hal ini mudah dideteksi dengan cara palpasi maupun dengan
menggunakan alat seperti pulse meter. cardiac monitoring dan sebagainya; tempat pengukuran
dapat di a.radialis, a. carotis dan pada apex jantungsendiri. Frekuensi denyut jantung terendah
diperoleh pada keadaan istirahat berbaring. Pada posisi duduk sedikit meningkat dan pada posisi
berdiri meningkat lebih tinggi dariposisi duduk.

Hal ini disebabkan oleh efek grafitasi yang mengurangi jumlah arus balik vena ke jantung yang
selanjutnya mengurangi jumlah isi sekuncup. Untuk menjaga agar curah jantung tetap maka
frekuensi denyut jantung meningkat. Sebelum seseorang melakukan kerja fisik, frekuensi denyut
jantung pra kerja meningkat di atas nilai pada keadaan istirahat. Makin baik kondisi seseorang
akan diperoleh frekuensi denyut jantung yang lebih rendah untuk beban kerja yang sarna. Pada
suatu saat meskipun beban ditambah tetapi frekuensi denyut jantung tetap. Frekuensi denyut
jantung pada keadaan tersebut disebut frekuensi maksimal. Tiap orang mempunyai frekuensi
maksimal denyut jantung yang tampaknya mempunyai hubungan erat dengan faktor usia.

2) Curah Jantung/Cardiac Output (CO)


Curah jantung adalah volume darah yang dipompa oleh jantung, khususnya oleh ventrikel
selama satu menit. Variasi produksi curah jantung dapat disebabkan oleh perubahan dari denyut
jantung dan volume sekuncup. Denyut jantung terutama dikontrol oleh persarafan jantung,
rangsangan simpatis meningkatkan denyut jantung dan perangsangan parasimpatis
menurunkannya. Volume sekuncup juga tetap pada bagian yang dipersarafi, perangsangan
simpatis membuat serabut otot jantung berkontraksi dengan kuat ketika diberikan perangsangan
yang lama dan parasimpatis akan member rangsangan balik (bertolak belakang). Ketika kekuatan
kontraksi naik tanpa peningkatan serabut yang lama, maka darah banyak yang tertinggal di dalam
ventrikel, dan peningkatan fase ejeksi dan akhir dari fase sistol yaitu volume darah dalam ventrikel
berkurang.

Total volume darah dalam sistem peredaran darah dari rata-rata orang adalah sekitar 5 liter
(5000 mL). Menurut perhitungan, seluruh volume darah dalam system peredaran darah akan
dipompa oleh jantung setiap menit (pada saat istirahat). Latihan (aktivitas fisik) dapat
meningkatkan output jantung hingga 7 kali lipat (35 liter / menit.

3) Volume Sekuncup (Stroke Volume)


Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa setiap kontraksi dari ventrikel kiri dan
diukur dalam ml/kontraksi. Volume sekuncup meningkat sebanding dengan aktivitas fisik. Pada
keadaan normal (tidak dalam aktivitas lebih) setiap orang memilki volume sekuncup rata-rata 50-
70ml/kontraksi dan dapat meningkat menjadi 110-130ml/kontraksi scara intensif, ketika
melakukanaktivitas fisik. Pada atlet dalam keadaan istirahat memiliki stroke volume rata-rata 90-
110 ml/ kontraksi dan meningkat setara dengan 150-220ml/kontraksi.
4) Arus Darah
Sistem pembuluh darah bisa membawa darah kembali ke jaringan yang membutuhkan
dengan cepat dan berjalan pada daerah yang hanya membutuhkan oksigen. Pada keadaan
istirahat 15-20% uplai darah di sirkulasi pada otot skelet. Selama melakukan aktivitas fisik, ini bisa
meningkat menjadi 80-85% dari curah jantung. Darah akan dialirkan dari organ besar seperti
ginjal, hati, perut, dan usus. Ini akan meneruskan aliran ke kulit untuk memproduksi panas.

Arus darah dari jantung ke jaringan tubuh bervariasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing
jaringan baik dalam keadaan istirahat maupun pada kerja fisik. Jumlah absolut darah yang ke otak
selalu tetap/konstan, ke otot dan jantung jumlah darah akan meningkat sesuai dengan
bertambahnya beban kerja sedangkan yang ke ginjal, lambung dan usus akan berkurang pada
beban kerja yang meningkat. Peningkatan arus darah ke otot yang aktif merupakan kerja
persarafan vasodilator dan peningkatan metabolisme yang menimbulkan penurunan pH atau
peningkatan derajat keasaman dan pada tingkat lokal akan terlihat lebih banyak kapiler dan
arteriol yang membuka. Faktor lain yang berperan dalam pengaturan arus darah adalah siklus
jantung. Telah diketahui bahwa dengan bertambahnya beban kerja, akan terjadi peningkatan
frekuensi denyut jantung dan hal ini mengakibatkan lebih singkatnya waktu yang digunakan untuk
satu siklus jantung termasuk fase diastole. Sedangkan pengisian pembuluh darah koroner yang
terbanyak adalah pada fase diastole. Dengan berkurangnya fase diastole maka arus darah koroner
juga akan berkurang.

