Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa
Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli
terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada
tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa
peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Abad ke-17
Abad ke-18
1702 - Jumlah kekuatan serdadu militer Belanda yang berkebangsaan Eropa hanya
tinggal sedikit. Administrasi VOC kacau balau
1706 - Surapati terbunuh di Bangil.
1721 - VOC mengumumkan apa yang dinamakan komplotan orang-orang Islam yang
bermaksud melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Eropa di Batavia dan juga
orang-orang Tionghoa.
1722 - Perlakuan terhadap orang-orang Tionghoa bertambah kejam dan korup. Walaupun
demikian jumlah orang Tionghoa bertambah dengan pesat. VOC melakukan sistem kuota
untuk membatasi imigrasi, tetapi kapten-kapten kapal Tionghoa mampu menghindarinya
dengan bantuan dari pejabat VOC yang korupsi. Kebanyakan orang-orang Tionghoa
pendatang yang tidak memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung menjadi
gerombolan-gerombolan penjahat di sekitar Batavia.
1727 - Posisi ekonomi orang Tionghoa makin penting di satu pihak dan sering terjadinya
kejahatan oleh orang Tionghoa, menimbulkan perasaan tidak senang terhadap orang
Tionghoa. Rasa tidak senang menjadi semakin tebal di kalangan warga bebas, kolonis-
kolonis Belanda yang tidak dapat menandingi orang Tionghoa. Timbullah kemudian rasa
permusuhan dan sikap rasialis terhadap orang Tionghoa.
1727 - Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan bahwa semua orang
Tionghoa yang telah tinggal 10 sampai 12 tahun di Batavia dan belum memiliki surat izin
akan dikembalikan ke Tiongkok.
1729 - Pemerintah kolonial memberikan kesempatan selama 6 bulan kepada orang
Tionghoa untuk mengajukan permohonan izin tinggal di Batavia dengan membayar 2
ringgit.
1730 - Dikeluarkan larangan bagi orang Tionghoa untuk membuka tempat penginapan,
tempat pemadatan candu dan warung baik di dalam maupun di luar kota.
1736 - Pemerintah kolonial mengadakan pendaftaran bagi semua orang Tionghoa yang
tidak memiliki surat izin tinggal.
1740 - Terdapat 2.500 rumah orang Tionghoa di dalam tembok Batavia sedangkan jumlah
orang Tionghoa di kota dan daerah sekitarnya diperkirakan 15.000 jiwa. Jumlah ini
setidak-tidaknya merupakan 17% dari keseluruhan penduduk di daerah terebut. Ada
kemungkinan bahwa orang-orang Tionghoa sebenarnya merupakan unsur penduduk yang
lebih besar jumlahnya. Ada pula orang-orang Tionghoa di kota-kota pelabuhan Jawa dan
Kartasura walaupun jumlahnya hanya sedikit.
1740 - Terjadi penangkapan terhadap orang Tionghoa, tidak kurang 1.000 orang Tionghoa
dipenjarakan. Orang Tionghoa menjadi gelisah lebih-lebih setelah sering terjadi
penangkapan, penyiksaan, dan perampasan hak milik Tionghoa.
4 Februari 1740 - Segerombolan orang Tionghoa melakukan pemberontakan dan
penyerbuan pos penjagaan untuk membebaskan bangsanya yang ditahan.
Juni 1740 - Kompeni Belanda mengeluarkan lagi peraturan bahwa semua orang Tionghoa
yang tidak memiliki izin tinggal akan ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan ini
dilaksanakan dengan sewenang-wenang.
September 1740 - Tersiar berita bahwa segerombolan orang Tionghoa di daerah pedesaan
sekitar Batavia bergerak mendekati pintu gerbang Batavia. Mr. Cornelis di Tangerang dan
de Qual di Bekasi, memerintahkan memperkuat pos-pos penjagaan.
7 Oktober 1740 - Pasukan bantuan yang dikirim ke Tangerang oleh pemerintah kolonial
diserang oleh gerombolan Tionghoa, sebagian besar dari pasukan tersebut tewas.
Oktober 1740 - Berdasarkan bukti yang didapatkan VOC menarik kesimpulan bahwa
orang-orang Tionghoa sedang merencanakan sebuah pemberontakan.
