Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perjalanan sistem politik di Indonesia banyak bukti menunjukkan bahwa UUD
tidak dapat dijadikan pegangan dalam sistem politik maupun penegakan hukum. Telah
terjadi empat periode pemerintahan yaitu masa Kemerdekaan (1945-1959), Era
Demokrasi Terpimpin (1959-1966), Masa Orde Baru (1966-1998) dan Era Reformasi
(1998-Sekarang). Pada saat kemerdekaan dulu berlaku tiga macam UUD (1945, RIS dan
1950) namun dalam prosesnya sistem demokrasi dan hukum dapat ditegakan. Dekrit
presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali berlaku dan dinyatakan penggunaan sistem
Demokrasi Terpimpin, namun yang berlaku sistem otoritarian (Hatta, Demokrasi Kita,
1960). Kemudian beralih pada masa Demokrasi Orde Baru 1966. Rakyat dan pemerintah
bekerja sama menjalankan pemerintahan yang demokratis dan menegakan hukum dengan
semboyan “kembali ke UUD 1945 dengan murni dan konsekuen”.
Kemudian belangsung Era Reformasi yang diawali perubahan mendadak dari sistem
politik otoriter ke sistem demokrasi. Pada saat pergantian kepemimpinan di bawah
presiden BJ Habibie, sistem demokrasi berubah 180 derajat. Kebebasan membentuk partai
politik, Lembaga-lembaga perwakilan bebas berbicara.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:
1. Bagaimana perbedaan dalam pelaksanaan demokrasi liberal dan terpimpin ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaimana pelaksanaan demokrasi liberal.
2. Mengetahui bagaimana pelaksanaan demokrasi terpimpin.
3. Mengetahui perbedaan dalam pelaksanaan demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah pembaca diharapkan mampu
menumbuhkan pemahaman terhadap proses demokrasi bangsa Indonesia melalui sejarah
yang panjang sehingga muncul generasi muda penerus bangsa yang cerdas, beriman, dan
berakhlak mulia. Penulisan makalah ini juga dirancang agar siswa dapat mengembangkan
dan meningkatkan kecerdasan, sikap, dan keterampilan sosial.
1
BAB II
PEMBAHASAN

Seperti yang kita ketahui dalam perkembangan sejarah Indonesia bahwa negara
Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan sistem demokrasi. Berikut ini adalah
salah satu analisis dialektik-historis pada penerapan demokrasi Indonesia.
A. Demokrasi Liberal di Indonesia
1. Sejarah Munculnya Demokrasi Liberal
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI melaksanakan demokrasi
parlementer yang liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini
disebut masa demokrasi liberal. Indonesia dibagi menjadi 10 provinsi yang
mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang-undang Dasar Sementara tahun 1950
yang juga bernafaskan liberal. Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut,
Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri (kabinet) yang dipimpin
oleh seorang perdana menteri dan bertanggungjawab kepada parlemen (DPR).
Demokrasi liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataannya rakyat
Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 tidak cocok dan tidak sesuai dengan keadaan
ketatanegaraan Indonesia.

2. Pelaksanaan pemerintahan
a. Bidang politik
Tahun 1950 sampai dengan tahun 1959 merupakan masa berjayanya partai-
partai politik pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian
kabinet, partai-partai politik terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan Masyumi
merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu 5 tahun (1950-1955)
PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam 4 kabinet. Adapun
susunan kabinetnya sebagai berikut :
1) Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi. Dengan
dipimpin oleh : Muhammad Natsir.
 Program dari kabinet Natsir adalah :
 Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
 Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
 Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
 Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
2
 Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
 Hasil :
Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama
kalinya mengenai masalah Irian Barat.
 Kendala/ Masalah yang dihadapi :
 Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda
mengalami jalan buntu (kegagalan)
 Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan
hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII,
Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
 Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan
Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan
pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan
Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.

2) Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)


Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI. Dengan dipimpin
oleh: Sukiman Wiryosanjoyo
 Program :
 Menjamin keamanan dan ketentraman
 Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum
agraria agar sesuai dengan kepentingan petani.
 Mempercepat persiapan pemilihan umum.
 Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan
Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
 Hasil :
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir
hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan
programnya, seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan
ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan
ketentraman.
 Kendala/ Masalah yang dihadapi :

3
 Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri
Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle
Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari
pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual
Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan
kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan
memperhatikan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut
dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas
aktif karena lebih condong ke blok barat bahkan dinilai telah
memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
 Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang
terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan
barang-barang mewah.
 Masalah Irian barat belum juga teratasi.
 Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan
kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
 Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman
sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR
akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus
mengembalikan mandatnya kepada presiden.

3) Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)


Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari
para   pakar yang ahli dalam bidangnya. Dengan dipimpin oleh : Mr. Wilopo.
 Program :
 Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum
(konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat,
meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
 Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-
Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta
menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
 Hasil : -
 Kendala/ Masalah yang dihadapi :
4
 Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya
harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor
terus meningkat.
 Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang
banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga
membutuhkan biaya besar untuk mengimport beras.
 Munculnya gerakan separatisme dan sikap provinsialisme yang
mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa
ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak
seimbang.
 Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah
untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap
tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan
membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan
munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan
dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel
Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian
KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan
parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen.
Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan
kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di
Sulawesi Selatan.Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di
berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu
TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan
menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut
ditolak. Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan
reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam
kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira
angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
 Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian
KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke
Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan
di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah
digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya.
5
Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan
untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah
mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi
sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata
dan beberapa petani terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung Morawa
merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para
petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli).
 Berakhirnya kekuasaan kabinet 
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari
Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus
mengembalikan mandatnya pada presiden.

4) Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)


Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Dengan dipimpin
oleh Mr. Ali Sastroamijoyo.
 Program :
 Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera
menyelenggarakan Pemilu.
 Pembebasan Irian Barat secepatnya.
 Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan
KMB.
 Penyelesaian Pertikaian politik
 Hasil :
 Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang
akan diselenggarakan pada 29 September 1955.
 Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
 Kendala/ Masalah yang dihadapi :
 Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat
terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan
Aceh.
 Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan
adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD.  Masalah TNI –AD yang
merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang

6
Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti
dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan
menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak
pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap
tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-
AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955
tidak seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka
berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah
terima dengan KSAD baru.
 Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan
inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
 Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
 Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU
memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal
20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya.
 Berakhirnya kekuasaan kabinet :
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan
dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan
mandatnya pada presiden.

5) Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)


Dipimpin oleh : Burhanuddin Harahap
 Program :
 Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan
kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat
 Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah
ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
 Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
 Perjuangan pengembalian Irian Barat
 Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas
aktif.
 Hasil :
 Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September
1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih

7
konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya
27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang
memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
 Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan
pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
 Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang
dilakukan oleh polisi militer.
 Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet
Burhanuddin.
 Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat
Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober
1955.
 Kendala/ Masalah yang dihadapi   :
Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap
menimbulkan ketidaktenangan.
 Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap
selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap
kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang
harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.

6) Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)


Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan
NU. Dengan dipimpin oleh : Ali Sastroamijoyo
 Program :
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima
Tahun yang memuat program jangka panjang, yaitu sebagai berikut :
 Perjuangan pengembalian Irian Barat
 Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat
terbentuknya anggota-anggota DPRD.
 Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
 Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
 Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi
nasional berdasarkan kepentingan rakyat.

8
Selain itu program pokoknya adalah :
 Pembatalan KMB,
 Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun,
menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
 Melaksanakan keputusan KAA.
 Hasil :
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik
tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah pembatalan
seluruh perjanjian KMB.
 Kendala/ Masalah yang dihadapi      :
 Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
 Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat
dan mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan
dewan militer seperti Dewan Banteng di Sumatera Tengah, Dewan
Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan,
Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan
Manguni di Sulawesi Utara.
 Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat
dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
 Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru
khususnya mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia.
Banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya pada
orang Cina karena memang merekalah yang kuat ekonominya.
Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
 Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi
menghendaki agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya
sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI berpendapat bahwa
mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan
parlementer.
 Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil
Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.

7)  Kabinet Djuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)

9
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para
pakar yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante
dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta
terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik. Dengan dipimpin
oleh : Ir. Juanda.
 Program :
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut
sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
 Membentuk Dewan Nasional
 Normalisasi keadaan Republik Indonesia
 Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
 Perjuangan pengembalian Irian Jaya
 Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di
daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah
ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
 Hasil :
 Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia
melalui Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut
pedalaman dan laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan
telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan
daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
 Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan
menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada
dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik
tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
 Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan
pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah
pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan perang,
dan pembagian wilayah RI.
 Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi
masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
 Kendala/ Masalah yang dihadapi :

10
 Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di
daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat
dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti
PRRI/Permesta.
 Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga
program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal
mencapai puncaknya.
 Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan
terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang
menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada
tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan
negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
 Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

b. Bidang Ekonomi
Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih
sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi
nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
1) Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai
berikut :
 Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember
1949, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti
yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar
negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8
Triliun rupiah.
 Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1
Miliar.
 Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu
pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor
itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
 Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia
melainkan dirancang oleh Belanda.

11
 Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk
mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
 Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum
memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
 Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung
banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di
wilayah Indonesia.
 Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran
pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
 Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet
yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru
mulai dirancang.
 Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

2) Masalah jangka pendek yang harus dihadapi pemerintah adalah :


 Mengurangi jumlah uang yang beredar
 Mengatasi Kenaikan biaya hidup.
3) Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah :
Pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah.

B. Demokrasi Terpimpin di Indonesia


Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga jatuhnya kekuasaan
Soekarno. Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu
mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Soekarno.
Terpimpin pada saat pemerintahan Soekarno adalah kepemimpinan pada satu tangan
saja yaitu presiden.
Semula demokrasi ini dimaksudkan untuk menangani masalah-masalah yang ada,
tetapi kemudian berkembang menjadi alat kekuaaan ekstra-konstitusional. Konsep
demokrasi terpimpin Soekarno dianggap sebagai rumusan politik baru bagi bentuk
pemerintahan yang lebih otoriter. Pada awalnya, konsep tersebut hanya merupakan ide
presiden soekarno yang masalah-masalah ynag semakin bertumpuk yang dihhadapi
Negara yang pemerintahnnya masih sedang dirumuskan oleh Konstituante. Dengan

12
berjalannya waktu konsep tersebut berubah menjadi konsep politik yang sama sekalai
berbeda, yang dimaksudkan unutk meruntuhkan konsep pemerintahan parlementer.
Latar belakang dicetuskannya system demokrasi terpimpi oleh Presiden Soekarno:
1. Dari segi keamanann nasional : Banyaknya gerakan separatis pada masa demokrasi
libreral, menebabkan ketidakstabilan negara.
2. Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian cabinet pada masa demokrasi
liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh cabinet tidak dapat
dijalankan secara utuh sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
3. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk
menggantikan UUDS 1950
 Tugas Demokrasi terpimpin :
Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak
stabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih
mantap/stabil. Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi
Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena pada masa Demokrasi parlementer,
kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara. Sedangkan kekuasaan
Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan  awal, yaitu
demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi
(pemusatan kekuasaan di tangan presiden).
 Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :
Kebebasan partai dibatasi, Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan.Pemerintah berusaha menata kehidupan politik
sesuai dengan UUD 1945. Kemudan dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain
MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
Pada masa demokrasi terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang
nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh soekarno dengan
menggunakan suatu ikatan kerja sama yang didominasi oleh sebuah ideology. Dengan
demikian partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan
kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mepunyai peran besar
dalam pentas politik nasioanal  dalam tahun-tahun awal dmokrasi terpimpin. Pada
dsarnya, sepuluh partai politikyang ada tetap diperkenankan untuk hidup, tetapi semua
wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta
mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin

13
presiden. Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan
konsepsi soekarno.

 Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945


adalah sebagai berikut :
 Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan
tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS  tunduk kepada
Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut
tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS
dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengangkatan wakil ketua MPRS
yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-
masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
 Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun
1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena berdasarkan UUD
1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui
pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-
anggota yang duduk di MPR.
Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat  :
Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia,
dan Setuju pada manifesto Politik.
Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah,
dan 200 orang wakil golongan.
Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN).
 Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena
DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya
menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya
ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga
DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden
tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden
tidak dapat membubarkan DPR.
14
Tugas DPR GR adalah sebagai berikut :
1. Melaksanakan manifesto politik
2. Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
3. Melaksanakan Demokrasi Terpimpin
 Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan
Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri.
Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai
politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah
memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada
pemerintah. Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah
pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena
DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari
kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali
Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik
Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun
1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
 Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959.
Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita
proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah
menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan
pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front
nasional adalah sebagai berikut :
1. Menyelesaikan Revolusi Nasional
2. Melaksanakan Pembangunan
3. Mengembalikan Irian Barat
 Pembentukan Kabinet Kerja
Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil
presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga
kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai
berikut : Mencukupi kebutuhan sandang pangan, menciptakan keamanan
negara, mengembalikan Irian Barat.
15
 Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi
parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa
dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada
masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan
pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan
ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk
menggalang persatuan bangsa.
Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan
dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan
Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai
disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan
upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom
sama saja dengan menolak presiden.
Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan
dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan
mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM.
Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran
kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD
1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan
pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno
tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.
 Adanya ajaran RESOPIM
Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan
Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno.
Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia ke-16.
Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan
bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan
oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu
Presiden Sukarno.
Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi
dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya
pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan
menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.
16
 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan
Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan
dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang kedudukannya langsung berada di
bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial
politik Indonesia
 Penataan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik
secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai
dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi
syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari
28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai. Tindakan pemerintah ini dikenal dengan
penyederhanaan kepartaian. Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat
kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut
tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah
berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia
(PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari
kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua
Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.

C. Perbedaan Pelaksanaan Demokrasi Liberal dan Terpimpin


1. Keterkaitannya dengan Masalah Kedaulatan Rakyat
Pada demokrasi liberal kedaulatan rakyat  dilaksanakan sepenuhnya oleh DPR.
DPR dapat membentuk dan membubarkan pemerintah dan kabinet (eksekutif). Pada
demokrasi terpimpin, secara normatif konstitusional diterapkan, kedaulatan rakyat
berada dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Namun dalam pelaksanaannya
kedaulatan rakyat sepenuhnya berada di tangan presiden. Kemudian presiden
membentuk MPRS dan DPR gotong royong berdasarkan kepada keputusan presiden.
2. Keterkaitannya dengan masalah pembagian kekuasaan
Pada masa demokrasi liberal kekuasaan DPR (legislatif) lebih kuat jika
dibandingkan dengan kekuasaan pemerintah/kabinet (eksekutif). DPR dapat
memberhentikan pemerintah atau kabinet. Sementara itu, kedudukan presiden hanya
sebagai kepala negara. Dalam demokrasi terpimpin kekuasaan presiden (eksekutif)

17
menjadi sangat dominan. Disamping itu, jabatan presiden ditetapkan seumur hidup
sehingga tidak dapat diberhentikan oleh MPRS.
3. Keterkaitannya Dengan masalah Pengambilan Keputusan
Dalam pelaksanaan sistem demokrasi liberal semua pengambilan keputusan
berada di tangan DPR dengan mekanisme keputusan diambil berdasarkan kepada
suara terbanyak, sedangkan dalam demokrasi terpimpin pengambilan keputusan
dilaksanakan oleh MPRS dan DPR-GR serta berdasarkan kepada suara bulat.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seperti yang kita ketahui dalam perkembangan sejarah Indonesia bahwa negara
Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan sistem demokrasi. Berikut ini adalah
salah satu analisis dialektik-historis pada penerapan demokrasi Indonesia.
1. Demokrasi liberal di Indonesia
Setelah dibubarkanya RIS, sejak tahun 1950 RI melaksanakan demokrasi parlementer
yang liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut masa
demokrasi liberal. Indonesia dibagi menjadi 10 provinsi yang mempunyai otonomi
dan berdasarkan Undang-undang Dasar Sementara tahun 1950 yang juga bernafaskan
liberal. Akibat pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI dijalankan oleh suatu
dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan
bertanggungjawab kepada parlemen (DPR). Demokrasi liberal berlangsung selama
hampir 9 tahun, dalam kenyataannya rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 tidak
cocok dan tidak sesuai dengan keadaan ketatanegaraan Indonesia.
a. Pelaksanaan pemerintahan
1) Bidang politik
Tahun1950 sampai dengan tahun 1959 merupakan masa berjayanya partai-
partai politik pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian
kabinet, partai-partai politik terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan
Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu 5 tahun
(1950-1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam 4
kabinet. Adapun susunan kabinetnya sebagai berikut :
 Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)
 Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)
 Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
 Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
 Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956)
 Kabinet Ali Sastroamijoyo ii (20 Maret 1956-4 Maret 1957)
 Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-5 Juli 1959)
19
b. Demokrasi Terpimpin di Indonesia
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga jatuhnya kekuasaan
Soekarno. Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu
mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Soekarno.
Terpimpin pada saat pemerintahan Soekarno adalah kepemimpinan pada satu
tangan saja yaitu presiden. Adapun Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan
Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut :
1) Kedudukan Presiden
2) Pembentukan MPRS
3) Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
4) Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
5) Pembentukan Front Nasional
6) Pembentukan Kabinet Kerja
7) Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
8) Adanya ajaran RESOPIM
9) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
10) Pentaan Kehidupan Partai Politik
c. Perbedaan Pelaksanaan Demokrasi Liberal dan Terpimpin
1) Keterkaitannya dengan Masalah Kedaulatan Rakyat
Pada demokrasi liberal kedaulatan rakyat  dilaksanakan sepenuhnya oleh
DPR. DPR dapat membentuk dan membubarkan pemerintah dan kabinet
(eksekutif). Pada demokrasi terpimpin, secara normatif konstitusional
diterapkan, kedaulatan rakyat berada dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR.
Namun dalam pelaksanaannya kedaulatan rakyat sepenuhnya berada di tangan
presiden. Kemudian presiden membentuk MPRS dan DPR gotong royong
berdasarkan kepada keputusan presiden.
2) Keterkaitannya dengan masalah pembagian kekuasaan
Pada masa demokrasi liberal kekuasaan DPR (legislatif) lebih kuat jika
dibandingkan dengan kekuasaan pemerintah/kabinet (eksekutif). DPR dapat
memberhentikan pemerintah atau kabinet. Sementara itu, kedudukan presiden
hanya sebagai kepala negara. Dalam demokrasi terpimpin kekuasaan presiden
(eksekutif) menjadi sangat dominan. Disamping itu, jabatan presiden ditetapkan
seumur hidup sehingga tidak dapat diberhentikan oleh MPRS.
3) Keterkaitannya Dengan masalah Pengambilan Keputusan
20
Dalam pelaksanaan sistem demokrasi liberal semua pengambilan keputusan
berada di tangan DPR dengan mekanisme keputusan diambil berdasarkan
kepada suara terbanyak, sedangkan dalam demokrasi terpimpin pengambilan
keputusan dilaksanakan oleh MPRS dan DPR-GR serta berdasarkan kepada
suara bulat.

B. Saran
Dengan membaca makalah ini pembaca diharapkan dapat memahami tentang proses
demokrasi yang terdapat di Indonesia dan lebih menumbuhkan rasa nasionalisme serta
lebih menghargai perjuangan para pahlawan yang telah berjuang untuk membela
Kemerdekaam Indonesia.

21

Anda mungkin juga menyukai