Anda di halaman 1dari 24

BAB 8 MASA PEMERINTAHAN DEMOKRASI LIBERAL dan TERPIMPIN

 Arti sistem dermokrasi


Demokrasi berasal dari kata demokratia yang merupakan salah satu kata dari bahasa Yunani.
Demokrasi sendiri memiliki arti suatu kekuasaan rakyat. Adapun secara umum, demokrasi
terbagi menjadi dua kata, pertama adalah kata Demos yang maknanya adalah rakyat. Dan kedua
adalah kratos yang maknanya adalah kekuatan atau kekuasaan.

1. Pengertian dari demokrasi berdasarkan pendapat Abraham Lincoln merupakan sebuah


sistem pemerintahan dimana itu dibentuk dari rakyat, oleh rakyat dan juga untuk rakyat
itu sendiri.
2. Pengertian dari demokrasi berdasarkan pendapat Charles Costello merupakan suatu
sistem sosial dan juga politik pemerintahan dimana di dalamnya kekuasaan pemerintah
dibatasi oleh hukum dan juga budaya yang melindungi segenap hak perorangan dari
warna Negara itu sendiri.
3. Sementara pengertian dari demokrasi berdasarkan pendapat dari Hans Kelsen merupakan
suatu pemerintahan yang diadakan dan dilaksanakan dari rakyat dan untuk rakyat itu
sendiri. Adapun mengenai pelaksana kekuasaan Negara sendiri adalah wakil dari rakyat
yang sudah dipilih oleh rakyat sesudah adanya suatu keyakinan bahwa kebutuhannya
akan memperoleh perhatian di dalam aturan yang telah atau akan ditetapkan oleh wakil
rakyat tersebut berhubungan dengan penerapan dari kekuasaan Negara.

 Kondisi politik masa demokrasi liberal

Kehidupan Politik pada Masa Demokrasi Liberal 

Politiknya menggunakan sistem multipartai yang memicu terjadinya persaingan antar fraksi
politik di parlemen untuk saling menjatuhkan.

