Anda di halaman 1dari 13

KEHIDUPAN/KEADAAN POLITIK DAN EKONOMI

INDONESIA SEJAK MASA AWAL KEMERDEKAAN


HINGGA MASA DEMOKRASI LIBERAL
1. KEHIDUPAN POLITIK INDONESIA MASA AWAL KEMERDEKAAN
1. kehidupan politik dan pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan masih
belum stabil.
Ketidak setabilan ini di sebebkan oleh factor-faktor berikut .
A. Faktor intern (dari dalam), antara lain :
a. Adanya persaingan antar partai politik yang berbeda ideologi untuk menjadi
partai
yang paling berpengaruh di indonesia.
b. Adanya gangguan-gangguan keamanan dalam negeri.
c. Bangsa Indonesia masih mencari sistem pemerintahan yang cocok sehingga
terjadi perubahansistem pemerintahan.
B. Faktor ekstern (dari luar), antara lain :
a. Kedatangan Sekutu (Inggris) yang di boncengi NICA (Belanda) yang ingin
kembali menjajah Indonesia,menimbulkan pertempuran di berbagai daerah.
b. Jepang masih mempertahankan status quo di wilayah Indonesia sampai
Sekutu datang sehingga sering terjadi peperangan antara rakyat Indonesia dan
tentara Jepang.
2. Pembentukan Lembaga-Lembaga Kelengkapan Negara
a. Pembentukan Lembaga Kementrian (Departemen)
Dalam UUD 1945 telah dicantumkan bahwa pemerintahan Republik Indonesia
dijalankan oleh presiden dan dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab
kepada presiden. Presiden memiliki hak prerogatif di dalam mengangkat dan
memberhentikan para menterinya.
b.
Pembentukan Komite Nasional Indonesia dan Daerah
Dalam rapat KNIP tanggal 16 Oktober 1945, wakil presiden Republik
Indonesia mengeluarkan Keputusan No.X yang isinya memberikan kekuasaan dan
wewenang legislatif kepada KNIP untuk ikut serta untuk menetapkan Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) sebelum MPR terbentuk dalam pemilihan umum.
Dalam rapat PPKI tanggal 22 Agustus 1945 Hasil yang dicapai adalah
sebagai berikut :
1) KNI (Komite Nasional Indonesia) berfungsi sebagai dewan perwakilan rakyat
sebelum dilaksanakannya pemilihan umum (pemilu).
2) PNI (Partai Nasional Indonesia) dirancang menjadi partai tunggal negara
Republik Indonesia, tetapi dibatalkan.
3)
BKR (Badan Keamanan Rakyat) berfungsi sebagai penjaga keamanan
umum pada tiap-tiap daerah.
Pada tanggal 03 November 1945 pemerintah mengeluarkan Maklumat Politik
sebagai berikut :

1)
Pemerintah menghendaki adanya partai-partai politik,karna partai politik
itu dapat membuka jalan buat semua aliran atau paham yang ada dalam
masyarakat.
2)
Pemerintah berharap supaya partai-partai politik itu telah tersusun
sebelum di laksankannya pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat pada bulan
Januari 1946.
Akibat dikeluarkannya maklumat pemerintah 3 november 1945, di Indonesia
akhirnya muncul banyak partai politik
c. Pembentukan Alat Kelengkapan Keamanan Negara
Panitia kecil itu mengusulkan sebagai berikut :
1) Rencana pembelaan negara dan Badan Penyelidik Usaha usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang mengandung unsur politik perang, tidak
dapat di terima.
2) Tentara PETA pembela tanah air di Jawa dan Bali Laskar Rakyat di Sumatera
dibubarkan Karena merupakan organisasi buatan Jepang yang kedudukannya di
dalam dunia Internasional tidak memiliki ketentuan dan kekuatan hukum.