8 Oktober 1740 - Kompeni Belanda mengeluarkan maklumat, antara lain perintah
menyerahkan senjata kepada kompeni. Jam malam diadakan.
9 Oktober 1740 - Dimulainya pembunuhan terhadap orang Tionghoa secara besar-
besaran. Yang banyak melakukan pembunuhan ini adalah orang-orang Eropa dan para
budak. Dan pada akhirnya ada sekitar 10.000 orang Tionghoa yang tewas. Perkampungan
orang Tionghoa dibakar selama beberapa hari. Kekerasan ini berhenti setelah orang
Tionghoa memberikan uang premi kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan
tugasnya yang rutin.
10 Oktober 1740 - Pertahanan kompeni Belanda di Tangerang diserang oleh sekitar 3.000
orang pemberontak Tionghoa.
Mei 1741 - Orang-orang Tionghoa yang berhasil lolos dari pembantaian di Batavia
melarikan diri ke arah timur menyusur sepanjang daerah pesisir. Mereka melakukan
perebutan pos di Juwana. Markas besar VOC dikepung dan pos-pos lainnya terancam.
Juli 1741 - Pos VOC di Rembang dihancurkan oleh orang-orang Tionghoa yang
membantai seluruh personel VOC.
Juli 1741 - Prajurit raja yang berada di Kartasura menyerang pos garnisun VOC.
Komandan VOC Kapten Johannes van Velsen dan beberapa serdadu lainnya tewas.
Serdadu yang selamat ditawari pilihan beralih ke agama Islam atau mati dan banyak yang
memilih pindah agama.
November 1741 - Pakubuwana II mengirim pasukan artileri ke Semarang. Pasukan
prajurit-prajurit tersebut bersatu dengan orang Tionghoa melakukan pengepungan
terhadap pos VOC. Pos VOC di Semarang ini dikepung oleh kira-kira 20.000 orang Jawa
dan 3.500 orang Tionghoa dengan 30 pucuk meriam. Orang Jawa dan Tionghoa bersatu
melawan kompeni Belanda.
Desember 1741-awal 1742 - VOC merebut kembali daerah-daerah lain yang terancam
serangan.
13 Februari 1755 - VOC menandatangani Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui
Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa
Tengah.
September 1789 - Belanda mendengar desas-desus bahwa raja Jawa akan melakukan
pembunuhan terhadap orang-orang Eropa, sehingga mengutus seorang residen yang
bernama Andries Hartsick dengan memakai pakaian Jawa menghadiri pertemuan rahasia
di Istana Jawa.
1 Januari 1800 - VOC secara resmi dibubarkan, didirikan Dewan untuk urusan jajahan
Asia. Belanda kalah perang dan dikuasai Perancis. Wilayah-wilayah yang dimiliki
Belanda menjadi milik Perancis.
Faktor manakah yang mendorong dibentuknya VOC? Setelah Cornellis de Houtman sampai di Banten
tahun 1596 maka pada tahun 1598 Compagnie Van Verre di Belanda memberangkatkan 8 kapal di bawah
pimpinan Van Nock dan Warwijk yang membutuhkan waktu 7 bulan sampai di Banten keberhasilan
pelayaran tersebut mendorong keinginan berbagai perusahaan di Belanda untuk memberangkatkan
kapalnya ke Indonesia ada 14 perusahaan yang telah memberangkatkan 62 kapal. Sementara itu Portugis
berusaha keras untuk menghancurkan mereka.
Atas usul Johan Van Oldenbarneveld dibentuklah sebuah perusahaan yang disebut Vereemigde Oost
Indische Compagnie (VOC) pada tanggal 20 Maret 1682. Tujuan pembentukan VOC tidak lain adalah
menghindarkan persaingan antar pengusaha Belanda (intern) serta mampu menghadapi persaingan
dengan bangsa lain terutama Spanyol dan Portugis sebagai musuhnya (ekstern).
Kepemimpinan VOC dipegang oleh dewan beranggotakan 17 orang yang berkedudukan di Amsterdam.
Oleh Pemerintahan Belanda, VOC diberi oktroi (hak-hak istimewa) sebagai berikut :
1. Dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia
2. Monopoli perdagangan
3. Mencetak dang mengedarkan uang sendiri
4. Mengadakan perjanjian
5. Menaklukkan perang dengan negara lain
6. Menjalankan kekuasaan kehakiman
7. Pemungutan pajak
8. Memiliki angkatan perang sendiri
9. Mengadakan pemerintahan sendiri.
Untuk melaksanakan kekuasaannya di Indonesia diangkatlan jabatan Gubernur Jenderal VOC antara lain:
1. Pieter Both, merupakan Gubernur Jenderal VOC pertama yang memerintah tahun 1610-1619 di
Ambon.
2. Jan Pieterzoon Coen, merupakan Gubernur Jenderal kedua yang memindahkan pusat VOC dari Ambon
ke Jayakarta (Batavia). Karena letaknya strategis di tengah-tengah Nusantara memudahkan pelayaran ke
Belanda.
Setelah berpusat di Batavia, VOC melakukan perluasan kekuasaan dengan pendekatan serta campur
tangan terhadap kerajaan-kerajaan di Indonesia antara lain Mataram, Banten, Banjar, Sumatra, Gowa
(Makasar) serta Maluku. Akibat hak monopoli yang dimilikinya. VOC memaksakan kehendaknya sehingga
menimbulkan permusuhan dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Untuk menghadapi perlawanan
bangsa Indonesia VOC meningkatkan kekuatan militernya serta membangun benteng-benteng seperti di
Ambon, Makasar, Jayakarta dan lain-lain.
Bagaimana cara Belanda memperoleh monopoli perdagangan di Indonesia? Cara yang dilakukan VOC
adalah:
1. Melakukan pelayaran hongi untuk memberantas penyelundupan. Tindakan yang dilakukan VOC adalah
merampas setiap kapal penduduk yang menjual langsung rempahrempah kepada pedagang asing seperti
Inggris, Perancis dan Denmark. Hal ini banyak dijumpai di pelabuhan bebas Makasar.
2. Melakukan Ekstirpasi yaitu penebangan tanaman, milik rakyat. Tujuannya adalah mepertahankan agar
harga rempah-rempah tidak merosot bila hasil panen berlebihan (over produksi). Ingat hukum ekonomi!
3. Perjanjian dengan raja-raja setempat terutama yang kalah perang wajib menyerahkan hasil bumi yang
dibutuhkan VOC dengan harga yang ditetapkan VOC. Penyerahan wajib disebut Verplichte Leverantien
4. Rakyat wajib menyerahkan hasil bumi sebagai pajak, yang disebut dengan istilah Contingenten
Seiring dengan perubahan permintaan dan kebutuhan di Eropa dari rempahrempah ke tanaman industri
yaitu kopi, gula dan teh maka pada abad 18 VOC mengalihkan perhatiannya untuk menanam ke tiga jenis
barang komoditi tersebut. Misalnya tebu di Muara Angke (sekitar Batavia), kopi dan teh daerah Priangan.
Dalam melaksanakan pemerintahan VOC banyak mempergunakan tenaga Bupati. Sedangkan bangsa
Cina dipercaya untuk pemungutan pajak dengan cara menyewakan desa untuk beberapa tahun lamanya.
Bagaimana perkembangan VOC selanjutnya? Pada pertengahan abad ke 18 VOC mengalamii
kemunduran karena beberapa sebab sehingga dibubarkan.
1. Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi
2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari Gowa.
3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak
4. Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan
VOC kekurangan
5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis.
6. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan liberal
menganjurkan perdagangan bebas.
Berdasarkan alasan di atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta
gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah
kekuasaan di Indonesia.
VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft,
Hoorndan dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-
Tuan).Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal
yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan. Di Indonesia VOC memiliki
sebutan populer Kompeniatau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama
lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda.
Datangnya orang Eropa melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama, yang pada tahun 1497-
1498 berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui semenanjung Harapan (Cape of Good Hope)
di ujung Selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan pedagang-pedagang
Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia Timur, yang selama ini ditempuh melalui jalur
darat yang sangat berbahaya. Pada awalnya, tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur
dan Tenggara termasuk ke Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan bangsa
Belanda. Misi dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik pemukiman kolonisasi
dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku, sedangkan di
Suriname dan Curacao, tujuan Belanda sejak awal adalah murni kolonisasi (pemukiman).