1. Sistem pemerintahan
 Presiden hanya bertugas menjadi kepala negara bukan menjadi kepala pemeritahan.
 Kegiatan pemerintahan dilakukan oleh menteri.
 Perdana menteri dan kabinet bertanggung jawab terhadap parlemen (DPR).
 Sistem pemerintahan yang berjalan yakni parlementer.
2. Kabinet
a. Kabinet Natsir
 Gabungan antara Masyumi dengan Partai Indonesia Raya/ Parindra, Partai Katolik,
Parkindo dan PSII.
 Moh. Natsir, perdana Menteri pertama kali di Indonesia yang berasal dari Partai
Masyumi.
 Didukung oleh Moh. Roem, Assaat, Djuanda, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan
Soemitro Djojohadikusumo. 
 Perekonomian Indonesia mencapai masa paling jaya. 
 Kabinet Natsir mulai runtuh saat Hadikusumo dari PNI mengajukan mosi tuntutan supaya
pemerintah mencabut PP No. 39 Tahun 1950 mengenai pemilihan anggota lembaga
perwakilan daerah.
b. Kabinet Sukiman
1.) Gabungan antara PNI dan Masyumi. Soekarno mendeklarasikan Sukiman dari Masyumi dan
Suwirjo dari PNI.
2.) Program Kabinet Sukiman, yaitu :
 Menyempurnakan alat-alat kekuasaan negara. 
 Menciptakan dan melakukan rencana kemakmuran nasional dalam jangka waktu yang
pendek dan jangka yang panjang.
 Menuntaskan persiapan pemilu dan mempercepat pelaksanaan otonomi daerah.
 Menyiapkan UU mengenai pengakuan serikat buruh.
 Melaksanakan politik luar negeri sistem bebas aktif.
 Memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia sesegera mungkin.
3.) Keputusan kontroversial yakni, Keputusan Menteri luar negeri Ahmad Soebardjo
menyetujui perjanjian Mutual Security Act (MSA) dengan Duta besar Amerika Serikat, Merle
Cochran.
4.) Sunario dari PNI berasumsi bahwa Ahmad Soebardjo melanggar politik luar negeri bebas
aktif. Akibatnya, Ahmad Soebardjo mengundurkan dirinya. 
c. Kabinet Wilopo
1.) Gabungan antara PNI dan Masyumi.
2.) Berlakunya sistem Zaken Kabinet terdiri dari menteri-menteri ahli dalam bidangnya.
3.) Berbagai permasalahan yang terjadi, seperti:
 Krisis ekonomi sebab anjloknya ekspor impor yang tidak terkendali. 
 Timbul gerakan separatisme dan sikap provinsialisme yang membahayakan keutuhan
bangsa.
 Terjadi Peristiwa 17 Oktober 1952, yakni peristiwa perselisihan internal dalam
lingkungan TNI karena tidak kompaknya TNI. 
4.) Kedudukan Kabinet Wilopo semakin tidak seimbang/stabil ketika terjadi peristiwa tanjung
Morawa.
d. Kabinet Ali Sastroamidjojo I
1.) Gabungan antara PNI dan NU, Masyumi memilih menjadi bagian oposisi.
2.) Soekarno menyuruh Ali Sastroamidjojo PNI dan Wongsonegoro dari Partai Indonesia Raya
menjadi perdana menteri dan wakil perdana menteri.
3.) Prestasinya, ialah:
 Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika/KAA.
 Menyusun panitia pemilu yang diketuai oleh Hadikusumo.
4.) Dalam mengatasi masalah perekonomian, Kabinet Ali meninjau kembali utang pemerintah
dan cadangan devisa negara. Caranya, membatalkan hasil Konferensi Meja Bundar/ KMB.
e. Kabinet Burhanuddin Harahap
 Program utamanya, memberantas korupsi yang didukung oleh rakyat dan TNI. 
 Prestasinya, sukses menyelenggarakan pemilu pertama tahun 1955 yang dilaksanakan
dalam 2 tahap untuk memilih anggota DPR dan anggota Konstituante. 
f. Kabinet Ali Sastroamidjojo II
1.) Gabungan antara PNI, Masyumi, dan NU. 
2.) Program kerjanya, meliputi:
 Melakukan pembatalan hasil KMB.
 Berjuang mengembalikan Irian Barat ke naungan Indonesia.
 Memulihkan kembali keamanan dan ketertiban serta pembangunan ekonomi, keuangan,
industri, perhubungan, pendidikan, dan pertanian.
 Menjalankan hasil keputusan KAA.
 Merealisasikan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
3.) Bermacam permasalahan yang timbul, seperti:
 Sentimen anti Tionghoa mulai berkembang biak di dalam masyarakat.
 Timbul kekacauan di beberapa daerah yang merujuk pada gerakan separatisme.
 Perselisihan antara pengusaha Tionghoa dan pengusaha nasional dampak dari pembatalan
hasil KMB.
4.) Akhir masa Kabinet Ali II dikarenakan oleh mundurnya sejumlah menteri.
g. Kabinet Djuanda 
1.) Asal usul pembentukan :
 Keadaan politik dan keamanan Indonesia yang semakin tidak menentu.
 Pertentangan antar parpol semakin parah dan memanas.
2.) Dinamakan Kabinet Karya, sebab disusun berdasarkan zaken kabinet 
3.) Programnya, antara lain :
 a.) Menyusun Dewan Nasional, yakni badan yang bertujuan meneru dan menyalurkan
aspirasi dari berbagai kekuatan non partai yang ada dalam masyarakat.
 b.) Normalisasi keadaan RI.
 c.) Mengusahakan pengembalian Irian Barat.
 d.) Menyegerakan proses pembangunan.
4.) Dalam memimpin sistem pemerintahan, Djuanda ditolong oleh Hardi, K.H. idham Chalid,
dan J. Leimena.
5.) Prestasinya, meliputi:
 Memutuskan garis kontinental batas wilayah laut Indonesia melewati Deklarasi Djuanda. 
 Mengadakan Musyawarah Nasional/ Munas untuk meredam pergolakan di berbagai
daerah.
Masih banyak yang hal yang harus kamu ketahui dalam materi perkembangan kehidupan
politik dan ekonomi pada masa demokrasi liberal. Jadi, jangan cepat bosan ya! Yuk simak simak
lanjutan pembahasannya di bawah ini :
3. Sistem kepartaian
 Dimulai dengan Presiden Soekarno membangu PNI pada tanggal 23 Agustus 1945.
 Wapres Moh. Hatta menyatakan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 dan
terciptalah 10 parpol yaitu, Masyumi, PNI, PSI, PKI, PBI, PRJ, Parkindo, PRS, Permai
dan PKR. 
 Sistem kepartaian yang diterapkan adalah sistem multipartai.
4. Pemilu 1955
a. Diselenggarakan dalam 2 tahap, yakni :
 Tahap pertama (29 September 1955) untuk pemilihan anggota DPR/parlemen.
 Tahap kedua (15 Desember 1955) untuk pemilihan anggota Konstituante.
b. 5 partai terbesar dalam pemilu 1955 adalah PNI, Masyumi, PKI, PSII dan NU.
c. Segi positif yang dapat dipetik, yakni:
 Tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi. 
 Sedikitnya jumlah orang yang tidak memilih/golput.
 Ada kesadaran berdemokrasi.
5. Kegagalan konstituante menyusun UUD
a. 10 November 1956 Presiden Soekarno melantik sebanyak 514 anggota Konstituante.
b. Tugas badan Konstituante yakni, Merumuskan UUD yang baru.
c. Masalah utama yang harus dihadapi ialah, penetapan Dasar Negara.
d. Kegagalan Konstituante dikarenakan oleh:
 Perdebatan yang terjadi secara berlarut-larut. 
 Adanya perselisihan yang berlangsung antar partai.
 Timbulnya desakan untuk kembali pada UUD 1945.
e. Pada tanggal 30 Mei 1959, Konstituante menyelenggarakan pemungutan suara dan hasilnya
mayoritas ingin kembali pada UUD 1945.
f. Posisi Konstituante terdesak saat A. H. Nasution menyatakan PEPERPU/040/1959 yang
isinya, larangan terjadinya kegiatan politik.
g. Konstituante dibubarkan pada tanggal 5 Juli 1959 melewati Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

 Kondisi ekonomi pada masa liberal

Kehidupan Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal


1. Permasalahan Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal, yaitu :
 Permasalahan dalam jangka pendek, yakni pemerintah wajib mengurangi jumlah uang
yang beredar dan memperbaiki kenaikan biaya hidup.
 Permasalahan dalam jangka panjang, yakni pertambahan penduduk yang tak terkendali
dan tingkat kesejahteraan penduduk yang relatif rendah.
2. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ekonomi pada masa Liberal 
a. Gerakan Benteng
1.) Dikemukakan oleh Soemitro Djojohadikusumo.
2.) Kebijakan diawali pada April 1950, yaitu:
 Memberikan pertolongan kepada pengusaha Pribumi supaya mereka berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi nasional. Bantuan tersebut berwujud bimbingan konkret atau
bantuan kredit.
 Mendirikan kewirausahaan Pribumi supaya mampu membentengi perekonomian
Indonesia yang baru saja merdeka.
b. Gunting Syafruddin
 Dikemukakan oleh Syafruddin Prawiranegara.
 Kebijakan diawali pada 15 Maret 1950 dengan pemotongan nilai uang/sanering.
c. Nasionalisasi De Javasche Bank 

Sumber : Boombastis.com
Kebijakan yang berlaku adalah perubahan status De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia
sebagai Bank Sentral dan Bank Sirkulasi. Diumumkan pada tanggal 15 Desember 1951 menurut
UU no. 24 Tahun 1951.
d. Pembentukan Biro Perancang Negara
 Diciptakan pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo I.
 Bertugas merancang pembangunan jangka pendek sehingga hasilnya belum bisa
dinikmati langsung oleh masyarakat.
 Dampak tidak adanya stabilitas/keseimbangan politik karena masa kabinet yang terlalu
singkat menyebabkan penurunan drastis ekonomi, inflasi dan lambatnya pelaksanaan
pembangunan.
e. Sistem Ekonomi Ali Baba
1.) Diprakarsai langsung oleh Iskak Tjokroadisurjo, seorang Menteri Perekonomian pada masa
Kabinet Ali Sastroamidjojo I.
2.) Kebijakan yang dilaksanakan, yaitu mendorong berkembangnya pengusaha swasta nasional
pribumi dalam berusaha merombak ekonomi kolonial berubah menjadi ekonomi nasional.
3.) Langkah yang diambil, yaitu:
 Mewajibkan pengusaha asing yang beroperasi di Indonesia untuk memberikan pelatihan
dan tanggung jawab kepada TKI supaya bisa menduduki jabatan staf.
 Membangun perusahaan negara.
 Menyediakan fasilitas kredit.
 Memberikan lisensi untuk perusahaan swasta nasional.
Liberalisme masuk ke Indonesia setelah sekularisme masuk ke Indonesia, karena sekularisme
merupakan akar liberalisme. Paham-paham ini masuk secara paksa ke Indonesia melalui proses
penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekuler telah ada dalam
Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral
terhadap agama, artinya tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama.

 Upaya membangun pengusaha nasonal

maaf Kak saya tidak dapat referensinya.

 Dekrit presden 5 jul 1959

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah dekrit yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang
pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekret ini adalah pembubaran Badan Konstituante
hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 keUUD
1945.

 
Latar Belakang dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dalam masa demokrasi parlementer kabinet jatuh bangun dalam tenggang waktu relatif singkat
dan ini berakibat pada instabilitas pemerintahan. Keadaan ini mencerminkan “kekurang
mampuan” pelaku-pelaku utama demokrasi dalam mengalola pemerintahan negara yang
barangkali karena miskinnya pengalaman dan terpolarisasinya masyarakat dalam kelompok-
kelompok ideologis politis yang kuat. Tidak ada satu kabinet pun dalam masa demokrasi
parlementer ini mampu memberi jaminan untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan
dan pembangunan masyarakat secara memadai, serta fungsi memelihara persatuan bangsa.

Barangkali pertimbangan-pertimbangan praktikal dan moral dan kenyataan berlarutnya sidang


konstituante untuk menetapkan UUD, menjadi alasan bagi Presiden Soekarno untuk
mengusulkan rencana tentang pelaksanaan “demokrasi terpimpin” dalam rangka kembali ke
UUD 1945. Serta mengajukan “konsepsi Presiden” tanggal 22 Februari 1957, yang kemudian
berturut turut diikuti langkah Presiden menyatakan “keadaan darurat nasional” tanggal 14 maret
1957, membentuk kabinet “Gotong Royong” tanggal 9 April 1957, mengajukan usul kepada
konstituante untuk kembali ke UUD 1945 tanggal 22 April 1957 dan akhirnya mengeluarkan
dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.

Selain itu adanya keinginan Soekarno untuk mempunyai kekuasaan yang lebih besar. Undang-
Undang Dasar yang berlaku di Indonesia secara langsung telah membatasi kekuasaan Presiden
Soekarno. Munculnya militer terutama Angkatan Darat di bawah pimpinan KSAD Abdul Haris
Nasution, yang mempunyai kemahiran dalam politik , mereka tidak hanya dijadikan alat, tetapi
menginginkan perwakilan tetap dalam lembaga pemerintahan. Melihat ketegangan politik pada
masa demokrasi liberal, Nasution mengusulkan suatu penyelesaian yaitu kembali ke UUD 1945,

Daripada menyusun suatu undang-undang baru. Usul ini secara perlahan-lahan mulai mendapat
dukungan tetapi Soekarno tidak berkeinginan memikul sendiri tanggung jawab berat yang
ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar ini.

Bahkan Soekarno merasa takut bahwa usulan ini merupakan suatu cara untuk menciptakan
suatu sistem yang di dalam kenyataanya tentaralah yang akan berkuasa. Pada saat itu telah
disepakati bahwa angkatan bersenjata sendiri merupakan golongan fungsional, sehingga
percekcokan-percekcokan yang panjang meliputi persoalan tentang apakah proporsi diri setiap
badan perwakilan baru harus terdiri atas golongan-golongan semacam itu.

Nasution menginginkan tentara bebas dari campur tangan partai politik, tetapi terwakili secara
langsung di segala tingkat pemerintahan melalui golongan fungsional militer. Pada bulan
November 1958 Nasution merumuskan usulan ini sebagi doktrin jalan tengah; dimana tentara
tidak akan disisihkan dari aturan aturan politik atau tidak akan mengambil alih pemerintahan.
Dengan perasaan yang cemas atas kekuasaan Nasution.

Akhirnya Soekarno menerima usul Nasution itu. Pada tanggal 5 Juli 1959. Soekarno
membubarkan Majelis Konstituante dan memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar yang
lama. Pada tanggal 9 Juli 1959 diumumkan suatu “Kabinet Kerja” dengan Soekarno sebagai
Perdana Menteri dan Djuanda sebagai menteri utama. Pada bulan Juli itu juga lembaga-lembaga
demokrasi terpimpin pun diumumkan, Dewan Nasional dibubarkan dan dibentuk dewan
Pertimbangan Agung.
Faktor lain yang melatar belakangi munculnya dekrit Presiden adalah kegagalan konstituante
dalam menetapkan UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Konstituante merupakan badan
yang bertugas untuk membuat UUD (konstituante). Di dalam konstituante terdapat tiga
kelompok yang berbeda prinsip, yaitu :

1. Golongan islam yang menghendaki dasar negara Islam


2. Golongan nasionalis yang menghendaki dasar negara pancasila
3. Golongan komunis yang menghendaki dasar negara komunis (Suprapto, 1985:200)

Prinsip ketiga kelompok ini sulit untuk dikompromikan, sehingga sidang konstituante untuk
menetapkan UUD mengalami jalan buntu. Dalam amanatnya tanggal 22 April 1959 di depan
sidang konstituante, Presiden Soekarno mengharapkan agar kembali kepada UUD 1945. Tentu
saja anjuran Presiden ini ada yang setuju dan ada pula yang tidak menyetujuinya. Untuk itu harus
diadakan permusyawaratan dalam konstituante guna mendapatkan suatu mufakat. Tetapi hal ini
berkali kali dijalankan tanpa hasil yang memuaskan.

Satu satunya jalan ialah pemungutan suara untuk mengetahui anggota yang setuju dan anggota
yang tidak setuju. Pada tanggal 30 mei 1959 diadakan pemungutan  suara (voting). Dari 468
anggota yang hadir, yang setuju kembali ke UUD 1945 adalah 269 orang dan yang tidak setuju
ada 199 orang, hasil ini belum memenuhi syarat. Pemungutan suara seperti ini diadakan sampai
tiga kali, meskipun angkanya tidak sama namun hasilnya tetap tidak memenuhi persyaratan
dalam menentukan keputusan.

Keadaan bertambah sulit, karena anggota konstituante sudah menjalani masa reses, dan sulit
untuk dikumpulkan. Ditambah lagi sudah banyak anggota konstituante yang malas untuk datang
menghadiri sidang. Keadaan seperti ini akan membawa kepada situasi dan kondisi yang tidak
menentu.

Sebagai akhir kemelut ini Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit tanggal 5 Juli 1959 yang
terkenal dengan nama “dekrit presiden”. Yang isinya menetapkan :

1. Pembubaran konstituante
2. Tidak berlakunya UUDS 1950
3. Berlakunya kembali UUD 1945
4. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang singkat.

Namun demikian, dekrit presiden ini sudah memenuhi syarat-syarat suatu dekrit, karena :

1. Dikeluarkan oleh penguasa tertinggi yaitu Presiden Soekarno


2. Secara sepihak yaitu menurut kehendak dari Presiden sendiri tanpa ada suatu
musyawarah atau persetujuan terlebih dulu dari lembaga legislative
3. Demi keselamatan bangsa dan negara
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Isi dari Dekrit Presiden tersebut diatas dapat disimpulkan antara lain : 

1. Pembubaran Konstituante
2. Pemberlakuan kembali UUD ’45 dan tidak berlakunya UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00 WIB, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan
dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Isi Dekrit Presiden tersebut secara lengkap adalah :

Dengan Rachmat Tuhan Yang Maha Esa,

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN


PERANG,

Dengan ini menyatakan dengan khidmat  :

Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945
yang disampaikan kepada segenap rakyat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22
April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang Dasar Sementara;

Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat


Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri siding. Konstituante tidak mungkin lagi
menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya;

Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan keadaan ketatanegaraan yang


membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi
pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil makmur;

Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami
sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi;
Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-
Undang Dasar 1945 dan adlah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi
tersebut,

Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN


PERANG,

Menetapkan pembubaran Konstituante;

Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagfi bagi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak
berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-
golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan
dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Ditetapkan di : Jakarta

pada tanggal 5 Juli 1959.

Atas nama Rakyat Indonesia

Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

SOEKARNO

Penjelasan Dekrit Preisden (5 Juli 1959), Pada Pemilu I tahun 1955 rakyat selain memilih
anggota DPR juga memilih anggota badan Konstituante. Badan Ini bertugas menyusun Undang-
Undang Dasar sebab ketika Indonesia kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak
tahun 1950 menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula di negara kita
diterapkan Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer.

Pertentangan antarpartai politik seringkali terjadi. Situasi politik dalam negeri tidak stabil dan
di daerah-daerah mengalami kegoncangan karena berdirinya berbagai dewan, seperti Dewan
Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Banteng di Sumatera
Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan
yang

Kemudian menjadi gerakan yang ingin memisahkan diri Karena keadaan politik yang tidak
stabil maka Presiden Soekarno pada tanggal 21 Februari 1957 mengemukakan konsepnya yang
terkenal dengan “Konsepsi Presiden” yang isinya antara lain sebagai berikut:

Isi Konsepsi Presiden

1. Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.


2. Akan dibentuk “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menteriflya terdiri atas orang-
orang dan empat partai besar (PNI, Masyumi, NU, dan PKI).
3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan fungsional dalam
masyarakat. Dewan mi bertugas memberi nasihat kepada kabinet baik diminta maupun
tidak.

Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi ini dan berpenadapat
bahwa merubah susunan ketatanegaraan secara radikal harus diserahkan kepada konstituante.
Karena keadaan politik semakin hangat maka Presiden Soekarno mengumumkan Keadaan
Darurat Perang bagi seluruh wilayah Indonesia. Gerakan-gerakan di daerah kemudian memuncak
dengan pemberontakan PRRI dan Permesta.
Setelah keadaan aman maka Konstituante mulai bersidang untuk menyusun Undang-Undang
Dasar. Sidang Konstituante in berlangsung sampai beberapa kali yang memakan waktu kurang
lebih tiga tahun, yakni sejak sidang pertama di Bandung tanggal 10 November 1956 sampai
akhir tahun 1958. Akan tetapi sidang tersebut tidak membuahkan hasil yakni untuk merumuskan
Undang-Undang Dasar dan hanya merupakan perdebatan sengit.

Perdebatan-perdebatan itu semakin memuncak ketika akan menetapkan dasar negara. Persoalan
yang menjadi penyebabnya adalah adanya dua kelompok yakni kelompok partai-partai Islam
yang menghendaki dasar negara Islam dan kelompok partai-partai hon-Islam yang menghendaki
dasar negara Pancasila. Kelompok pendukung Pancasila mempunyai suara lebih besar dari pada
golongan Islam akan tetapi belum mencapai mayoritas 2/3 suara untuk mengesahkan suatu
keputusan tentang Dasar Negara (pasal 137 UUD S 1950).

Pada tanggal 22 April 1959 di hadapan Konstituante,  Presiden Soekarno berpidato yang isinya
menganjurkan untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Pihak yang pro dan militer
menginginkan Presiden Soekarno untuk segera mengundangkan kembali Undang-Undang Dasar
1945 melalui dekrit. Akhirnya pada tanggal 5 juli 1959 Presiden Soekarno menyampaikan dekrit
kepada seluruh rakyat Indonesia. Adapun isi dekrit presiden tersebut adalah :

Alasan dan Pengaruh Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959


      Alasan Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959

1. Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa


Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang
mantap.
2. Situasi politik yang kacau dan semakin buruk
3. Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
4. Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat
5. Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan
partainya tercapai.
6. Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil
dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem
pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan
masyarakat Indonesia.
7. Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat
bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.

Pengaruh Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959

Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka negara kita memiliki kekuatan
hukum untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dan ancaman perpecahan.Sebagai
tindak lanjut dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah beberapa lembaga negara yakni:
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara
(DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR – GR). Dalam pidato
Presiden Soekarno berpidato pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali
Revolusi Kita”. Pidato yang terkenal dengan sebutan “Manifesto Politik Republik Indonesia”
(MANIPOL) ini oleh DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN).

Menurut Presiden Soekarno bahwa inti dan Manipol ini adalah Undang- Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia.
Kelima inti manipol ini sering disingkat USDEK. Dengan demikian sejak dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan bemegara ini baik di
bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Dalam bidang politik, semua lembaga negara
harus berintikan Nasakom yakni ada unsur Nasionalis, Agama, dan Komunis.

Dalam bidang ekonomi pemerintah menerapkan ekonomi terpimpin, yakni kegiatan ekonomi
terutama dalam bidang impor hanya dikuasai orang- orang yang mempunyai hubungan dekat
dengan pemerintah. Sedangkan dalam bidang sosial budaya, pemerintah melarang budaya-
budaya yang berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan baru atau Neo Kolonialis dan
imperalisme (Nekolim) sebab dalam hal ini pemerintah lebih condong ke Blok Timur.

Dampak Dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959


Dampak Positif

Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

 Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.


 Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
 Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara
berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.

 Dampak Negatif

Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

 Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang
harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan
pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
 Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu
terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
 Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer
terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat
pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.

Partai partai yang menolak KONSEPSI PRESIDEN

1. Masyumi
2. Nadatul Ulama
3. PSII
4. Partai Katolik
5. Partai Rakyat Indonesia
Alasan Penolakan Konsepsi Presiden

1. Hak mengubah tata negara secara radikal ada pada Dewan Konstituante.
2. Secara prinsipial partai-partai menolak Konsepsi Presiden karena PKI diikutsertakan
dalam pemerintahan.

Pendukung Dekrit Presiden :

1. Makamah Agung
2. DPR (hasil Pemilu 1955)
3. KSAD
4. Berbagai golongan masyarakat
 Kondisi politik demokrasi terpimpin

Kehidupan Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin 

1. Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Merupakan jembatan politik dari era Demokrasi liberal menuju era Demokrasi terpimpin.

Sebuah. Latar belakangnya, yaitu:

 Pemberlakuan Sistem Demokrasi Terpimpin yang disponsori untuk memperbaharui


struktur politik Indonesia.
 Pembentukan Kabinet bernama gotong Royong.

b. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yaitu:

 Konstituante dibubarkannya.
 Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya UUD 1945 kembali.
 Pembentukan MPR yang terdiri atas DPR dan DPAS.

2. Sistem pemerintahan dan konsep politik 

Sebuah. Sistem pemerintahan yang diterapkan adalah Presidensial.

b. Presiden berposisi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak bertanggung jawab
kepada DPR / DPR.

c. Dalam melakukan pemerintahan, Presiden mendapat dukungan dari 3 kekuatan besar, yaitu
Nasionalis, Agama, Komunis / NASAKOM. Hal ini menciptakan peluang bagi berkembangnya
ideologi komunis.

d. Presiden Soekarno mengemukakan itu:

1.) Ajaran NASAKOM yakini, nasionalis, agama dan komunis. 

 Ajaran ini digunakan oleh PKI untuk menyebarkan ideologi komunis.


 Ketua PKI DN Aidit mencoba menyebarluaskan beberapa sesi pidato Presiden Soekarno
sehingga terkesan searah dengan kolaborasi dan cita-cita politik PKI. 

2.) Ajaran RESOPIM yaitu, resolusi, sosialisme Indonesia, dan pimpinan nasional.

 Tujuannya adalah mengatur kedudukan Soekarno.


