Anda di halaman 1dari 5

Perkembangan Politik Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959).

Menurut
UUDS 1959, pemerintah Republik Indonesia menganut sistem demokrasi liberal. Dalam
demokrasi liberal berlaku sistem kabinet parlementer, artinya pemerintahan dipegang oleh
perdana menteri dan menteri-menterinya bertanggung jawab pada parlemen atau DPR.

Dengan berlakunya kabinet parlementer pemerintahan Republik Indonesia tidak stabil. Hal ini
disebabkan antara lain:
a. partai politik mementingkan kepentingan golongan masing-masing sehingga cabinet jatuh
bangun
b. partai politik tidak mencerminkan dukungan rakyat pemilih
c. partai politik yang berkuasa tidak dapat melaksanakan programnya, sebab masa kerja kabinet
pendek.

Sistem kabinet parlementer memungkinkan adanya persaingan antarpartai politik untuk


menduduki kursi terbanyak dalam parlemen. Pada masa Demokrasi Liberal telah terjadi
pergantian kabinet sebanyak tujuh kali, yaitu sebagai berikut.

a. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)

Pada tanggal 22 Agustus 1950 Presiden Sukarno mengangkat Muhammad Natsir dari Masyumi
sebagai formatur kabinet. Lima belas hari kemudian cabinet berhasil dibentuk dengan nama
Kabinet Natsir. Program kerja Kabinet Natsir, antara lain:
1) mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilu Konstituante dalam waktu singkat
2) menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman
3) memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Salah satu keberhasilan Kabinet Natsir adalah diterimanya Indonesia sebagai anggota PBB yang
ke-60 pada tanggal 28 September 1950. Akhirnya Kabinet Natsir jatuh, karena mosi Hadikusumo
dari PNI tentang pembekuan dan pembubaran DPRD Sementara.

b. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 23 Februari 1952)

Dengan jatuhnya Kabinet Natsir, Presiden Sukarno menunjuk Dr. Sukiman Wiryosanjoyo dari
Masyumi dan Dr. Suwiryo dari PNI untuk membentuk kabinet. Atas usaha dua orang formatur
ini terbentuklah kabinet yang diberi nama Kabinet Sukiman dengan perdana menteri Dr.
Sukiman dan wakil perdana menteri Dr. Suwiryo.
Program kerja kabinet Sukiman antara lain:
1) menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin
keamanan dan ketentraman
2) mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam lapangan pembangunan
3) menyelesaikan persiapan pemilihan umum Konstituante.
4) menjalankan politik luar negeri bebas aktif yang menuju perdamaian
5) memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Kabinet Sukiman jatuh, karena ditandatanganinya kerja sama keamanan Indonesia - Amerika
Serikat berdasarkan Mutual Security Aids (MSA).

c. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 30 Juli 1953)


Kabinet Wilopo merupakan koalisi dengan tulang punggung PNI, PSI, dan Masyumi Natsir.
Program kabinet Wilopo antara lain seperti berikut.
1) Bidang pendidikan dan pengajaran adalah mempercepat usaha perbaikan untuk pembaharuan
pendidikan dan pengajaran.
2) Bidang perburuhan adalah melengkapi undangundang perburuhan.
3) Bidang keamanan adalah menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara.
4) Bidang luar negeri adalah meneruskan perjuangan merebut Irian Barat.
Kabinet Wilopo jatuh karena Peristiwa Tanjung Morawa, Sumatra Utara yang ditunggangi oleh
PKI yang berhubungan dengan masalah pembagian tanah.

d. Kabinet Ali – Wongso- Arifin atau Kabinet Ali I (1 Agustus 1953 – 24 Juli 1955)

Kabinet Ali-Wongso-Arifin dibentuk pada tanggal 30 Juli 1953. Program kerja cabinet Ali-
Wongso-Arifin adalah sebagai berikut.
1) Bidang dalam negeri, meliputi keamanan, pemilihan umum, kemakmuran dan keuangan,
organisasi negara, serta perburuhan.
2) Bidang Irian Barat adalah mengusahakan kembalinya Irian Barat ke dalam kekuasaan wilayah
RI.
3) Bidang politik luar negeri, meliputi politik luar negeri bebas aktif, peninjauan kembali tentang
hasil KMB.

Keberhasilan Kabinet Ali adalah pada masa pemerintahannya berhasil melaksanakan Konferensi
Asia Afrika di Bandung. Terjadinya peristiwa pergantian pimpinan Kepala Staf Angkatan Darat
yang dikenal dengan “Peristiwa 27 Juni 1955”, beberapa anggota parlemen mengajukan mosi
tidak percaya yang diterima oleh DPR.

e. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956)

Kabinet Burhanuddin Harahap terbentuk pada tanggal 11 Agustus 1955. Program kerja Kabinet
Burhanuddin Harahap antara lain:
1) mengembalikan kewibawaan moral pemerintah
2) melaksanakan pemilihan umum
3) memberantas korupsi
4) meneruskan perjuangan merebut kembali irian Barat.

Keberhasilan Kabinet Burhanuddin Harapan adalah dapat menyelenggarakan pemilu pertama


sejak Indonesia merdeka. Setelah hasil pemungutan suara dan pembagian kursi di DPR
diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri,
menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno, untuk dibentuk kabinet baru berdasarkan
hasil pemilu.

f. Kabinet Ali II (24 Maret 1956 – 14 Maret 1957)


Kabinet Ali II dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 85 Tahun 1956. Program kerja
Kabinet Ali II, antara lain:
1) pembatalan hasil KMB
2) meneruskan perjuangan mewujudkan kekuasaan de facto Indonesia atas Irian Barat dan
membentuk Provinsi Irian Barat
3) bidang dalam negeri, meliputi : memulihkan keamanan, memperbaiki perekonomian dan
keuangan, memperkuat pertahanan, memperbaiki sistem perbuuruhan, memperluas dan
meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran
4) bidang luar negeri, meliputi menjalankan politik luar negeri bebas aktif dan meneruskan kerja
sama dengan negara-negara Asia Afrika.

Keberhasilan Kabinet Ali II adalah membatalkan hasil KMB, membentuk Provinsi Irian Barat
yang beribu kota di Soasio, Maluku Utara, dan pengiriman misi Garuda I ke Mesir. Sebab-sebab
kejatuhan Kabinet Ali II.
1) Timbulnya pemberontakan di berbagai daerah
2) Adanya Konsepsi Presiden 21 Februari 1957
3) Adanya keretakan dalam tubuh kabinet, hal ini dapat dibuktikan dengan mundurnya satu per
satu anggota kabinet.

g. Kabinet Juanda (9 April 1957 – 10 Juli 1959)

Kabinet Juanda atau Kabinet Karya dilantik pada tanggal 9 April 1957 dengan program kerja:
1) membentuk Dewan Nasional
2) normalisasi keadaan Republik Indonesia
3) melanjutkan pembatalan KMB
4) memperjuangkan Irian Barat
5) mempercepat pembangunan.

Salah satu keberhasilan Kabinet Karya yaitu pada tanggal 18 November 1957 mengadakan rapat
umum pembebasan Irian Barat di Jakarta. Rapat ini diikuti dengan tindakan-tindakan pemogokan
kaum buruh di perusahaan Belanda dan pembentukan Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
Tanggal 5 Juli 1959 Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit, berarti negara kita kembali ke UUD
1945 dan UUDS 1950 tidak berlaku. Kabinet Juanda secara otomatis harus diganti, sehari
kemudian Ir. Juanda menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno.

Anda mungkin juga menyukai