d. Pembentukan Provinsi di Seluruh Wiayah Indonesia


Pada awalnya wilayah Indonesia dibagi 8 provinsi dan mengangkat Gubernur
sebagai kepala daerah. Gubernur-gubenrur yang diangkat antara lain Provinsi
Sumatra, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi
Sunda Kecil ( Nusa Tenggara), Provinsi Maluku, Provinsi Sulawesi, Provinsi Kaliman
e. Pembentukan Lembaga Pemerintahan di Daerah
1) Lembaga Pemerintah Daerah ; Dipimpin oleh kepala daerah dan tugasnya
menjalankan pemerintahan atas daerah yang dikuasainya.
2) Lembaga Komite Nasional Daerah (KNI-D); Tuasnya membantu gubernur
menjalankan tugas dan kepengawasan dalam tugas-tugas gubernur sebelum
terbentuknya DPR melalui pemilihan umum.
3) Lembaga Teknis Daerah; lembaga ini disubut dengan Dinas, dan terdiri atas Badan
Penelitian dan Pengembangan, Badan Perencanaan, Lembaga Pengawasan, Badan
Pendidikan dan sebagainya.
4) Dinas Daerah; lembaga ini merupakan unsure pelaksana dari pemerintah daerah
yang menyeenggarakan urusan-urusan rumah tangga daerah itu sendiri.
5) Wakil Kepala Daerah; merupakan pembantu kepala daerah yang menjalankan
tugas dan wewenangnya sehari-hari.
6)
Sekaertariat Daerah; Tugasnya membatu Kepala Daerah di dalam
menyelenggarakan pemerintahan atas daerah yang di perintahnya.
3.Politik Luar Negri
Pada awal kemerdekaan, politik luar negeri Indonesia difokuskan pada bagaimana
memperoleh pengakuan dari negara lain atas kemerdekaannnya. Pada tanggal 18
Agustus 1945 Undang-Undang Dasar 1945 disahkan. Pembukaan UUD 1945 alinea
ke empat berbunyi ....melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kemudian mencetuskan politik BEBAS
AKTIF. Bebas yang berarti bahwa Indonesia bebas untuk bertindak menurut dirinya

sendiri dan tidak dipengaruhi oleh pihak manapun dan aktif dimana Indonesia aktif
menjaga perdamaian dunia.
2. KEHIDUPAN POLITIK INDONESIA MASA DEMOKRASI LIBERAL
KABINET MASA DEMOKRASI LIBERAL
a. KABINET NATSIR (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Dipimpin Oleh : Muhammad Natsir
Program :
1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah
mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950
mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen
sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
b. KABINET SUKIMAN (27 April 1951 3 April 1952)
Merupakan kabinet koalisi antara Masyumi dan PNI.
Dipimpin Oleh: Sukiman Wiryosanjoyo
Program :
1. Menjamin keamanan dan ketentraman
2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar
sesuai dengan kepentingan petani.
3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat
ke dalam wilayah RI secepatnya.
Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga
mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat
Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
c. KABINET WILOPO (3 April 1952 3 Juni 1953)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang
ahli dalam biangnya. Dipimpin Oleh : Mr. Wilopo
Program :
1. Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR,
dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat,
dan pemulihan keamanan.
2. Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda,
Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar
negeri yang bebas-aktif.
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani
Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan
mandatnya pada presiden.

d. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 12 Agustus 1955)


Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU.
Dipimpin Oleh : Mr. Ali Sastroamijoyo
Program :
1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan
Pemilu.
2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian Pertikaian politik
Nu menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada
presiden.
e. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 3 Maret 1956)
Dipimpin Oleh : Burhanuddin Harahap
Program :
1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru
3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4. Perjuangan pengembalian Irian Barat
5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai.
Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga
kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada
parlemen yang baru pula.
f. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 4 Maret 1957)
Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat
program jangka panjang, sebagai berikut.
1. Perjuangan pengembalian Irian Barat
2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggotaanggota DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan
kepentingan rakyat.
Selain itu program pokoknya adalah,
Pembatalan KMB,
Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan
politik luar negeri bebas aktif,
Melaksanakan keputusan KAA.
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh
dan menyerahkan mandatnya pada presiden.

g. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)


Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang
ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun
Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan
antara partai politik.
Dipimpin Oleh : Ir. Juanda
Program :
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet
Karya, programnya yaitu :
Membentuk Dewan Nasional
Normalisasi keadaan Republik Indonesia
Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
Perjuangan pengembalian Irian Jaya
Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah,
perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta
keuangan yang sangat buruk.
Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan
mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

3. KONDISI EKONOMI INDONESIA AWAL KEMERDEKAAN


Keadaan ekonomi Indonesia pada akhir kekuasaan Jepang dan pada awal berdirinya
Republik Indonesia sangat kacau dan sulit. Latar belakang keadaan yang kacau
tersebut disebabkan karena :

Indonesia yang baru saja merdeka belum memiliki pemerintahan yang baik,
dimana belum ada pejabat khusus yang bertugas untuk menangani
perekonomian Indonesia.

Sebagai negara baru Indonesia belum mempunyai pola dan cara untuk
mengatur ekonomi keuangan yang mantap.

Tingalan pemerintah pendudukan Jepang dimana ekonomi saat pendudukan


Jepang memang sudah buruk akibat pengeluaran pembiayaan perang Jepang.
Membuat pemerintah baru Indonesia agak sulit untuk bangkit dari
keterpurukan.

Kondisi keamanan dalam negeri sendiri tidak stabil akibat sering terjadinya
pergantian kabinet, dimana hal tersebut mendukung ketidakstabilan
ekonomi.

Politik keuangan yang berlaku di Indonesia dibuat di negara Belanda guna


menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan untuk menghancurkan
ekonomi nasional.

Belanda masih tetap tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia dan masih
terus melakukan pergolakan politik yang menghambat langkah kebijakan
pemerintah dalam bidang ekonomi.

Faktor- faktor penyebab kacau nya perekonomian Indonesia 1945-1950 adalah


sebagai berikut .
1. Terjadi Inflasi yang sangat tinggi
Inflasi tersebut dapat terjadi disebabkan karena :

Beredarnya mata uang Jepang di masyarakat dalam jumlah yang tak


terkendali (pada bulan Agustus 1945 mencapai 1,6 Milyar yang beredar di
Jawa sedangkan secara umum uang yang beredar di masyarakat mencapai 4
milyar).

Beredarnya mata uang cadangan yang dikeluarkan oleh pasukan Sekutu dari
bank-bank yang berhasil dikuasainya untuk biaya operasi dan gaji pegawai
yanh jumlahnya mencapai 2,3 milyar.

Republik Indonesia sendiri belum memiliki mata uang sendiri sehingga


pemerintah tidak dapat menyatakan bahwa mata uang pendudukan Jepang
tidak berlaku.

Pemerintah Indonesia yang baru saja berdiri tidak mampu mengendalikan dan
menghentikan peredaran mata uang Jepang tersebut sebab Indonesia belum
memiliki mata uang baru sebagai penggantinya. Pemerintah mengeluarkan
kebijakan untuk sementara waktu menyatakan ada 3 mata uang yang berlaku di
wilayah RI, yaitu:

Mata uang De Javasche Bank

Mata uang pemerintah Hindia Belanda

Mata uang pendudukan Jepang

Keadaan tersebut diperparah dengan diberlakukannya uang NICA di daerah yang


diduduki sekutu pada tanggal 6 Maret 1946 oleh Panglima AFNEI yang baru (Letnan
Jenderal Sir Montagu Stopford). Uang NICA ini dimaksudkan untuk menggantikan
uang Jepang yang nilainya sudah sangat turun saat itu. Upaya sekutu tersebut
merupakan salah satu bentuk pelangaran kesepakatan yaitu bahwa selama belum
ada penyelesaian politik mengenai status Indonesia, maka tidak ada mata uang
baru.
Karena tindakan sekutu tersebut maka pemerintah Indonesiapun mengeluarkan
uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI)sebagai pengganti uang
Jepang.
2. Adanya Blokade ekonomi dari Belanda

Blokade oleh Belanda ini dilakukan dengan menutup (memblokir) pintu keluarmasuk perdagangan RI terutama melalui jalur laut dan pelabuhan-pelabuhan
penting. Blokade ini dilakukan mulai bulan November 1945.
Dengan adanya blokade tersebut menyebabakan:

Barang-barang ekspor RI terlambat terkirim.

Barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat di ekspor bahkan


banyak barang-barang ekspor Indonesia yang dibumi hanguskan.