 Pokok poin pembicaraannya adalah semua kehidupan yang tidak berbangsa dan
bernegara harus diperoleh melalui resolusi, dijiwai oleh sosialisme dan diambil oleh
pimpinan pasukan nasional atau panglima besar sesuai dengan Presiden Soekarno.
 Dampak adalah, kedudukan lembaga tinggi dan tertinggi ditentukan di bawah Presiden.

3. Politik Luar Negeri 

Jejak proklamasi kebebasan politik luar negeri Indonesia bebas aktif. Namun, dalam demokrasi
terpimpin, politik luar negeri Indonesia terjadi penyimpangan. Pada Manipol USDEK ditegaskan
itu, politik luar negeri, Indonesia memiliki tujuan untuk menghilangkan imperialisme dan
mencapai dasar-dasar untuk perdamaian dunia yang utuh dan abadi.

1. Politik konfrontasi Nefo & Oldefo

Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru yang memberikan bagian dunia
menjadi 2 blok, yaitu New Emerging Forces / NEFO dan Old Didirikan Forces / Oldefo. Nefo
mewakili negara sosialis yang dianggap progresif dan negara sedang berkembang, termasuk juga
negara yang baru merdeka atau sedang memperjuangkan kemerdekaannya.

2. Politik mercusuar

Merupakan politik untuk mendapatkan kemegahan, keindahan dalam pergaulan antarbangsa di


dunia. Politik mercusuar dilaksanakan oleh Presiden Soekarno karena berasumsi Indonesia
sebagai mercusuar yang mampu menerangi jalan negara-negara Nefo. Hal ini ditegaskan dengan:

 Membangun beberapa bangunan fenomenal yang perlu biaya miliaran rupiah.


 Game Mengadakan Pasukan Baru Berkembang.

3. Konfrontasi dengan Malaysia 

Pemerintah Indonesia mempertimbangkan pembentukan Federasi Malaysia sebagai proyek


neokolonialisme Inggris yang dipertimbangkan mengenai Indonesia dan negara-negara
Nefo. Kebijakan Presiden Soekarno, yaitu:

1.) Mempublikasikan Dwi Komando Rakyat / Dwikora pada 3 Mei 1964, yang berisi:

 Perhatian lagi ketahanan Revolusi Indonesia


 Menolong perjuangan rakyat Malaysia untuk terbebas dari Nekolim Inggris.

2.) Membangun Komando Operasi Tertinggi / Koti dan Komando Mandala 

4. Indonesia Keluar dari PBB


Karena, telah menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dan PBB
tidak mengganti struktur organisasi PBB.

4. Pembebasan Wilayah Irian Barat

Perjuangan pembebasan Irian Barat melalui, diploma perjuangan, Konfrontasi politik,


Konfrontasi ekonomi dan militer.

 Kondisi Ekonomi pada masa demokrasi terpimpin

Kehidupan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin


Kekurangan politik ditandai dengan adanya Inflasi. Kehidupan ekonomi semakin
merosot. Maka dari itu, Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi masalah keuangan,
yaitu:
1. Membangun dewan perancang nasional / depernas.
 Dibentuk menurut UU no. 80 tahun 1958.
 Dipimpin oleh Muh. Yamin.
 Tugasnya untuk Mempersiapkan rancangan UU pembangunan nasional dan menilai
penyelenggaraan pembangunan.
 Pada tahun 1963 berganti nama menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau
Bappenas yang dipimpin oleh Presiden Soekarno.
2. mempertimbangkan kebijakan devaluasi mata uang rupiah.
3. Menekan poin laju konversi.
4. Menerapkan deklarasi ekonomi.
5. Sistem dana revolusi.

 Peristiwa gerakan 30 september PKI 1965

√ Peristiwa Lengkap G30S PKI


Oleh gurupendidikanDiposting pada 03/11/2019
Peristiwa  G30S/PKI  atau biasa disebut dengan Gerakan 30 September merupakan salah satu
peristiwa pemberontakan komunis yang terjadi pada bulan September sesudah beberapa tahun
Indonesia merdeka. Peristiwa G30S PKI terjadi di malam hari tepatnya pada tanggal 30
September tahun 1965.Dalam sebuah kudeta, setidaknya ada 7 perwira tinggi militer yang
terbunuh dalam peristiwa tersebut.
Partai Komunis saat itu sedang dalam kondisi yang amat kuat karena mendapatkan sokongan
dari Presiden Indonesia Pertama, Ir. H Soekarno. Tidak heran jika usaha yang dilakukan oleh
segelintir masyarakat demi menjatuhkan Partai Komunis berakhir dengan kegagalan berkat
bantuan Presiden kala itu.

Hingga sampai saat ini, peristiwa 30S PKI tetap menjadi perdebatan antara benar atau tidaknya
PartaiKomunis Indonesia yang bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut.

Latar Belakang G30S/PKI
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di
luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta,
ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang
mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9
juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan
pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.

Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit
presiden – sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan
bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno
menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno
dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu
antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.

Pada era “Demokrasi Terpimpin”, kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal
memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor
menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer
menjadi wabah.

Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai menjanjikan
100.000 pucuk senjata jenis chung, penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan
ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G30S.

Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana mentri
RRC, mempunyai ide tentang Angkatan Kelima yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Tetapi
petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai
antara militer dan PKI.

Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi bentrokan-
bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI juga
menginfiltrasi polisi dan tentara denga slogan “kepentingan bersama” polisi dan “rakyat”.
Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan “Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi”. Di
bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari “sikap-
sikap sektarian” kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-
kiri untuk membuat “massa tentara” subjek karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak
mereka atas hasutan PKI. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para
pemilik tanah.

Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani
berhak atas setiap tanah, tidak peduli tanah siapapun (milik negara = milik bersama).
Kemungkinan besar PKI meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat dan partai
komunis menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada rakyat.

Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak
milik Amerika Serikat. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan
dengan resmi. Pada waktu yang sama, jenderal-jenderal militer tingkat tinggi juga menjadi
anggota kabinet. Jendral-jendral tersebut masuk kabinet karena jabatannya di militer oleh
Sukarno disamakan dengan setingkat mentri. Hal ini dapat dibuktikan dengan nama jabatannya
(Menpangab, Menpangad, dan lain-lain).

Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet
Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan
bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis “rakyat”.

Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia


berbicara tentang “perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara
tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis”.

Rezim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di
industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik
pemerintahan NASAKOM. Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk
pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian “angkatan kelima” di dalam
angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata.

Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman
militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi
pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka,
depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara.
Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa “NASAKOMisasi” angkatan
bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan “angkatan kelima”.
Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di
bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang
diubah untuk mengecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.

Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung
Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno
meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit
ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan tindakan tersebut.

Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-
Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia
Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari
wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik
pada masa itu.

Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga
menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut
terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat
keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di
Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian
digunakan sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya.

Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tapi juga dengan Persis dan Muhammadiyah)
itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan
di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di beberapa tempat bahkan sudah
mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih setelah tanggal 30 September 1965 (hal
ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta 30 September tersebut).

Sejarah Mulainya Dari G30S/PKI


Pada hari Jum’at tanggal 1 Oktober 1965 secara berturut-turut RRI Jakarta menyiarkan berita
penting.

Sekitar pukul 7 pagi memuat berita bahwa pada hari Kamis tanggal 30 September 1965 di
Ibukota RI, Jakarta, telah terjadi “ gerakan militer dalam AD “ yang dinamakan “ Gerakan 30
September”, dikepalai oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion Cakrabirawa, pasukan
pengawal pribadi Presiden Soekarno.

Sekitar pukul 13.00 hari itu juga memberitakan “ dekrit no 1” tentang “pembentukkan dewan
revolusi Indonesia” dan “keputusan no.1” tentang “susunan dewan revolusi Indonesia”. Baru
dalam siaran kedua ini diumumkan susunan “komandan”, Brigjen Soepardjo, Letnan Kolonel
Udara Heru, Kolonel Laut Soenardi, dan Ajun komisaris besar polisi Anwas sebagai “wakil
komandaan”.

Pada pukul 19.00 hari itu juga RRI Jakarta menyiarkan pidato radio Panglima Komando
TJadangan Strategis Angkatan Darat, Mayor Jendral Soeharto, yang menyampaikan bahwa
gerakan 30 September tersebut adalah golongan kontra revolusioner yang telah menculik
beberapa perwira tinggi AD, dan telah mengambil alih kekuasaan Negara dari presiden/panglima
tertinggi ABRI/pemimpin besar revolusi dan melempar Kabinet DWIKORA ke kedudukan
demisioner.

Latar belakang G30S/PKI perlu ditelusuri sejak masuknya paham komunisme/marxisme-


leninisme ke Indonesia awal abat ke-20 ,penyusupanya kedalam organisasi lain, serta kaitannya
dengan gerakan komunisme intenasional. Dalam hal-hal yang mendasar dari politik PKI di
Indonesia terbukti merupakan pelaksanaan perintah dari pimpinan gerakan komunisme
internasional.

Persiapan PKI :
1. Membentuk biro khusus di bawah pimpinan Syam Kamaruzman. Tugas biro khusus
adalah merancang dan mempersiapkan perebutan kekuasan.
2. Menuntut dibentuknya angkatan ke-5 yang terdiri atas buruh dan tani yang dipersenjatai
3. Melakukan sabotase, aksi sepihak, dan aksi teror. Sabotase terhadap transportasi kereta
yang dilakukan aksi buruh kereta api ( Januari-Oktober 1964 ) yang mengakibatkan
serentetan kecelakaan kereta api seperti di Purwokerto, Kroya, Tasikmalaya, Bandung, dan
Tanah Abang. Aksi sepihak, misalnya Peristiwa Jengkol, Bandar Betsy, dan Peristiwa
Indramayu. Aksi teror misalnya Peristiwa Kanigoro Kediri. Hal itu dilakukan sebagai
persiapan untuk melakukan kudeta.
4. Melakukan aksi fitnah terhadap ABRI khususnya TNI-AD yang dianggap sebagai
penghambat pelaksanaan programnya yaitu dengan melancarkan isu dewan jendral.tujuanya
untuk menghilangkan kepercayaan terhadap TNI-AD dan mengadu domba antara TNI-AD
dengan presiden soekarno.
5. Melakukan latihan kemiliteran di lubang buaya pondok gede jakarta. Latihan kemiliteran
di lubang buaya .pondok gede jakarta latihan kemiliteran ini merupakan sarana persiapan
untuk melakukan pemberontakan.

Kronologi Cerita Singkat Peristiwa Dari G30S/PKI


Peristiwa G30S PKI bermula pada tanggal 1 Oktober. Dimulai dengan kasus penculikan 7
jendral yang terdiri dari anggota staff tentara oleh sekelompok pasukan yang bergerak dari
Lapangan Udara menuju Jakarta daerah selatan. Tiga dari tujuh

jenderal tersebut diantaranya telah dibunuh di rumah mereka masing-masing, yakni Ahmad
Yani, M.T. Haryono dan D.I. Panjaitan.

Sementara itu ketiga target lainya yaitu Soeprapto, S.Parman dan Sutoyo ditangkap secara
hidup-hidup. Abdul Harris Nasution yang menjadi target utama kelompok pasukan tersebut
berhasil kabur setelah berusaha melompati dinding batas kedubes Irak.

Meskipun begitu, Pierre Tendean beserta anak gadisnya, Ade Irma S. Nasution pun tewas
setelah ditangkap dan ditembak pada 6 Oktober oleh regu sergap. Korban tewas semakin
bertambah disaat regu penculik menembak serta membunuh seorang polisi penjaga rumah
tetangga Nasution. Abert Naiborhu menjadi korban terakhir dalam kejadian ini. Tak sedikit
mayat jenderal yang dibunuh lalu dibuang di Lubang Buaya.

Sekitar 2.000 pasukan TNI diterjunkan untuk menduduki sebuah tempat yang kini dikenal
dengan nama Lapangan Merdeka, Monas.  Walaupun mereka belum berhasil mengamankan
bagian timur dari area ini. Sebab saat itu merupakan daerah dari Markas KOSTRAD pimpinan
Soeharto.

Jam 7 pagi, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan sebuah pesan yang berasal dari
Untung Syamsuri, Komandan Cakrabiwa bahwa G30S PKI telah berhasil diambil alih di
beberapa lokasi stratergis Jakarta beserta anggota militer lainnya. Mereka bersikeras bahwa
gerakan tersebut sebenarnya didukung oleh CIA yang bertujuan untuk melengserkan Soekarno
dari posisinya.

Tinta kegagalan nyaris saja tertulis dalam sejarah peristiwa G30S/PKI. Hampir saja pak Harto
dilewatkan begitu saja karena mereka masih menduga bahwa beliau bukanlah seorang tokoh
politik.

Selang beberapa saat, salah seorang tetangga memberi tahu pada Soeharto tentang terjadinya
aksi penembakan pada jam setengah 6 pagi beserta hilangnya sejumlah jenderal yang diduga
sedang dicuilik. Mendengar berita tersebut, Soeharto pun segera bergerak ke Markas KOSTRAD
dan menghubungi anggota angkatan laut dan polisi.

Soeharto juga berhasil membujuk dua batalion pasukan kudeta untuk segera menyerahkan diri.
Dimulai dari pasukan Brawijaya yang masuk ke dalam area markas KOSTRAD. Kemudian
disusul dengan pasukan Diponegoro yang kabur menuju Halim Perdana Kusuma.

Karena prosesnya yang berjalan kurang matang, akhirnya kudeta yang dilancarkan oleh PKI
tersebut berhasil digagalkan oleh Soeharto. Sehingga kondisi ini menyebabkan para tentara yang
berada di Lapangan Merdeka mengalami kehausan akan impresi dalam melindungi Presiden
yang sedang berada di Istana.

Masa Berakhirnya Peristiwa G30S/PKI/ KRONOLOGIS PENUMPASAN PKI

1. Tanggal 1 Oktober 1965

Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI
pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh
satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328
Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada di
sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke sana.

2. Tanggal 2 Oktober 1965

Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah
komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pikul 12.00 siang,
seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI – AD.

3. Tanggal 3 Oktober 1965

Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I
Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI – AD
dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI,
tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI – AD tersebut dibawah
ke Lubang Buaya. Karena daerah terebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3
Oktober 1965 titemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebut.. Mayat para
perwira itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang bergaris tengah ¾ meter dengan kedalaman
kira – kira 12 meter, yang kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.

4. Tanggal 4 Oktober 1965

Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan kembali (karena ditunda
pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00 WIB hingga keesokan hari) yang diteruskan oleh pasukan
Para Amfibi KKO – AL dengan disaksikan pimpinan sementara TNI – AD Mayjen Soeharto.
Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut terlihat adanya kerusakan
fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa
kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat.

5. Tanggal 5 Oktober 1965

Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI – AD tersebut dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat.

6. Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang
Kabinet Dwikora, para perwira TNI – AD tersebut ditetapakan sebagai Pahlawan Revolusi.

Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI adalah sebuah kejadian yang
terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta
beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha
kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.

Nama nama 7 TOKOH Pahlawan Revolusi Korban Kekejaman G30S PKI 1965

1. Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani,


2. Mayjen TNI R. Suprapto
3. Mayjen TNI M.T. Haryono
4. Mayjen TNI Siswondo Parman
5. Brigjen TNI DI Panjaitan
6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo
7. Letnan Pierre Tendean

Peristiwa G30S PKI sejatinya tidak lepas dari kejadian penculikan petinggi-petinggi TNI AD
saat itu. Mereka diasingkan dan dibantai tanpa belas kasihan di Monumen Lubang Buaya.
Berikut ini nama-nama TNI yang mendapatkan gelar Pahlawan Revolusi pasca terjadinya
pembantaian tersebut.

Tujuan G30S/PKI

 Bahwa G30SPKI adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan
di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya,
dan tidak pernah terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk pemerintah Komunis.
 Bahwa tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara
dan mengkomuniskannya.
 Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara
berlanjut.
 Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan
komunisme internasional.

Dampak pasca peristiwa G30S PKI


Berikut ini dampak sosial politik dari G 30 S/PKI:

1. Secara politik telah lahir peta kekuatan politik baru yaitu tentara AD.
2. Sampai bulan Desember 1965 PKI telah hancur sebagai kekuatan politik di Indonesia.
3. Kekuasaan dan pamor politik Presiden Soekarno memudar.
4. Secara sosial telah terjadi penangkapan dan pembunuhan terhadap orang-orang PKI
atau”dianggap PKI”, yang tidak semuanya melalui proses pengadilan dengan jumlah yang
relatif banyak.

Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30


September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa
pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di
seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada
masa

Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya
dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun
sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga
yang dilanjutkan.

Pada 29 September – 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk mengenang
peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia.
Acara yang bertajuk “Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi
kemanusiaan 1965” ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok.
Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban tragedi
kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, dan Putmainah.

Anda mungkin juga menyukai