Anda di halaman 1dari 4

Pada waktu Kabinet Ali I mau menyerahkan mandatnya kepada presiden, Presiden Soekarno sedang

menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Oleh karena itu, pada tanggal 29 Juli 1955, Wakil Presiden Moh.
Hatta mengumumkan tiga nama formatur yang bertugas membentuk kabinet baru. Tiga nama formatur
tersebut adalah Sukiman (Masymu), Wilopo (PNI), dan Asaat (nonpartai).

Ketiga tokoh tersebut sepakat menunjuk Moh. Hatta sebagai perdanan menteri sekaligus menteri
pertahanan. Namun, muncul kesulitan karena Moh. Hatta duduk sebagai wakil presiden. Akhirnya tiga
formatur tersebut gagal membentuk susunan kabinet baru. Kemudian, Moh. Hatta menunjuk Mr.
Burhanddin Harahap (Masyumi) untuk membentuk kabinet. Pada tanggal 12 Agustus terbentuk Kabinet
Burhanuddin Harahap, dengan perdana menterinya Burhanuddin Harahap dari Masyumi.

Berikut program kerja Kabinet Burhanddin Harahap.

1. Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan


Darat dan Masyumi.
2. Akan dilaksanakan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan
pemberantasan korupsi.
3. Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke Republik Indonesia.

Hasil yang menonjol dari kabinet ini adalah penyelenggaraan pemilu untuk yang pertama di
Indonesia, yang berlangsung pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan
pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante. Prestasi lainnya yaitu
pembubaran Uni Indonesia-Belanda.

Dengan berakhirnya pemilihan umum, maka tugas Kabinet Burhanuddin dianggap telah selesai
sehingga perlu dibentuk kabinet baru yang bertanggung jawab terhadap parlemen yang baru.
Pada tanggal 3 Maret 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap mengembalikan mandatnya kepada
presiden. Kabinet ini merupakan kabinet peralihan dari DPR Sementara ke DPR hasil pemilihan
umum.

Program Kerja Kabinet Wilopo

Program kerja Kabinet Wilopo antara lain sebagai berikut.

1. Mempersiapkan pemilihan umum.


2. Berusaha mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.
3. Menigkatkan keamanan dan kesejahteraan.
4. Memperbarui bidang pendidikan dan pengajaran.
5. Melaksanakan politik luar negeri bebas dan aktif.

Jatuhnya Kabinet Wilopo


Kesulitan yang dihadapi Kabinet Wilopo adalah adanya gerakan separatisme di sejumlah daerah,
adanya peristiwa 17 Oktober 1952 mengenai gerakan sejumlah perwira Angkatan Darat yang
menekan Presiden Soekarno agar membubarkan parlemen, dan peristiwa Tanjung Morawa di
Sumatra Utara.

Peristiwa Tanjung Morawa terjadi karena pemerintah sesuai dengan persetujuan KMB
mengizinkan pengusaha asing untuk kembali mengusahakan tanah-tanah perkebunan. Pada masa
Kabinet Sukiman, Mr. Iskaq Cokroadisuryo (menteri dalam negeri) menyetujui dikembalikan
tanah Deli Planters Vereenging (DPV) yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan pemiliknya.
Namun, selama ditinggalkan oleh pemiliknya, tanah tersebut digarap oleh para petani.

Penyerahan kembali tanah tersebut dilaksanakan pada masa Kabinet Wilopo. Polisi pada tanggal
16 Maret 1953 mengusir para penggarap tanah yang tidak memiliki izin. Akibatnya terjadilah
bentrokan senjata dan lima orang petani terbunuh. Peristiwa-peristiwa tersebut mendapatkan
sorotan yang tajam dari pers maupun dari parlemen. Sidik Kertapati dari Serikat Tani Indonesia
(Sakti) mengajukan mosi tidak percaya terhadap Kabinet Wilopo. Akhirnya pada tanggal 2 Juni
1953 Wilopo mengembalikan mandat kepada presiden.

Perdana menteri kabinet ini adalah Ir. Djuanda dengan tiga orang wakil, yaitu Mr. Hardi, Idham
Chalid, dan dr. Leimena. Kabinet Djuanda menyusun program yang terdiri dari lima pasal yang
diesbut Pancakarya. Oleh karena itu, Kabinet Djuanda disebut juga sebagai Kabinet Karya.
Program-program Kabinet Karya sebagai berikut.

1. Membentuk Dewan Nasional.


2. Normalisasi keadaan Republik Indonesia.
3. Melanjutkan pembatalan KMB.
4. Memperjuangkan Irian Barat kembali ke Republik Indonesia.

Dewan Nasional adalah badan baru untuk menampung dan menyalurkan kekuatan-kekuatan
yang ada dalam masyarakat. Dewan Nasional ini pernah diusulkan oleh Presiden Soekarno
ketika mengutarakan konsepsi presiden sebagai langkah awal dari terbentuknya demokrasi
terpimpin. Pada masa Kabinet Djuanda ini muncul pergolakan-pergolakan di daerah-daerah yang
menghambat hubungan antara pusat dan daerah.

Untuk meredakan pergolakan-pergolakan tersebut, diselenggarakan musyawarah nasional


(munas) pada tanggal 14 September 1957 di Gedung Proklamasi Jalan Pegangsaan Timur No.
56. Dalam munas tersebut dibahas masalah pembangunan nasional dan daerah, pembangunan
angkatan perang, serta pembagian wilayah Republik Indonesia. Munas kemudian dilanjutkan
dengan musyawarah nasional pembangunan (munap) pada bulan November 1957.

Pada tanggal 30 November 1957, terjadi peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Presiden
Soekarno di depan Perguruan Cikini yang dikenal dengan Peristiwa Cikini. Setelah Peristiwa
Cikini tersebut, keadaan negara semakin memburuk. Banyak daerah yang menentang kebijakan
pemerintah pusat yang kemudian berkembang menjadi pemberontakan PRRI/Permesta. Kabinet
Djuanda berakhir setelah Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959.

Program Keja Kabinet Natsir

Program kerja dari Kabinet Natsir antara lain sebagai berikut.

1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketenteraman.


2. Konsolidasi dan menyempurnakan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi angkatan perang.
4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi kerakyatan.
5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.

Baca juga : Sistem Politik Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal dan Kabinet-kabinetnya

Penyebab Jatuhnya Kabinet Natsir

Pada masa Kabinet Natsir ini, untuk pertama kalinya dilangsungkan perundingan antara
Indonesia dan Belanda menyangkut masalah Irian Barat pada tanggal 4 Desember 1950. Namun,
perundingan ini menemui jalan buntu, Masalah inilah yang menyebabkan munculnya mosi tidak
percaya dari parlemen terhadap Kabinet Natsir. Tekanan semakin besar ketika Hadikusumo
(PNI) menyatakan mosi tidak percaya sekitar pencabutan PP No. 39/1950 tentang DPRS dan
DPRDS yang diterima oleh parlemen sehingga Kabinet Natsir jatuh pada tanggal 21 Maret
1951,. Kemudian Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.w

Program Kerja Kabinet Sukiman

Berikut akan saya jelaskan apa saja program kerja Kabinet Sukiman. Berikut Program Kerja
Kabinet Sukiman antara lain sebagai berikut.

1. Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan
dan ketenteraman serta menyempurnakan organisai alat-alat kekuasaan negara.
2. Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangkapendek untuk
mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan
bekas pejuang dalam pembangunan.
3. Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan
menyelenggarakan pemilu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya
otonomi daerah.
4. Meyiapkan undang-undang (UU) pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,
penetapan upah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh.
5. Menjalankan politik luar negeri bebas aktif.
6. Memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia secepatnya.

Jatuhnya Kabinet Sukiman

Kabinet Sukiman juga tidak dapat bertahan lama. Masalah utama yang menjadi penyebab
jatuhnya Kabinet Sukiman adalah pertukaran nota antara Menteri Luar Negeri Ahmad Subarjo
dan Duta Besar Amerika Merle Cochran. Nota tersebut berisi tentang pemberian bantuan
ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika Serikat kepada pemerintah Indonesia berdasarkan
Mutual Security Act (MSA) atau undang-undang kerja sama keamanan.
Kerja sama tersebut dinilai sangat merugikan politik luar negeri bebas aktif yang dianut
Indonesia. Kabinet Sukiman dituduh telah memasukkan Indonesia ke dalam Blok Barat. Oleh
karena itu, DPR menggugat kebijakan Kabinet Sukiman. Akhirnya Kabinet Sukiman Jatuh dan
mengembalikkan mandatnya kepada presiden.

Anda mungkin juga menyukai