Bangsa Portugis, yang terlebih dahulu datang ke Indonesia sebelum Belanda, selain di Malaka,
memusatkan perhatian mereka di kepulauan Maluku, yang kaya akan rempah-rempah komoditi
langka dan sangat mahal di Eropa. Setelah dapat mematahkan perlawanan rakyat Maluku tahun
1511, Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah di kepulauan Maluku selama sekitar 100
tahun.
Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju
Indonesia, dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai
Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam perseteruan dengan
orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke arah timur melalui pantai utara
Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu berakibat pada kehilangan 12 orang awak,
dan terlibat perseteruan dengan penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang
pimpinan lokal. Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka
memutuskan untuk kembali ke Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk
menghasilkan keuntungan.
Adalah para pedagang Inggris yang memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia pada 31
Desember 1600 yang dinamakan The Britisch East India Company dan berpusat di Kalkuta.
Kemudian Belanda menyusul tahun 1602 dan Prancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan
French East India Company tahun 1604.
Pada 20 Maret 1602, para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie -
VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di antara
negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, Perancis dan Belanda,
untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur. Untuk menghadapai masalah ini,
oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi wewenang memiliki tentara yang harus mereka
biayai sendiri. Selain itu, VOC juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda -yang waktu
itu masih berbentuk Republik- untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang
terhadap suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang
seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.
Perusahaan ini mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial
lainnya juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian menjadi Indonesia,
seperti di kepulauan rempah-rempah (Maluku), yang termasuk Kepulauan Banda di mana VOC
manjalankan monopoli atas pala dan fuli. Metode yang digunakan untuk mempertahankan
monompoli termasuk kekerasan terhadap populasi lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan
massal.
Pos perdagangan yang lebih tentram di Deshima, pulau buatan di lepas pantai Nagasaki, adalah
tempat satu-satunya di mana orang Eropa dapat berdagang dengan Jepang.
Tahun 1603 VOC memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada
1610 Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun ia
memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC. Sementara itu, Frederik de Houtman menjadi
Gubernur VOC di Ambon (1605 - 1611) dan setelah itu menjadi Gubernur untuk Maluku (1621 -
1623).
Hak istimewa
Hak-hak istimewa yang tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602
meliputi:
- Hak monopoli untuk berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan
sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri;
- Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
1. memelihara angkatan perang,
2. memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
3. merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
4. memerintah daerah-daerah tersebut,
5. menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
6. memungut pajak.
Bukti tertua mengenai eksistensi pemukiman penduduk yang sekarang bernama Jakarta adalah
Prasasti Tugu yang tertanam di desa Batu Tumbuh, Jakarta Utara. Prasasti tersebut berkaitan
dengan 4 prasasti lain yang berasal dari zaman kerajaan Hindu, Tarumanegara ketika diperintah
oleh Raja Purnawarman. Berdasarkan Prasasti Kebon Kopi, nama Sunda Kalapa (Sunda Kelapa)
sendiri diperkirakan baru muncul abad sepuluh.
Pemukiman tersebut berkembang menjadi pelabuhan, yang kemudian juga dikunjungi oleh
kapal-kapal dari mancanegara. Hingga kedatangan orang Portugis, Sunda Kalapa masih di bawah
kekuasaan kerajaan Hindu lain, Pakuan Pajajaran. Sementara itu, Portugis telah berhasil
menguasai Malaka, dan tahun 1522 Gubernur Portugis dAlbuquerque mengirim utusannya,
Enrique Leme yang didampingi oleh Tome Pires untuk menemui Raja Sangiang Surawisesa.
Pada 21 Agustus 1522 ditandatangani perjanjian persahabatan antara Pajajaran dan Portugis.
Diperkirakan, langkah ini diambil oleh Raja Pakuan Pajajaran guna memperoleh bantuan dari
Portugis dalam menghadapi ancaman kerajaan Islam Demak, yang telah menghancurkan
beberapa kerajaan Hindu, termasuk Majapahit. Namun ternyata perjanjian ini sia-sia saja, karena
ketika diserang oleh kerajaan Islam Demak, Portugis tidak membantu mempertahankan Sunda
kalapa.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, pelabuhan Sunda Kalapa diserang oleh tentara Demak
yang dipimpin oleh Fatahillah, Panglima Perang asal Gujarat, India, dan jatuh pada 22 Juni 1527,
dan setelah berhasil direbut, namanya pun diganti menjadi Jayakarta. Setelah Fatahillah berhasil
mengalahkan dan mengIslamkan Banten, Jayakarta berada di bawah Kekuasaan Banten, yang
kini menjadi kesultanan.
Ironisnya, kini tanggal 22 Juni ditetapkan sebagai hari kelahiran Jakarta. Jelas tanggal ini tidak
mencerminkan berdirinya kota Jakarta, karena dari berbagai prasasti, telah terbukti bahwa Sunda
Kalapa telah ada sejak abad 10. Ironis, karena hari penaklukkan Jakarta yang dipimpin oleh
seorang asing, ditetapkan sebagai hari kelahiran Jakarta.
Pieter Both yang menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama, lebih memilih Jayakarta sebagai
basis administrasi dan perdagangan VOC daripada pelabuhan Banten, karena pada waktu itu di
Banten telah banyak kantor pusat perdagangan orang-orang Eropa lain seperti Portugis, Spanyol
kemudian juga Inggris, sedangkan Jayakarta/Sunda Kalapa masih merupakan pelabuhan kecil.
Pada tahun 1611 VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan fondasi batu di
Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5 hektar di dekat
muara di tepi bagian Timur Sungai Ciliwung, yang menjadi kompleks perkantoran, gudang dan
tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan utamanya dinamakan Nassau Huis.
Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal (16181623), ia mendirikan lagi
bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan Mauritius Huis, dan membangun tembok batu
yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi
tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini benar-benar
merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai Jayakarta.
Dari basis benteng ini pada 30 Mei 1619 Belanda menyerang tuan rumah, yang memberi mereka
izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh pemukiman
penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh
kota, dan kemudian seluruh Nusantara. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai Nieuwe
Hollandia, namun de Heeren Seventien di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini
menjadi Batavia, untuk mengenang bangsa Batavir, yaitu bangsa Germania yang bermukim di
tepi Sungai Rhein yang kini dihuni oleh orang Belanda. Dan nama Batavia ini digunakan oleh
Belanda selama lebih dari 300 tahun.
Dengan demikian, Batavia (Sunda Kalapa, Jayakarta, Jakarta) adalah jajahan Belanda pertama di
Nusantara. Entah sejak kapan, penduduk di kota Batavia dinamakan atau menamakan diri orang
Betawi, yang mengambil nama dari
Batavia tersebut. Dilihat dari sejarah dan asal-usulnya, jelas penamaan ini keliru.
Tanggal 30 Mei 1619 dapat ditetapkan sebagai awal penjajahan Belanda di bumi Nusantara, yang
berakhir tanggal 9 Maret 1942, yaitu dengan resmi menyerahnya Pemerintah India Belanda
kepada Jepang di Kalijati, Subang, Jawa Barat.
VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie)
Datangnya orang Eropa melalui jalur laut diawali oleh
Vasco da Gama
, yang padatahun 1497-1498 berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui SemenanjungHarapan
(
Cape of Good Hope
) di ujung Selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan pedagang-pedagang
Timur Tengah untuk memperolehakses ke Asia Timur, yang selama ini ditempuh melalui jalur
darat yang sangat berbahaya. Pada awalnya, tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur
danTenggara termasuk ke Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian jugadengan bangsa
Belanda.
Misi dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik pemukiman –kolonisasi– dilakukan oleh Belanda
dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku, sedangkan di Suriname dan Curaçao,
tujuan Belanda sejak awal adalah murni kolonisasi (pemukiman).
