LIBERAL 1. KABINET NATSIR (1950-1951) Program kabinet Natsir 1. menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman 2. konsolidasi dan penyempurnaan pemerintahan 3. Menyempurnakan organisasi angkatan perang 4. mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat 5. memperjuangkan penyelesaian Irian Barat Kabinet Natsir jatuh karena tidak mampu menyelesaikan masalah Irian Barat, sehingga mendapat mosi tidak percaya dari Parlemen khususnya dari Partai Nasional Indonesia (PNI) 2. KABINET SUKIMAN (1951-1952)
Program kerja kabinet Sukiman :
1. menjamin keamanan dan ketentraman 2. mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria 3. mempersiapkan pemilihan umum 4. menjalan politik luar negeri bebas-aktif Kabinet Sukiman jatuh karena terjadinya krisis kebijakan luar negeri , yaitu ditanda tanganinya perjanjian Mutual security Act (MSA) antara Menlu AS Merle Cochran dengan Menlu Achmad Subardjo,dan telah dianggap membelokkan ke arah blok Barat Kebijakan ini ditentang oleh PNI dan Masyumi yang berakhir dengan munculnya mosi tidak percaya dari kabinert 3. KABINET WILOPO (1952-1953)
Program Kabinet Wilopo :
1. melaksanakan Pemilu, otonomi daerah, dan menyederhanakan organisasi pemerintahan pusat 2. memajukan tingkat kehidupan rakyat 3. mengatasi keamanan dengan kebijakan sebagai negara hukum 4. melengkapi Undang-Undang Perburuhan Kabinet Wilopo jatuh karena Peristiwa tanjung Morawa
dan pewristiwa 17 oktober 1952
PERISTIWA TANJUNG MORAWA Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Timur dan dianggap miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli) yang di dalangi oleh PKI. PERISTIWA 17 OKTOBER 1952 Terjadiperistiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet. 4.KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (1953-1955)
Program kabinet Ali Sastroamijoyo 1 :
1. masalah keamanan, pemilu, kemakmuran, keuangan 2. penyelesaian masalah Irian Barat 3. politik luar negeri bebas aktif Keberhasilan kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah
menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika tanggal 18-24
April 1955 di Bandung, Jawa Barat. Kabinet Ali, jatuh karena masalah pergantian
kepemimpinan di Angkatan Darat dan banyaknya parpol
di kabinet yang menarik dukungannya terhadap kabinet Ali sastroamijoyo 5. KABINET BURHANUDIN HARAHAP (1955-1956)
Program kabinet Burhanudin Harahap :
1.pengembalian kewibawaan pemerintah 2. pengendalian masalah desentralisasi, inflasi, dan pemberantasan korupsi 3. pemilihan umum
Keberhasilan kabinet ini adalah menyelenggarakan PEMILU yang demokratis
tahun 1955. Pemilu diselenggrakan dalam dua tahap yakni tanggal 29 September 1955 untuk
memilih anggota DPR dan 15 Desember 1955 untuk memilih anggota
Konstituante
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai.
Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga
kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula. 6.KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (1956-1957)
Program Kabinet Ali Sastroamijoyo II :
1. pembatalan hasil semua KMB 2. pengembalian Irian Barat 3. politik luar negeri bebas aktif Pada masa pemerintahan kabinet Ali II banyak gerakan
separatis di berbagai daerah karena pemerintah pusat
dianggap telah mengabaikan pembangunan di daerah,namun pemerintah pusat tidak memenuhi tuntutan daerah,sehingga banyak partai politik khususnya Masyumi menarik dukungan terhadap kabinet Ali Sastroamijoyo II Tahun 1957 kabinet Ali II jatuh 7. KABINET DJUANDA (1957-1959)
Program kabinet Djuanda :
1. pembentukan Dewan Nasional 2. normalisasi keamanan daerah 3. pembatalan KMB 4. pengembalian Irian Barat 5. pembangunan nasional Keberhasilan kabinet Djuanda adalah pengaturan masalah
perairan Indonesia yaitu dengan Deklarasi Djuanda pada
tanggal 13 Desember 1957.Deklarasi ini memberlakukan laut teritorial sepanjang 12 mil dari titik surut. Deklarasi ini diperkuat oleh Undang-Undang no.4 tahun
1960 tentang perairan Indonesia yang diberlakukan
tanggal 18 Agustus 1960. DAMPAK DEMOKRASI LIBERAL DALAM PEMERINTAHAN
Pembangunan tidak berjalan lancar karena Kabinet selalu
silih berganti karena masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Tidak ada partai yang dominan maka seorang kepala
negara terpaksa bersikap mengambang diantara kepentingan banyak partai. Maka pengambil keputusan itu menjadi tidak ada.Karena tidak ada partai yang pionir (pelopor), istilah Bung Karno Ini membahayakan untuk negara yang berkembang.
Dalam sistem multipartai tidak pernah ada lembaga
legislatif, yudikatif dan eksekutif yang kuat, sehingga tidak ada pemerintahan yang efektif DAMPAK DEMOKRASI LIBERAL DALAM PEMERINTAHAN
Pembangunan tidak berjalan lancar karena Kabinet selalu
silih berganti karena masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Tidak ada partai yang dominan maka seorang kepala
negara terpaksa bersikap mengambang diantara kepentingan banyak partai. Maka pengambil keputusan itu menjadi tidak ada.Karena tidak ada partai yang pionir (pelopor), istilah Bung Karno Ini membahayakan untuk negara yang berkembang.
Dalam sistem multipartai tidak pernah ada lembaga
legislatif, yudikatif dan eksekutif yang kuat, sehingga tidak ada pemerintahan yang efektif DAMPAK DEMOKRASI LIBERAL DALAM MASYARAKAT
Munculnya pemberontakan di berbagai daerah (DI/TII, Permesta, APRA, RMS) Memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahan yang ada saat itu