5) Tekanan Darah

Dalam keadaan istirahat, sistole tipikal individu (normal) adalah 110-140 mmHg dan 60-90
mmHg untuk tekanan darah diastol. Selama aktivitas fisik tekanan sistol, tekanan selama kontraksi
jantung (disebut sistol) bisa meningkat sampai 200 mmHg dan maksimum pada 250 mmHg yang
bisa terjadi pada atlet. Tekanan diastolrelaif tidak berubah secara signifikan ketika melakukan
latihan intensif. Faktanya kenaikannya lebih dari 15 mmHg sehingga latihan intensif bisa
mengidentifikasi penyakit jantung koroner dan digunakan sebagai penilaian untuk tes toleransi
latihan.

Tekanan darah selama kerja fisik memperlihatkan hubungan antara keseimbangan


peningkatan curah jantung dan penurunan tahanan perifer dengan adanya vasodilatasi pada
pembuluh darah otot yang bekerja. Terlihat bahwa tekanan sistolik akan meningkat secara
progresiv sedangkan pada tekanan diastolik tetap atau sedikit menurun (8)
Tekanan dalah arteri ialah kekuatan tekanan darah ke dinding pembuluh darah yang
menampungnya. Tekanan ini berubah-ubah pada setiap tahap siklus jantung. Selama sistole
ventrikuler, pada saat ventrikel kiri memaksa darah masuk aorta, tekanan naik sampai puncak,
yang disebut tekanan sistolik. Selama diastole tekanan menurun. Nilai terendah yang dicapai
disebut tekanan diastolik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah, yaitu :

1) Kekuatan memompa jantung.


2) Banyaknya darah yang beredar.
3) Viskositas (kekentalan) darah.
4) Elastisitas dinding pembuluh darah.
5) Tahanan tepi (resistensi periferi).(9 : 141)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Nama Percobaan
Percobaan Harvard (Harvard Step Test)

B. Alat dan Bahan


1. Bangku Harvard
2. Metronom
3. Stopwatch
4. Sphygmanometer
5. Stetoskop
C. Prosedur Kerja
1. Sebelum percobaan dimulai aturlah metronom dengan kecepatan 30 kali permenit yaitu
sesuai dengan kecepatan naik turun bangku yang akan dilakukan.
2. Ukurlah tekanan darah dan kecepatan denyut nadi orang coba dalam keadaan istirahat
(duduk).
3. Bila tekanan darah melebihi 160 mmHg (systole) sebaiknya percobaan ini jangan dilakukan
pada orang tersebut.
4. Mintalah orang coba untuk melakukan kerja naik turun bangku Harvard dengan kecepatan
tetap 30 kali naik turun satu menit sesuai dengan bunyi metronom.
5. Kerja dilakukan sesanggup mungkin tetapi tidak lebih 5 menit.
6. Setelah selesai dengan kerja ini orang coba segera diminta duduk dan ukurlah tekanan darah
dan denyut nadi orang coba.
7. Kemudian lakukan pencatatan denyut nadi pada 1 menit, 2 menit, 3 menit. Setelah percobaan
(denyut nadi dihitung selama 30 detik).

Pencatatan denyut nadi :

F1 = Denyut nadi/30 detik yang dihitung 1 menit sampai 1 menit 30 detik kemudian

F2 = Denyut nadi/30 detik yang dihitung 2 menit sampai 2 menit 30 detik kemudian

F3 = Denyut nadi/30 detik yang dihitung 3 menit sampai 3 menit 30 detik kemudian

8. Hitunglah Indeks Kesanggupan Badan (IKB) dengan memakai rumus berikut ini.

Rumus Indeks Kesanggupan Badan

Cara Cepat :

Cara Lambat :

Ket : T = Lamanya orang turun naik (dalam detik)

Penilaian :

Cara Cepat : <50 : kesanggupan kurang

Cara Lambat : 50-80 : kesanggupan sedang

>80 : kesanggupan baik

<55 : kesanggupan kurang

55-64 : kesanggupan sedang

>64 : kesanggupan baik

D. Hasil Percobaan
Nama orang coba : Tn. HR
Pemeriksa : Nn. F
Umur : 18 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Sebelum melakukan aktivitas :
Tekanan darah kontrol : 120/70 mmHg
Denyut nadi : 78 kali/menit
Saat melakukan aktivitas : T = 74 detik
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Denyut nadi : F1 = 44 kali/30 detik
F2 = 40 kali/30 detik
F3 = 34 kali/30 detik
Indeks Kesanggupan Badan :
a) Cara Cepat :

= 30,57 (Kesanggupan kurang)


b) Cara Lambat : IKB
= 31,35 (Kesanggupan kurang)
E. Analisis Hasil Percobaan

Sebelum melakukan aktivitas pada orang coba yaitu Tn. HR didapatkan hasil pemeriksaan tekanan
darah normal 120/70 mmHg dan denyut nadi 78 kali/menit. Hal ini berarti orang coba dapat mengikuti
test harvard. Apabila orang coba mempunyai tekanan darah di atas 130 mmHg (sistole) maka orang
coba tidak boleh mengikuti test ini, begitu pun dengan denyut nadi apabila melebihi 80 kali permenit
maka orang coba tidak boleh mengikuti test ini.

