Anda di halaman 1dari 31

ASSALAMUALAIKUM

Perjuangan Menghadapi Ancaman


Disintegrasi Bangsa

01 02 03 04 05 06 07 08
PKI PEMBE APRA ANDI RMS PRRI PERM GERAKAN
MADIU RONTA AZIZ ESTA 30
N 1948 KAN SEPTEMBE
DI/TII R 1965
(G30S/PKI)
A. PKI MADIUN 1948
Latar belakang dan tujuan terjadinya peristiwa Madiun atau PKI adalah kekecewaan
akibat hasil Perjanjian Renville antara Indonesia dan Belanda, serta rasionalisasi jumlah
prajurit TNI.
Pemberontakan PKI di Madiun meletus pada 18 September 1948. Pemberontakan ini
diakibatkan kekecewaan terhadap hasil Perjanjian Renville yang disepakati pada 17 Januari
1948. Perjanjian ini dianggap merugikan Indonesia, karena perjanjian ini membuat
dikuasainya banyak wilayah oleh Belanda. Selain itu, PKI juga menolak rasionalisasi
jumlah prajurit TNI, karena dapat mengurangi jumlah kader PKI di TNI.
Pemberontakan PKI di Madiun dipimpin oleh Partai Komunis Indonesia
(PKI) dan Front Demokrasi Rakyat (FDR). FDR dibentuk pada tanggal 28 Juni 1948,
oleh Musso dan mantan Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Sebelumnya, Amir Syarifuddin
adalah Perdana Menteri Indonesia pada periode 3 Juli 1947 – 29 Januari 1948, namun
pemerintahanya jatuh setelah penandatanganan Perjanjian Renville dengan Belanda yang
sangat merugikan Indonesia ini.
Amir Syarifuddin lalu pindah ke Yogyakarta, dan membentuk FDR sebagai
persatuan partai beraliran kiri (termasuk Partai Komunis Indonesia). FDR ini
kemudian terlibat dalam pemberontakan melawan pemerintah di Madiun.
Para pemberontak merebut kendali atas kota Madiun dan membunuh pejabat
yang setia pada pemerintah Indonesia. Mereka kemudian mendirikan
Pemerintah Front National Daerah Madiun.
Pemberontakan PKI di Madiun setelah pmerintah mengirimkan pasukan
TNI (Divisi Siliwangi) dibawah pimpinan Abdul Haris Nasution.
Pembrontakan berhasil ditumpas dan para pemimpinnya, yaitu Musso dan
Amir Syamsuddin, ditangkap dan dieksekusi.
B. PEMBERONTAKAN DI/TII

“ Alasan pertama yang menjadi latar dari gerakan


DI/TII Aceh adalah kekecewaan para tokoh pimpinan
masyarakat di Aceh atas dileburnya ke dalam
provinsi Sumatra Utara yang beribu kota di Medan.
Peleburan provinsi itu seakan mengabaikan jasa baik
masyarakat Aceh ketika perjuangan mempertahankan
kedaulatan Negara Republik Indonesia dimasa revolusi
fisik kemerdekaan Indonesia (1945-1950).
Kekhawatiran kembalinya kekuasaan para ulee
balang yang sejak lama telah menjadi pemimpin formal
pada lingkup adat dan politik di Aceh.

Keinginan dari masyarakat Aceh untuk menetapkan
hukum syariah dalam kehidupan mereka. Sejarawan
berkebangsaan Belanda, Cornelis Van Dijk,
menyebutkan, kekecewaan Daud Beureueh terhadap
Jakarta semakin berat dengan beredarnya rumor
tentang sebuah dokumen rahasia dari Jakarta.
Dokumen itu disebut-sebut dikirim oleh Perdana
mentreri Ali Sastroamidjojo yang isinya berupa
perintah pembunuhan terhadap 300 tokoh masyarakat
Aceh. Rumor ini disebut sebagai les hitam. Perintah
tersebut dikabarkan diambil oleh Jakarta berdasarkan
kecurigaan dan laporan bahwa Aceh sedang bersiap
untuk sebuah pemberontakan guna memisahkan diri
dari negara Indonesia.
C. APRA
APRA adalah pemberontakan yang paling awal terjadi
setelah Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Hasil
Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan suatu bentuk
negara Federal untuk Indonesia dengan nama RIS (Republik
Indonesia Serikat). Suatu bentuk negara ini merupakan suatu
proses untuk kembali ke NKRI, karena memang hampir semua
masyarakat dan perangkat-perangkat pemerintahan di
Indonesai tidak setuju dengan bentuk negara federal. Namun
juga tidak sedikit yang tetap menginginkan Indonesia dengan
bentuk negara federal, hal ini menimbulkan banyak
pemberontakan-pemberontakan atau kekacauan-kekacauan
yang terjadi pada saat itu. Pemberontakanpemberontakan ini
dilakukan oleh golongan-golongan tertentu yang mendapatkan
dukungan dari Belanda karena merasa takut apabila Belanda
meninggalkan Indonesia maka hak-haknya atas Indonesia akan
hilang.
D. ANDI AZIZ
Jadi pada awal April 1950, pemberontakan Andi Azis terjadi di Makassar, Sulawesi
Selatan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Kapten Andi Azis sendiri, Ia merupakan mantan
perwira KNIL dan baru diterima masuk ke dalam APRIS. Andi Azis bersama
gerombolannya ingin mempertahankan Negara Indonesia Timur. Selain itu, hal ini juga
dilatarbelakangi oleh penolakan terhadap masuknya anggota TNI ke dalam bagian APRIS,
Pada 5 April 1950, gerombolan Andi Azis mulai melancarkan serangan. Mereka
menyerang serta menduduki tempat-tempat penting, selain itu mereka juga menawan
seorang Panglima Teritorium Indonesia Timur, yaitu Letnan Kolonel A.J. Mokoginata.
Mengetahui hal tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan ultimatum sebagai bentuk
reaksi atas kejadian tersebut pada tanggal 8 April 1950.
Ultimatum yang dilayangkan isinya memerintahkan kepada Andi Azis untuk
melaporkan diri sekaligus harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu ke Jakarta,
Andi Azis diberi waktu selama 4 x 24 jam. Selain itu Andi Azis juga diminta untuk
menyerahkan senjata beserta menarik pasukannya, dan diminta untuk membebaskan para
sandera.
E. RMS
Latar belakang nya yaitu : Tanggal 25 April 1950,
udah terjadi sebuah proklamasi mengenai berdirinya
Republik Maluku Selatan (RMS) ini. Saat itu,
diproklamasikan oleh sekelompok orang yang
merupakan mantan anggota KNIL dan masyarakat Pro-
Belanda.
Dr. Christian Robert Steven Soumokin, Andi Aziz,
dan Westerling merupakan diantara orang-orang yang
memproklamasikan berdirinya RMS tersebut.
Awalnya, pemberontakan ini dipicu oleh bentuk
ketidakpuasan atas kembalinya Republik Indonesia
Serikat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Pemberontakan ini diwarnai dengan unsur KNIL atau Het
Koninklijke Nederlanda (ch) atau secara harfiah yaitu tentara
kerajaan Hindia Belanda yang merasa gak puas, karena status
mereka yang gak jelas. Saat itu atas keberhasilan APRIS
mengatasi keadaan, menyebabkan banyak masyarakat yang
semangat atas kembalinya Republik Indonesia Serikat ke
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ditengah upaya buat mempersatukan dari keseluruhan
wilayah Indonesia, ada berbagai teror dan intimidasi yang
mengancam masyarakat Indonesia ini.
Beberapa teror tersebut diantaranya dipimpin oleh seorang
Kapten bernama Raymond Westerling.
Lalu, dengan dibantu oleh anggota polisi dan pasukan KNIL
yang jadi bagian dari Korp Speciale Troepen yang bertempat
di Batujajar, Bandung, Jawa Barat ini melakukan aksi teror.
Bahkan teror yang dilakukan di Bandun sampai menelan korban jiwa. Dalam
aksi teror tersebut udah terjadi pembunuhan dan penganiayaan juga.
Akibat dari teror itu, benih sparatis atau keinginan buat memisahkan diri
juga akhirnya muncul. Beberapa birokrat pemerintah daerah udah
memprovokasi masyarakat yang ada di wilayah Ambon.
Bahwa, penggabungan Ambon ke wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia akan berdampak buruk dan membahayakan masyarakat di kemudian
hari.
Atas bahaya tersebut dihimbau buat seluruh masyarakat agar tetap
berwaspada.
Ditahun 1950, tepatnya pada tanggal 20 april udah diajukan mosi gak percaya
pada parlemen NIT. Maksudnya, supaya kabinet NIT (Negara Indonesia Timur)
meletakkan jabatannya buat bisa bergabung ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Kegagalan Andi Andul Azis mengakibatkan berakhirnya Negara Indonesia
Timur. Tapi, pemberontakan gak berhenti sampai disini.

Soumokil bersama para anggota yang mendukungnya
gak pernah menyerah buat bisa melepaskan wilayah
Maluku Tengah dari Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Bahkan, mereka melakukan sebuah perundingan
buat melakukan pemberontakan bersama para anggota
KNIL.
Dalam perundingan yang dilakukan di wilayah Ambon,
dihadiri oleh para pemuka KNIL, Soumokil, Ir.
Manusaman berencana buat daerah Maluku Selatan jadi
daerah mereka.
Bahkan kalo perlu, membunuh seluruh anggota
dewan yang ada di Maluku Selatan agar bisa melakukan
proklamasi kemerdekaan di wilayah yang disebutkan.
Pada rapat kedua, J.Manuhutu akhirnya terpaksa hadir
dengan ancaman senjata yang ada dibawahnya.
F. PRRI

gerakan pertentangan antara pemerintah RI dan daerah.


Gerakan ini muncul pada 1950 di Sumatera. PRRI muncul
karena ketidakpuasan di daerah terhadap kebijakan
pemerintah pusat saat itu. Perlawanan PRRI dan upaya
penumpasannya diyakini menimbulkan korban hingga
puluhan ribu jiwa.
G. PERMESTA
Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) adalah gerakan
militer yang dideklarasikan oleh pemimpin militer Negara Indonesia Timur.  Gerakan ini
dibentuk pada tanggal 2 Maret 1957 yang mulanya terjadi di Makassar, namun kemudian
berpindah ke Manado, Sulawesi Utara.  Gerakan ini dipimpin oleh Kolonel Ventje
Sumual, seorang perwira militer yang terlibat dalam Revolusi Nasional Indonesia.
Latar belakangnya : Munculnya pemberontakan Permesta di Indonesia Timur
disebabkan oleh beberapa alasan.  Salah satunya adalah berkembangnya sentimen di
Sulawesi dan Sumatera Tengah yang merasa kebijakan yang dibentuk pemerintah pusat
di Jakarta telah menghambat perekonomian lokal.  Para perwira daerah merasa kecewa
karena pemerintah pusat dianggap terlalu mengistimewakan Pulau Jawa dibandingkan
pulau lain.
Politik dan perekonomian Indonesia pada saat itu terpusat di Pulau Jawa. Padahal
sumber-sumber perekonomian negara lebih banyak berasal dari pulau lain.  Dengan
hambatan tersebut, proses pengembangan daerah juga jadi terbatas dan terganggu.
Adanya perselisihan ini kemudian memunculkan aspirasi untuk memisahkan diri dari
Indonesia. 
H. GERAKAN 30


SEPTEMBER 1965
(G30S/PKI

Pemberontakan PKI tanggal 30


September 1965 bukanlah kali pertama bagi
PKI. Sebelumnya, pada tahun 1948 PKI
sudah pernah mengadakan pemberontakan
di Madiun. Pemberontakan tersebut
dipelopori oleh Amir Syarifuddin dan
Muso. Tujuan dari pemberontakan itu
adalah untuk menghancurkan Negara RI
dan menggantinya menjadi negara komunis.
Bahkan, dengan adanya ajaran dari presiden
Soekarno tentang Nasakom (Nasional, Agama,
Komunis) yang sangat menguntungkan PKI karena
menempatkannya sebagai bagian yang sah dalam
konstelasi politik Indonesia. Hal ini hanya akan
membukakan jalan bagi PKI untuk melancarkan
rencana-rencananya. Yang salah satunya sudah
terbukti adalah pemberontakan G-30-S-PKI yang
dipimpin oleh DN. Aidit. Pemberontakan itu
bertujuan untuk menyingkirkan TNI-AD sekaligus
merebut kekuasaan pemerintahan.
Selain karena ingin merebut kekuasaan, ada juga factor lain yang
membuat mereka melakukan pemberontakan itu, yakni :
1. Angkatan Darat menolak pembentukan Angkatan kelima
2. Angkatan Darat menolak Nasakomisasi karena ajaran ini dianggap hanya
akan menguntungkan kedudukan PKI untuk yang kesekian kalinya.
3. Angkatan Darat menolak Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan
Malaysia. Hal ini merupakan suatu langkah yang bijak menyangkut
adanya Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan Malaysia hanya akan
membantu Cina meluaskan semangat revolusi komunisnya di Asia
Tenggara, dan akan merusak hubungan baik dengan negara-negara
tetangga.
KESIMPULAN

“ Potensi disintegrasi bangsa pada masa kini bisa saja benar-


benar terjadi bila bangsa Indonesia tidak menyadari adanya
potensi semacam itu. Karena itulah kita harus selalu waspada dan
terus melakukan upaya untuk menguatkan persatuan bangsa
Indonesia.
Sejarah Indonesia telah menunjukkan bahwa proses
disintegrasi sangat merugikan. Antara tahun 1948-1965 saja,
gejolak yang timbul karena persoalan ideologi, kepentingan atau
berkait dengan sistem pemerintahan, telah berakibat pada
banyaknya kerugian fisik, materi
mental dan tenaga bangsa.
Konflik dan pergolakan yang berlangsung diantara bangsa
Indonesia bahkan bukan saja bersifat internal, melainkan juga
berpotensi ikut campurnya bangsa asing pada kepentingan
nasional bangsa Indonesia.
PENUGASAN

1. Buatlah peta Indonesia, yang menunjukkan daerah-daerah tempat


terjadinya konflik yang membahayakan integrasi bangsa, antara
tahun 1948-1965. Tunjukkan dalam Peta tersebut daerah dengan
potensi konflik sejenis pada masa sekarang. Buat pula keterangan
singkat mengenai isi peta tersebut ! Beri warna bila perlu
Mengevaluasi peran dan nilai-nilai
perjuangan tokoh nasional dan daerah
dalam mempertahankan keutuhan negara
dan bangsa indonesia pada masa 1945-1965
Beberapa tokoh merupakan para pahlawan nasional yang memiliki jasa dalam
mewujudkan integrasi bangsa Indonesia. Tidak semua tokoh pahlawan dapat dibahas di sini.
Selain jumlahnya yang banyak, mereka juga berasal dari berbagai bidang atau daerah yang
berbeda.
Untuk pahlawan dari daerah, kita akan mengambil hikmah para pejuang yang berasal
dari wilayah paling timur Indonesia, yaitu Papua. Diantara mereka mungkin kalian ada yang
belum mengenalnya, padahal sesungguhnya mereka mempunyai jasa yang sama dalam
upaya memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tiga tokoh akan kita
bahas di sini, yaitu Frans Kaisiepo, Silas Papare dan Marthen Indey.
Keteladanan para tokoh pahlawan nasional Indonesia juga dapat kita lihat
dalam bentuk pengorbanan jabatan dan materi dari mereka yang berstatus raja. Sultan
Hamengkubuwono IX dan Sultan Syarif Kasim II adalah dua tokoh nasional yang akan
dibahas dalam bab ini.Kita akan melihat bagaimana tokoh-tokoh ini lebih mengedepankan
keindonesiaan mereka terlebih dahulu daripada kekuasaan atas kerajaan sah yang mereka
pimpin, tanpa menghitung untung rugi.
Keteladanan para tokoh pahlawan nasional Indonesia juga dapat kita lihat
dalam bentuk pengorbanan jabatan dan materi dari mereka yang berstatus raja. Sultan
Hamengkubuwono IX dan Sultan Syarif Kasim II adalah dua tokoh nasional yang akan
dibahas dalam bab ini.Kita akan melihat bagaimana tokoh-tokoh ini lebih mengedepankan
keindonesiaan mereka terlebih dahulu daripada kekuasaan atas kerajaan sah yang mereka
pimpin, tanpa menghitung untung rugi.

Selain tokoh-tokoh yang berkiprah dalam bidang politik dan perjuangan bersenjata, kita
juga akan mengambil hikmah keteladanan dari tokoh yang berjuang di bidang seni. Nama
Ismail Marzuki mungkin telah kalian kenal sebagai pencipta lagu-lagu nasional. Namun
mungkin juga masih ada diantara kalian yang belum mengenal siapa sebenarnya Ismail
Marzuki dan kiprah apa yang ia berikan bagi integrasi Indonesia. Maka tokoh Ismail
Marzuki ini akan juga kita bahas dalam bab mengenai keteladanan para tokoh nasional ini.
A. Pahlawan Nasional dari Papua
1. Frans Kaisiepo (1921-1979)
Frans Kaisiepo (1921-1979) adalah salah seorang tokoh yang
mempopulerkan lagu Indonesia Raya di Papua saat menjelang
Indonesia merdeka. Ia juga turut berperan dalam pendirian Partai
Indonesia Merdeka (PIM) pada tanggal 10 Mei 1946. Pada tahun yang
sama Kaisiepo menjadi anggota delegasi Papua dalam konferensi
Malino di Sulawesi Selatan, dimana ia sempat menyebut Papua
(Nederlands Nieuw Guinea) dengan nama Irian yang konon diambil
dari bahasa Biak yang berarti daerah panas. Namun kata Irian tersebut
malah diberinya pengertian lain yaitu “Ikut Republik Indonesia Anti
Nederlands"(Kemensos, 2013). Pada konferensi ini, Frans Kaisiepo
juga menentang pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) karena
NIT tidak memasukkan Papua didalamnya sehingga beliau kemudian
mengusulkan agar Papua masuk dalam Keresidenan Sulawesi Utara.
2. Silas Papare (1918-1978),
Silas Papare (1918-1978), seorang politikus pemberani
yang berasal dari daerah ujung timur Indonesia. Beliau
membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM) hanya sekitar
sebulan setelah Indonesia merdeka. Tujuan KIM yang
dibentuk pada bulan September 1945 ini adalah untuk
menghimpun kekuatan dan mengatur gerak langkah
perjuangan dalam membela dan mempertahankan proklamasi
17 Agustus 1945. Bulan Desember di tahun yang sama, Silas
Papare bersama Marthen Indey dianggap mempengaruhi
Batalyon Papua bentukan Sekutu untuk memberontak
terhadap Belanda. Akibatnya mereka berdua ditangkap
Belanda dan dipenjara di Holandia (Jayapura).
3. Marthen Indey (1912–1986)
Marthen Indey (1912–1986) adalah seorang anggota polisi
Hindia Belanda pada masa sebelum kedatangan Jepang ke
Indonesia. Namun jabatan ini bukan berarti telah melunturkan
sikap nasionalismenya. Rasa cinta terhadap Indonesia yang
dimilikinya justru semakin tumbuh tatkala beliau kerap
berinteraksi dengan tahanan politik Indonesia yang dibuang
Belanda ke Papua. Beliau bahkan pernah berencana bersama
anak buahnya untuk memberontak terhadap Belanda di Papua,
namun gagal. Antara tahun 1945- 1947, ketika Indey masih
menjadi pegawai pemerintah Belanda dengan jabatan sebagai
Kepala Distrik, beliau kembali menyiapkan sebuah rencana
pemberontakan bersama-sama kaum nasionalis yang ada di
Papua. Meskipun sekali lagi, pemberontakan ini harus gagal
dilaksanakan.
B. Para Raja yang Berkorban untuk Bangsa
1. Sultan Hamengkubuwono IX

Sultan Hamengkubuwono IX (1912-1988),


pada tahun 1940 ketika Sultan Hamengkubuwono
IX dinobatkan menjadi Raja Yogjakarta, ia telah
menunjukkan sikap nasionalismenya. Hal ini
terlihat dalam pidatonya saat itu, dimana beliau
mengatakan: Walaupun saya telah mengenyam
pendidikan Barat yang sebenarnya, namun
pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang
Jawa.”
2. Sultan Syarif Kasim II

Sultan Syarif Kasim II (1893-1968), dinobatkan


menjadi raja Siak, Indrapura pada tahun 1915 ketika
berusia 21 tahun. Beliau memiliki sikap bahwa kerajaan
Siak berkedudukan sejajar dengan Belanda. Sehingga
berbagai kebijakan yang ia lakukan kerap bertentangan
dengan keinginan Belanda.
Ismail Marzuki

Ismail Marzuki (1914 – 1958), dilahirkan di Jakarta,


yang memang berasal dari keluarga seniman. Di usia 17
tahun ia berhasil mengarang lagu pertamanya yang
berjudul “O Sarinah”. Pada tahun 1936, Ismail Marzuki
bergabung dengan perkumpulan musik Lief Java dan
berkesempatan mengisi siaran musik di radio. Pada saat
itulah beliau mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu barat
dan kemudian menciptakan lagu-lagu sendiri.
KESIMPULAN

“ Banyak pengorbanan yang berangkat dari


semangat perjuangan dan cinta tanah air telah
melahirkan cita-cita untuk terus mempertahankan
kemerdekaan Indonesia tetap abadi. Ini terlihat
dari perjuangan dan sikap yang ditunjukkan oleh
tokoh-tokoh yang patut menjadi panutan bagi kita
semua. Sebuah sikap yang ditunjukkan dengan
rela berkorban, memberikan semua yang dimiliki,
baik tenaga, harta maupun pemikiran
PENUGASAN

1. Temukan nilai-nilai perjuangan dari setiap tokoh yang


telah dibahas pada pembelajaran kali ini!
WA’ALAIKUMUSSALAM
SEKIAN
DAN
TERIMAKSIH

Anda mungkin juga menyukai