Bangsa Portugis, yang terlebih dahulu datang ke Indonesia sebelum Belanda,selain di Malaka,
memusatkan perhatian mereka di kepulauan Maluku, yang kayaakan rempah-rempah –komoditi
langka dan sangat mahal di Eropa–. Setelah dapatmematahkan perlawanan rakyat Maluku tahun
1511, Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah di kepulauan Maluku selama sekitar 100
tahun. Pada akhir abad 16, Inggris dan Belanda mulai menunjukkan minatnya di wilayahAsia
Tenggara dan melakukan beberapa pelayaran ke wilayah ini, antara laindilakukan oleh
James Lancaster
tahun 1591, dua bersaudara
Frederik
danadiknya,
Cornelis de Houtman
tahun 1595 dan kemudian tahun 1599,
Jacob van Neck
tahun 1598.
Lancaster
datang lagi tahun 1601. Ketika
de Houtman
bersaudara tahun 1596 pertama kali tiba di Banten, mereka disambut dengansangat ramah,
demikian juga dengan para pedagang lain, yang setelah itu makin banyak datang ke Jawa,
Sumatera dan Maluku.
Sejarah VOC di Indonesia
Para pedagang Belanda membentuk kongsi dagang dengan nama
Vereenigde Oost Indesche Compagnie (VOC) pada 20 Maret 1602
dengan tujuan untuk menghindari persaingan yang tidak sehat
diantara para pedagang belanda dan agar lebih kuat untuk bersaing
dengan bangsa barat. VOC tersebut dibentuk dari empat wilayah di
negeri Belanda yaitu Amsterdam, Zeeland, de Maas, dan Noord
Holland. Setiap wilayah yang bergabung diwakili system majelis
yang memiliki sejumlah direktur.
VOC didirikan dengan akta Oktroi dari Staaten Generaal
(Parlemen Belanda). Ia memiliki hak dagang di suatu kawasan yang
sangat luas, terbentang dari Tanjung Pengharapan sampai Selat
Magellan, termasuk pulau-pulau di selatan Pasifik, Kepulauan
Jepang, Sri Lanka, dan Cina Selatan. Selain melakukan perdagangan
umum, ekspor impor, perkapalan yang berskala monopoli, juga
diberi kewenangan membentuk angkatan perang, mengawasi para raja
dari kerajaan-kerajaan yang terdapat di dalam wilayah
kekuasaannya, dan atas nama Staaten Generaal membuat perjanjian
dengan kerajaan-kerajaan tersebut. Ia juga berhak menyatakan
perang dan menerima perdamaian, serta memasksa para rajadi
wilayahnya untuk tunduk kepada kekuasaan dan aparat VOC. Selain
itu juga memiliki kewenangan membuat undang-undang dan peraturan
serta membentuk pengadilan (Read van Justitie) dan mahkamah agung
(Hoog Gerechtshof). Untuk lebih jelasnya, Hak Oktrooi VOC yaitu
sebagai berikut:
1. VOC mendapat hak monopoli perdagangan
2. Hak VOC untuk mencetak dan mengeluarkan uang sendiri
3. VOC dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia
4. VOC berhak mengadakan perjanjiaan
5. VOC berhak memaklumkan perang dengan negara lain
6. VOC berhak meenjalankan kekuasaan kehakiman
7. VOC berhak mengadakan pemungutan pajak
8. VOC berhak memiliki angkatan perang sendiri.
9. VOC berhak mengadakan pemerintah sendiri.
Sewaktu pemberian oktrooi pertama pada tahun 1602, tidak ada
ketentuan mengenai hubungan atau kewajiban VOC atas pendidikan
dan agama Kristen. Tetapi pada tahun 1617, Staaten Generaal
menginstruksikan gubernur Jenderal dan Raad van Indie untuk
bertanggung jawab menyebarkan agama Kristen serta mengajarkannya
melalui sekolah sekolah dengan bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar. Pemahaman yang memadai atas bahasa tersebut dipandang
penting bagi pribumi Indonesia penganut agama Kristen.[1]
Tahun 1610 VOC menunjuk Pieter Both sebagai Gubernur Jendral
VOC beserta sejumlah gubernur wilayah. Hal ini dilakaukan untuk
memudahkan koordinasi dalam wilayah yang luas. Both merupakan
Gubernur Jenderal VOC pertama yang memerintah tahun 1610-1614 di
Ambon, Maluku. Jan Pieterzoon Coen yang menjabat 1619-1629
memindahkan pusat VOC dari Ambon ke Jayakarta (Batavia). Karena
letaknya strategis di tengah-tengah Nusantara memudahkan
pelayaran ke Belanda. Sejak 1620, tempat kedudukan gubernur
jendral VOC dipindahkan dari Ternate ke Batavia. Kemudian Maluku
dipimpin oleh seorang gubernur jendral yang berkedudukan di
Ternate sebagai markas besar VOC sebelumnya. Gubernur jendral
Ternate tersebut adalah Frederik de Houtman (1621-1623). Antonio
Van Diemen (1636-1645), Joan Maetsycker (1653-1678), Cornelis
Speeldman (1681-1684).[2]
Setelah berpusat di Batavia, VOC melakukan perluasan
kekuasaan dengan cara pendekatan serta campur tangan terhadap
kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti di Ternate, Mataram,
Banten, Banjar, Sumatra, Gowa serta Maluku. Perluasan kekuasaan
Belanda ke daerah-daerah luar Jawa benar-benar berbeda dengan
perluasan kekuasaannya di Jawa, karena di sebagian besar daerah
luar Jawa tidak pernah ada alasan yang permanen atau sungguh-
sungguh untuk menguasai oleh pihak Belanda.[3]
Hak monopli VOC yang memaksakan kehendaknya menimbulkan
permusuhan terhadap kerajaan-kerajaan diNusantara. Karena hal
tersebut VOC meningkatkan kekuatan militernya serta membangun
benteng-benteng seperti di Ambon, Makasar, Jayakarta dan lain-
lain untuk menghadapi perlawanan bangsa Indonesia. Hak monopoli
perdagangan VOC Indonesia karena melakukan beberapa hal
diantaranya adalah melakukan pelayaran hongi untuk memberantas
penyelundupan. Tindakan yang dilakukan VOC adalah merampas setiap
kapal penduduk yang menjual langsung rempah- rempah kepada
pedagang asing seperti Inggris, Perancis dan Denmark. Melakukan
Ekstirpasi, yaitu penebangan tanaman milik rakyat. Tujuannya
adalah mepertahankan agar harga rempah-rempah tidak merosot bila
hasil panen berlebihan. Melakukan sistem Verplichte Leverantien,
merupakan perjanjian dengan raja-raja setempat terutama yang
kalah perang wajib menyerahkan hasil bumi yang dibutuhkan VOC
dengan harga yang ditetapkan VOC. Kemudian VOC menerapkan sistem
Contingenten yang berarti rakyat wajib menyerahkan hasil bumi
sebagai pajak.
Sejak awal abad ke-18 VOC telah mengalami kemunduran dan
kebangkrutan karena banyaknya korupsi yang dilakukan oleh
pegawai-pegawai VOC, anggaran pegawai terlalu besar sebagai
akibat makin luasnya wilayah kekuasaan VOC, biaya perang untuk
memadamkan perlawanan rakyat terlalu besar, persaingan dengan
kongsi dagang negara lain, misalnya dengan EIC milik Inggris,
hutang VOC yang sangat besar, pemberian deviden kepada pemegang
saham walaupun usahanya mengalami kemunduran, berkembangnya faham
Liberalisme sehingga monopoli perdagangan yang diterapkan VOC
tidak sesuai lagi untuk diteruskan, pendudukan Perancis terhadap
negara Belanda pada tahun 1795.[4]
Akhir Desember 1799, Pemerintah Belanda memutuskan tidak
memperpanjang lagi hak oktroi VOC yang berakhir 31 Desember 1799.
Sehingga sejak 1 Januari 1800, voc dibubarkan secara resmi.
Seluruh aktiva dan pasivanya beserta daerah kekuasaan dan juga
pemerintahan di daerah-daerah jajahan diambil alih pemerintah
belanda. Semenjak itulah riwayat perusahaan dagang terbesar yang
hampir 200 tahun berkuasa di Nusantara itu berakhir.[5]