Anda di halaman 1dari 14

7 KABINET INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL

PEMILU PERTAMA

Kabinet – Kabinet Masa Demokrasi Liberal

Masa demokrasi liberal di Indonesia dimulai pada tahun 1950 hingga 1959 dan dilaksanakan
sesuai UUDS 1950. Selama masa demokrasi liberal ini, Indonesia berganti-ganti perdana
menteri sebanyak 7 perdana menteri, yaitu Mohammad Natsir, Sukiman Wirjosandjojo,
Wilopo, Ali Sastroamidjojo, Burhanuddin Harahap, Ali Sastroamidjojo, Djuanda
Kartawidjaja. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki pemerintahan yang tidak stabil.
A. Masa Kabinet Mohammad Natsir

Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.

Perdana Menteri : Mohammad Natsir (Partai Masyumi).


Tanggal Pelantikan : 07 September 1950 - 21 Maret 1951

Tokoh terkenal dalam kabinet :


1. Sri Sultan Hamengkubuwono IX
2. Mr. Asaat
3. Ir. Djuanda
4. Prof. Dr. Soemitri
Djojohadikoesoemo Program-program :
1. Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante.
2. Mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk
peralatan negara yang kuat dan daulat.
3. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
4. Menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas
anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat.
5. Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya.
6. Mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi
pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat.
7. Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha
meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat.
8. Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha
meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat.
9. Pelaksanaan program industrialisasi (Rencana Sumitro).
10. Pembentukan DPRD.
Keberhasilan :
1. Di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial ke ekonomi
nasional.
2. Indonesia masuk PBB.
3. Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya mengenai
masalah Irian Barat.
Masalah-masalah :
1. Pada penerapan Sumitro Plan, pengusaha nasional diberi bantuan kredit, tetapi
bentuan itu diselewengkan penggunaannya sehingga tidak mencapai sasaran.
2. Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan).
3. Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis,
Gerakan APRA, Gerakan RMS.
4. Seringnya mengeluarkan Undang Undang Darurat yang mendapat kritikan dari partai
oposisi.
Kegagalan :
1. Kegagalan kabinet dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.
2. Adanya Mosi tidak percaya dari PNI tentang pencabutan peraturan pemerintah
mengenai DPRD dan DPRDS, Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga mandat
kabinet harus dikembalikan kepada Presiden.

B. Kabinet Sukiman

Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara partai Masyumi dan partai PNI.

Perdana Menteri : Sukiman Wiryosanjoyo (Partai Masyumi).


Tanggal Pelantikan : 27 April 1951 - 3 April 1952

Program-program :
1. Menjamin keamanan dan ketentraman.
2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai
dengan kepentingan petani.
3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke
dalam wilayah RI secepatnya.
Keberhasilan :

Terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, dari program Menggiatkan
usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan
ketentraman.

Masalah :
1. Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo
dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Dimana dalam Mutual Security
Act (MSA) terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan
memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan tersebut dipandang telah melanggar
politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok barat.
2. Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap
lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah.
3. Masalah Irian Barat belum juga teratasi.
4. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya
tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan.
Kegagalan :

Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik
dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa
Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
C. Kabinet Wilopo

Kabinet ini adalah zaken kabinet (kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
biangnya).

Perdana Menteri : Mr. Wilopo


Tanggal Pelantikan : 3 April 1952 – 3 Juni 1953

Program-Program :
1. Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan
DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan
pemulihan keamanan.
2. Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,
Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar
negeri yang bebas-aktif.
Tidak memiliki prestasi yang baik

Masalah :
1. Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-barang
eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
2. Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak
terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya besar
untuk mengimport beras.
3. Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan
bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari
pusat ke daerah yang tidak seimbang.
4. Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952, yang merupakan upaya pemerintah untuk
menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan
partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Konflik semakin
diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto
dalam memulihkan keamanan di Sulawesi Selatan.
5. Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai bentrokan antara aparat
kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di
Sumatera Timur (Deli) karena sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah
mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-
tanah perkebunan.

Kegagalan :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia
terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

D. Kabinet Ali Sastroamidjojo I

Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.

Perdana Menteri : Mr. Ali Sastroamidjojo


Tanggal Pelantikan : 31 Juli 1953 – 12 Agustus
1955 Program-Program :

1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.


2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian Pertikaian politik.
Keberhasilan :
1. Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955.
2. Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.

Masalah :
1. Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti
DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
2. Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 yaitu suatu peristiwa yang menunjukkan adanya
kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan
dari
Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan
permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet.
3. Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang
menunjukkan gejala membahayakan.
4. Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
5. Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk
menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai
lainnya.

Kegagalan :
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya
inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

E. Kabinet Burhanuddin Harahap

Perdana Menteri : Burhanuddin Harahap


Tanggal Pelantikan : 12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956

Program-program:
1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru.
3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi.
4. Perjuangan pengembalian Irian Barat.
5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Keberhasilan:
1. Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih
anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai
politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai
politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
2. Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni
Indonesia-Belanda.
3. Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh
polisi militer.
4. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
5. Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel
AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.

Masalah :
Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan.

Kegagalan :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak
menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga cabinet pun jatuh.

F. Kabinet Ali Sastroamidjojo II

Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.

Perdana Menteri : Ali Sastroamidjojo


Tanggal Pelantikan : 20 Maret 1956 – 4 Maret 1957
Program yang disebut sebagai "Rencana Pembangunan Lima Tahun" :

1. Perjuangan pengembalian Irian Barat.


2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota
DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan
kepentingan rakyat.
Program Pokok :
1. Pembatalan KMB.
2. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik
luar negeri bebas aktif.
3. Melaksanakan keputusan KAA.
Keberhasilan :

Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari
periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB.

Masalah :
1. Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
2. Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah
pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan.
3. Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap
mengabaikan pembangunan di daerahnya.
4. Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya mengenai
nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Sehingga muncullah peraturan yang
dapat melindungi pengusaha nasional.
5. Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar Ali
Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan PNI
berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi dan
parlementer.

Kegagalan :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan
menyerahkan mandatnya pada presiden.
G. Kabinet Djuanda

Kabinet ini adalah zaken kabinet (kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
bidangnya). Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar
pengganti UUDS 1950 dan terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik.

Perdana Menteri : Ir. Djuanda


Tanggal Pelantikan : 9 April 1957 - 5 Juli 1959

Program- program yang disebut "Panca Karya" :


1. Membentuk Dewan Nasional.
2. Normalisasi keadaan Republik Indonesia.
3. Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB.
4. Perjuangan pengembalian Irian Jaya.
5. Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan.

Keberhasilan :
1. Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda, yang
mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial.
2. Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan
menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden
sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
3. Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai
daerah.
4. Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis dalam
negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Masalah :
1. Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin
meningkat yang menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi terhambat.
Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
2. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program pemerintah
sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
3. Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden
Sukarno di depan Perguruan Cikini pada tanggal 30 November 1957 dan
menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan
negara.
Kegagalan :
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak
baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

KONDISI EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI


LIBERAL
Kondisi perekonomian Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1949-1959) terseok-seok.

Ini dikarenakan politik dan perekonomian masih belum tertata dan belum stabil.

Keterpurukan ekonomi pada masa itu membuat pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan
besar.

Kebijakan yang dimaksud di antaranya:

-Gunting Syafruddin

-Gerakan Benteng

-Nasionalisasi De Javasche Bank

-Sistem Ekonomi Ali-Baba

-Persaingan finansial ekonomi

-Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)

-Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap)

-Korean Boom
A. Kebijakan Gunting Syafruddin

Dampak Positif Kebijakan Gunting Sjafruddin:

Stabilisasi Nilai Rupiah: Kebijakan Gunting Sjafruddin berhasil mengatasi inflasi dan
mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah. Hal ini memberikan kepercayaan kepada
investor dan kreditor internasional.

Mengurangi Defisit Anggaran: Kebijakan ini mengurangi defisit anggaran pemerintah dengan
mengurangi pengeluaran negara. Ini membantu mengendalikan pertumbuhan uang beredar
dan inflasi.

Konservasi Cadangan Devisa: Dengan mengurangi impor dan menahan pengeluaran,


kebijakan ini membantu menjaga cadangan devisa negara yang penting untuk pembayaran
utang luar negeri.

Dampak Negatif Kebijakan Gunting Sjafruddin:

Penurunan Belanja Publik: Kebijakan Gunting Sjafruddin mengurangi belanja publik secara
signifikan, yang pada gilirannya mempengaruhi sektor ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat.

Pemotongan Subsidi: Kebijakan ini menghapus beberapa subsidi, yang mengakibatkan


kenaikan harga barang-barang pokok dan pangan. Hal ini mempengaruhi masyarakat dengan
pendapatan rendah.

Krisis Sosial dan Politik: Dampak negatif kebijakan ini terhadap rakyat Indonesia
menciptakan ketidakpuasan dan protes yang akhirnya berujung pada kerusuhan politik dan
sosial.

Kerugian Industri Dalam Negeri: Pengurangan impor dan pemotongan belanja publik juga
dapat merugikan beberapa sektor industri dalam negeri yang tergantung pada impor dan
konsumsi domestik.

Kebijakan Gunting Sjafruddin mencerminkan upaya pemerintah untuk mengatasi masalah


ekonomi dan keuangan saat itu. Namun, dampaknya tidak hanya positif, tetapi juga negatif
tergantung pada sudut pandang dan dampaknya terhadap berbagai segmen Masyarakat

B. Nasionalisasi De Javasche Bank


Dampak Positif Nasionalisasi De Javasche Bank:

Kedaulatan Ekonomi: Nasionalisasi memberikan Indonesia kendali penuh atas bank sentral
negaranya sendiri, menandai langkah menuju kedaulatan ekonomi yang lebih besar.