Indonesia kekurangan barang-barang import yang sangat dibutuhkan.

3. Kekosongan kas Negara


Kas Negara mengalami kekosongan karena pajak dan bea masuk lainnya belum ada
sementara pengeluaran negara semakin bertambah. Penghasilan pemerintah hanya
bergantung kepada produksi pertanian. Karena dukungan dari bidang pertanian
inilah pemerintah Indonesia masih bertahan, sekalipun keadaan ekonomi sangat
buruk.

KEBIJAKAN PEMERINTAHAN MENGHADAPI BURUKNYA KONDISI EKONOMI INDONESIA


Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ekonominya mulai
dilakukan sejak Februari 1946, adalah sebagai berikut.
1) Konferensi Ekonomi Februari 1946
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, gubernur, dan pejabat lainnya yang
bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi di Jawa, yang dipimpin
oleh Menteri Kemakmuran (Darmawan Mangunkusumo). Tujuan Konferensi ini
adalah untuk memperoleh kesepakatan dalam menanggulangi masalah-masalah
ekonomi yang mendesak, seperti :
a. Masalah produksi dan distribusi makanan
Tercapai kesepakatan bahwa sistem autarki lokal sebagai kelanjutan dari sistem
ekonomi perang Jepang, secara berangsur-angsur akan dihapukan dan diganti
dengan sistem desentralisasi.

b.Masalah sandang
Disepakati bahwa Badan Pengawasan Makanan Rakyat diganti dengan Badan
Persediaan dan Pembagian Makanan (BPPM) yang bertujuan untuk mengatasi
kesengsaraan rakyat Indonesia. Badan ini dipimpin oleh Sudarsono dibawah

pengawasan Kementrian Kemakmuran. BPPM dapat dianggap sebagai awal dari


terbentuknya Badan Urusan Logistik (Bulog). Sementara itu tujuan dibentuk Bulog
(Februari 1946) untuk melarang pengiriman bahan makanan antar karisidenan
c. Status dan Administrasi perkebunan-perkebunan
Keputusannya adalah semua perkebunan dikuasai oleh negara dengan sistem
sentralisasi di bawah kementrian Kemakmuran. Sehingga diharapkan pendapatan
negara dapat bertambah secara signifikan dengan nasionalisasi pabrik gula dan
perkebunan tebu.
2) Pinjaman Nasional
Program ini dilaksanakan oleh Menteri Keuangan (Surachman) dengan persetujuan
BP-KNIP. Untuk mendukung program tersebut maka dibuat Bank Tabungan Pos,
bank ini berguna untuk penyaluran pinjaman nasional untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat Indonesia kepada pemerintahan. Selain itu, pemerintah
juga menunjuk rumah gadai untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat
dengan jangka waktu pengembalian selama 40 tahun. Tujuannya untuk
mengumpulkan dana masyarakat bagi kepentingan perjuangan, sekaligus untuk
menanamkan kepercayaan rakyat pada pemerintah RI.
Rakyat dapat meminjam jika rakyat mau menyetor uang ke Bank Tabungan Pos dan
rumah-rumah pegadaian. Usaha ini mendapat respon yang besar dari rakyat
terbukti dengan besar pinjaman yang ditawarkan pada bulan Juli 1946 sebesar Rp.
1.000.000.000,00 , pada tahun pertama berhasil dikumpulkan uang sejumlah Rp.
500.000.000,00. Kesuksesan yang dicapai menunjukkan besarnya dukungan dan
kepercayaan rakyat kepada Pemerintah RI.
3) Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
Badan ini dibentuk atas usul dari menetri kemakmuran AK. Gani. Badan ini
merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi
untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun yang akhirnya disepakati Rencana
Pembangunan Sepuluh Tahun.
Rencana Pembangunan 10 tahun tersebut adalah sebagai berikut.
a. Semua bangunan umum, perkebunan, dan industri yang telah ada sebelum
perang menjadi milik negara, yang baru terlaksana tahun 1957.
b. Bangunan umum vital milik asing dinasionalisasikan dengan pembayaran ganti
rugi
c. Perusahaan milik Jepang akan disita sebagai ganti rugi terhadap RI.
d. Perusahaan modal asing lainnya dikembalikan kepada yang berhak sesudah
diadakan perjanjian Republik Indonesia dengan Belanda.

Badan ini bertujuan untuk menasionalisasikan semua cabang produksi yang telah
ada dengan mengubah ke dalam bentuk badan hukum. Hal ini dilakukan dengan
harapan agar Indonesia dapat menggunakan semua cabang produksi secara
maksimal dan kuat di mata hukum internasional. Pendanaan untuk Rencana
Pembangunan ini terbuka baik bagi pemodal dalam negeri maupun pemodal asing.
Inti rencana ini adalah agar Indonesia membuka diri terhadap penanaman modal
asing dan melakukan pinjaman baik ke dalam maupun ke luar negeri.
4) Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948
Program ini bertujuan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi,
selain meningkatkan efisiensi. Rasionalisasi meliputi penyempurnaan administrasi
negara, angkatan perang, dan aparat ekonomi. Sejumlah angkatan perang
dikurangi secara drastis untuk mengurangi beban negara di bidang ekonomi dan
meningkatkan effisiensi angkatan perang dengan menyalurkan para bekas prajurit
pada bidang-bidang produktif dan diurus oleh kementrian Pembangunan dan
Pemuda. Rasionalisasi yang diusulkan oleh Mohammad Hatta diikuti dengan
intensifikasi pertanian, penanaman bibit unggul, dan peningkatan peternakan.
5) Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Program ini disusun oleh Menteri Urusan Bahan Makanan I.J.Kasimo. Program ini
berupa Rencana Produksi Tiga tahun (1948-1950) mengenai usaha swasembada
pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Inti dari Kasimo Plan
adalah untuk meningkatkan kehidupan rakyat dengan menigkatkan produksi bahan
pangan. Rencana Kasimo ini adalah :
a. Menanami tanah kosong (tidak terurus) di Sumatera Timur seluas 281.277 HA
b. Melakukan intensifikasi di Jawa dengan menanam bibit unggul
c. Pencegahan penyembelihan hewan-hewan yang berperan penting bagi produksi
pangan.
d. Di setiap desa dibentuk kebun-kebun bibit
e. Transmigrasi bagi 20 juta penduduk Pulau Jawa dipindahkan ke Sumatera dalam
jangka waktu 10-15 tahun.
6) Persatuan Tenaga Ekonomi (PTE)
7) Oeang Republik Indonesia (ORI)
Melarang digunakan mata uang NICA dan yang lainnya serta hanya boleh
menggunakan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) dikeluarkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia berdasarkan UU No. 17 tahun 1946 yang dikeluarkan pada
tanggal 1 Oktober 1946. Mengenai pertukaran uang Rupiah Jepang diatur
berdasarkan UU No. 19 tahun 1946 tanggal 25 Oktober 1946. Tanggal 25 Oktober

selanjutnya dijadikan sebagai hari keuangan. Adapun kebijakan penyetaraan mata


uang adalah sebagai berikut.
1. Di Jawa, Lima puluh rupiah (Rp. 50,00) uang Jepang disamakan dengan satu
ruapiah (Rp. 100,00) ORI dengan perbandingan 1:5.
2. Di Luar Jawa dan Madura, Seratus rupiah (Rp. 100,00) uang Jepang sama dengan
satu rupiah(Rp. 1,00) ORI dengan perbandingan 1:10.
3. Setiap sepuluh rupiah (Rp. 10,00) ORI bernilai sama dengan emas murni seberat
5 gram.
Meskipun begitu usaha pemerintah untuk menjadikan ORI sebagai satu-satunya
mata uang nasional tidak tercapai karena terpecah-pecahnya wilayah RI akibat
perundingan Indonesia- Belanda. Sehingga di beberapa daerah mengeluarkan mata
uang sendiri, yang berbeda dengan ORI, seperti URIPS (Uang Republik Propinsi
Sumatera) di Sumatera, URIBA (Uang Republik Indonesia Baru) di Aceh, URIDAB
(Uang Republik Indonesia Banten) di Banten dan Palembang.

4. KEADAAN EKONOMI INDONESIA MASA LIBERAL


Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi Kondisi Ekonomi Indonesia masih sangat
buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang
sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat.
Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut.
1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949,
bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah
ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5
Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.
3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu
pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu
berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan
dirancang oleh Belanda.
5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah
sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki
tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.
7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung
banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah
Indonesia.
8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran
pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang

telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai


dirancang.
10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENGATASI MASALAH EKONOMI MASA LIBERAL


Kehidupan ekonomi Indonesia hingga tahun 1959 belum berhasil dengan baik dan
tantangan yang menghadangnya cukup berat. Upaya pemerintah untuk
memperbaiki kondisi ekonomi adalah sebagai berikut.
1. Gunting Syafruddin
Kebijakan ini adalah Pemotongan nilai uang (sanering). Caranya memotong semua
uang yang bernilai Rp. 2,50 ke atas hingga nilainya tinggal setengahnya.
Kebijakan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara pada masa
pemerintahan RIS. Tindakan ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 1950 berdasarkan
SK Menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950. Tujuannya untuk menanggulangi
defisit anggaran sebesar Rp. 5,1 Miliar. Dampaknya rakyat kecil tidak dirugikan
karena yang memiliki uang Rp. 2,50 ke atas hanya orang-orang kelas menengah
dan kelas atas. Dengan kebijakan ini dapat mengurangi jumlah uang yang beredar
dan pemerintah mendapat kepercayaan dari pemerintah Belanda dengan mendapat
pinjaman sebesar Rp. 200 juta.
2. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ekonomi Gerakan Benteng merupakan usaha pemerintah Republik Indonesia
untuk mengubah struktur ekonomi yang berat sebelah yang dilakukan pada masa
Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri
perdagangan). Program ini bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi kolonial
menjadi struktur ekonomi nasional (pembangunan ekonomi Indonesia).
Programnya :
1. Menumbuhkan kelas pengusaha dikalangan bangsa Indonesia.
2. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
3. Para pengusaha Indonesia yang bermodal lemah perlu dibimbing dan diberikan
bantuan kredit.
4. Para pengusaha pribumi diharapkan secara bertahap akan berkembang menjadi
maju.

3. Nasionalisasi De Javasche Bank


Seiring meningkatnya rasa nasionalisme maka pada akhir tahun 1951 pemerintah
Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia.
Awalnya terdapat peraturan bahwa mengenai pemberian kredi tharus
dikonsultasikan pada pemerintah Belanda. Hal ini menghambat pemerintah dalam

menjalankan kebijakan ekonomi dan moneter. Tujuannya adalah untuk menaikkan


pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara
drastis. Perubahan mengenai nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank
Indonesia sebagai bank sentral dan bank sirkulasi diumumkan pada tanggal 15
Desember 1951 berdasarkan Undang-undang No. 24 tahun 1951.
4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Sistem ekonomi Ali-Baba diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo (mentri
perekonomian kabinet Ali I). Tujuan dari program ini adalah
Untuk memajukan pengusaha pribumi.
Agar para pengusaha pribumi Bekerjasama memajukan ekonomi nasional.
Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam
rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi
dan non pribumi.
Ali digambarkan sebagai pengusaha pribumi sedangkan Baba digambarkan sebagai
pengusaha non pribumi khususnya Cina.

5. Persaingan Finansial Ekonomi (Finek)


Pada masa Kabinet Burhanudin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk
merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak
Belanda. Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari
1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi :
1.Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
2.Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
3.Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh
perjanjian lain antara kedua belah pihak.
Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia
mengambil langkah secara sepihak. Tanggal 13 Februari1956, Kabinet Burhanuddin
Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.
Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda.
Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Sukarno menandatangani undangundang pembatalan KMB.
6. Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
Masa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih
berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan
terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan
pembangunan.
Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi
pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas
biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai
menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan
Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan

disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas
RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan
RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah.
7. Musyawarah Nasional Pembangunan
Masa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah.
Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah
Nasional Pembangunan (Munap). Tujuan diadakan Munap adalah untuk mengubah
rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang
menyeluruh untuk jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai