Anda di halaman 1dari 12

PERKEMBANGAN POLITIK MASA DEMOKRASI LIBERAL

XII MIPA 1

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:

1. ALDETHIA AGATHA RAJAGUKGUK


2. LAURA GRECIA DOMINIG SIMANJUNTAK
3. ROY SEBASTIAN SURBAKTI

SMAS PLUS TARUNA ANDALAN

PANGKALAN KERINCI

2021/2022
A. PENGERTIAN POLITIK MASA DEMOKRASI LIBERAL
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang menganut
kebebasan individu. Secara konstitusional, ini dapat diartikan sebagai hak-hak individu dari
kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses
perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan
pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak
melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
B. KEADAAN POLITIK MASA DEMOKRASI LIBERAL

Dalam sistem ini, pemerintahan dipimpin perdana menteri. Presiden berkedudukan


sebagai kepala negara. Sistem politik pada masa Demokrasi Liberal mendorong
berkembangnya partai-partai politik karena sistem Demokrasi Liberal menganut
sistem multipartai. Adanya banyak partai politik yang ikut berkiprah dalam pemerintahan di
Indonesia menyebabkan munculnya persaingan antarpartai.  Partai-partai terkuat saling
mengambil alih kekuasaan yang mengakibatkan seringnya terjadi pergantian kabinet.  Pada masa
Demokrasi Liberal ini, terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Rata-rata masa kepemimpinan
kabinet hanya berumur satu tahun alias berumur jagung.  Kabinet-kabinet tersebut adalah sebagai
berikut. 

1). Kabinet Natsir (September 1950–Maret 1951).


2). Kabinet Sukiman (April 1951–Februari 1952).
3). Kabinet Wilopo (April 1952–Juni 1953).
4). Kabinet Ali Sastroamidjojo I ( Juli 1953–Juli 1955).
6). Kabinet Ali Sastroamidjojo II (Maret 1956–Maret 1957).
7). Kabinet Djuanda (Maret 1957–Juli 1959)
Meskipun terjadi banyak pergantian kabinet, pemerintah pada masa Demokrasi Liberal berhasil
menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) untuk pertama kali di Indonesia. Pemilu pertama
ini dilaksanakan pada tahun 1955.  Persiapan pelaksanaan pemilu dilakukan sejak masa Kabinet
Ali Sastroamidjojo I. Pada masa kabinet ini, dibentuk Panitia Pemilihan Umum Pusat dan
Daerah pada tanggal 31 Mei 1954.  Panitia ini kemudian mengumumkan pelaksanaan pemilu
untuk DPR, yaitu pada tanggal 29 September 1955. Adapun pemilu untuk memilih anggota
konstituante akan dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 1955.  Namun, Kabinet Ali
Sastroamidjojo I tidak bisa melaksanakan pemilu sebagaimana rencana. Kabinet ini jatuh dan
mengembalikan mandatnya kepada Presiden pada tanggal 24 Juli 1955.  Setelah itu Kabinet
Burhanuddin Harahap menggantikan kabinet Ali Sastromaidjojo 1 dan tetap melanjutkan rencana
pemilu yang telah dipersiapkan sebelumnya dan tidak mengubah tanggal pelaksanaannya.
Adapun tahap-tahap dalam pelaksanaan pemilu tahun 1955 adalah sebagai berikut.
1). Tanggal 29 September 1955
Pada tanggal 29 September 1955, dilaksanakan pemilu untuk memilih anggota-anggota DPR
yang berjumlah 272 orang.  Pemilu ini ternyata dimenangkan oleh empat partai politik, yaitu
PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Berikut ini komposisi anggota DPR hasil pemilu tahun 1955.
a). Masyumi memperoleh 60 wakil/kursi.
b). PNI memperoleh 58 wakil/kursi.
c). NU memperoleh 47 wakil/kursi.
d). PKI memperoleh 32 wakil/kursi.
e). Partai-partai lain hanya memperoleh kursi masing-masing kurang dari 12.
Anggota DPR hasil pemilu dilantik pada tanggal 20 Maret 1956.

2). Tanggal 15 Desember 1955


Pada tanggal 15 Desember 1955, dilaksanakan pemilu untuk memilih anggota dewan
konstituante yang akan bertugas menyusun UUD yang tetap.  Anggota dewan konstituante
ditetapkan 520 orang. Anggota dewan ini dilantik pada tanggal 10 November 1956. Berikut ini
adalah komposisi anggota Dewan Konstituante.
a). PNI memperoleh 119 kursi.
b). Masyumi memperoleh 112 kursi.
c). NU memperoleh 91 kursi.
d). PKI memperoleh 80 kursi.
e). Partai lainnya memperebutkan 118 kursi.
Pelaksanaan pemilu tahun 1955 berjalan lancar. pemilu ini dianggap sebagai pemilu yang paling
demokratis dibandingkan dengan pemilu-pemilu tahun sesudahnya karena pada pemilu pertama
ini, rakyat benar-benar bebas memilih sesuai pilihannya tanpa adanya tekanan dari pihak mana
pun.
C. PERKEMBANGAN POLITIK PADA MASA LIBERAL
Beberapa tahun pasca kemerdekaannya, pemerintah Indonesia terpaksa melakukan
perubahan fundamental atas bentuk negara, sistem pemerintahan, dan undang-undang dasarnya
Syahuri .2005: 120. Kondisi ini sebagai dampak dari keinginan pemerintah Belanda untuk dapat
berkuasa di Indonesia kembali setelah Jepang menyerah kapada Sekutu , atas kekuasaan Jepang
di Indonesia pada akhir Perang Dunia II. Belanda berusaha mendirikan negara-negara boneka
sebagai strategi untuk melakukan proses kolonialisme kembali pascakemerdekaan Indonesia 17
Agustus 1945. Sejalan dengan usaha tersebut, Belanda melakukan agresi I tahun 1947 dan agresi
II tahun 1948. Adapun negara-negara yang telah dapat berhasil didirikan dalam rangka persiapan
negara federal, yaitu:
1. Negara Indonesia Timur 1946
2. Negara Sumatera Timur 1947
3. Negara Pasundan 1948
4. Negara Sumatera Selatan 1948
5. Negara Jawa Timur 1948
6. Negara Madura 1948
7. Kalimantan Barat
8. Kalimantan Timur
9. Dayak Besar
10. Banjar, Kalimantan Tenggara
11. Bangka Belitung
12. Riau
13. Jawa Tengah
Belanda juga berusaha mempersempit wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia
bahkan menghapus negara Indonesai yang merdeka tahun 17 Agustus 1945 dengan kebijakan
konfrontasi. Hal ini terbukti ndengan adanya Agresi Militer Belanda I tahun 1947 dan Agresi
Militer Belanda II tahun 1948. Agresi Militer II, kota-kota penting di Indonesia sudah dikuasai
pemerintah Belanda termasuk ibu kota RI saat itu, Yogyakarta. Meskipun kota-kota penting telah
diduduki Belanda, namun Belanda gagal dalam mewujudkan ambisinya untuk kembali berkuasa
secara mutlak di Indonesia karena adanya perlawanan rakyat Indonesia terhadap pasukan
Belanda. Posisi Indonesia juga bertambah kuat pasca agresi militer karena secara diplomasi
internasional, banyak negara- negara lain yang mendukung eksistensi pemerintah Indonesia dan
sebaliknya mengecam aksi Belanda. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa PBB untuk melakukan perundingan perdamaian dalam mengatasi permasalahan
tersebut. Akhirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB ikut serta menyelesaikan permasalahan
konflik Indonesai-Belanda, dengan diadakan konferensi antara pemerintah Indonesai dengan
Belanda serta disertakan pula 53 negara-negara bentukan Belanda yang telah tergabung dalam
ikatan Byeekomst voor Federal Overleg BFO.
Jalur diplomasi tersebut menghasilkan perundingan yang dikenal dengan Konferensi Meja
Bundar KMB yang berlangsung tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949 yang
dihadiri wakil-wakil dari Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federal Overlag BFO, dan
pemerintah Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. Dalam konferensi tersebut
dihasilkan persetujuan pokok yaitu: 1 Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat 2
Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat 3 Didirikan Uni antar Republik
Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda Selama berlangsungnya KMB di Den Haag, dibentuk
panitia ketatanegaraan dan hukum tata negara, yang antara lain membahas rancangan konstitusi
sementara Republik Indonesia Serikat. Setelah kesepakatan diplomasi antara Indonesia-Belanda,
melalui KMB Konferensi Meja Bundar maka konstitusi resmi Indonesia adalah UUD RIS.
Konstitusi tersebut sebagai jalan kompromi bagi kelancaran penyerahan kedaulatan Indonesia.
Meskipun demikian Konstitusi Republik Indonesia Serikat atau UUD RIS adalah konstitusi yang
bersifat sementara sehingga dalam konstitusi tersebut telah diatur adanya lembaga yang diberi
kewenangan khusus membentuk konstitusi yang bersifat tetap.

D. PERGANTIAN KABINET DI SISTEM POLITIK DEMOKRASI


LIBERAL
Sistem politik Demokrasi Liberal berjalan selama kurang lebih 9 tahun di Indonesia (1949-
1959). Pada masa 9 tahun tersebut, Indonesia telah berganti kabinet sebanyak 7 kali, yaitu:
1. Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)
Kabinet ini dipimpin oleh Muhammad Natsir dari Partai Masyumi
Program Kerja:
Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman. Mencapai konsolidasi dan
menyempurnakan susunan pemerintahan. Menyempurnakan organisasi angkatan perang.
Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat. Memperjuangkan kemerdekaan penyelesaian
masalah Irian Barat.

Hasil:
Terjadi perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai Irian Barat.

2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)


Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara Partai Masyumi dan PNI dipimpin oleh
Sukiman Wiryosanjoyo.
Proram Kerja:
Menjamin keamanan dan ketentraman Mengusahakan kemakmuran rakyat dan
memperbaharui hukum agrarian agar sesuai dengan kepentingan petani. Mempercepat persiapan
dan pemilihan umum Menjalankan politik luar negeri secara bebas dan aktif serta memasukkan
Irian Barat ke dalam RI secepatnya.
Hasil:
Hasil dari program kerja Kabinet Sukiman tidak terlalu berarti, hanya terjadi perubahan
skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti yang sebelumnya menggiatkan keamanan
dan ketentraman menjadi menjamin keamanan dan ketentraman.

3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)


Kabinet ini merupakan kabinet zaken, yaitu kabinet yang terdiri dari pakar yang ahli dalam
bidangnya, dipimpin oleh Mr. Wilopo
Hasil :
Dalam negeri: menyelenggarakan pemilu (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan
kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan. Luar negeri:
penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, pengembalian Irian Barat ke Indonesia, dan
menjalankan politik luar negeri bebas-aktif.

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)


Kabinet ini merupakan koalisi antara Partai PNI dan NU dipimpin oleh Mr. Ali
Sastroamijoyo.
Program Kerja:
Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera terselenggara pemilu. Pembebasan
Irian Barat secepatnya. Pelaksanaan politik bebas-aktif serta ditinjau kembali persetujuan KMB
(Konferensi Meja Bundar). Penyelesaian permasalahan politik.
Hasil: Persiapan pemilu untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada
29 September 1955. Menyelenggarakan konferensi Asia-Afrika tahun 1955.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)


Kabinet ini dipimpin oleh Burhanuddin Harahap dari Partai Masyumi
Program Kerja: Mengembalikan kewibawaan (gezag) moril pemerintah, kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah. Melaksanakan pemilihan umum menurut
rencana yang sudah ditetapkan dan menyegerakan terbentuknya parlemen yang baru.
Menyelesaikan perundang-undangan desentralisasi sedapat-dapatnya dalam tahun 1955 ini juga.
Menghilangkan faktor-faktor yang menimbulkan inflasi. Memberantas korupsi. Meneruskan
perjuangan mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Memperkembangkan politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik bebas dan aktif menuju
perdamaian.
Hasil: Berlangsungnya pemilihan umum pertama untuk DPR dan anggota konstituante
secara demokratis pada tanggal 29 September 1955. Pemberantasan korupsi Pembubaran uni
Indonesia-Belanda. Penyelesaian masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel
AH Nasution sebagai Staff Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)


Kabinet ini dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo, merupakan hasil koalisi dari PNI, Partai
Masyumi, dan NU
Program Kerja:
Perjuangan pengembalian Irian Barat Pembentukan daerah-daerah otonomi dan
mempercepat terbentuknya DPRD. Pembatalan KMB Pemulihan keamanan dan ketertiban,
pembangunan 5 tahun, menjalankan politik luar negeri bebas-aktif. Melaksanakan keputusan
KAA.
Hasil:
Pembatalan seluruh perjanjian KMB

7. Kabinet Djuanda (9 April 1957 – 5 Juli 1959)


Kabinet ini dipimpin oleh Ir. Djuanda.
Program Kerja:
Membentuk Dewan Nasional Normalisasi keadaan RI Melancarkan pelaksanaan
pembatalan KMB Perjuangan mengembalikan Irian Barat Mempercepat proses pembangunan
Hasil:
Mengatur laut pedalaman dan laut territorial melalui Deklarasi Djuanda. Terbentuknya
dewan nasional Mengadakan musyawarah nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan
daerah.

E. KESIMPULAN
Keadaan politik pada masa demokrasi liberal: indonesia menganut sistem demokrasi
liberal dengan pemerintahan parlementer dalam sistem ini pemerintahan dipimpi oleh perdana
mentri dalam masa ini terjadi multi partai/adanya banyak partai yg ikut berkiprah dalam
pemrintahan di indonesia menyebabkan bnyak persaingan diantara partai yg ingin mengambil
kekuasaanya masing-masing lalu terjadi pergantian kabinet kabinet.Meskipun demikian,
pemerintahan demokrasi liberal berhasil melaksanakan pemilu.
Keadaan politik pada masa demokrasi terpimpin
pergantian kabinet dlm waktu singkat membuat keadaan politik di indonesia menjadi semakin
tidak stabil,untuk mengatasi permasalahan ini adalah melaksanakan model pepemrintahan
demokrasi terpimpin dengan kembali pada UUD 1945, pada tanggal 5 juli 1959  presiden
mengeluarkan dekrit presiden yaitu; membubarkan badan konstituannte,berlakunya kembali
UUD 45 dan terakhir tidak berlakunya UUDS 1950 lalu dibentuknya MPRS dan DPAS.
DAFTAR PUSTAKA
https://geograph88.blogspot.com/2018/04/perkembangan-politik-indonesia-
masa.html
https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/16/161915979/keadaan-politik-
pada-masa-demokrasi-liberal?page=all
DISKUSI PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Pertanyaan dari Dhita Virgina Simanjuntak (dijawab oleh Aldethia Agatha)


Dari ketujuh pergantian kabinet, kabinet manakah yang paling membawa indonesia ke
arah yang lebih baik berdasarkan hasil kerjanya?
Jawaban : Dari ketujuh kabinet tersebut, semuanya memiliki program dan hasil
kerjanya masing. Tetapi yang paling berpengaruh untuk keadaan politik di Indonesia
yaitu kabinet Burhanuddin Harahap dan kabinet Djuanda. Karna, kabinet burhanudin
adalah kabinet yang pertama kali melakukan pemilu yaitu pemilu pada tahun 1955 dan
pemilu tersebut juga pemilu yang demokratis. Yang kedua adalah kabinet djuanda,
karna kabinet tersebut memiliki 4 hasil kerja, yaitu mengatur laut pedalaman dan laut
teritorial melalui deklarasi djuanda, melancarkan pelaksanaan pembatalan KMB,
perjuangan mengembalikan Irian Barat, dan mempercepat proses pembangunan. Seperti
yang diketahui bahwa terkenalnya deklarasi djuanda di Indonesia, serta dari ketujuh
pergantian kabinet, kabinet ini lah yang paling lama dan terakhir menjabat sebagai
kabinet di masa demokrasi liberal.

2. Pertanyaan dari Maharani Nabilah Hanifah (dijawab oleh Laura Grecia)


Apa yang menyebabkan kabinet wilopo- djuanda tidak berhasil mengembalikan irian
barat?
Jawaban: Minimnya sumber daya manusia di Indonesia dalam melawan Belanda untuk
mempertahankan irian barat tersebut, serta dipersulit dengan susah nya mencapai akses
kesana.

3. Pertanyaan dari David Situmorang (dijawab oleh Roy Sebastian)


Apa saja negara boneka yang dibentuk belanda dan siapa yang memimpin negara
tersebut?
Jawaban: Ada 6 negara boneka yang dibentuk belanda di Indonesia, yaitu:
a. Negara Indonesia Timur (1946-1950) dipimpin oleh Seorang bangsawan Bali
bernama Tjokorda Gde Raka Soekawati.
b. Negara Sumatera Timur (1947-1950) dipimpin oleh Presiden Dr. Tengku
Mansoer dari Kesultanan Asahan.
c. Negara Sumatera Selatan (1948-1950) dimpipin oleh oleh mantan guru. Abdoel
Malik.
d. Negara Jawa Timur (1948-1950) dipimpin oleh  R.T.P Achmad Kusumonegoro.
e. Negara Pasundan (1949-1950) dipimpin oleh Raden Aria Wiranatakusumah.
f. Negara Madura (1948-1950) dipimpin oleh R. A. A. Tjakraningrat.

4. Pertanyaan dari Dame Ayu Anannta Hutasoit (dijawab oleh Aldethia Agatha)
Mengapa sistem kepartaian yang dianut pada tahun 1950an atau demokrasi liberal
adalah multipartai?
Jawaban: Karena sistem multipartai adalah sistem kepartaian dimana didalam Negara
atau badan perwakilan terdapat lebih dari dua partai politik dan tidak ada satupun partai
yang memegang mayoritas mutlak. Nah, Pemilu pertama Indonesia pada tahun 1955,
diikuti oleh 178 partai plus calon perorangan, sehingga pada saat itu sistem kepartaian
Indonesia disebut sebagai Sistem Multipartai. Juga diketahui sistem multipartai juga
diusulkan oleh Mohammad Hatta yang berpendapat “Multipartai adalah partai yang
memiliki lebih dari satu dalam sistem kepartaian yang dianut pada tahun 1950-an” Oleh
karna itu, dengan menganut sistem multipartai, maka diharapkan adanya kerja sama
antar politik dalam keadaan politik demokrasi liberal.

5. Pertanyaan dari Zaimah (dijawab oleh Laura Grecia)


Mengapa ada pembentukan ketujuh kabinet?
Jawaban: Adanya pembentukan ketujuh kabinet karna kabinet tersebut dibutuhkan
untuk membantu menyelesaikan di permasalahan politik. Mereka dibentuk agar dapat
menampung suara dari berbagai daerah ataupun suara dari berbagai rakyat, itulah
sebabnya dibentuk 7 kabinet tersebut

6. Pertanyaan dari Joseph Natanael Hutauruk (dijawab oleh Roy Sebastian)


Bagaimana perdana menteri dipilih pada masa demokrasi liberal?
Jawaban: Perdana menteri berasal dari partai peraih suara mayoritas (pemenang
pemilu)

7. Pertanyaan dari Syaqeela Adinda Syafva (dijawab oleh Aldethia Agatha)


Mengapa pergantian kabinet secara cepat?
Jawaban: Karena adanya persaingan tidak sehat dari partai-partai politik dan tidak
adanya partai dengan suara mayoritas serta konsekuensi dari sistem demokrasi liberal
yang mana perdana menteri tidak ada ketetapan waktu jabatannya. Jadi, penyebab utama
yaitu sering terjadi perselisihan antara partai politik, sehingga banyak terjadi mosi tidak
percaya dan pencabutan dukungan yang menyebabkan kabinet jatuh dan perdana
menteri harus mengembalikan mandatnya ke presiden.

Anda mungkin juga menyukai