Pembiayaan Pembangunan: Pemerintah dapat menggunakan bank sentral untuk mendukung


pembiayaan proyek-proyek pembangunan dalam negeri tanpa ketergantungan pada pihak
asing.

Pengendalian Kebijakan Moneter: Nasionalisasi memungkinkan pemerintah untuk mengatur


dan mengendalikan kebijakan moneter sesuai dengan kebutuhan ekonomi dalam negeri.

Dampak Negatif Nasionalisasi De Javasche Bank:

Ketidakstabilan Ekonomi Awal: Nasionalisasi bank ini diikuti oleh inflasi yang tinggi dan
ketidakstabilan ekonomi dalam beberapa tahun pertama. Pemahaman dan pengalaman dalam
menjalankan bank sentral yang efisien belum sepenuhnya ada.

Ketidakpercayaan Investor Asing: Tindakan nasionalisasi seperti ini dapat menciptakan


ketidakpercayaan di kalangan investor asing, yang mungkin merasa risiko investasinya
meningkat.

Keterbatasan Sumber Daya: Bank sentral nasional yang baru didirikan mungkin memiliki
keterbatasan sumber daya dan keahlian yang dibutuhkan untuk mengelola stabilitas ekonomi.

Kebijakan Politisasi: Nasionalisasi bank sentral juga dapat membuka pintu bagi politisasi
kebijakan moneter, yang dapat berdampak buruk pada stabilitas ekonomi jika tidak diatur
dengan baik.

Penting untuk dicatat bahwa dampak nasionalisasi De Javasche Bank tidak hanya tergantung
pada tindakan nasionalisasi itu sendiri tetapi juga pada bagaimana tindakan tersebut
diimplementasikan dan diikuti oleh kebijakan ekonomi yang bijak

C. Sistem Ekonomi Ali baba

Sistem ekonomi "Ali Baba" biasanya merujuk pada penggunaan platform e-commerce dan
bisnis elektronik yang dipimpin oleh Alibaba Group, salah satu perusahaan teknologi terbesar
di dunia. Sistem ini memiliki dampak positif dan negatif berikut:
*Dampak Positif Sistem Ekonomi Ali Baba:*

1. *Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM):* Alibaba telah memberikan platform bagi
banyak UKM di seluruh dunia untuk menjual produk mereka secara online. Ini memberikan
kesempatan kepada bisnis kecil untuk mencapai pasar yang lebih besar dan meningkatkan
penjualan mereka.

2. *Pertumbuhan Ekonomi Digital:* Sistem ekonomi Ali Baba telah mendorong pertumbuhan
ekonomi digital, menciptakan pekerjaan dalam teknologi, logistik, dan sektor terkait lainnya.

3. *Inovasi dan Teknologi:* Alibaba telah mendorong inovasi dalam teknologi pembayaran,
logistik, dan lainnya, yang dapat memberikan manfaat bagi berbagai sektor ekonomi.

4. *Peningkatan Akses Konsumen:* Konsumen di seluruh dunia memiliki akses lebih besar
ke berbagai produk dan merek dari seluruh dunia melalui platform Alibaba.

*Dampak Negatif Sistem Ekonomi Ali Baba:*

1. *Persaingan yang Tidak Seimbang:* Alibaba mendominasi pasar e-commerce di Cina dan
beberapa pasar global, yang dapat menghambat persaingan sehat.

2. *Kekuatan Data dan Privasi:* Alibaba mengumpulkan data besar-besaran dari pengguna
dan penjualnya, yang dapat menimbulkan keprihatinan tentang privasi dan penggunaan data
yang tidak etis.

3. *Kecanduan Belanja Online:* Peningkatan penggunaan platform e-commerce bisa menjadi


faktor dalam meningkatnya kecanduan belanja online dan konsumsi berlebihan.

4. *Pertanyaan tentang Kualitas dan Kecamatan Barang:* Terkadang, ada pertanyaan tentang
kualitas produk dan keaslian barang yang dijual di platform Alibaba, yang dapat merugikan
konsumen.

5. *Masalah Hak Kekayaan Intelektual:* Alibaba telah menghadapi tuntutan hukum terkait
pelanggaran hak kekayaan intelektual, terutama dalam hal penjualan barang palsu atau tiruan
di platformnya.

Dalam keseluruhan, sistem ekonomi Ali Baba memiliki dampak yang signifikan pada
ekonomi global dan perilaku konsumen. Namun, ada tantangan dan isu yang perlu diatasi
untuk memastikan bahwa dampaknya bersifat positif dan berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai