Anda di halaman 1dari 2

Hari ini

Masa demokrasi liberal


Demokrasi liberal terjadi selama 9 tahun, yaitu pada Tahun 1950-1959.
Demokrasi liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan badan legislatif lebih tinggi dari
badan eksekutif.
Di Indonesia, terjadi beberapa kali perubahan sistem politik seperti demokrasi Pancasila,
demokrasi konstitusional (demokrasi liberal), dan demokrasi terpimpin.
Demokrasi liberal memakai sistem politik yang menjunjung tinggi persamaan di bidang politik.
Demokrasi ini mengedepankan kebebasan dan individualisme.
Jadi, dalam demokrasi liberal berupaya mengurangi kesenjangan dalam bidang ekonomi.
Selain itu, rakyat dianggap mempunyai derajat dan hak yang sama.

Ciri Ciri Demokrasi Liberal


1. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerinta.
3. Presiden bisa dan berhak membubarkan DPR.
4. Perdana menteri diangkat oleh presiden.

Ciri khas demokrasi liberal yaitu kekuasaan pemerintah dibatasi konstitusi, sehingga tidak
diperkenankan campur tangan dan bertindak sewenang pada rakyat.

selasa

Peristiwa Demokrasi Liberal


Demokrasi Liberal di Indonesia terjadi dari tahun 1950 sampai 1959. Ada tujuh kabinet dalam
demokrasi parlementer

1. Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)


Kabinet Natsir dilantik pada 7 September 1950. Mohammad Natsir dari partai Masyumi terpilih
sebagai perdana menteri.
Selama masa pemerintahan kabinet Natsir, ada keberhasilan yang diraih yaitu Indonesia masuk
PBB, berlangsungnya perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk pertama kali
membahas mengenai masalah Irian Barat, dan menetapkan prinsip bebas aktif dalam kebijakan
politik luar negeri.
2. Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)
Kabinet Sukiman terbentuk dari koalisi partai Masyumi dan PNI. Masa pemerintah kabinet
Sukiman ini mulai muncul pemberontakan DI/TII dan meluasnya republik Maluku Selatan.
Berakhirnya kabinet Sukiman karena tanda tangan persetujuan bantuan ekonomi persenjataan
dari Amerika Serikat. Persetujuan ini menimbulkan pertentangan dengan prinsip dasar politik
Indonesia yang bebas aktif.
3. Kabinet Wilopo (3 April 1952- 3 Juni 1953)
Cabinet ini dipimpinan oleh Perdana Menteri Wilopo.
Kabinet ini menjalankan program dalam negeri seperti pemilu (DPR dan DPRD),
meningkatkan kemakmuran, pendidikan, dan pemulihan keamanan.
Sedangkan pada program luar negeri, kabinet ini berusaha menyelesaikan masalah hubungan
Indonesia dengan Belanda, pengembalian Irian Barat ke Indonesia, dan menjalankan politik
bebas aktif. Namun, pada 2 Juni 1953 Wilopo mengembalikan mandat pada presiden.
Penyebabnya karena muncul mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia pada kabinet ini.

rabu
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)
Kabinet Ali Sastroamijoyo I berhasil menyelenggarakan konferensi Asia-Afrika tahun 1955 dan
persiapkan pemilu untuk anggota parlemen.
Berakhirnya kabinet ini karena NU menarik dukungan dan menteri dari kabinet. Sehingga
terjadi keretakan sampai kabinet dikembalikan pada presiden.
5. Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955- 3 Maret 1956)
Kabinet ini dipimpin oleh Burhanuddin Harahap. Keberhasilan kabinet yaitu
menyelenggarakan pemilu pertama secara demokratis pada 29 September dan 15 Desember
1955.
Dari hasil pemilu pertama, ada 70 partai politik yang mendaftar dan 27 partai lolos seleksi.
Perolehan suara terbanyak partai politik yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956-4 Maret 1957)
Program kabinet Ali Sastroamijoyo II memperjuangkan pengembalian Irian Barat dan
membatalkan Konferensi Meja Bundar (KMB). Dari perjanjian ini, Belanda dianggap lebih
menguntungkan daripada Indonesia.
7. Kabinet Djuanda (9 April 1957-5 Juli 1959)
Kabinet Djuanda merupakan kabinet terakhir demokrasi parlementer. Kabinet ini menghasilkan
perjuangan pembebasan Irian Barat dan keadaan ekonomi yang memburuk.
Kabinet Djuanda menghasilkan peraturan yaitu wilayah Indonesia menjadi 12 mil laut. Aturan
ini diukur dari garis dari yang menghubungkan titik terluar dari pulau.
Setelah itu kabinet Djuanda dibubarkan karena dianggap mementingkan partai politik daripada
konstitusi. Kabinet berakhir setelah presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5
Juli 1959. Dekrit tersebut memulai sistem politik baru yaitu Demokrasi Terpimpin.

Anda mungkin juga menyukai