Anda di halaman 1dari 86

INDONESIA

PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL


( 1950-1959 )

Arham
‘’Sistem Pemerintahan pada
masa Demokrasi Parlementer
1950-1959
BANYAKNYA PARTAI POLITIK
DARI TAHUN 1950-1959 PEMERINTAHAN SILIH BERGANTI
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos berarti
kratos berarti pemerintahan atau kekuasaan.
rakyat, dan

Jadi demokrasi ialah rakyat yang berkuasa

Demokrasi Liberal adalah Demokrasi


yang memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya
CIRI MASA DEMOKRASI LIBERAL
UUD yang digunakan adalah
Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS) 1950
1
Sistem pemerintahan bersifat
parlementer, dengan kepala

2
pemerintahannya perdana menteri
Menteri-menteri

3 bertanggung jawab
kepada parlemen
Kabinet Natsir
(7 September
1950-21 Maret
1951)

Kabinet Kabinet
Djuanda ( 9 Soekiman (27
April 1957-10 April 1951-23
Juli 1959 ) Februari 1952)

Masa
Demokrasi
Kabinet
Kabinet Ali II Liberal Wilopo (3
(Maret 1956 –
April 1952-3
Maret 1957)
Juni 1953)

Kabinet Burhanudin Kabinet Ali-


Harahap Wongso ( 1
(Agustus 1955 – Agustus 1953-
Maret 1956)
24 Juli 1955 )
MEMENTINGKAN
PARTAI DAN
GOLONGAN
MASING-MASING

FAKTOR PENYEBAB
KETIDAKSTABILAN

PEMERINTAH GANGGUAN
SENTRALISTIK KEAMANAN
1. Kabinet Natsir ( 6 September 1950 – 20 Maret 1951 )
 Merupakan kabinet koalisi
yang dipimpin oleh
partai Masyumi.
 Dipimpin Oleh :
Muhammad Natsir
Program :
1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.
2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan
susunan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi
rakyat.
5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian
Barat.
Hasil :

Berlangsung perundingan antara


Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya
mengenai masalah Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :

 Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat


dengan Belanda mengalami jalan buntu
(kegagalan).
 Timbul masalah keamanan dalam negeri
yaitu terjadi pemberontakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan
DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA,
Gerakan RMS.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut


pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD
dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah
No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui
parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan
mandatnya kepada Presiden.
2. Kabinet Sukiman ( 26 April 1951 – 3 April 1952 )
 Merupakan kabinet koalisi
antara Masyumi dan
PNI.
 Dipimpin Oleh:
Sukiman Wiryosanjoyo
Program :
1. Menjamin keamanan dan ketentraman
2. Mengusahakan kemakmuran rakyat dan
memperbaharui hukum agraria agar sesuai
dengan kepentingan petani.
3. Mempercepat persiapan pemilihan umum.
4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas
aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam
wilayah RI secepatnya.
Hasil :
 Tidak terlalu berarti sebab programnya
melanjtkan program Natsir hanya saja terjadi
perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan
programnya, seperti awalnya program
Menggiatkan usaha keamanan dan
ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk
menjamin keamanan dan ketentraman
Kendala/ Masalah yang dihadapi :

 Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri


Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle
Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer dari
pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual
Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat pembatasan
kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan
memperhatiakan kepentingan Amerika.
 Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang
terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan
barang-barang mewah.
 Masalah Irian barat belum juga teratasi.
 Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan
kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan
di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :

Muncul pertentangan dari Masyumi dan


PNI atas tindakan Sukiman sehingga
mereka menarik dukungannya pada
kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat
Sukiman dan terpaksa Sukiman harus
mengembalikan mandatnya kepada
presiden.
3.
Kabinet Wilopo ( 3 April 1952 – 3 Juni 1953 )
Koalisi antara
PNI dan Masyumi
Dipimpin Oleh :
Mr. Wilopo
Program :
 Program dalam negeri : Menyelenggarakan
pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD),
meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan
pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
 Program luar negeri : Penyelesaian masalah
hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian
Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan
politik luar negeri yang bebas-aktif.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :

 Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena


jatuhnya harga barang-barang eksport Indonesia sementara
kebutuhan impor terus meningkat.
 Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang
berkurang banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil
panen sehingga membutuhkan biaya besar untuk
mengimport beras.
 Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme
yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan
karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke
daerah yang tidak seimbang.
 Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya
pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil
sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai
politik sebab dipandang akan membahayakan
kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat dengan
munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang
berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution
yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno
sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian
KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke
seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan
perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin
diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan
kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan
keamanana di Sulawesi Selatan.
 Keadaan ini menyebabkan muncul
demonstrasi di berbagai daerah menuntut
dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-
AD yang dipimpin Nasution menghadap
presiden dan menyarankan agar parlemen
dibubarkan. Tetapi saran tersebut ditolak.
 Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut
diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan
perang dan mengecam kebijakan KSAD.
 Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah
perwira angkatan darat guna menekan
Sukarno agar membubarkan kabinet.
 Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai
persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah
mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke
Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan.
Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan
pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh
para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya.
Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi
kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia
yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin
tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah
dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata
dan beberapa petani terbunuh.
 Intinya peristiwa Tanjung Morawa merupakan
peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan
para petani liar mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
 Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah
mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia
terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo
harus mengembalikan mandatnya pada
presiden.
4. Kabinet Ali I ( 31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955 )
Kabinet ini merupakan koalisi
antara PNI dan NU.

Dipimpin Oleh :
Mr. Ali Sastroamijoyo
Program :
 Meningkatkan keamanan dan kemakmuran
serta segera menyelenggarakan Pemilu.
 Pembebasan Irian Barat secepatnya.
 Pelaksanaan politik bebas-aktif dan
peninjauan kembali persetujuan KMB.
 Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil :
 Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih
anggota parlemen yang akan diselenggarakan
pada 29 September 1955.
 Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika
tahun 1955.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
 Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat
terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan
Aceh.
 Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan
adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang
merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang
Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan permohonan berhenti
dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya mentri pertahanan
menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak
pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap
tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-
AD. Bahkan ketika terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak
seorangpun panglima tinggi yang hadir meskipun mereka berada di
Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan serah terima dengan
 Keadaan ekonomi yang semakin memburuk,
maraknya korupsi, dan inflasi yang
menunjukkan gejala membahayakan.
 Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap
pemerintah.
 Munculnya konflik antara PNI dan NU yang
menyebabkkan, NU memutuskan untuk
menarik kembali menteri-mentrinya pada
tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai
lainnya.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
 Nu menarik dukungan dan menterinya dari
kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya
inilah yang memaksa Ali harus
mengembalikan mandatnya pada presiden.
5.
Kabinet Burhanudin Harahap ( 12 Agustus 1955 – 3 maret 1956 )
Dari partai Masyumi
Dipimpin Oleh :
Burhanuddin Harahap
Program :
 Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu
mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan
masyarakat kepada pemerintah.
 Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang
sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya
parlemen baru
 Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
 Perjuangan pengembalian Irian Barat
 Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar
negeri bebas aktif
Hasil :
 Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29
September 1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955
(memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang mendaftar
tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai
politik besar yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU,
Masyumi, dan PKI.
 Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan
pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
 Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang
dilakukan oleh polisi militer.
 Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet
Burhanuddin.
 Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat
Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
 Banyaknya mutasi dalam lingkungan
pemerintahan dianggap menimbulkan
ketidaktenangan.
 Berakhirnya kekuasaan kabinet :
 Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet
Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak
menghasilkan dukungan yang cukup terhadap
kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan
dibentuk kabinet baru yang harus
bertanggungjawab pada parlemen yang baru
pula.
6.
Kabinet Ali II ( 24 Maret 1956 – 14 Maret 1957 )
Kabinet ini merupakan
hasil koalisi 3 partai yaitu
PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin Oleh :
Ali Sastroamijoyo
Program :
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima
Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai
berikut.
1. Perjuangan pengembalian Irian Barat
2. 2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan
mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan
pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi
ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
program pokoknya adalah
• Pembatalan KMB,
• Pemulihan keamanan dan ketertiban,
pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar
negeri bebas aktif,
• Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil :
• Mendapat dukungan penuh dari presiden dan
dianggap sebagai titik tolak dari periode
planning and investment, hasilnya adalah
Pembatalan seluruh perjanjian KMB.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
 Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
 Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin
menguat dan mengarah pada gerakan sparatisme
dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan
Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera
Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, Dewan
Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan
Manguni di Sulawesi Utara.
 Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena
pemerintah pusat dianggap mengabaikan
pembangunan di daerahnya.
 Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan
masalah baru khususnya mengenai nasib modal
pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya
pada orang Cina karena memang merekalah yang
kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang
dapat melindungi pengusaha nasional.
 Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI.
Masyumi menghendaki agar Ali Sastroamijoyo
menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah,
sedangkan PNI berpendapat bahwa
mengembalikan mandat berarti meninggalkan
asas demokrasi dan parlementer.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
• Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi
membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan
menyerahkan mandatnya pada presiden
• Kabinet ini jatuh karena Badan Konstituante
tidak bisa membuat UUD yang baru pengganti
UUDS sehingga presiden mengeluarkan
Dekritnya tanggal 5 Juli 1959 dan
mengumumkan berlakunya Demokrasi
Terpimpin.
7. Kabinet Djuanda (14 Maret 1957- 5 juli 1959)
Kabinet ini merupakan zaken kabinet
yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk
karena Kegagalan konstituante dalam
menyusun Undang-undang Dasar
pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya
perebutan kekuasaan antara partai politik.

Dipimpin Oleh : Ir. Juanda


Program :
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut
sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu:
 Membentuk Dewan Nasional
 Normalisasi keadaan Republik Indonesia
 Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
 Perjuangan pengembalian Irian Jaya
 Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
 Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang
terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat,
menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat
buruk.
Hasil :
 Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui
Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan
laut teritorial. Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya
Kesatuan Wilayah Indonesia dimana lautan dan daratan merupakan
satu kesatuan yang utuh dan bulat.
 Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan
menampung dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada
dalam masyarakat dengan presiden sebagai ketuanya. Sebagai titik
tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
 Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan
pergolakan di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah
pembangunan nasional dan daerah, pembangunan angkatan
perang, dan pembagian wilayah RI.
 Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi
masalah krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :

 Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di


daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat
dan daerah menjadi terhambat. Munculnya pemberontakan seperti
PRRI/Permesta.
 Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga
program pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal
mencapai puncaknya.
 Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan
terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang
menghadir pesta sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada
tanggal 30 November 1957. Peristiwa ini menyebabkan keadaan
negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan negara.
Berakhirnya kekuasaan kabinet :
• Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak
baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
PEMILU TAHUN 1955
TUJUAN PEMILU 1955
RENCANA
PELAKSANAAN PEMILU

Pemilihan Umum baru


dilaksanakan pada masa kabinet
Burhanuddin Harahap

Pemilihan umum dirancang sejak kabinet


Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-12
Agustus 1955) dengan membentuk
Panitia Pemilihan Umum Pusat dan
Daerah pada 31 Mei 1954.
TAHAPAN PEMILU
Tahap pertama untuk
memilih anggota parlemen
(29 September 1955)

Tahap kedua untuk memilih


anggota Dewan Konstituante
(badan pembuat UUD)
(15 Desember 1955)
PESERTA PEMILU
• 100 partai besar dan kecil yang
mengajukan calon-calonnya untuk
anggota Dewan Perwakilan Rakyat
• 82 partai besar dan kecil untuk Dewan
Konstituante.
• 86 organisasi dan perseorangan akan
ikut dalam pemilihan umum.
• Dalam pendaftaran pemilihan tidak
kurang dari 60% penduduk Indonesia
yang mendaftarkan namanya (kurang
lebih 78 juta), angka yang cukup tinggi
yang ikut dalam pesta demokrasi yang
pertama. (Feith, 1999)
PEMILIHAN ANGGOTA DPR
Pemilihan umum untuk anggota DPR
dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955
HASIL PEMILU ANGGOTA DPR TAHUN 1955

1 PNI 57 kursi
2 Masyumi 57 kursi
3 Nahdatul Ulama 45 kursi
4 PKI 39 kursi

*Pemilihan Umum 1955 menghasilkan susunan anggota DPR dengan jumlah anggota sebanyak
250 orang dan dilantik pada tanggal 24 Maret 1956 oleh Presiden Soekarno
PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE
• Pemilihan Umum anggota Dewan Konstituante
dilaksanakan pada 15 Desember 1955.
• Dewan Konstituante bertugas untuk membuat Undang-
undang Dasar yang tetap, untuk menggantikan UUD
Sementara 1950. Hal ini sesuai dengan ketetapan yang
tercantum dalam pasal 134 UUD Sementara 1950 yang
berbunyi, “Konstituante (Sidang Pembuat Undang-
undang Dasar) bersama-sama pemerintah selekas-
lekasnya menetapkan Undang-undang Dasar Republik
Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang
Dasar Sementara ini”.
HASIL PEMILU DEWAN KONSTITUANTE TAHUN 1955

1 PNI 119 kursi


2 Masyumi 112 kursi
3 Nahdatul Ulama 91 kursi
4 PKI 80 kursi

*Berdasarkan hasil pemilihan tanggal 15 Desember 1955


dan diumumkan pada 16 Juli 1956
SIDANG Dasar negara
KONSTITUANTE Pancasila
(PNI, PKRI, Permai,
Parkindo, dan
Baperki)

Perbedaan
Tentang
Dasar Negara
Dasar negara
Dasar negara
Sosial
Islam
Ekonomi (Masyumi, NU
(Murba dan dan PSII)
Partai Buruh)
DEKRIT PRESIDEN

5 Juli 1959 Presiden Soekarno


menetapkan Dekrit Presiden di Istana
Merdeka.

Isi pokok dari Dekrit Presiden tersebut


adalah membubarkan Dewan
Konstituante, menyatakan berlakunya
kembali UUD 1945 dan menyatakan
tidak berlakunya UUD Sementara 1950.

Dekrit juga menyebutkan akan


dibentuknya Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan
Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)
PERKEMBANGAN EKONOMI PADA
MASA DEMOKRASI LIBERAL
ARHAM
1. Pemikiran Ekonomi Nasional
LATAR BELAKANG

Pemikiran ekonomi pada 1950an pada umumnya merupakan upaya


mengembangkan struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian
nasional. Hambatan yang dihadapi dalam mewujudkan hal tersebut adalah
sudah berakarnya sistem perekonomian kolonial yang cukup lama. Warisan
ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia banyak
didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh kelompok etnis Cina
sebagai penggerak perekonomian Indonesia.
PLAN SOEMITRO
waktu Penggagas Isi kebijakan
Pada masa kabinet Menteri Perdagangan Suatu cara perbaikan
Natsir, September Dr. Soemitro dan perubahan
1950–April 1951 Djojohadikusumo struktur ekonomi
peninggalan Belanda
ke arah ekonomi
nasional dan
bertujuan untuk
melindungi para
pengusaha pribumi
dari persaingan
dengan pengusaha
asing.

“Upaya yang dilakukan pemerintah adalah memberi peluang usaha sebesar-besarnya


bagi pengusaha pribumi dengan bantuan kredit. Dengan upaya tersebut diharapkan
akan tercipta kelas pengusaha pribumi yang mampu meningkatkan produktivitas
barang dan modal domestik”
PENYIMPANGAN PROGRAM BENTENG

• Mereka yang menerima lisensi • Mendaftarkan perusahaan yang


bukanlah orang-orang yang memiliki sesungguhnya merupakan milik
potensi kewiraswastaan yang tinggi, keturunan Cina dengan
namun orang-orang yang menggunakan nama orang Indonesia
mempunyai hubungan khusus pribumi. Orang Indonesia hanya
dengan kalangan birokrat yang digunakan untuk memperoleh
berwenang mendistribusikan lisensi lisensi, pada kenyataannya yang
dan kredit menjalankan lisensi tersebut adalah
perusahaan keturunan Cina.

1 2
GERAKAN ASAAT
“Gerakan Asaat memberikan perlindungan khusus bagi warga negara
Indonesia Asli dalam segala aktivitas usaha di bidang perekonomian
dari persaingan dengan pengusaha asing pada umumnya dan warga
keturuan Cina pada khususnya”

Dukungan dari pemerintah terhadap gerakan ini terlihat dari


pernyataan yang dikeluarkan pemerintah pada Oktober 1956
bahwa pemerintah akan memberikan lisensi khusus pada
pengusaha pribumi. Ternyata kebijakan pemerintah ini
memunculkan reaksi negatif yaitu muncul golongan yang
membenci kalangan Cina. Bahkan reaksi ini sampai
menimbulkan permusuhan dan pengrusakan terhadap toko-
toko dan harta benda milik masyarakat Cina serta munculnya
perkelahian antara masyarakat Cina dan masyarakat pribumi.
GUNTING SYAFRUDIN

Waktu Penggagas Isi kebijakan


Tanggal 20 Maret Menteri Memotong uang
1950 Keuangan dengan
Syafrudin memberlakukan
Prawiranegara nilai setengahnya
untuk mata uang
yang mempunyai
nominal Rp2,50
ke atas.

“Kebijakan ini dikenal dengan istilah Gunting Syafrudin dan


bertujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dan
mengatasi defisit anggaran”
Biro Perancang Nasional (BPN)
• Menyusun program pembangunan rencana lima tahun (1956-1960)
• Program ini pertama kali dijalankan pada masa Kabinet Ali
BPN Sastroamidjojo II.

• Program Pembangunan Rencana Lima Tahun berbeda dengan RUP yang


lebih umum sifatnya.
• Program Rencana Lima Tahun lebih bersifat teknis dan terinci serta
PERBEDAAN mencakup prioritas-prioritas proyek yang paling rendah.

• Mendorong munculnya industri besar


• Munculnya perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan umum
dan jasa pada sektor publik yang hasilnya diharapkan mampu
TUJUAN mendorong penanaman modal dalam sektor swasta.
NASIONALISASI PERUSAHAAN ASING
DEFINISI
• Usaha pembangunan ekonomi nasional lainnya dijalankan dengan
kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing.
• Nasionalisasi ini berupa tindakan pencabutan hak milik Belanda atau
asing yang kemudian diambil alih atau ditetapkan statusnya sebagai
milik pemerintah Republik Indonesia.
AWAL
• Pengalihan hak milik modal asing sudah dilakukan sejak pengakuan kedaulatan pada tahun
1949. Hal ini terkait dengan hasil KMB yang belum terselesaikan, yaitu kasus Irian Barat
yang janjinya satu tahun setelah berakhirnya KMB akan dibicarakan kembali, namun tidak
dilaksanakan sehingga pemerintah Indonesia pada masa itu mengambil kebijakan untuk
melakukan nasionalisasi perusahaan Belanda.

TAHAPAN
• Sejak tahun 1957 nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi dalam dua tahap;
pertama, tahap pengambilalihan, penyitaan dan penguasaan atau sering disebut “di
bawah pengawasan”. Kedua, pemerintah mulai mengambil kebijakan yang pasti, yakni
perusahaan-perusahaan yang diambil alih itu kemudian dinasionalisasikan. Tahap ini
dimulai pada Desember 1958 dengan dikeluarkannya UU tentang nasionalisasi
perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia.
2. Sistem Ekonomi Liberal
PERMASALAHAN EKONOMI (1)

Dampak Struktur
KMB Ekonomi

Ekspor masih
Meningkatnya
tergantung
nilai utang
dari
Indonesia
perkebunan
PERMASALAHAN EKONOMI (2)

jangka panjang
Jangka Pendek

• Tingginya jumlah • Perta mbahan


mata uang yang jumlah penduduk
beredar dengan tingkat
• Meningkatnya hidup yang rendah
biaya hidup. • Pemerintah
mengalami defisit
sebesar Rp 5,1
miliar.
PERMASALAHAN EKONOMI (3)

Pengeluaran pemerintah
semakin meningkat
• Akibat tidak stabilnya situasi
Penerimaan pemerintah politik sehingga angka defisit
mulai berkurang semakin meningkat.
• Disebabkan menurunnya
volume perdagangan
internasional. Indonesia
sebagai negara yang
berkembang tidak memiliki
komoditas ekspor lain kecuali
dari hasil perkebunan
RENCANA SOEMITRO
Rencana Soemitro Sasaran

• Kebijakan yang • Pembangunan


ditempuh industri dasar,
pemerintah untuk seperti pendirian
menanggulangi pabrik-pabrik
permasalahan semen, pemintalan,
ekonomi dengan karung dan
melaksanakan percetakan.
industrialisasi Kebijakan ini diikuti
dengan peningkatan
produksi, pangan,
perbaikan sarana
dan prasarana, dan
penanaman modal
asing.
FINANSIAL EKONOMI (FINEK)

Proses • Pembatalan Persetujuan Finek


• Pada masa hasil KMB
pemerintahan • Hubungan Finek Indonesia-
Kabinet Burhanuddin • Indonesia mengirim Belanda didasarkan atas
delegasi ke Belanda hubungan bilateral
Harahap • Hubungan finek didasarkan atas
• 7 Januari 1956 dengan misi undang-undang Nasional, tidak
merundingkan boleh diikat oleh perjanjian lain.
masalah Finansial
Ekonomi (Finek). Rancangan
Waktu persetujuan Finek

“Namun usul Indonesia ini tidak diterima oleh Pemerintah Belanda, sehingga pemerintah
Indonesia secara sepihak melaksanakan rancangan fineknya dengan membubarkan Uni
Indonesia-Belanda pada tanggal 13 Febuari 1956 dengan tujuan melepaskan diri dari ikatan
ekonomi dengan Belanda”
BIRO PERANCANG NEGARA

Ir. Djuanda Merancang Rencana Perekonomian Indonesia


Program Pembanguan semakin terpuruk ketika
Lima Tahun (RPLT) ketegangan politik yang timbul
tidak dapat diselesaikan dengan
Pimpinan

Tugas

Faktor Kegagalan
diplomasi, akhirnya
memunculkan pemberontakan
yang dalam penumpasannya
memerlukan biaya yang cukup
tinggi. Kondisi ini mendorong
meningkatnya prosentasi defisit
anggaran pemerintah, dari
angka 20% di tahun 1950 dan
100% di tahun 1960.

Anda mungkin juga menyukai