Anda di halaman 1dari 26

TUGAS SEJARAH WAJIB

25 NOVEMBER 2021

NAMA : ANAQOH REIHANA

KELAS : XII IPA 1

TP 2021/2022
1. Saran tokoh PKI madiun.
 Henk Sneevliet.
 Marco Kartodikromo.
 Tan Malaka.
 Siauw Giok Tjhan.
 Sukarno.
 Dipa Nusantara Aidit.
 M.H. Lukman.
 Musso.

2. Pemberontakan PKI madiun tahun 1948.


Terjadinya pemberontakan PKI Madiun diawali dengan jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin,
karena tidak lagi mendapat dukungan setelah kesepakatan Perjanjian Renville. Dalam perjanjian tersebut
Belanda dianggap menjadi pihal paling diuntungkan dan Indonesia yang dirugikan. Dengan kemunduran
Amir ini, Presiden Soekarno kemudian menunjuk Mohammad Hatta sebagai perdana menteri dan
membentuk kabinet baru.  Namun, Amir beserta kelompok sayap kirinya (komunis) tidak setuju dengan
pergantian kabinet tersebut, sehingga Amir dan komplotannya berusaha menggulingkan mereka. 

Gerakan Amir ini dibantu oleh Musso, pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pernah
belajar ke Uni Soviet.  Musso menggelar rapat raksasa di Yogya, di sana ia melontarkan pendapatnya
tentang pentingnya mengganti kabinet presidensil menjadi kabinet front persatuan. Musso bersama Amir
dan kelompoknya berusaha untuk menguasai daerah-daerah yang dianggap strategis di Jawa Tengah,
yaitu Solo, Madiun, Kediri, dan lainnya.  Rencana awal yang akan dilakukan yaitu dengan melakukan
penculikan dan pembunuhan para tokoh di kota Surakarta, serta mengadu domba kesatuan TNI setempat. 

Kerusuhan yang terjadi di Surakarta membuat perhatian semua pihak pro-pemerintah terfokus
pada pemulihan di Surakarta. Sedangkan pada 18 September 1948, PKI/FDR sedang menuju ke arah
Timur dan berusaha menguasai kota Madiun.  Keesokan harinya, FDR mengumumkan terbentuknya
pemerintahan baru yang disebut Republik Soviet Indonesia.  Selain di Madiun, PKI/FDR juga melakukan
hal yang sama di Pati, Jawa Tengah.  Pemberontakan ini pun menewaskan Gubernur Jawa Timur RM
Suryo, serta beberapa tokoh lainnya.

  Demi memulihkan kembali keamanan di Madiun, dilakukan operasi penumpasan pada tanggal
20 September 1948 dipimpin oleh Kolonel A.H. Nasution.  Salah satu operasi penumpasan yang
dilkaukan adalah pengejaran Musso yang melarikan diri ke Sumoroto, sebelah barat Ponorogo.  Dalam
pengejaran tersebut, Musso berhasil ditemukan dan ditembak mati.  Sedangkan Amir Syarifuddin dan
para tokoh sayap kiri lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Amir sendiri tertangkap di daerah
Grobogan, Jawa Tengah. 
3. Penyebab terjadinya pemberontakan DI/TII.
a. Pemberontakan di Jawa Barat

Terjadinya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dilandasi ketidakpuasan dari Kartosoewirjo


terhadap kemerdekaan Republik Indonesia. Waktu itu, kemerdekaan RI dibayang-bayangi kehadiran
Belanda yang masih ingin berkuasa atas Indonesia.

b. Pemberontakan di Aceh

Pemberontakan DI TII di Aceh diawali dengan adanya pernyataan proklamasi terkait berdirinya
Negara Islam Indonesia (NII) di bawah imam besar Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Baca juga:
Sejarah Berdirinya Kerajaan Pajang Latar Belakang  Alasan mendasar yang menjadi latar belakang
terjadinya Pemberontakan DI/TII di Aceh yaitu kekecewaan yang dirasakan oleh para tokoh pimpinan
masyarakat di Aceh.  Waktu itu, Provinsi Aceh dilebur ke Provinsi Sumatera Utara yang beribu kota di
Medan.  Keputusan peleburan dianggap mengabaikan jasa baik dari masyarakat Aceh saat berjuang
mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia pada masa revolusi. 

4. Penyelesaian DI/TII Jawa Barat dan DI/ TII Aceh.


a. Penyelesaian DI/TII Jawa Barat

Guna menanggulangi pemberontakan dari DI/TII di Jawa Barat, pemerintah mengeluarkan


peraturan No. 59 Tahun 1958 yang berisikan tentang penumpasan DI/TII. Salah satu caranya adalah
dengan menurunkan pasukan Kodam Siliwangi dan menerapkan taktik Pagar Betis.  Taktik Pagar Betis
ini dilakukan dengan menggunakan tenaga rakyat dengan jumlah ratusan ribu untuk mengepung tempat
persembunyian DI/TII. Tujuan lain dibentuknya Pagar Betis yaitu untuk mempersempit ruang gerak
DI/TII. Selain Pagar Betis, operasi lain yang juga dilakukan oleh Kodam Siliwangi yaitu Operasi Brata
Yudha. Operasi ini dibentuk untuk menemukan tempat persembunyian sang imam NII, Kartosoewirjo. 
Setelah melalui perjalanan panjang untuk mencari Kartosoewirjo, dirinya berhasil dibekuk hidup-hidup
oleh Letda Suhanda, pemimpin Kompi C Batalyon 328 Kujang II/Siliwangi.  Tertangkapnya
Kartosoewirjo ini menjadi awal mula teratasinya pemberontakan DI/TII. Banyak dari mereka yang
memutuskan untuk menyerah. 

b. Penyelesaian DI/TII Aceh

Pemerintah pusat memiliki dua jalur dalam upaya penyelesaian pemberontakan tersebut, yaitu
dengan upaya militer dan diplomasi.  Operasi Militer dilakukan dengan menyelenggarakan Operasi 17
Agustus dan Operasi Merdeka. Sedangkan cara diplomasi diterapkan dengan mengirim utusan ke Aceh
untuk bercengkrama dengan Daud Beureueh. Setelah melewati proses yang cukup panjang, permasalahan
ini akhirnya berakhir dengan jalan damai.  Pemerintah pusat memutuskan untuk memberikan hak otonomi
kepada Aceh sebagai provinsi yang disebut Daerah Istimewa Aceh dan diizinkan menerapkan syariat
Islam.  Pada tanggal 18-22 Desember 1962, digelar upacara besar bertajuk Musyawarah Kerukunan
Rakyat Aceh (MKRA) di Aceh sebagai tanda perdamaian. \
5. Gerakan APRA.
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) adalah kelompok milisi pro-Belanda yang muncul di era
Revolusi Nasional. APRA dibentuk dan dipimpin oleh mantan kapten KNIL (Koninklijk Nederlands
Indisch Leger) atau Tentara Hindia Belanda Raymond Westerling Westerling mempertahankan bentuk
negara federal karena menolak Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terlalu Jawa-sentris di bawah
Soekarno dan Hatta

Terjadinya perang APRA ini didasari dengan adanya hasil keputusan dari Konferensi Meja
Bundar (KMB) pada Agustus 1949.  Hasil dari KMB, yaitu: Kerajaan Belanda akan menarik pasukan KL
dari Indonesia, tentara KNIL akan dibubarkan dan akan dimasukkan ke dalam kesatuan-kesatuan TNI
Keputusan ini lantas membuat para tentara KNIL merasa khawatir akan mendapatkan hukuman serta
dikucilkan dalam kesatuan. Dari kejadian tersebut kemudian komandan dari kesatuan khusus Depot
Speciale Troopen (DST), Kapten Westerling, ditugaskan untuk mengumpulkan para desertir dan anggota
KNIL yang sudah dibubarkan.  Sebanyak 8.000 pasukan berhasil terkumpul. Selanjutnya, target utama
dari operasinya adalah Jakarta dan Bandung.  Jakarta sendiri pada awal 1950 tengah sering melakukan
sidang Kabinet RIS untuk membahas kembali terbentuknya negara kesatuan.  Sedangkan Bandung
merupakan kota yang belum sepenuhnya dikuasai oleh pasukan Siliwangi ditambah dengan Bandung
sudah lama menjadi basis kekuatan militer Belanda. Gerakan ini pun kemudian mereka namai dengan
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).

Pada 5 Januari 1950, Westerling sudah mengirimkan surat ultimatum kepada RIS yang berisi
tuntutan agar RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Pasundan.  Bahkan pemerintah RIS juga
diminta untuk mengakui APRA sebagai tentara Pasundan.  Surat ultimatum ini tidak hanya meresahkan
RIS saja, tetapi juga beberapa pihak Belanda.  Guna mencegah tindakan Westerling, Moh. Hatta
mengeluarkan perintah untuk melakukan penangkapan terhadap Westerling.  Jenderal Vreeden pun
bersama Menteri Pertahanan Belanda yang merasa resah dengan ultimatum ini kemudian menyusun
rencana untuk mengevakuasi pasukan RST tersebut. 

Namun, upaya mengevakuasi RST, gabungan baret merah dan baret hijau sudah terlambat untuk
dilakukan.  Westerling sudah lebih dulu mendengar rencana penangkapan tersebut, sehingga ia
mempercepat pelaksanaan kudetanya.  Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI
yang mereka temui di jalan.  Sementara Westerling menyerang kota Bandung, anak buahnya, Sersan
Meijer menuju ke Jakarta untuk menangkap Presiden Soekarno dan mengambil alih gedung-gedung
pemerintahan. Sayangnya, karena  pasukan KNIL dan Tentara Islam Indonesia (TII) tidak muncul untuk
membantu Westerling, serangannya di Jakarta mengalami kegagalan.  Setelah melakukan pembantaian di
Bandung, seluruh pasukan RST kembali ke tempat mereka masing-masing.  Meskipun sudah banyak
korban jiwa, Westerling tetap tidak tinggal diam. Ia berniat untuk mengulang kembali tindakannya
tersebut.  Namun, upaya keduanya ini gagal, sehingga kudeta pun tidak berhasil dilakukan. 

Kegagalan kudeta yang dilakukan Westerling terhadap RIS menyebabkan adanya demoralisasi
anggota milisi terhadap Westerling dan ia terpaksa melarikan diri ke Belanda.  Larinya Westerling ini
kemudian membuat APRA berdiri sendiri tanpa adanya seorang pemimpin yang kuat.  Oleh karena itu,
APRA resmi tidak kembali berfungsi pada Februari 1950. 
6. Gerakan Andi Aziz.
Pemberontakan ini dilakukan di bawah pimpinan Kapten Andi Azis, seorang mantan perwira
tentara Hindia Belanda, KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) yang baru saja bergabung di
APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat).  Andi Azis melakukan pemberontakan karena
menolak masuknya pasukan APRIS. Andi Azis ingin mempertahankan keutuhan Negara Indonesia
Timur.

Sebagai bentuk kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB), dibentuklah APRIS yang terdiri
dari dua unsur. Ada Tentara Nasional Indonesia (TNI) bentukan Indonesia, dan ada Tentara Hindia
Belanda atau Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) bentukan Belanda yang diminta
meleburkan diri ke APRIS. Setelah digabung, kedua unsur itu tak langsung bersatu. Saat itu ada sentimen
bahwa tentara KNIL lebih superior dibanding TNI. Andi Azis merupakan seorang mantan perwira KNIL
atau tentara Hindia Belanda yang kemudian bergabung dalam APRIS. Pelantikan Andi Azis disaksikan
oleh Letkol Ahmad Yunus Mokoginta, Panglima Tentara Teritorium Negara Indonesia Timur pada 30
Maret 1950.  Di saat yang sama, terjadi gelombang demonstrasi besar di Makassar. Kelompok anti-
federal menuntut agar Negara Indonesia Timur segera membubarkan diri dan bergabung dengan
Indonesia. Kelompok pro-federal juga berdemonstrasi untuk mempertahankan Negara Indonesia Timur.
Untuk mengatasi situasi politik yang memanas, pada 5 April 1950 pemerintah Republik Indonesia Serikat
mengirimkan sekitar 900 pasukan APRIS yang berasal dari TNI ke Makassar. Pasukan TNI di bawah
pimpinan Mayor HV Worang ini diminta untuk menjaga keamanan. Datangnya para tentara dari Jawa ini
rupanya menjadi bentuk ancaman bagi Andi Azis dan komplotannya yang sama-sama berasal dari KNIL.
Andi Aziz juga beranggapan bahwa masalah keamanan di Makassar ini sudah menjadi tanggung
jawabnya, bukan orang lain. Guna menghadapi tentara tersebut, Andi Azis dan pasukannya kemudian
membentuk Pasukan Bebas.

Pada 5 April 1950 pukul 05.00, Andi Azis dan Pasukan Bebas dibantu dengan Koninklijke Leger
(Pasukan Belanda) dan KNIL menyerang markas APRIS di Makassar. Mereka juga menyandera sejumlah
perwira APRIS, salah satunya Letkol Ahmad Yunus Mokoginta.  Selain itu, Andi Azis dan pasukannya
juga melakukan penyerangan serta menduduki tempat-tempat vital di Makassar.  Baku tembak serta
peperangan pun berkobar. Kota Makassar berada dalam kondisi yang sangat menegangkan akibat perang
yang sedang terjadi antara APRIS yang dipimpin Andi Azis dengan KL-KNIL.

Pada tanggal 8 April 1950, pemerintah mengeluarkan ultimatum yang memerintahkan agar Andi
Azis segera melaporkan diri dan mempertanggungjawabkan tindakannya ke Jakarta dalam kurun waktu
4x24 jam.  Jika Andi Azis tidak segera melaksanakan ultimatum tersebut, maka Kapal Angkatan Laut
Hang Tuah akan membom kota Makassar.  Namun, Andi Azis tidak goyah, ia tetap tidak menuruti
perintah tersebut.  Sampai akhirnya, setelah batas waktu sudah terlewat, pemerintah mengirim pasukan di
bawah Kolonel Alex Kawilarang dan tanggal 15 April 1950, Andi Azis bersedia datang ke Jakarta. 
Mulanya Andi Azis dijanjikan oleh Sri Sultan HB IX, bahwa jika beliau bersedia datang ke Jakarta,
dirinya tidak akan ditangkap.  Tetapi, begitu Andi Azis sampai di sana, yang terjadi adalah sebaliknya,
pemerintah secara sigap langsung menahan Andi Aziz.  Andi Aziz kemudian diadili pada tahun 1952 dan
dijatuhi hukuman penjara selama 14 tahun. 
7. Gerakan RMS.
Maluku merupakan salah satu kota yang pada saat itu terkenal akan kekayaan rempah-
rempahnya, sebab itu Maluku dijuluki sebagai Kepulauan Rempah. Maluku sendiri dinyatakan sebagai
salah satu provinsi Republik Indonesia dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
dikumandangkan. Bersatunya Maluku dengan Indonesia ini guna untuk mencegah Belanda dalam upaya
menguasai Maluku dan kekayaannya. Namun, setelah Maluku dinyatakan bersatu dengan NKRI,
Manusama, salah satu tokoh pejuang RMS menyatakan bahwa bergabungnya Maluku dengan Indonesia
akan memicu masalah.  Manusama pun mengadakan rapat bersama para penguasa desa di Pulau Ambon. 
Dalam rapat tersebut, Manusama mengobarkan semangat antipemerintah RIS dan ia mengatakan bahwa
orang Maluku tidak mau dijajah orang Jawa.  Pemerintah Maluku kemudian mengikrarkan proklamasi
RMS sehingga secara resmi republik ini telah terlepas dari NIT dan RIS. Pulau-pulau besar yang ada di
RMS adalah Ambon, Seram, dan Buru.

Setelah RMS diproklamasikan, muncul pemberitaan tentang KNIL dari Belanda yang dianggap
melindungi para proklamator Maluku Selatan.  Keterlibatan KNIL ini kemudian memicu kecurigaan
pihak Indonesia terkait campur tangan Belanda dalam pendirian RMS.  Kementerian Pertahanan RIS pun
menyatakan bahwa berdirinya RMS harus dituntaskan dengan Operasi Militer, dipimpin oleh Kolonel
Kawilarang.  Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS/TNI) dengan sandi Operasi Malam
pun mendaratkan pasukan mereka sebanyak 850 orang untuk melawan RMS.  Operasi ini dipimpin oleh
Komandan Mayor Pellupessy.  Para pasukan APRIS mendarat di Pulau Buru, Kai, Aru, dan Seram di
Maluku Selatan. Salah satu titik pertahanan paling baik yang dimiliki RMS adalah Pulau Ambon,
sehingga pasukan APRIS juga mendarat di sana dan kemudian dibagi tiga kelompok. Ketiga kelompok
tersebut kemudian disebar menuju wilayah Maluku Selatan, terutama yang dikuasai oleh kelompok
RMS. 

Setelah kelompok tersebut tersebar di wilayah kekuasaan RMS, pasukan APRIS pun secara
perlahan mulai dapat menguasai wilayah-wilayah tersebut. Beberapa wilayah di Ambon juga dapat
direbut kembali oleh APRIS.  Dikuasainya wilayah RMS ini kemudian diikuti dengan penangkapan
Presiden pertama RMS, JH Manuhutu dan Perdana Menteri RMS Wairissal, beserta sembilan menteri
lainnya. Mereka semua dijatuhi hukuman penjara selama tiga sampai lima setengah tahun.  Untuk
menghindari terulangnya kejadian pemberontakan RMS, pemerintah RI mengambil tindakan tegas
dengan memberikan hukuman mati terhadap sisa-sisa gerombolan RMS.

8. Pemberontakan PRRI/PERMESTA.
Pascakemerdekaan, kondisi pemerintahan belum stabil. Kesejahteraan dan pembangunan di awal
kemerdekaan masih sangat sulit. Kesenjangan pembangunan di Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya
memicu sentimen bahwa daerah "dianaktirikan". Sentimen ini kemudian melahirkan upaya-upaya
revolusi di daerah. Pada Agustus dan September 1956 beberapa tokoh dari Sumatera Tengah mengadakan
rapat dan pertemuan di Jakarta. Pertemuan itu dilanjutkan dengan reuni 612 perwira aktif dan pensiunan
Divisi Banteng pada 20-25 November 1956 di Padang. Divisi IX Banteng adalah komando militer
Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) yang dibentuk pada masa perang kemerdekaan (1945-1950)
dengan wilayah Sumatera Tengah (Sumatra Barat, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau). Dalam reuni itu
muncul aspirasi otonomi untuk memajukan daerah. Disetujui pula pembetukan Dewan Banteng yang
dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein, komandan Resimen IV dan tetorium I yang berkedudukan di
Padang. Pada tanggal 20 Desember 1956, Letkol Ahmad Husein merebut kekuasaan Pemerintah Daerah
dari Gubernur Ruslan Muljohardjo. Dalihnya gubernur yang ditunjuk pemerintah tidak berhasil
menjalankan pembangunan daerah. Letkol Ahmad Husein mengklaim Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI) terbentuk sejak 15 Februari 1958.

PRRI mengajukan tiga tuntutan kepada pemerintah pusat, yaitu: Dibubarkannya Kabinet
Djuanda,  Mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX membentuk pemerintahan sementara
sampai pemilihan umum berikutnya akan dilaksanakan, Soekarno kembali pada posisi konstitusionalnya.
Tuntutan lain yang juga diajukan oleh PRRI yaitu terkait dengan masalah otonomi daerah dan
perimbangan ekonomi atau keuangan yang terjadi antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat
dianggap tidak adil kepada para warga sipil dan militer soal pemerataan dana pembangunan. Sehingga
mereka menuntut agar pemerintah bisa bertindak lebih adil, khususnya pada pemerataan dana
pembangunan di daerah. 

Semenjak adanya gerakan Pemerintahan Revolusi Republik Indonesia, pemerintah pusat


menganggap gerakan tersebut harus segera dituntaskan dengan gencatan senjata. Pemerintah pun
melakukan operasi gabungan yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara
Angkatan Perang RI (APRI) untuk menumpas gerakan PRRI. Tentara APRI melayangkan berbagai
macam tindak kekerasan, bahkan ribuan orang juga ditangkap dengan cara paksa karena dicurigai sebagai
simpatisan PRRI. Melalui Jenderal Abdul Haris Nasution, tentara PRRI berusaha dibujuk untuk menyerah
dan kembali setia kepada NKRI.

Peristiwa Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) merupakan salah satu gerakan
yang menimbulkan dampak negatif terhadap keberlangsungan hidup negara Indonesia.  Dampak
pergerakan tersebut terhadap pelaku adalah sebagai berikut: Jatuhnya Korban Jiwa sebanyak 22.174 jiwa,
4.360 mengalami luka-luka dan 8.072 orang menjadi tawanan.  Keadaan Perekonomian Terganggu,
muncul inflasi serta deflasi.  Timbulnya kesadaran di kalangan pimpinan negara bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) terdiri atas wilayah kepualauan yang luas dengan aneka ragam masalah yang
sering berbeda satu dengan yang lain. Timbulnya perpecahan hubungan persaudaraan.  Kekurangan bahan
makanan Akibat dari kerusuhan yang berlangsung pada 1958-1960 ini, beberapa SMA, SMP, serta
universitas juga turut ditutup, salah satunya Universitas Andalas yang baru berjalan selama dua tahun
juga harus terpaksa ditutup sebab hampir semua dosen dan mahasiswanya ikut terlibat dalam PRRI.
Mendekati penghujung tahun 1960, seluruh wilayah di Sumatera Barat berhasil dikuasai oleh para tentara
APRI. Para elemen sipil dan tentara diberi sebuah amnesti oleh pemerintah yang kemudian dituangkan ke
dalam Keputusan Presiden No. 322 Tahun 1961 pada 22 Juni 1961. Namun, amnesti tersebut tak memberi
dampak. Masyarakat, terutama pelajar dan mahasiswa masih hidup dalam tekanan selama bertahun-tahun.

9. Pemberontakan G30S/PKI.
Secara umum, G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan
Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun
1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno.Beberapa hal lain yang menyebabkan mencuatkan
gerakan yang menewaskan para Jenderal ini adalah ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan juga
PKI. Pada saat itu kepemimpinan PKI menganggap Angkatan darat adalah penghambat program PKI
yaitu menjadikan Indonesia sebagai negara komunis sehingga mereka menyebarkan isu adanya dewan
angkatan darat yang akan mengkudeta presiden soekarno. Isu ini bertujuan untuk menghilangkan
kepercayaan terhadap TNI-AD dan presiden soekarno.

Pada tanggal 28 september 1965 PKI melaksanakan rapat untuk merencanakan penculikan
terhadap para perwira tinggi anti komunis dan menentukan target penculikan mereka. Disaat bersamaan
Letkol Untung sutopo berhasil mengumpulkan 2130 orang prajurit pembelot dan kekuatan sipil sebanyak
2000 orang, Total pasukan yang terkumpul sekitar 4130 orang. Pasukan ini dibagi menjadi tiga yaitu
pasukan pasopati yang bertugas menculik para jendral, Pasukan bimasakti bertugas mengawal kawasan
monas, merebut RRI dan Telkom, dan pasukan gatotkaca bertugas menjaga lubang buaya.

Tanggal 1 oktober dini hari pukul 3 pagi letkol untung memberi perintah pada pasukan pasopati
untuk menculik ketujuh perwira dakam keadaan hidup atau mati. Dalam penyerbuan ini mereka berhasil
menangkap 6 perwira tinggi Angkatan Darat dan 1 letnan. Ketujuh orang tersebut adalah Letjen Ahmad
Yani, Mayjen TNI Raden Soeprapto, Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono, Mayjen TNI Siswondo
Parman, Brijen Donald Isaac Panjaitan, Brijen TNI Sutoyo Siswomiharjo dan Lettu Pierre Andreas
Tendean yang merupakan ajudan Jendral Nasution.

Mendekati fajar seluruh anggota pasukan G30S PKI berumpul di lubang buaya, disini para
perwira yang masih hidup di siksa dan dihilangkan nyawanya lalu di lempar ke dalam sumur tua lobang
buaya. Setelah itu PKI langsung menyiarkan kronologi G30S PKI melalui radio RRI dengan mengatakan
bahwa tragedi ini merupakan upaya penyelamatan negara dari dewan jendal yang hendak mengambil alih
negara dan mengumumkan pembetukan dewan revolusi.

Pasca kejadian pada sore hari dimulai operasi penumpasan gerakan G30S PKI dengan merebut
RRI dan Telkom. Operasi ini dilakukan RPKAD, keesokan harinya basis PKI yang ada di halim perdana
kusuma di ambil alih RPKAD selanjutnya Minggu, 3 Oktober pasukan RPKAD berhasil menguasai
lubang buaya. Taggal 4 oktober mereka berhasil mngeluarkan tubuh ketujuh perwira korban
pemberontakan G30S PKI dan dimakamkan keesokan harinya di makam pahlawan kalibata dan mereka di
tetapkan sebagai pahlawan revolusioner pada tanggal 6 oktober dalam sidang kabinet dwikora.

saat telah mengusai Halim dan bubarnya pasukan pemberontak, maka gagallah kudeta Gerakan
30 September yang didalangi PKI itu. Para pemimpin pemberontak meninggalkan Halim menuju ke
Pondok Gede, dan selanjutnya menyelamatkan diri dari kejaran RPKAD. Langkah untuk menumpaskan
G30S PKI terus berlanjut dengan sejumlah operasi yang dijalankan. Di antaranya adalah operasi Trisula
di Blitar Selatan serta Operasi Kikis di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Melalui operasi
penumpasan itu, para tokoh PKI berhasil ditangkap. Ketua PKI DN Aidit yang dituding sebagai dalang
pemberontakan ditemukan tewas tertembak dalam operasi tersebut.  Sementara, sebagian tokoh PKI
diadili di mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) dan beberapa lainnya dijatuhi hukuman mati.  
10. Kondisi politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada Demokrasi Liberal.
Kondisi politik pada masa Demokrasi Liberal penuh dengan pertentangan antar partai sehingga
menimbulkan kekacauan di berbagai sektor kehidupan masyarakat. Hal ini menyebabkan pembangunan
masyarakat, bangsa, dan negara tidak dapat terlaksana dengan baik karena para pemimpin partai yang
menjadi menteri hanya mementingkan partainya. Penerapan sistem demokrasi liberal dinilai tidak cocok
bagi bangsa indonesia sebab pada dasarnya sistem demokrasi liberal tidak sesuai dengan cita-cita
proklamasi, jiwa pancasila dan UUD 1945

ekonomi pada masa demokrasi liberal tidak menunjukkan arah yang stabil. Anggaran pemerintah
mengalami defisit atau kekurangan. Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil
dengan baik dan tantangan yang menghadangnya cukup berat.

11. Faktor-faktor penyebab tidak stabilnya pemerintahan pada Demokrasi Liberal.

 Adanya angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar

 Terdapat ekspor impor hanya bergantung pada hasil perkebunan

 Defisit yang harus ditanggung oleh pemerintah RI pada waktu itu sebesar 5,1 miliar rupiah

 Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluarkan pemerintah untuk
operasi operasi keamanan yang semakin meningkat

 Pemerintah belanda tidak mewarisi ahli ahli yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi
kolonial menjadi sistem ekonomi nasional

 Adanya politik keuangan pemerintah Indonesia tidak dibuat di Indonesia, tetapi dirancang di
Belanda

 Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa Indonesia
menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam hasil hasil KMB.
Beban tersebut berupa utang luar negeri sebesar 1,5 triliun rupiah dan utang dalam negeri
sejumlah 2,8 triliun rupiah

12. Sistem ekonomi pada Demokrasi liberal.


Sebagai “negara baru”, Indonesia masih harus banyak belajar dalam berbagai hal agar negaranya
semakin kuat. Salah satunya adalah dalam bidang ekonomi. Di masa demokrasi liberal, sering terjadi
perubahan kabinet yang ternyata berdampak pada kehidupan ekonomi Indonesia saat itu. Untuk
memperbaiki kondisi tersebut, ada beberapa kebijakan yang dilakukan antara lain:
a. Gunting Syarifudin

Kebijakan ini dilakukan dengan cara menggunting uang kertas menjadi dua bagian, bagian kanan
dan bagian kiri. Guntingan uang kertas bagian kiri tetap merupakan alat pembayaran yang sah dengan
nilai separuh dari nilai nominal yang tertera, sedangkan guntingan uang kertas bagian kanan ditukarkan
dengan surat obligasi pemerintah yang dapat dicairkan beberapa tahun kemudian. Kebijakan ini dilakukan
pemerintah guna mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat dan menambah kas negara.

b. Gerakan Benteng

Pada dasarnya sistem ekonomi ini bertujuan untuk melindungi para pengusaha dalam
negeri dengan cara memberikan bantuan berupa kredit dan bimbingan konkret. Sekitar 700 pengusaha
dalam negeri telah mendapat bantuan kredit dari pemerintah. Namun, program ini tidak berjalan dengan
baik karena kebiasaan konsumtif yang dimiliki oleh pengusaha dalam negeri. Banyak yang menggunakan
dana kredit tersebut untuk memenuhi kepentingan pribadinya

c. Sistem Ekonomi Ali Baba

diprakarsai oleh Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo menteri ekonomi pada masa Kabinet Ali I. Kabinet ini
fokus pada kebijakan Indonesia dan mengutamakan kaum pribumi. Kata “Ali” mewakili pengusaha
pribumi dan “Baba” mewakili pengusaha Tionghoa. Program ini berisi pemberian kredit dan lisensi
pemerintah untuk pengusaha swasta nasional pribumi agar dapat bersaing dengan pengusaha nonpribumi.
Namun, program ini gagal karena pengusaha pribumi masih miskin dibandingkan pengusaha nonpribumi.

d. Persetujuan Finansial Ekonomi

Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanudin Harahap dikirim seorang delegasi ke Jenewa, Swiss


untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan Belanda. Misi ini
dipimpin oleh Anak Agung Gde Agung tanggal 7 Januari 1956, adapun kesepakatan yang pada Finek
adalah:

a. hasil KMB dibubarkan.


b. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
c. Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional

Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani sehingga Indonesia mengambil langkah
secara sepihak. Pada tanggal 13 Februari 1956, Kabinet Burhanudin Harahap melakukan pembubaran
Uni-Indonesia dan akhirnya tanggal 3 Mei 1956 Presiden Soekarno menandatangani pembatalan KMB.

e. Gerakan Asaat

Gerakan Asaat yang digagas oleh Mr. Asaat bertujuan melindungi perekonomian warga Indonesia
asli dari persaingan dagang dengan pengusaha asing khususnya Tionghoa. Pada Oktober 1956,
pemerintah menyatakan akan membuat lisensi khusus untuk para pengusaha pribumi.

f. Rencana Pembangunan Lima Tahun


Ketidakstabilan politik dan ekonomi menyebabkan merosotnya ekonomi, inflasi, dan lambatnya
pelaksanaan pembangunan. Pada awalnya kabinet menekankan pada program pembangunan ekonomi
jangka pendek kemudian dibentuk Badan Perancang Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang
Negara. Pada bulan Mei 1956 biro ini menyusun RPLT.

g. Musyawarah Nasional Pembangunan

Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo II terjadi ketegangan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut
untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan
diadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana
pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan
baik karena:

1) adanya kesulitan dalam menentukan prioritas.


2) Terjadi ketegangan politik.
3) Timbul pemberontakan PRRI/ Permesta.

h. Nasionalisasi Perusahaan Asing

Selain kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pada warga negara Indonesia, perkembangan


kehidupan ekonomi Bangsa Indonesia di masa demokrasi liberal juga tidak lepas dari
kehadiran perusahaan-perusahaan asing yang dijadikan menjadi milik pemerintah Indonesia atau
lebih dikenal dengan nasionalisasi. Tahap ini dimulai sejak Desember 1958 dengan dikeluarkannya
undang-undang tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda.

Beberapa perusahaan asing yang dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia di antaranya adalah
Bank Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij (Bank Dagang Negara), Bank De Nationale
Handelsbank N. V (Bank Umum Negara), N.V Nederlandsche Handels Maatschappij (Bank Exim),
Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappij/KNILM (Garuda Indonesia), dll.

i. Nasionalisasi de Javasche Bank


pada tanggal 19 Juni 1951, Kabinet Sukiman membentuk Panitia Nasionalisasi de Javasche Bank
yang berdasarkan pada keputusan Pemerintah RI No. 122 dan 123. Pemerintah memberhentikan Dr.
Howing sebagai Presiden de Javasche Bank dan mengangkat Mr. SyafruddinPrawiranegara sebagai
Presiden de Javasche Bank yang baru. Pada tanggal 15 Desember 1951 diumumkan Undang-Undang No.
24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Sentral kemudian pada tanggal 1
Juli 1953, de Javasche Bank berganti menjadi Bank Indonesia.

13. Program kerja dan penyebab jatuhnya kabinet-kebinet pada masa Demokrasi Liberal.
a. Kabinet Natsir
Program Kerja: Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman. Mencapai konsolidasi dan
menyempurnakan susunan pemerintahan. Menyempurnakan organisasi angkatan perang.
Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat. Memperjuangkan kemerdekaan penyelesaian masalah
Irian Barat.

Semasa Kabinet Natsir berlangsung, telah terjadi banyak pemberontakan di Indonesia. Mulai dari
DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, dan Gerakan RMS. Karena terjadi banyaknya
pemberontakan, pada 22 Januari 1951, parlemen Indonesia menyampaikan Mosi Tidak Percaya. 
Peristiwa ini pun kemudian menjadi salah satu penyebab jatuhnya Kabinet Natsir. Natsir mengembalikan
mandatnya kepada presiden yang menjadi tanda berakhirnya Kabinet Natsir. 

b. Kabinet Soekiman
Proram Kerja: Menjamin keamanan dan ketentraman Mengusahakan kemakmuran rakyat dan
memperbaharui hukum agrarian agar sesuai dengan kepentingan petani. Mempercepat persiapan dan
pemilihan umum Menjalankan politik luar negeri secara bebas dan aktif serta memasukkan Irian Barat ke
dalam RI secepatnya.

Penyebab jatuhnya Kabinet Sukiman sendiri adalah karena diterimanya mutual security


act (MSA).  Mutual security act adakan bentuk perjanjian keamanan dengan pemerintah Amerika
Serikat.  Pada 1952, Menteri Luar Negeri Indonesia, Mr. Ahmad Subardjo, dari Partai Masyumi secara
diam-diam menandatangani persetujuan MSA.  MSA sendiri disahkan pada 10 Oktober 1951, guna
membentuk dewan administrasi keamanan bersama yang tujuannya untuk memberi bantuan militer dan
ekonomi.  Namun, kerja sama ini justru dinilai sangat merugikan politik luar negeri bebas-aktif yang
dianut oleh Indonesia, karena Indonesia perlu lebih memperhatikan kepentingan Amerika Serikat. Tidak
hanya itu, Kabinet Sukiman juga dituduh telah memasukkan Indonesia ke dalam Blok Barat. Oleh sebab
itu, Sukiman terpaksa harus mengembalikan amanatnya kepada presiden. 

c. Kabinet Wilopo
Program dan Hasil Kerja: Dalam negeri: menyelenggarakan pemilu (konstituante, DPR, dan
DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
Luar negeri: penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, pengembalian Irian Barat ke Indonesia,
dan menjalankan politik luar negeri bebas-aktif.

Kabinet Wilopo jatuh karena dianggap bersalah terhadap penyelesaian persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Utara (Peristiwa Tanjung Morawa) milik modal asing. Peristiwa di Tanjung
Morawa ini terjadi karena pemerintahan telah menyerahkan kembali tanah Deli Planters Vereeniging atau
DVP, yang sudah lama ditinggalkan oleh pemiliknya. Penyerahan ini pun berlangsung pada masa Kabinet
Wilopo. Saat itu, polisi dikerahkan untuk mengusir para petani yang menggarap DVP tanpa izin.
Peristiwa ini kemudian memakan lima korban jiwa. Parlemen serta pers bereaksi keras pada peristiwa ini. 
Akibatnya, pada 2 Juni 1953, Wilopo resmi mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.

d. Kabinet Ali Sastromidjoyo I


Program Kerja: Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera terselenggara pemilu.
Pembebasan Irian Barat secepatnya. Pelaksanaan politik bebas-aktif serta ditinjau kembali persetujuan
KMB (Konferensi Meja Bundar). Penyelesaian permasalahan politik.
kabinet ini jatuh karena tidak dapat menyelesaikan kemelut yang ada di tubuh Angkatan Darat
dan pemberontakan DI/TII yang berkobar di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Selain itu, ada pula
konflik antara PNI dan NU.

e. Kabinet Burhanudin Harahap


Program Kerja: Mengembalikan kewibawaan (gezag) moril pemerintah, i.e. kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana
yang sudah ditetapkan dan menyegerakan terbentuknya parlemen yang baru. Menyelesaikan perundang-
undangan desentralisasi sedapat-dapatnya dalam tahun 1955 ini juga. Menghilangkan faktor-faktor yang
menimbulkan inflasi. Memberantas korupsi. Meneruskan perjuangan mengembalikan Irian Barat ke
dalam wilayah Republik Indonesia. Memperkembangkan politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan
politik bebas dan aktif menuju perdamaian.

Kabinet ini jatuh tidak diakibatkan oleh keretakan di dalam tubuh kabinet, juga bukan karena
dijatuhkan oleh kelompok oposisi yang mencetuskan mosi tidak percaya dari parlemen, tetapi karena
merasa tugasnya sudah selesai. Pada tanggal 2 Maret 1956 pukul 10.00 siang, Kabinet Burhanuddin
Harahap mengundurkan diri, sekaligus menyerahkan mandatnya kepada Presiden untuk dibentuk kabinet
baru berdasarkan hasil pemilihan umum.

f. Kabinet Ali Sastromidjoyo II


Program Kerja: Perjuangan pengembalian Irian Barat Pembentukan daerah-daerah otonomi dan
mempercepat terbentuknya DPRD. Pembatalan KMB Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan
5 tahun, menjalankan politik luar negeri bebas-aktif. Melaksanakan keputusan KAA.

Penyebab jatuhnya Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah karena terjadinya perpecahan antara
Partai Masyumi dan PNI. Selain itu, semasa kabinet ini bertugas juga banyak menerima tuntutan daerah
yang kemudian juga didukung oleh Masyumi, agar Ali segera mengembalikan mandatnya. Pada Januari
1957, Masyumi pun mulai menarik menteri-menteri mereka dari Kabinet Ali Sastroamijoyo, sehingga
membuat kabinet ini semakin melemah. Lama-kelamaan, Kabinet Ali Sastroamijoyo II pun dibubarkan. 

g. Kabinet Djuanda
Program Kerja: Membentuk Dewan Nasional Normalisasi keadaan RI Melancarkan pelaksanaan
pembatalan KMB Perjuangan mengembalikan Irian Barat Mempercepat proses pembangunan.

Kabinet Djuanda berakhir disebabkan karena kegagalan kabinet tersebut dalam mengatasi
pergolakan PRRI/Permesta, serta adanya Peristiwa Cikini yaitu peristiwa percobaan pembunuhan
terhadap Presiden Soekarno pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini terjadi ketika Presiden
Soekarno sedang menghadiri pesta ulang tahun Perguruan Cikini yang ke-15. Percobaan ini dilakukan
dengan granat tangan dan menimbulkan banyak korban terutama anak-anak sekolah. Peristiwa ini
kemudian menjadi penyebab jatuhnya Kabinet Djuanda.

14. Kondisi politik pada masa Demokrasi Terpimpin.


Pada masa Demokrasi Terpimpin, kekuatan politik terpusat pada tiga kekuatan politik terbesar,
yakni Presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan TNI Angkatan Darat. Berbeda dengan
masa sebelumnya, pada masa Demokrasi terpimpin partai politik tidak mempunyai peran besar lagi dalam
pentas politik nasional.

Partai-partai yang ada ditekan agar memberikan dukungan terhadap gagasan presiden. Partai
politik yang pergerakannya dianggap tidak sejalan dengan pemerintah akan di bubarkan dengan paksa.
Oleh karena itu partai-partai politik itu tidak dapat menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-
kelompok yang diwakilinya.

15. Penanggulangan dan kondisi ekonomi pada masa Demokrasi Terpimpin.


Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah berupaya mengatasi permasalahan ekonomi yang
terjadi sejak masa Demokrasi Parlementer. Dasar bagi kebijakan ekonomi terpimpin adalah sistem
ekonomi terpimpin dengan pimpinan Presiden Soekarno yang terjun langsung mengatur perekonomian.
Langkah-langkah kebijakan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin untuk memperbaiki kondisi
ekonomi antara lain adalah pembentukan dewan perancang nasional, devaluasi mata uang rupiah, dan
deklarasi ekonomi. Berikut adalah pemaparan kebijakan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin:

 Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas)

Dewan Perancang Nasional (Depernas) dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 80 Tahun


1958 dan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1958. Tugas dewan ini adalah menyiapkan rancangan
undang-undang pembangunan nasional yang berencana serta menilai pelaksanaan pembangunan tersebut.

 Devaluasi Mata Uang Rupiah

Pada tanggal 24 Agustus 1959, pemerintah mendevaluasi (menurunkan nilai mata uang) Rp 1.000
dan Rp 500 menjadi Rp 100 dan Rp 50. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua
simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp 25.000. Tujuan kebijakan devaluasi dan pembekuan
simpanan ini adalah untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar demi kepentingan perbaikan
keuangan dan perekonomian negara.

 Deklarasi ekonomi

Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi Ekonomi (Dekon) di
Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi terpimpin. Tujuan utama Dekon adalah untuk
menciptakan ekonomi nasional yang bersifat demokratis dan bebas dari imperialisme untuk mencapai
kemajuan ekonomi. Mengingat sulitnya untuk mendapatkan bantuan luar negeri, pemerintah Indonesia
menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpegang pada sistem ekonomi Berdikari yang merupakan
akronim dari “Berdiri di atas kaki sendiri”. Pada bulan September 1963 Presiden Soekarno menunda
pelaksanaan Dekon dengan alasan fokus pada konfrontasi dengan Malaysia. Upaya-upaya perbaikan
ekonomi yang dilakukan pemerintah pada masa Demokrasi Terpimpin tidak menunjukkan hasil yang
signifikan. Kondisi ekonomi bahkan malah memburuk karena anggaran belanja negara setiap tahunnya
terus meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara yang memadai.

Salah satu penyebab meningkatnya anggaran belanja tersebut adalah pembangunan proyek-
proyek mercusuar, yang lebih bersifat politis. Harga barang-barang naik 200 hingga 300 persen pada
tahun 1965. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan bahwa pecahan mata uang Rp1.000
(uang lama) diganti menjadi Rp 1 (uang baru). Penggantian uang lama dengan uang baru itu diikuti
dengan pengumuman kenaikan harga bahan bakar. Hal ini menyebabkan mahasiswa dan masyarakat
turun ke jalan menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang berisi:

o Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya


o Perombakan kabinet Dwikora
o Turunkan harga pangan

16. Politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin.


Pada masa demokrasi terpimpin Indonesia banyak melakukan kerja sama dengan negara-negara
komunis seperti Uni Soviet, China, Kamboja, Vietnam, dan Korea Utara. Beberapa pergerakan politik
luar negeri Indonesia pada masa demokrasi terpimpin adalah sebagai berikut:

1. Oldefo dan nefo

Oldefo (The Old Established Forces) adalah sebutan untuk negara-negara barat yang sudah
mapan ekonominya, khususnya negara-negara dengan paham kapiltalisme. Sementara itu, Nefo (The New
Emerging Forces) adalah sebutan untuk negara-negara baru, khususnya negara-negara sosialis. Pada masa
Demokrasi Terpimpin, Indonesia lebih banyak menjalin kerja sama dengan negara-negara Nefo. Hal ini
terlihat dengan dibentuknya Poros Jakarta-Peking (Indonesia dan China) dan Poros Jakarta-Phnom Penh-
Hanoi-Pyongyang (Indonesia, Kamboja, Vietnam Utara, dan Korea Utara). Terbentuknya poros ini
mengakibatkan ruang gerak diplomasi Indonesia di forum internasional menjadi sempit. Indonesia
terkesan memihak kepada blok sosial/komunis.

2. Politik Mercusuar

Politik Mercusuar merupakan politik yang dijalankan oleh Presiden Soekarno.  Pandangan politik
ini memiliki keinginan dan anggapan bahwa Indonesia dapat menjadi mercusuar yang menerangi jalan
bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk mewujudkannya, maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan
spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan
Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar, diantaranya adalah
penyelenggaraan Ganefo (Games of the New Emerging Forces), pembangunan kompleks olahraga
Senayan, dan pembangunan Monumen Nasional (Monas).

3. Konfrontasi dengan Malaysia

Konfrontasi dengan Malaysia berawal dari keinginan Federasi Malayasia untuk menggabungkan
Brunei, Sabah, dan Serawak ke dalam Federasi Malaysia. Rencana tersebut mendapatkan tentangan dari
Filipina dan Indonesia. Namun pada tanggal 16 September 1963 pendirian Federasi Malaysia tetap
diproklamirkan.Menghadapi tindakan ini, Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi. Pada tanggal 17
September 1963 hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia putus. Selanjutnya pada tanggal 3
Mei 1964, Presiden Soekarno mengeluarkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang berisi:

 Perhebat ketahanan revolusi Indonesia.


 Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah, dan
Brunei untuk memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka Malaysia.
Pada saat Konfrontasi Indonesia-Malaysia sedang berlangsung, Malaysia dicalonkan menjadi
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Pencalonan ini mendapat reaksi keras dari Presiden
Soekarno. Pada tanggal 7 Januari 1965 Malaysia dinyatakan diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB. Secara spontan akhirnya Presiden Soekarno menyatakan Indonesia keluar dari PBB.

4. Pembebasan Irian Barat

Sesuai isi KMB, Irian Barat akan diserahkan oleh Belanda satu tahun setelah pengakuan
kedaulatan RIS. Tetapi pada kenyataannya setelah satu tahun pengakuan kedaulatan Indonesia, Belanda
belum juga menyerahkan Irian Barat. Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk melakukan diplomasi
bilateral dengan Belanda. Namun upaya tersebut membuahkan hasil. Persolan Irian Barat juga telah
berulang-ulang dimasukkan ke dalam acara sidang Majelis Umum PBB, namun tidak mendapatkan
tanggapan positif. Oleh karena itu, akhirnya pemerintah Indonesia memutuskan untuk menempuh
konfrontasi total terhadap Belanda. Puncak konfrontasi Indonesia terhadap Belanda terjadi saat Presiden
Soekarno mengumandangkan Trikora (Tri Komando Rakyat) pada tanggal 19 Desember 1961 di
Yogyakarta. Isi dari Trikora 19 Desember 1961 itu adalah sebagai berikut.

 Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda kolonial.


 Kibarkan sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
 Bersiaplah untuk mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
tanah air dan bangsa.

Pada mulanya Belanda mencemoohkan persiapan-persiapan Komando Mandala tersebut. Mereka


mengira, tidak mungkin pasukan Indonesia dapat masuk ke wilayah Irian. Tetapi setelah operasi-operasi
infiltrasi Indonesia berhasil, akhirnya Belanda bersedia untuk berunding untuk menyelesaikan sengketa
Irian Barat.

5. Perjanjian Newyork

Akhirnya, pada tanggal 15 Agustus 1962 ditandatangani suatu perjanjian antara Pemerintah
Indonesia dengan Pemerintah Belanda di New York, yang terkenal dengan Perjanjian New York. Adapun
isi dari Perjanjian New York sebagai berikut.

 Kekuasaan Belanda atas Irian Barat berakhir pada 1 Oktober 1962.


 Irian Barat akan berada di bawah perwalian PBB hingga 1 Mei 1963 melalui
lembaga UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) yang dibentuk
PBB.
 Pada 1 Mei 1963, Irian Barat akan diserahkan kepada pemerintah Indonesia.
 Pemerintah Indonesia wajib mengadakan penentuan pendapat rakyat (pepera)
Irian Barat untuk menentukan akan berdiri sendiri atau tetap bergabung dengan
Indonesia, pada tahun 1969 di bawah pengawasan PBB.
Berdasarkan hasil Pepera tahun 1969, Dewan Musyawarah Pepera secara aklamasi memutuskan
bahwa Irian Barat tetap ingin bergabung dengan Indonesia. Hasil musyawarah pepera tersebut dilaporkan
dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-24 oleh diplomat PBB, Ortiz Sanz yang bertugas di Irian Barat.

17. Usaha yang dilakukan Indonesia untuk memperjuangkan Irian Barat.


Upaya pembebasan Irian Barat sendiri bermula ketika Belanda menolak mengakui Irian Barat
sebagai bagian NKRI. Sikap itu disampaikan Belanda dalam perundingan Konferensi Meja Bundar
(KMB), 23 Agustus-2 November 1449. Delegasi Indonesia dan Belanda berselisih pandang. Indonesia
meyakini Irian Barat adalah bagian dari Indonesia Timur yang masuk dalam wilayah Republik Indonesia
Serikat (RIS). Sementara, Belanda berpendapat Irian Barat tak memiliki hubungan dengan wilayah
Indonesia yang lain. Karenanya Belanda ingin Irian Barat diberi status khusus. Arsip Nasional Indonesia
(ANRI) mencatat dua pihak akhirnya sepakat menyelesaikan masalah lewat negosiasi lanjutan antara
Kerajaan Belanda dan RIS.

Negosiasi dilakukan satu tahun setelah penyerahan kedaulatan, 27 Desember 1949. Namun
perundingan soal status Irian Barat tak juga menemui titik terang, meski satu tahun telah berlalu sejak
pengakuan kedaulatan Belanda. ANRI juga merekam dua pertemuan, yang digelar di Jakarta pada Maret
1950 dan di Den Haag pada Desember 1950. Dua pertemuan sama-sama beragendakan pengumpulan
fakta. Hasilnya dilaporkan ke Uni Indonesia-Belanda. Lagi-lagi buntu karena dua pihak melaporkan hasil
berbeda. Indonesia pun kemudian menempuh jalur konfrontasi politik-ekonomi. Indonesia sempat
memutus relasi Uni Indonesia-Belanda pada 15 Februari 1956.

Indonesia juga membatalkan persetujuan KMB secara sepihak pada 27 Maret 1956. Selain itu
Indonesia membentuk Provinsi Otonomi Irian Barat pada 15 Agustus 1956. Langkah lain diambil dengan
menasioalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda, mulai dari maskapai penerbangan, pelayaran,
perusahaan gas, pabrik gula, hingga bank. Belanda membalas aksi Indonesia dengan meningkatkan
kekuatan militer. Puncaknya, Indonesia memutus hubungan diplomatik dengan Kerajaan Belanda pada 17
Agustus 1960. Pasca-putusnya hubungan itu, Soekarno yang juga menjabat Panglima Tertinggi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia makin gencar melatih dan mempersiapkan srategi militer. Pemerintah
Indonesia juga mengirim anak-anak muda dari berbagai daerah di Papua pada 1961. Langkah itu diambil
sebagai respons pengusiran masyarakat pro-NKRI oleh Belanda. Tak cuma mengusir, pada periode 1950-
1960, Belanda juga mendatangkan masyarakat yang anti-Indonesia ke Irian Barat.

Indonesia juga mengambil langkah diplomatis ke sejumlah negara sahabat, mengumpulkan


dukungan komunitas internasional. Hasil signifikan didapat. Dari Uni Soviet, Indonesia mendapat senjata
berat hingga pesawat peluncur bom jarak jauh, Tupolev-16 dan kapal penjelajah, Sverdlov, yang
belakangan dinamai KRI Irian. Pada 1961, Indonesia membentuk Komando Tertinggi Pembebasan Irian
Barat (KOTI). Soekarno, sebagai panglima tertinggi juga mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora).

o Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buata Belanda Kolonial


o Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia
o Bersiaplah mobilisasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah
Air dan Bangsa.
Ketegangan dua negara makin jadi setelah Belanda menyerang kapal Indonesia di Laut Arafuru.
Komodor Yos Sudarso bersama seluruh awaknya gugur. Soekarno kemudian memerintahkan Brigjen
Soeharto yang memimpin Komando Mandala Pembebasan Irian Barat untuk melangsungkan tiga tahap
operasi militer: penyusupan, serangan terbuka, dan peneggakan kekuasaan penuh di Irian Barat.
Gugurnya Yos Sudarso memertegas sikap Indonesia agar Irian Barat secepatnya dibebaskan. Namun,
sebelum pertempuran terjadi, Presiden AS John F. Kennedy lebih dulu memerintahkan Jaksa Agung
Robert F. Kennedy untuk mempertemukan dua pihak.

Perundingan itu juga dimotori diplomat AS, Ellsworth Bunker. Tujuan dari diskusi itu adalah
penyelenggaraan perundingan di New York pada 15 Agustus 1962 dan menghasilkan Persetujuan New
York. Selain AS, Persetujuan New York juga difasiliasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang
memerintahkan Belanda menyerahkan pemerintahan Irian Barat ke PBB-Otoritas Eksekutif Sementara
PBB (UNTEA). UNTEA kemudian secara resmi mengembalikan kedaulatan Indonesia di Irian Barat
pada 1 Mei 1963. Ada syaratnya. Indonesia harus menggelar referendum atau Penentuan Pendapat Rakyat
(Pepera), dengan tenggat waktu akhir 1969. Pepera pun berlangsung 14 Juli 1969 di Merauke dan
berakhir 4 Agustus 1969 di Jayapura. Hasilnya, Irian Barat tetap jadi bagian Indonesia.

Hasil Pepera dilaporkan oleh Indonesia ke Sidang Umum ke-24 PBB. PBB menerima seluruh
hasil. Setelahnya Indonesia menetapkan 1 Mei 1963 sebagai Hari Peringatan Pembebasan Irian Barat.
Peringatan ditujukan untuk mengenang pengorbanan para patriot yang gugur sekaligus menegaskan
bahwa Papua dan Papua Barat selamanya bagian NKRI.

18. Pergantian pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru.


Periode (1965–1966) adalah masa Transisi ke Orde Baru, masa di mana pergolakan politik terjadi
di Indonesia di pertengahan 1960-an. Pasca gerakan G30SPKI posisi presiden Soekarno sebagai presiden
pertama indonesia kian melemah, kemerosotan ekonomi dan politik pun terus bertambah. Pada awal
tahun 1966 terjadi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan gabungan mahasisawa dan buruh. Di saat
yang bersamaan soekarno mengumuman terbentuk nya kabinet baru yaitu kabinet Gestapu. Dua hari
setelah pengumuman Soekarno tersebut, sebuah kerumunan besar berusaha menyerbu istana presiden.
Keesokan harinya, saat kabinet baru Soekarno sedang dilantik, tentara dari Resimen
Tjakrabirawa (pengawal presiden) menembaki kerumunan di depan istana, membunuh pengunjuk rasa
mahasiswa Arif Rahman Hakim.

Soekarno kemudian merencanakan serangkaian pertemuan yang berlangsung tiga hari untuk
memulihkan kekuasaannya. Yang pertama, pada tanggal 10 Maret, melibatkan para pimpinan partai politik.
Ia berhasil membujuk mereka untuk menandatangani deklarasi peringatan terhadap perlawananan atas
otoritas presiden oleh demonstrasi mahasiswa. Tahap kedua adalah rapat kabinet yang direncanakan
untuk tanggal 11 Maret. Namun, saat pertemuan ini sedang berlangsung, sebuah kabar mencapai Soekarno
bahwa pasukan tak dikenal sedang mengepung istana. Soekarno segera meninggalkan istana dengan
tergesa-gesa menuju Bogor, di mana malam itu, ia menandatangani dokumen Supersemar sebagai serah
terima wewenang untuk memulihkan ketertiban kepada Mayor Jenderal Soeharto. Berikut isi supersemar
yang diakui oleh pemerintah orde baru.
 Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan
dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi,
serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan
Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi
untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan
dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
 Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima
Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
 Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan
tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Adapun tujuan supersemar adalah sebagai berikut.

 Melarang dan Membubarkan PKI (Partai Komunis Indonesia) beserta ormasnya.


 Adanya Penangkapan terhadap 15 menteri yang terlibat atau mendukung
G30S/PKI
 Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan menempatkan
peranan lembaga itu sesuai UUD 1945.

Setelahnya supersemar di tanda tangani presiden soekarno, Jenderal Soeharto langsung bertindak
cepat dengan mengeluarkan perintah harian kepada segenap jajaran ABRI dan juga mengumumkan
kelahiran Supersemar. Perintah harian itu disusul dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI/Mandataris
MPRS/PBR Nomor 1/3/1966. Isinya adalah membubarkan PKI termasuk bagian-bagian organisasinya
dari tingkat pusat sampai ke daerah serta semua organisasi yang seasas/berlindung/bernaung di bawahnya.
PKI juga dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh Republik Indonesia. Yang kemudian,
Jenderal Soeharto “melucuti” MPRS sehingga tak lama  Presiden Soekarno jatuh serta orde lama pun
runtuh dan digantikan oleh orde baru pimpinan oleh Jenderal Soeharto yang bertahan selama 32 tahun.

19. Kebijakan Orde Baru di bidang politik.


 Berikut ini adalah beberapa kebijakan politik pada masa orde baru.

1. Pembentukan Kabinet Pembangunan


Kabinet pertama yang dibentuk pada masa peralihan kekuasaan dari Orla ke Orba adalah Kabinet
Ampera. Tugas dari kabinet ini adalah menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat untuk
melakukan pembangunan nasional. Program kabinet Ampera yang dikenal dengan nama Catur Karya
Kabinet Ampera yaitu:

 Memperbaiki sandang dan pangan anak


 Menyelenggarakan pemilu dalam batas waktu yang sudah ditetapkan yaitu pada
tanggal 5 Juli 1968.
 Melakukan politik luar negeri bebas aktif untuk kepentingan nasional
 Melanjutkan perjuangan anti penjajahan dan kolonialisme dalam segala bentuk
2. Penyelenggaraan pemilu tahun 1971
Pelaksanaan pemilu ini diatur lewat sidang istimewa MPR di tahun 1967 yang hasilnya
menetapkan bahwa pemilu akan dilakukan pada tahun 1971. Berbeda dengan pemilu pada masa orde
lama di tahun 1955, ada satu partai politik yang selalu mendominasi kemenangan sejak tahun 1971 yaitu
Golkar pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Ketahui sejarah pemilu 1955 dan pemilu pada masa
orde lama.

3. Penyusutan parpol
Partai politik disederhanakan dan disusutkan jumlahnya menjadi hanya tiga yaitu Golongan
Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari Nadhlatul Ulama
(NU), Parmusi, Perti, PSII, dan Partai Demokrasi Indonesia yang merupakan gabungan dari Partai
Nasional Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI dan Parkindo. Ketahui sejarah partai Golkar, sejarah
partai PPP dan sejarah partai PDIP.

4. Adanya dwifungsi ABRI


Kebijakan politik pada masa orde baru ini membuat ABRI memiliki dua fungsi atau peran ganda
yaitu sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan juga kekuatan sosial politik. Dalam bidang sosial
politik, ABRI diarahkan untuk berperan aktif dalam pembangunan nasional, memiliki wakil di MPR pada
Fraksi ABRI, sehingga kedudukan ABRI pada masa Orba sangat dominan.

5. Penyusunan P4
Kebijakan politik pada masa orde baru melibatkan penyusunan P4. P4 atau Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang juga dikenal dengan istilah Ekaprasetia Pancakarsa
bertujuan untuk memberi pemahaman mengenai Pancasila bagi seluruh masyarakat. Tidak ada organisasi
yang diizinkan untuk menggunakan ideologi selain Pancasila, juga diberikan penataran P4 untuk pegawai
negeri sipil.

6. Indonesia kembali masuk PBB


Indonesia pernah keluar dari keanggotaan Sejarah berdirinya PBB pada 7 Agustus 1965 ketika
terjadi konfrontasi dengan Malaysia. Pada saat itu Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB sehingga pemerintah RI tidak setuju dan keluar dari keanggotaan PBB. Keputusan ini
berdampak besar sehingga Indonesia terkucil dari pergaulan dunia internasional dan mengalami kesulitan
ekonomi serta kesulitan dalam berpolitik dunia.
Situasi ini melahirkan salah satu kebijakan politik pada masa orde baru untuk luar negeri dengan
kembali masuk ke keanggotaan PBB sesuai dengan hasil sidang DPRGR. Pada tanggal 28 September
1966 keanggotaan Indonesia di PBB kembali aktif. Hal ini juga terjadi karena banyak peran PBB untuk
Indonesia, misalnya mengakui secara de facto dan de jure kemerdekaan Indonesia dan juga
mengembalikan Irian Barat kembali ke bagian RI setelah perjuangan pembebasan Irian Barat yang penuh
pengorbanan.

7. Memulihkan hubungan diplomatik


Terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia yang dipicu oleh penerbitan Dwikora pada 3
Mei 1964 oleh Presiden Soekarno. Dwikora adalah pernyataan perang terhadap Malaysia sehubungan
dengan batas negara yang ada di pulau Kalimantan. Thailand sebagai pihak ketiga yang saat itu dikenal
sebagai Muangthai membantu mengakhiri konfrontasi. Untuk memulihkan hubungan diplomatik yang
rusak karena konflik tersebut, penanda tanganan perjanjian antara Indonesia dengan wakil Adam Malik
dan Malaysia yang diwakili Tun Abdul Razak dilakukan pada 11 Agustus 1966 di Jakarta. Begitu juga
dengan pemulihan hubungan diplomatik dengan Singapura lewat pengakuan akan sejarah kemerdekaan
Singapura yang terjadi pada tanggal 2 Juni 1966. Pengakuan tersebut dilakukan kepada Perdana Menteri
Lee Kwan Yeuw.

8. Memutuskan hubungan dengan RRC


Berbeda dengan pemerintahan Soekarno yang pro kepada RRC dan berporos pada Beijing
sehingga menyebabkan paham komunis tumbuh subur di Indonesia, kebijakan politik masa orde baru
justru memutuskan hubungan dengan RRC. Kebijakan politik Indonesia tidak lagi berjalan dengan bebas
dan aktif seperti sebelumnya, maka pemerintah Orba mengambil tindakan untuk memutuskan hubungan
diplomatik dengan RRC dan meniadakan segala hal yang berbau Cina di Indonesia.

9. Memperkuat kerjasama
Beberapa usaha kebijakan politik pada masa orde baru dalam lingkup regional dan internasional
yang dilakukan oleh pemerintah RI untuk memperkuat hubungan dengan negara – negara tetangga yaitu:

o Ikut serta dalam pembentukan ASEAN sebagai salah satu negara pendiri ASEAN
selain Thailand, Malaysia, Singapura dan Flipina.
o Mengirimkan kontingen Garuda dalam misi perdamaian
o Ikut ambil bagian dalam KTT non blok
o Berperan serta dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI)
o Ikut serta dalam berbagai organisasi internasional seperti CGI, APEC, OPEC dan
lainnya.

10. Bergabungnya Timor Timur


Ketika Indonesia merdeka, Timor Timur yang jaraknya sangat dekat dengan Indonesia masih
menjadi jajahan bangsa Portugis. Hal ini sangat mempengaruhi kondisi Nusa Tenggara Timur dan Barat
yang letaknya dekat dengan Timor Timur. Terlebih setelah kudeta di Portugis pada 1974, pergolakan di
Timor Timur terus terjadi dan menyebabkan beberapa pihak ingin bergabung dengan Indonesia.
Keinginan itu disampaikan secara resmi pada tanggal 7 Juni 1976. 10 hari kemudian Presiden Soeharto
memutuskan penggabungan Timor Timur ke Indonesia yang menjadi propinsi ke 27. Walaupun demikian,
Fraksi Fretelin terus berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan, hingga pada tahun 1999 ketika Orba
berakhir rakyat Timor Timur melakukan referendum untuk lepas lagi dari RI dan mendirikan negara
sendiri yang berdaulat.

Kebijakan politik masa orde baru ini tidak saja membawa berbagai penyimpangan, namun di
balik itu semua tetap ada kelebihan yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang
cukup maju di mata internasional dan pada berbagai bidang. Mengetahui apa dan bagaimana kebijakan
politik pada masa orde baru sangat berguna untuk belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan dan
bagaimana hal tersebut diatasi serta diperbaiki di masa depan.

20. Kebijakan Orde Baru di bidang politik luar negeri Indonesia.


Landasan kebijakan politik luar negeri Orde Baru secara legalitas ditetapkan dalam Tap No.XII/
MPRS/1966. Menurut Tap MPRS tersebut bahwa politik luar negeri RI secara keseluruhan mengabdikan
diri kepada kepentingan nasional. Oleh sebab itu, maka politik luar negeri RI yang bebas dan aktif tidak
dibenarkan memihak kepada salah satu blok ideologi yang ada. Sebagai wujud dari pelaksanaan politik
luar negeri bebas dan aktif pada masa Orde Baru melakukan langkah- langkah sebagai berikut.

a. Normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia

Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia setelah diumumkan Dwikora oleh Presiden
Soekarno pada tanggal 3 Mei 1964. Tindakan pemerintah Orde Lama ini jelas menyimpang dari
pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif.Normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia tersebut berhasil
dicapai dengan ditandatangani Jakarta Accord pada tanggal 11 Agustus 1966. Persetujuan normalisasi
hubungan Indonesia–Malaysia merupakan hasil perundingan di Bangkok (29 Mei–1 Juni 1966).
Perundingan dilakukan Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Malaysia, Tun Abdul Razak dan
Menteri Utama/Menteri Luar Negeri Indonesia, Adam Malik. Perundingan telah menghasilkan
persetujuan yang dikenal sebagai Persetujuan Bangkok.
Penandatanganan normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia

Adapun persetujuan Bangkok mengandung tiga hal pokok, yaitu sebagai berikut:

 Rakyat Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan menegaskan lagi keputusan
yang telah diambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
 Kedua pemerintah menyetujui memulihkan hubungan diplomatik.
 Kedua pemerintah menghentikan segala bentuk permusuhan

b. Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno telah aktif menjadi anggota PBB, tepatnya pada 28
September 1950. Sering perkembangan Soekarno memutuskan Indonesia untuk keluar dari organisasi
dunia tersebut pada 1 Januari 1965. Faktor utama keluarnya Indonesia dari PBB ialah diterimanya
Malaysia sebagai anggota tidak tetap PBB.Seiring peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto pada
tahun 1966, Indonesia kembali memutuskan untuk kembali ke PBB pada 28 September. Hal tersebut
didasarkan atas politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Keaktifan Indonesia dalam PBB secara
nyata tampak dengan terpilihnya Mentri Luar Negeri Indonesia, Adam Malik menjadi ketua Majelis
Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
Pengibaran Bendera Merah Putih di depan Gedung PBB

c. Pemerkasa ASEAN

Keaktifan Indonesia dalah hubungan luar negeri juga dibuktikan dengan terbentuknya ASEAN.
Association of Southeast Asia Nations atau ASEAN ialah perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara
yang didasari oleh rasa setia kawan, persahabatan dan kerja sama. Organisasi ini dibentuk pada 8 Austus
1967 di Bangkok, Thailand. Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik termasuk menjadi pelopor dalam
terbentuknya ASEAN dengan menandatangani Deklarasi Bangkok tersebut.

21. Mengklasifikasi kebijakan Orde Baru di bidang ekonomi dan pembangunan.


Untuk mengatasi permasalahan ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru, pemerintah pun
mengeluarkan beberapa kebijakan atau program untuk menanggulanginya, yaitu:

 Program Jangka Pendek

Program ini dibuat berdasarkan dari Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 dengan dua cara:

1. Stabilitas

o Menyusun APBN Berimbang


o Pinjaman Luar Negeri

2. Rehabilitas

Menjamin keamanan para investor asing. Program jangka pendek ini diambil dengan
pertimbangan apabila inflasi dapat dikendalikan sehingga stabilitas ekonomi juga tercapai serta kegiatan
ekonomi dapat pulih sehingga produksi meningkat.

 Program Jangka Panjang

Pada 1 April 1969, pemerintah Orde Baru mengeluarkan landasan pembangunan yang disebut
Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Repelita sendiri dibagi menjadi lima periode, sebagai
berikut:

1. Repelita I (1969)

Pada Repelita I pemerintah fokus melakukan rehabilitasi prasarana penting dan pengembangan
iklim usaha serta investasi. Pembangunan sector pertanian menjadi prioritas guna memenuhi kebutuhan
pangan sebelum membentuk sektor-sektor lain.

2. Repelita II (1979 – 1979) dan Repelita III (1979-1984)


Pada Repelita II dan III, pemerintah fokus pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, stabilitas
nasional, serta pemerataan pembangunan dengan melakukan penekanan pada sector pertanian dan
industry. Sehingga pada 1984, Indonesia berhasil mencapai status swasembada beras yang tadinya
menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar dunia pada tahun 1970-an.

3. Repelita IV (1984-1989) dan Repelita V (1989 – 1994)

Selain berusaha untuk mempertahankan kemajuan sector pertanian, pada periode ini juga mulai
berfous pada sektor industri khususnya industri barang ekspor, industri yang menyerap tenaga kerja,
pengolahan hasil pertanian, dan menghasilkan mesin industri. Program-program baru yang muncul pada
Orde Baru dapat dikatakan memberikan hasil yang signifikan, akan tetapi masih ada sisi negatif yang juga
muncul, salah satunya ketimpangan pertumbuhan antar ekonomi daerah dan antar golongan pekerjaan.

22. Mengklasifikasi kemunduran Orde Baru di bidang politik, ekonomi dan pembangunan.
1. Krisis ekonomi

Krisis Moneter menghantam Asia pada 1997, tak terkecuali Indonesia.  Pada bulan Juli 1997
otoritas moneter Indonesia memperluas perdagangan mata uang rupiah yang semula hanya 8 persen
menjadi 12 persen.  Kemudian pada 14 Agustus 1997, rupiah diserang secara hebat, sehingga nilai rupiah
pun semakin melemah.  Rupiah dan Bursa Efek Jakarta menyentuh titik terendah mereka pada bulan
September 1997. Utang perusahaan semakin meningkat, terjadi inflasi, dan peningkatan besar harga
bahan pangan.  Melemahnya sektor keuangan di Indonesia ini semakin membuat kondisi perekonomian di
Indonesia merosot, terlebih saat krisis sudah terjadi. Demi mengatasi krisis ini, Indonesia pun
mengajukan pinjaman langsung ke bank asing. Namun, cara ini tidak menjamin Indonesia terlepas dari
krisis moneter, justru krisis tetap meluas, karena faktor utama terjadinya krisis bukan dari sektor
perbankan. Terjadi demonstrasi besar-besaran yang memprotes pemerintah. Bahkan kerusuhan dan
penjarahan berlangsung di mana-mana. Situasi yang sangat panas ini akhirnya membuat Presiden
Soeharto mundur pada 12 Mei 1998.

2. Krisis Politik

Krisis pada bidang politik ini bermula saat pemilihan umum pada tahun 1997 akan diadakan.
Peristiwa tersebut muncul akibat adanya idealisme yang ada di tubuh Partai Demokras Indonesia. Adanya
dualisme tersebut bermula saat enam belas fungsionaris dari PDI menyatakan akan mengadakan sebuah
kongres yang bertujuan untuk memisahkan diri dari kepengurusan partai yang saat itu dipimpin oleh
Megawati. Berbagai upaya pun telah dilakukan untuk dapat menyelesaikan sengketan dualisme oleh PDI
tersebut. Namun,lagi lagi tidak ada satu rencana pun yang membuahkan hasil. Peristiwa tersebut
mengalami puncaknya pada 27 Juli 1996. Peristiwa tersebut dikenal dengan kudatuli. Pada saat itu,
kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) diambil alih paksa lewat pertumpahan darah. Suasana di
Jalan Diponegoro, Jakarta begitu mencekam.

Peristiwa Kudatuli bahkan disebut sebagai salah satu peristiwa yang paling terkelam dalam
sejarah demokrasi yang ada di indonesia, terutama terkait dualisme partai politik di Indonesia.
Sebelum sampai ke kerusuhan, hampir satu dekade lamanya PDI mengalami konflik internal.
Bergabungnya Megawati ke PDI pada 1987 meresahkan banyak pihak, terutama Pemerintah Orde Baru
yang dipimpin Presiden Soeharto. Lalu dalam pemilu 1997 Golkar kembali memperoleh suara mutlak
dari masyarakat. Dan keberlangsungan pemilu itu sendiri juga diikuti dengan pemilihan Presiden
Republik indonesia  yang diadakan secara aklamasi.

Dalam pemilihan tersbeut Soeharto berhasil keluar sebagai Presiden dengan B.J Habibi yang
menjadi wakil presiden saat itu. Pelantikan Soeharto menjadi presiden ini tidak mnedapat dukungan
masyarakat, justru banyak menuai kecaman dari paar Mahasiswa yang tidak setuju dengan keputusan
tersebut. Penolakan tersebut dilatarbelangi dengan berbagai penyimpangan politik yang sebelumnya
dilakukan pemerintah. Hal tersebut justru banyak memicu krisis sosial yang berakhir dengan turunnya
Soeharto.

3. Krisis Kepercayaan

Dengan adanya berbagai krisis yang terjadi di Indonesia telah mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap kinerja pemerintah pada masa orde baru. Ketidakmampuan pemerintah dalam
menanggulagi segala krisis di Indonesia menjadi salah satu faktornya. Pemerintahan yang dipimpin oleh
Soeharto ini belum bisa untuk membangun kehidupan politik yang demokratis, menegakkan pelaksanaan
hukum dan sistem peradilan, serta pelaksanaan kebijakan ekonomi yang tidak berpiha pada rakyat telah
melahirkan sebuah krisis kepercayaan. Pada masa orde baru adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
bukan malah menyurut melainkan tumbuh dengan sangat suburnya di Indonesia. Terjadi kesenjangan
kedudukan disitu, dimana hanya orang orang tertentu saja yang mampu menikmati segala fasilitas yang
telah dibiayai oleh rakyat melalui pembayaran pajak.

Anda mungkin juga menyukai