Setelah melakukan aktivitas yaitu test harvard yang dilakukan Tn. HR, tekanan darah meningkat
menjadi 130/80 mmHg, dan denyut nadi meningkat pada F1 = 44 kali/30 detik, F2 = 40 kali/30 detik
dan F3 = 34/30 detik. Setelah itu dilakukan perhitungan indeks kesanggupan kerja dan didapatkan
hasil pada perhitungan cara cepat yaitu 30,57 dan cara lambat 31,35. Hal ini menunjukkan bahwa
orang coba mempunyai kesanggupan kerja kurang, karena dalam pengukuran dengan cara cepat hasil
yang didapatkan hasil <50, demikian pula dengan cara lambat <55 pada hasil ini temaksud pada
golongan kesanggupan kerja kurang. Hal ini mungkin disebabkan karena orang coba kurang istirahat
dan kurang berolahraga secara teratur.

Pada orang coba dapat dilihat peningkatan tekanan darah dan denyut nadi. Hal ini disebabkan
karena aktivitas orang coba meningkat maka curah kerja jantung ikut meningkat hal ini bertujuan
untuk menyuplai O2 dan nutrisi dari jantung ke bagian tubuh yang membutuhkan. Karena peningkatan
curah jantung darah akan lebih banyak dipompa melalui aorta sehingga berpengaruh dalam
peningkatan tekanan darah dimana peningkatan ini mengakibatkan tekanan darah yang berjalan
disepanjang arteri semakin cepat dan selanjutnya akan mengakibatkan denyut nadi meningkat.

Dari hasil yang diperoleh, belum tentu menunjukkan bahwa kesanggupan orang coba kurang
karena mungkin terdapat beberapa faktor misalnya beban kerja yang diberikan lebih berat dari yang
biasanya dan tanpa pemanasan sebelumnya, frekuensi naik turun harvard kurang maksimum, atau
standar yang dipakai pada rumus ini merupakan standar dari luar negeri dimana orang barat dominan
memiliki kapasitas kerja lebih dibandingkan kita orang Indonesia, misalnya karena faktor pemenuhan
gizi atau perbedaan pola hidup dalam pekerjaan sehari-hari.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kapasitas kerja adalah kesanggupan orang coba untuk melakukan kerja hingga batas
kemampuan kerja dalam percobaan ini setelah dilakukan perhitungan adalah cara cepat 30,57
dan cara cepat 31,35 hal ini termasuk dalam kategori kesanggupan badan kurang.
Aktivitas dapat mengakibatkan peningkatan carah jantung karena peningkatan diastole
sebagai akibat dari peningkatan tonus otot. Selain itu, karena adanya rangsangan otonom yang
meningkatkan kerja saraf simpatis sehingga denyut jantung juga meningkat.
B. Saran
1) Sebaiknya orang coba dalam keadaan baik agar hasil yang didapatkan maksimal.
2) Alat yang digunakan dalam laboratorium sebaiknya ditambah untuk kelancaran praktikum.
3) Ruangan praktikum sebaiknya diperluas agar semua kelompok dapat masuk secara bersamaan
untuk mengifisienkan waktu.
4) Sebaiknya ruangan praktikum diberi penyejuk ruangan agar pada saat praktikum mahasiswa
tidak mengalami kegerahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Uchenk.2008.Laporan Fisiologi Harvard.in www.uchenk-korzlet01.blogspot.


com.Last Update Senin, 12 Juli 2010.

2. Firhazona.2008.Tes Harvard.in www.musfirahmad.blogspot.com.Last Update


Senin, 12 Juli 2010.

3. Williams, Lippincott.2004.Medical Physiology.Edisi 2.Indiana:Indiana Universty


School of Medicine Indianapolis

4. Prohealt.2008.Fisiologi Otot dan Jantung.in www.puskesmas-oke.blogspot.com.


Last Update Senin, 12 Juli 2010.

5. Ganong, William F.2008.Fisiologi Kedokteran.Edisi 20.Jakarta:EGC.

6. Guyton, Arthur.2006.Text Book of Medical Physiology.Edisi 11.Cina:Elsevier


Saunders.

7. Despopoulos, Agamemnon.2003.Color Atlas of Physiology.Edisi 5.Jerman:


Georg Thieme Verlag.

8. Odhemila.2008.Laporan Fisiologi Harvard.in www.odhemila.blogspot.com.


Last Update Senin, 12 Juli 2010.

9. Pearce, Everlyn C.2008.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta:


Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai