Anda di halaman 1dari 2

A.

PERLAWANAN RAKYAT BANTEN


Apa potensi Banten sehingga menjadi sasaran pendudukan Belanda? Apa kebijakan VOC di
kawasan ini yang menimbulkan perlawanan rakyat? Berikut penjelasannya.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari bahasan ini, kalian akan mengetahui sejarah perlawanan rakyat dan
Kerajaan Banten terhadap pendudukan yang dilakukan VOC dan Belanda.

Wilayah Indonesia adalah tujuan utama dari bangsa Eropa dalam penjelajahan yang
dilakukannya ke belahan bumi baru untuk mengembangkan perekonomian mereka dengan
mencari daerah penghasil komoditi yang banyak dipergunakan di wilayahnya. Salah satu negara
yang melakukan ekspedisi keluar dari negaranya dan berusaha menginvasi daerah lain untuk
melakukan monopoli dagang adalah Belanda. Pecahnya perang antara Belanda dengan Spanyol
pada tahun 1568 yang dikenal sebagai perang 80 tahun menyebabkan terhentinya perdagangan
dan distribusi barang yang dilakukan oleh Belanda akibat jatugnya pelabuhan Lisabon ke tangan
Spanyol. Keterbatasan inilah yang membawa Belanda mengambil inisiatif mendatangi langsung
sumber rempah – rempah. Misi pertama ekspedisi dilakukan oleh Cornelis de Houtman dan
Pieter de Keyseer ke wilayah Nusantara.

Daerah pertama yang menjadi tujuan dari ekspedisi ini adalah Banten yang saat itu
berbentuk kesultanan dengan dipimpin oleh Sultan Abdulmafakhir. Belanda tertarik dengan
potensi Banten karena pada saat itu Banten merupakan salah satu pelabuhan terbesar.
Ketertarikan ini ditandai dengan pembentukan kongsi dagang Belanda, VOC untuk melancarkan
upaya monopoli perdagangan di wilayah Banten. Upaya ini mendapat pertentangan hebat dari
Sultan Ageng Tirtayasa yang memimpin Banten menggantikan kakeknya Sultan Abdulmafakhir.

Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651-1683 dengan
memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Perlawanan ini dilakukan karena pada saat itu
VOC menerapkan monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Perlawanan
dilakukan dengan menolak perjanjian dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.VOC
melakukan perlawanan dengan menyerang kapal-kapal yang hendak berdagang di Banten
sehingga mendapatkan perlawanan dari pasukan Banten.Perlawanan selanjutnya dilakukan
dengan perusakan terhadap segala instalasi milik VOC di wilayah kekuasaan kesultanan Banten.
Dengan tindakan perlawanan demikian, Sultan Ageng Tirtayasa mengharapkan agar VOC segera
meninggalkan Banten.

Untuk meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali
pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah
yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Bahkan Sultan
Ageng Tirtayasa menanggapinya dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun 1656 untuk
melakukan gerilya besar-besaran dengan mengadakan pengerusakan terhadap kebun-kebun tebu,
pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas patroli, dan pembunuhan terhadap
beberapa orang Belanda yang keseluruhan dilakukan pada malam hari. Selain itu, pasukan
Banten juga merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Benten, sehingga
untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal kapal-kapal tersebut.

Saat perlawanan terjadi, Sultan Ageng Tirtayasa mengadakan hubungan kerjasama


dengan kesultanan lain, seperti kesultanan Cirebon dan Mataram serta dengan Turki, Inggris,
Perancis, dan Denmark. Hal ini dilakukan agar Banten dapat memperkuat kedudukan dan
kekuatannya dalam menghadapi kekuatan VOC. Dari Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark
inilah Banten mendapatkan banyak bantuan berupa senjata api. VOC pun melakukan penyatuan
kekuatan dengan menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali,
Makasar, dan Bugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi perlawanan,
serdadu-serdadu pribumi inilah yang melawan pasukan Banten, sedangkan serdadu Belanda
lebih banyak berada dibelakang serdadu pribumi tersebut.

Sultan Ageng Tirtayasa mengumumkan perang Sabil dengan terlebih dahulu


mengirimkan surat ke VOC pada tanggal 11 Mei 1658. Pertempuran antara VOC dengan
pasukan Banten berlangsung secara terus menerus mulai dari bulan Mei 1658 sampai dengan
tanggal 10 Juli 1659. Setelah berlangsungnya gencatan senjata antara VOC dan Banten, terjadi
perpecahan di dalam kesultanan Banten sendiri antara putra Sultan Ageng Tirtayasa, pangeran
Gusti dan pangeran Arya Purbaya yang berusaha diselesaikan Sultan Ageng Tirtayasa dengan
membagi kekuasaan di Banten kepada kedua anaknya. Pemisahan kekuasaan ini diketahui oleh
wakil Belanda di Banten, yaitu W. Caeff yang kemudian mendekati dan menghasut Pangeran
Gusti untuk mencurigai ayahnya dan saudaranya sendiri. Di momen inilah berlangsung politik
adu domba VOC dengan memanfaatkan konflik internal Banten untuk memperlemah kekuatan
kerajaan. Puncak dari kejatuhan Banten terjadi pada 17 April 1684, saat penanda tanganan
perjanjian dalam bahasa Belanda, Jawa, dan Melayu yang berisi 10 pasal seiring dengan
dukungan dari Belanda kepada Pangeran Gusti atau Sultan Haji untuk naik tahta menggantikan
Sultan Ageng Tirtayasa. Perjanjian inilah yang menandai berakhirnya kekuasaan kesultanan
Banten, dan dimulainya monopoli VOC atas Banten.

RANGKUMAN
1) Belanda berlabuh pertama kali di wilayah Nusantara di daerah Banten.
2) Potensi perdagangan Banten menjadikan wilayah ini target monopoli dagang Belanda.
3) VOC berperan untuk melakukan monopoli ekonomi di wilayah Banten.

Anda mungkin juga menyukai